Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN MINGGUAN

PERENCANAAN TAMBANG

ANALISIS FAKTOR KEAMANAN STABILITAS LERENG DAN


PERANCANGAN PIT PT. HAN NIKEL PRATAMA DESA LAMERURU,
KECEMATAN LANGKIKIMA. KABUPATEN KONAWE UTARA,
SULAWESI TENGGARA

Dosen Pengampu :
Bapak Erwin Anshari, M.Si, M.Eng

Disusun Oleh :
KELOMPOK 10
 NUR MUHAMMAD AZHARI NASIR (R1D118021)
 NILAM AMALIA ROSALMI (R1D118031)
 HAMZA (R1D118035)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN BUDAYA


UNIVERSITAS HALUOLEO
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

KENDARI
2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perencanaan tambang (mine planning) merupakan suatu tahapan penting dalam
studi kelayakan dan rencana operasi penambangn. Perencanaan tambang terbuka
yang modern memerlukan model computer dari sumberdaya yang akan ditambang.
Geoteknik tambang adalah pengelolaan teknis pertambangan yang meliputi
penyeledikan, pengujian contoh, dan pengelolaan data geoteknik serta penerapan
rekomendasi geometri dan dimensi bukaan lereng,serta pemantauan kestabilan
bukaan lereng. Data geoteknikharus di gunakan secara benar dengan kewaspadaan
dan asumsi-asumsi serta batasan –batasan yang ada untuk dapat mencapai hasil
seperti yang diinginkan.
Salah satu dari tahapan pengkajian penambangan adalah perhitungan cadangan,
Hampir seluruh keputusan teknis terhadap suatu tambang diputuskan oleh jumlah
total cadangan yang tersedia. Dalam perencanaan tambang terbuka, disamping faktor
cadangan mineral,teknis penambangan, ekonomi, lingkungan dan faktor keamanaan
yang di dalamnya termasuk faktor kestabilan lereng penambangan ditentukan oleh
kondisi geoteknik antara lain: sifat fisik dan mekanik batuan, tinggi muka air tanah
dan kondis geologi berupa morfologi, bidang diskontinuitas, struktur massa batuan
dan sebagianya. Untuk desain geometri pada daerah penelitian sehingga dapat
diprediksi kemiringan lereng, tinggi lereng maupun lebar bench yang stabil untuk
penambangan. Kecelakaan yang di akibatkan oleh ketidakstabilan lereng
penambangan terbuka akan berdampak pada keselmatan dan keselamatan kerja
( K3 ), peralatan, perusahaan dan lingkungan yang dapat menyebabkan kerugian bagi
perusahaan dan menghambat proses produksi bahan galian.
PT. Han Nikel Pratama merupakan salah satu perusahaan pertambangan nikel
laretit yang berlokasi di Desa Lameruru, Kecematan Langkikima. Kabupaten Konawe
Utara, Sulawesi Tenggara agar dapat melakukan penambangan bijih nikel laterit,
maka terlebih dahulu harus dilakukan studu geoteknik untuk emastikan lereng
penambangan dalam kondisi aman.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada lapran ini yaitu:
1. Bagaimana rekomendasi geotekteknik pada analisa kestasibilan lereng untuk
desain pit pada area penambangan PT. Han Nikel Pratama ?
2. Berapa cadangan yang dapat di tambang pada area penambangan PT. Han
Nikel Pratama ?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin di capai dari penulisan laporan ini adalah:
1. Mengetahui rekomendasi geotekteknik pada analisa kestasibilan lereng untuk
desain pit pada area penambangan PT. Han Nikel Pratama
2. Mengetahui berapa cadangan yang dapat di tambang pada area penambangan
PT. Han Nikel Pratama
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah pada laporan ini di batasi pada rekomendasi geoteknik pada
analisa kestabilan lereng untuk desain pit pada area penambangan penambangan PT.
Han Nikel Pratama dan mengetahui berapa cadangan yang dapat di tambang pada
area penambangan PT. Han Nikel Pratama.

