PERENCANAAN TAMBANG
Dosen Pengampu :
Bapak Erwin Anshari, M.Si, M.Eng
Disusun Oleh :
KELOMPOK 10
NUR MUHAMMAD AZHARI NASIR (R1D118021)
NILAM AMALIA ROSALMI (R1D118031)
HAMZA (R1D118035)
KENDARI
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
1.6
BAB II
KAJIAN TEORI
Gaya penahan
FK
Gaya penggerak
Keterangan :
FK > 1,3 lereng dianggap aman
FK = 1,07 sampai 1,25 lereng dalam keadaan kritis
FK < 1,07 lereng dianggap tidak aman, ( Halawa Analiser dan Nurhakik., 2019 )
Faktor keamanan berperan sangat penting dalam membuat suatu jenjang, salah
satunya adalah menghitung suatu daerah yang tidak di ketahui tingkat keamanannya,
kemudian dicari faktor-faktor yang mempengaruhi seperti parameter kekuatan
tanah/batuan, penyebaran tekanan air tanah dan stratigrafinya. Secara umum semakin
rendah kualitas tanah/bataun semakin tinggi FK yang diperlukan, kecuali jika
tanah/batuan tersebut akan dipergunakan untuk keperluan tertentu. Fungsi lain dari
FK adalah untuk membatasi perubahan kestabilan sampai pada tingkat yang masih
diperbolehkan dalam daerah ekonomis. Dalam hal ini, pemilihan harga FK
dipengaruhi oleh pengalaman dengan tanah batuan yang dimaksud. Jika tingkat resiko
yang digunakan masih memungkinkan maka penambahan harga FK yang digunakan
berbeda-beda menurut jenis material dan sifat-sifatnya (Halawa Analiser dan
Nurhakik., 2019)
b. Metode Janbu
Metode ini digunakan untuk menganalisis lereng yang bidang longsornya tidak
berbentuk busur lingkaran. Bidang longsor pada analisa metode Janbu ditentukan
berdasarkan zona lemah yang terdapat pada massa batuan atau tanah. Cara lain yaitu
dengan mengasumsikan suatu faktor keamanan tertentu yang tidak terlalu rendah.
Kemudian melakukan perhitungan beberapa kali untuk mendapatkan bidang longsor
yang memiliki faktor keamanan terendah.
Gambar 2. Grafik baku acuan untuk Aplikasi Metode Janbu (Halawa Analiser
dan Nurhakik., 2019)
FK Kondisi lereng
FK > 1,25 Keruntuhan jarang terjadi
1,07 < FK ≤ 1,25 Keruntuhan pernah terjadi
Keterangan:
L : Tinggi Jenjang (m)
Lm : Maksimum Cutting/Dumping Height dan Tinggi Alat Muat (m)
SF : Swell Factor
2. Lebar jenjang
Menurut Hustrulid, dkk (2013), lebar jenjang disesuaikan dengan sasaran
produksi dan keadaan topografi lokasi penambangan. Lebar jenjang adalah jarak
horizontal yang diukur dari ujung lantai jenjang sampai batas belakang lantai
jenjang. Lebar minimum yang akan dibuat harus bisa menampung material hasil
bongkaran dan peralatan yang dipakai. ukuran dimensi lebar jenjang pada tipe
material lunak dapat dilihat pada persamaan berikut ini:
B = N + L + L1 + L2
Keterangan:
B : Lebar Jenjang (m)
N : Lebar Yang Dibutuhkan Untuk Material Yang Runtuh (m)
L : Jarak Antar Sisi Jenjang (Bench) (m)
L1 : Lebar Alat Angkut (m)
L2 : Jarak Untuk Menjaga Agar Tidak Longsor (m)
Gambar 3. Bagian-bagian jenjang (Hustrulid, dkk., 2013)
4. Jalan angkut
Geometri jenjang ditentukan berdasarkan peralatan yang dipakai. Oleh
karena itu, diperlukan rancangan jalan yang benar dan sesuai dengan peralatan yang
digunakan. Lebar jalan angkut pada jalan tambang dapat dirumuskan sebagai berikut
(Azwari, 2015) :
Keterangan :
Lmin : Lebar jalan angkut minimum
n : Jumlah lajur
Wt : Lebar alat angkut terbesar
Keterangan :
GJ : Grade Jalan/ Kemiringan jalan
Y : Tinggi Jalan
X : Panjang jalan
Dimensi tersebut memungkinkan untuk lalu lintas dua arah, ruangan untuk
truck yang akan menyusul, saluran penyaliran, dan tanggul pengaman.