1.5 Manfaaat Penulisan


Manfaat dari penulisan laporan ini yaitu dapat mengetahui rekomendasi
geoteknik pada analisa kestabilan lereng untuk desain pit pada area penambangan
penambangan PT. Han Nikel Pratama dan mengetahui berapa cadangan yang dapat di
tambang pada area penambangan PT. Han Nikel Pratama.

1.6
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Stabilitas Lereng

Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu


dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk decara alami maupun buatan
manusia. Lereng yang terbentuk secara alami misalnya; lereng bukit dan tebing
sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain; galian dan timbunan untuk
membuat timbunan untuk membuat bendungan, tanggul dan kanal sungai serta
dinding tambang terbuka (Wesley L.D., 1977).
Salah satu permasalahan yang perlu diperhatikan pada proses penambangan
adalah kemungkinan terjadinya longsor. Sebelum kegiatan penambangan dilakukan
kondisi batuan umumnya berada pada keadaan setimbang (stable), artinya distribusi
tegangan pada material tersebut berada dalam keadaan setimbang (equilibrium). Pola-
pola diskontinuitas yang terjadi yang disebabkan oleh aktivitas penambangan dapat
menyebabkan kekuatan batuan menjadi menurun. Dengan berubahnya geometri
lereng maka distribusi tegangan akan berubah pula, sehingga kesetimbangan gaya
yang selama ini stabil akan cenderung berubah dan tidak setimbang lagi. Bila
tegangan material sudah terganggu, maka gaya-gaya yang terdapat dalam batuan atau
tanah tersebut berusaha mencapai keadaan setimbang. Adapun upaya yang dilakukan
untuk mengurangi tegangan tersebut secara alamiah, misalnya dengan mengurangi
beban pada bidang longsoran. Hal ini harus menjadi perhatian karena jika longsoran
terjadi maka akan mengakibatkan kerugian-kerugian seperti rusaknya alat-alat
tambang ataupun mengancam nyawa karyawan yang bekerja di daerah penambangan
( Halawa Analiser dan Nurhakik., 2019 )
Dalam menganalisa kestabilan lereng, titik awal yang harus diperhatikan terlebih
dahulu adalah material pembentuk lereng yakni jenis litologi (batuan) atau Tanah.
Tanah merupakan sekumpulan mineral, bahan organik dan sedimen yang relatif lepas
yang terdapat diatas suatu batuan dasar. Tanah dengan mudah dapat dihancurkan
menjadi butiran – butiran mineral atau bahan organik (Holtz & Kovacs, 1981).
Sedangkan menurut Bieniawski (1973) tanah merupakan suatu material bentukan
alam yang mempunyai kuat tekan uniaksial kurang dari 1 MPa sedangkan batuan
lebih dari 1 MPa ).( Halawa Analiser dan Nurhakik., 2019 )
Menurut ( Halawa Analiser dan Nurhakik., 2019 ) lereng jalan tambang harus
tetap aman sampai selesai penambangan, untuk mengetahui apakah suatu lereng stabil
dinyatakan dengan istilah faktor keamanan. Besarnya faktor keamanan (FK)
didefinisikan sebagai perbanding antara besarnya gaya penahan dengan gaya
penggerak/pendorong. Pengertian lain FK adalah suatu ratio perbandingan dari
besarnya kuat tahan terhadap kuat gerak pada suatu permukaan datar, atau suatu ratio
perbandingan dari gaya penahan terhadap momen penggerak pada suatu permukaan
lingkaran. Secara matematis yakni:

Gaya penahan
FK
Gaya penggerak
Keterangan :
FK > 1,3 lereng dianggap aman
FK = 1,07 sampai 1,25 lereng dalam keadaan kritis
FK < 1,07 lereng dianggap tidak aman, ( Halawa Analiser dan Nurhakik., 2019 )

Faktor keamanan berperan sangat penting dalam membuat suatu jenjang, salah
satunya adalah menghitung suatu daerah yang tidak di ketahui tingkat keamanannya,
kemudian dicari faktor-faktor yang mempengaruhi seperti parameter kekuatan
tanah/batuan, penyebaran tekanan air tanah dan stratigrafinya. Secara umum semakin
rendah kualitas tanah/bataun semakin tinggi FK yang diperlukan, kecuali jika
tanah/batuan tersebut akan dipergunakan untuk keperluan tertentu. Fungsi lain dari
FK adalah untuk membatasi perubahan kestabilan sampai pada tingkat yang masih
diperbolehkan dalam daerah ekonomis. Dalam hal ini, pemilihan harga FK
dipengaruhi oleh pengalaman dengan tanah batuan yang dimaksud. Jika tingkat resiko
yang digunakan masih memungkinkan maka penambahan harga FK yang digunakan
berbeda-beda menurut jenis material dan sifat-sifatnya (Halawa Analiser dan
Nurhakik., 2019)

2.2 Perhitungan Kestabilan Lereng


1. Metode Kesetimbangan Batas
Cara yang gunakan pada perhitungan kestabilan lereng adalah cara
kesetimbangan batas (limit equilibirium method), yaitu perhitungan besarnya
kekuatan geser yang diperlukan untuk mempertahankan kestabilan dan di bandingkan
dengan kekuatan geser yang ada. Dari perbandingan ini didapatkan faktor keamanan.
Prinsip dari metode kesetimbangan batas menyatakan bahwa batuan akan runtuh atau
massa tanah akan longsor sepanjang permukaan runtuh (failure surface) apabila gaya
geser yang bekerja telah melampaui kekuatan massa batuan atau tanah. Dalam
menganalisa harus ditentukan patokan berapa harga faktor keamanan yang aman
untuk lereng, baik untuk lereng tunggal maupun lereng total yang akan digunakan
dalam suatu analisa. Dengan demikian maka diambil faktor keamanan yang
direkomendasikan oleh Departemen Pekerjaan Umum (tahun 1994) dimana FK ≥ 1,3
untuk lereng tunggal dan FK ≥ 1,50 untuk lereng keseluruhan , metode ini dapat
dinyatakan dengan persamaan-persamaan kesetimbangan dari satu atau beberapa blok
yang diasumsikan tidak terdeformasi, dan mengurangi gaya-gaya yang tidak
diketahui (reaksi dari bagian stabil massa batuan atau gaya antar blok), khususnya
gaya geser yang bekerja pada permukaan longsoran yang dipilih sebelumnya. Dalam
metode ini, lereng dibagi dalam beberapa irisan dengan pusat gaya dititik tertentu,
kemudian menganalisa gaya yang bekerja pada lereng, saat terjadi longsoran dan
setiap bagian pada kondisi kesetimbangan statis. Faktor keamanan pada metode
kesetimbangan batas (Limit Equilibrium Method) didefinisikan sebagai perbandingan
antara total gaya penahan longsor dengan gaya penyebab longsoran. (Halawa
Analiser Dan Nurhakik., 2019)
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk menghitung besarnya angka
faktor keamanan adalah menentukan jenis – jenis kelongsoran yang mungkin terjadi
pada suatu bidang gelincir, kemudian menghitung besarnya gaya atau momen yang
menyebabkan kelongsoran (gaya penggerak) pada bidang gelincir yang disebabkan
oleh berat tanah atau batuan. Langkah berikutnya adalah menghitung besarnya gaya
atau momen penahan kelongsoran yang dimiliki oleh tanah atau batuan. Dengan
membandingkan kedua momen tersebut maka didapat besarnya angka factor
keamanan. Analisis kemantapan lereng ditujukan untuk menentukan geometri lereng
yang mantap dalam bentuk tinggi lereng dan kemiringan lereng baik lereng tunggal
maupun lereng keseluruhan. Pertimbangan yang digunakan untuk analisis ini adalah
keadaan topografi, struktur geologi, kemiringan lapisan, arah lapisan serta sifat fisik
dan mekanik dari batuan pembentuk lereng tersebut. Perhitungan kemantapan lereng
menggunakan metode kesetimbangan batas yaitu metode Bishop, Fellenius, dan
Janbu dengan menggunakan program Rockscience versi 5.027. Perhitungan dilakukan
pada lereng tunggal dan keseluruhan daerah penambangan.Pengukuran kemiringan
lereng penambangan dilakukan dengan menggunakan total station (TS). Setelah data
pengukuran sudah lengkap, maka selanjutnya masuk ketahap pengolahan data.
Kegunaan kestabilan lereng sendiri adalah untuk menstabilkan lereng agar tidak
terjadinya longsor saat kegiatan penambangan berlangsung. Jika desain lereng yang
tepat akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas penambangan yang maksimal,
recovery cadangan yang optimal, dan terjaminnya keselamatan dan kesehatan kerja
(K3).( Halawa Analiser Dan Nurhakik., 2019 )
a. Metode Fellenius (1939)
Ada beberapa metode analisis kestabilan lereng, yang paling umum digunakan
ialah metode irisan,Fellenius (1939). Metode ini banyak digunakan untuk
menganalisis kestabilan lereng yang tersusun oleh tanah, dan bidang gelincirnya
berbentuk busur (arcfailure). Perhitungan lereng dengan metode Fellenius dilakukan
dengan membagi massa longsoran menjadi segmen-segmen seperti pada gambar 3.1
berikut.
Gambar 1. Gaya Yang Bekerja Pada Longsoran Lingkaran (Halawa Analiser
dan Nurhakik., 2019)