Kemiringan jalan angkut di dalam tambang biasanya dirancang pada kemiringan
8% atau 10%. Rancangan kemiringan jalan untuk tambang-tambang besar umumnya
sekitar 8%. Rancangan ini dapat memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam
perancangan dan memudahkan dalam akses ke jenjang-jenjang penambangan.
Kemiringan maksimum yang masih praktis pada jalan tambang yang panjang adalah
10%. Tambang-tambang skala kecil pada umumnya merancang kemiringan jalan
sebesar 10%. Rancangan spiral dan switchback biasanya dihindari karena cenderung
melambatkan arus kendaraan. Pertimbangan lain adalah ban akan cepat aus,
perawatan ban menjadi lebih besar dan faktor keamanan. Pembuatan jalan tambang
dapat memiliki dampak pada volume penggalian material yang sangat besar sehingga
aspek ekonomis dari pembuatan jalan tambang cukup signifikan.
2.6 Klasifikasi Sumberdaya Dan Cadangan
Sumberdaya mineral adalah suatu konsentrasi atau keterjadian dari
material yang memiliki nilai ekonomis pada atau diatas kerak bumi, dengan
bentuk, kualitas, dan kuantitas tertentu yang memiliki keprospeksian yang beralasan
untuk pada akhirnya dapat diekstraksi secara ekonomis. Lokasi, kuantitas, kadar,
karakteristik geologi dan kemenerusan dari sumberdaya mineral haruslah dapat
diketahui, diestimasi atau diinterpretasikan berdasarkan bukti-bukti dan pengetahuan
geologi yang spesifik. Sumberdaya mineral dikelompokkan lagi berdasarkan tingkat
keyakinan geologinya dalam kategori Tereka, Terunjuk dan Terukur KCMI (2011)
Sumberdaya terbagi menjadi 4 yaitu :
1. Sumberdaya Mineral Hipotetik (Hypothetical Mineral Resource) adalah
sumberdaya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan
perkiraan pada tahap Survey Tinjau.
2. Sumberdaya Mineral Tereka (Inferred Mineral Resource) adalah sumberdaya
mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap
prospeksi.
3. Sumberdaya Mineral Terunjuk (Indicated Mineral Resource) adalah sumberdaya
mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap
Eksplorasi Umum.
4. Sumberdaya Mineral Terukur (Measured Mineral Resource) adalah
sumberdaya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil
tahap Eksplorasi Rinci.
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui sifat fisik dan sifat mekanik tanah
insitu dari seam limonit dan saprolit. Data ini kemudian akan di konversi dalam
satuan (KN/m3) sesuai hingga dapat diolah lebih lanjut untuk membuat rancangan
lereng menggunakan software pendukung (Slide 5.1). Kemudia data tersebut di
konversi dalam satuan masing-masing. Dimana untuk lapisan limonit, berat di
konversi dengan cara bobot isi di kali dengan 9.807 menghasilkan 14,592 KN/m3,
untuk kohesi di konversi dengan cara kohesi dikali dengan 98,07 menghasilkan
4,51122 KN/m3 dan untuk sudut tgeser dalam tanah di konversi dari satuan derajat
menit sekon menjadi satuan desimal degrees menghasilkan 22,12471°. Selanjutnya
untuk saprolit di konversi dengan cara yang sama hingga menghasilkan bobot isi
sebesar 16,554 KN/m3, Kohesi 6,47262 KN/m3, dan sudut geser dalam tanah sebesar
32,12471°.
Gam
bar 7. Analisis kestabilan lereng pada zona Limonit
Gambar 9. Analisis kestabilan lereng pada gabungan zona Limonit dan Saprolit
Kondisi pit dari area penambangan PT. Han Nikel Pratama merupakan
gabungan dari zona limonit dan zona saprolit. Maka rekomendasi geoteknik untuk
kestabilan lereng yang digunakan adalah hasil simulasi menggunakan analisis
menggunakan software Slide 5.1 pada gabungan anatara lapisan limonit dan saprolit.