b. Metode Janbu
Metode ini digunakan untuk menganalisis lereng yang bidang longsornya tidak
berbentuk busur lingkaran. Bidang longsor pada analisa metode Janbu ditentukan
berdasarkan zona lemah yang terdapat pada massa batuan atau tanah. Cara lain yaitu
dengan mengasumsikan suatu faktor keamanan tertentu yang tidak terlalu rendah.
Kemudian melakukan perhitungan beberapa kali untuk mendapatkan bidang longsor
yang memiliki faktor keamanan terendah.

Gambar 2. Grafik baku acuan untuk Aplikasi Metode Janbu (Halawa Analiser
dan Nurhakik., 2019)

c. Metode Bishop yang di Sederhanakan


Metode Bishop yang disederhanakan adalah suatu metode yang
diperhitunngkan gaya-gaya antar irisan dan mengasumsikan bidang longsor
berbentuk busur lingkaran.
1. Metode ini pada dasarnya sama dengan metode swedia, tetapi dengan
memperhitungkan gaya gaya antar irisan yang ada. Metode Bishop
mengasumsikan bidang longsor berbentuk busur lingkaran.
2. Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng dan juga titik
pusat busur lingkaran bidangluncur, serta letak rekahan.
3. Upaya menentukan titik pusat busur lingkaran bidang luncur dan letak
rekahan pada longsoran busur dipergunakan grafik Metode Bishop yang
disederhanakan merupakan metode sangat populer dalam analisis
kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana, cepat dan
memberikan hasil perhitungan factor keamanan yang cukup teliti.( Halawa
Analiser dan Nurhakik., 2019)

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng antara lain


(Kusuma dkk,2008):
a. Geometri lereng
Pada geometri lereng, ketinggian dan besar sudut lereng sangat
mempengaruhi kestabilan lereng. Semakin tinggi dan terjal suatu lereng
maka tingkat kestabilannya akan semakin rendah.
b. Sifat fisik dan mekanik material
Sifat fisik yang berpengaruh yaitu bobot isi (unit weight), sedangkan sifat
mekanik berupa kohesi dan sudut geser dalam.
c. Struktur Geologi
Struktur diskontinuitas yang berpengaruh terhadap kestabilan lereng berupa
bidang perlapisan, bidang erosi, ketidakselarasan, sesar, dan kekar.
d. Curah hujan
Curah hujan akan mempengaruhi kadar air (water content) dan tingkat
kejenuhan air.
e. Pengaruh air tanah
Semakin tinggi muka air tanah akan menurunkan nilai faktor keamanan
lereng.
f. Faktor getaran
Faktor getaran dapat diakibatkan oleh aktifitas penambangan seperti operasi
alat berat dan peledakan (blasting). selain itu dapat pula berasal dari gempa

g. Ketidakseimbangan beban di puncak dan di kaki lereng


seperti bangunan atau stockpile batubara akan menurunkan nilai keamanan
lereng.