Dari hasil analisis dengan dimensi lereng berupa tinggi lereng 5 meter, lebar lereng 4
meter, kemiringan lereng 51° dan lebar teras tambang 2 meter diperoleh FK sebesar
1,359. Rekomendasi rancangan lereng tersebut telah memenuhi standar faktor
keamanan (FK) lereng Bowles (1997) yaitu FK >1,25.
Cadangan tertambang adalah jumlah sumberdaya yang dibatasi oleh cut off
grade dan batas akhir penambangan (ultimate pit limit). Batas dari pit yang
digunakan sebagai batas perhitungan yaitu topografi sebagai batas atas
penambangan (top surface) dan yang menjadi batas bawah penambangannya
(bottom surface) yaitu rancangan batas akhir penambangan (ultimate pit limit),
maka didapatkan volume total bukaan yang dihasilkan dari pit tersebut sebanyak
1.139.300 BCM, dimana total volume overburden dan material pengotor (waste)
adalah 876.825 BCM dengan tonnase 1.301.865 WMT (presentase kadar <1,3%
Ni). Untuk cadangan bijih nikel Ore 1 memiliki total volume sebanyak
182.275 BCM dengan tonnase 257.965 WMT (presentase kadar ≥1,5%Ni).
Cadangan bijih nikel Ore 2 memiliki total volume sebanyak 80.200 BCM
dengan tonnase 118.082 WMT (presentase kadar ≥1,3%Ni dan ≥30% Fe). Total
cadangan sebesar 262.475 BCM dengan tonnase 376.047.5 WMT. Adapun nilai
stripping ratio berdasarkan hasil perhitungan dengan membandingkan tonnase
material penutup dari pit dan tonnase bijih nikel adalah 3,46.
Overburden (OB) atau material penutup adalah material yang tidak mengandung
mineral berharga. Volume OB/Waste pada pit adalah 876.825 BCM. Disposal area
bertujuan untuk menampung overburden yang telah dikupas di pit dan nanti akan
digunakan lagi untuk proses backfilling. Perancangan disposal dibuat mangikuti
parameter standar dari Perusahaan.
Lokasi yang akan direncanakan sebagai area disposal yaitu di sebelah barat
dari Pit. Pemilihan lokasi ini mempertimbangkan beberapa faktor antara lain adalah
topografi permukaan. Area rencana disposal ini memiliki topografi berupa lembah
yang diapit oleh dua lereng. Pada lokasi ini dapat menampung overburden lebih
banyak. Tempat ini merupakan salah satu tempat ideal untuk disposal dengan wilayah
untuk pembuangan overburden. Ada satu disposal area yang dirancang untuk
menampung overburden dari Pit dengan jarak dari pit 196 meter. Diposal ini terdiri
dari 9 bench dimana elevasi tertinggi 320 mdpl dan elevasi terendah 270 mdpl
dengan kapasitas total 1.032.799 BCM.
Stockpile adalah lokasi penumpukkan ore yang telah siap untuk dikapalkan
berdasarkan range kadar yang diketahui dari hasil analisa sampel pada laboratorium
yang diambil pada front penambangan dengan menggunakan metode sampling.
Perancangan stocpile dibuat mangikuti parameter standar dari Perusahaan.
Tabel 6. Parameter perancangan disposal area
Nila Satua
Parameter
i n
Swell Factor 1,58 %
Tinggi lereng tunggal 5 m
Lebar teras tambang 3 m
deraja
Kemiringan lereng 35
t
Cadangan tertambang pada area penambangan dibagi atas dua type ore. Total
cadangan sebesar 262.475 BCM dengan tonnase 376.047.5 WMT. Untuk cadangan
bijih nikel Ore 1 memiliki total volume sebanyak 182.275 BCM dengan
tonnase 257.965 WMT (presentase kadar ≥1,5%Ni). Cadangan bijih nikel Ore 2
memiliki total volume sebanyak 80.200 BCM dengan tonnase 118.082 WMT
(presentase kadar ≥1,3%Ni dan ≥30% Fe). Oleh karean itu, dibuat dua Stockpile yang
berbeda berdasarkan type ore.
Lokasi yang akan direncanakan sebagai Stockpile 1 untuk lokasi penumpukan
Ore 1 yaitu di sebelah tenggara dari Pit. Pemilihan lokasi ini mempertimbangkan
beberapa faktor antara lain adalah topografi permukaan. Area rencana stockpile 1 ini
memiliki topografi yang datar. Pada lokasi datar ini dapat menampung ore lebih
banyak dan tidak terkontaminasi oleh aliran air permukaan. Stockpile 1 berjarak 336
meter dari pit. Stockpile 1 ini terdiri dari 8 bench dimana elevasi tertinggi 235 mdpl
dan elevasi terendah 196 mdpl dengan kapasitas total 393.712,50 BCM. Sedangkan
lokasi yang akan direncanakan sebagai Stockpile 2 untuk lokasi penumpukan Ore 2
yaitu di sebelah tenggara dari Pit. Pemilihan lokasi ini mempertimbangkan beberapa
faktor antara lain adalah topografi permukaan. Area rencana stockpile 2 ini memiliki
topografi yang datar. Pada lokasi datar ini dapat menampung ore lebih banyak dan
tidak terkontaminasi oleh aliran air permukaan. Stockpile 1 berjarak 336 meter dari
pit. Stockpile 1 ini terdiri dari 6 bench dimana elevasi tertinggi 205 mdpl dan elevasi
terendah 176 mdpl dengan kapasitas total 125.288 BCM. Gambar peta hasil
rancangan disposal dan stockpile dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
BAB 1V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada area
penambangan PT. Han Nikel Pratama adalah :
1. Rekomendasi geoteknik untuk kestabilan lereng untuk desain pit hasil analisis
didapatkn dimensi rancangan lereng berupa tinggi lereng 5 meter, lebar lereng 4
meter, kemiringan lereng 51° dan lebar teras tambang 2 meter diperoleh FK
sebesar 1,359. Rekomendasi rancangan lereng tersebut telah memenuhi standar
faktor keamanan (FK) lereng Bowles (1997) yaitu FK >1,25.
2. Cadangan tertambang pada area penambangan dibagi atas dua type ore. Total
cadangan sebesar 262.475 BCM dengan tonnase 376.047.5 WMT. Untuk
cadangan bijih nikel Ore 1 memiliki total volume sebanyak 182.275 BCM
dengan tonnase 257.965 WMT (presentase kadar ≥1,5%Ni). Cadangan bijih
nikel Ore 2 memiliki total volume sebanyak 80.200 BCM dengan tonnase
118.082 WMT (presentase kadar ≥1,3%Ni dan ≥30% Fe)
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat dituangkan oleh penulis dalam praktikum ini yaitu
untuk praktikum selanjutnya perlu dilakukan kunjungan lapangan agar praktikan
lebih mengerti lagi mengenai perencanaan tambang.
DAFTAR PUSTAKA
Azwari, R., 2015. Evaluasi Jalan Angkut dari Front Penambangan Batubara
Menuju Stockpile Blok B pada Penambangan Batubara di PT Minemax
Indonesia, Desa Talang Serdang Kecamatan Mandiangin Kabupaten
Sorolangun Provinsi Jambi. Prosiding Teknik Pertambangan. pp 92-100.
ISSN 2640-6499.
Bowles, Joseph E., Hainim Johan K., 1991. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah
(Mekanika Tanah), Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Bowles, J. E., 1997. Foundation Analysis and Deisgn, McGraw-Hill Book Company,
USA.
Gustiana, Rusli (2020) Studi Analisis Perbandingan Stabilitas Lereng Dengan Limit
Equilibrum Method (LEM) dan Finite Element Method (FEM). Other thesis,
Universitas Komputer Indonesia.
Hartono, Trada Elvira, dkk., 2020. Kajian Kestabilan Lereng Disposal Untuk Overall
Slope Optimum Pada Tambang Batubara Di Pit Adaro Indonesia Maburai
Kecamatan Murung Pundak Kabupaten Tabalong Kalimantan Selantan.
Institut Teknologi Nasional Yogyakarta, Yogyakarta.
Hustrulid, W., Kuchta, M., & Martin, R. (2013). Open Pit Mine Plan & Design 3rd
Edition. CRC Press, USA
KCMI, 2011, Kode Pelaporan Hasil Eksplorasi, Sumberdaya Mineral
Lion, G,T., Herman, D.J.G., 2012. Analisa Stabilitas Lereng Limit Equilibirium vs
Finite Elemen Method, Jakarta.