2.4 Standar Faktor Keamanan Lereng

Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan dan studi-studi yang


menyeluruh tentang keruntuhan lereng, maka dibagi 3 kelompok rentang Faktor
Keamanan (FK) ditinjau dari intensitas kelongsorannya (Bowles, 1997), seperti yang
diperlihatkan pada tabel 1.

Tabel 1. Faktor keamanan lereng

FK Kondisi lereng
FK > 1,25 Keruntuhan jarang terjadi
1,07 < FK ≤ 1,25 Keruntuhan pernah terjadi

FK < 1,07 Keruntuhan biasa terjadi


Sumber : (Prastyo dkk., 2014)
2.5 Batas Akhir Penambangan (Pit Limit)
a. Pengertian Pit Limit
Pit limit merupakan salah satu rencana dalam penambangan untuk
menentukan batas dari akhir suatu penambangan (Ultimate Pit Limit) untuk suatu
cebakan bijih. Batas akhir penambangan (Pit Limit) merupakan batas wilayah layak
tambang dari cadangan. Pit limit penambangan menentukan berapa besar cadangan
yang akan di tambang yang memaksimalkan nilai bersih total dari bijih tersebut. Nilai
waktu dari cost belum diperhitungkan dalam penentuan batas akhir pit.

b. Menetukan Ultimate Pit Slope ( UPS )


Ultimate pit slope adalah kemiringan umum pada akhir operasi penambangan
yang tidak mengakibatkan kelongsoran atau jenjang masi dalam keadaan stabil.
Untuk menentukan UPS ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Stripping ratio yang diperbolehkan.
b. Sifat fisik dan mekanik batuan.
c. Struktur geology.
d. Jumlah air dalam batuan.

c. Perancangan Pit (Pit Design)


Rancangan (design) adalah penentuan persyaratan, spesifikasi dan kriteria
teknik yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan dan sasaran kegiatan serta urutan
teknis pelaksanaannya (Khairul, dkk., 2019). Di Industri pertambangan juga dikenal
rancangan tambang (mine design) yang mencakup pula kegiatan- kegiatan seperti
yang ada pada perencanaan tambang, tetapi semua data dan informasinya sudah
rinci (pemodelan geologi, pit potensial, pit limit, geoteknik, stripping ratio, dan data
pendukung lainnya). Pada umumnya ada dua tingkat rancangan, yaitu (Adnannst,
dkk., 2015):
1. Rancangan konsep (conceptual design) Suatu rancangan awal atau titik tolak
rancangan yang dibuat atas dasar analisis dan perhitungan secara garis besar
dan baru dipandang dari beberapa segi yang terpenting, kemudian akan
dikembangkan agar sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.
2. Rancangan rekayasa atau rekacipta (engineering design) Suatu rancangan
lanjutan dari rancangan konsep yang disusun dengan rinci dan lengkap
berdasarkan data dan informasi hasil penelitian laboratorium serta literature
dilengkapi dengan hasil-hasil pemeriksaan keadaan lapangan.

Perancangan pit merupakan kegiatan yang dilakukan berdasarkan studi


kelayakan dan hasil akhir eksplorasi endapan bahan galian dan berkaitan dengan
faktor geometri maupun faktor cadangan, ekonomi, lingkungan dan kestabilan
lereng. Dalam suatu produksi penambangan juga memiliki tujuan dimana tujuannya
yaitu untuk dapat menghasilkan jumlah bahan galian sesuai dengan jumlah yang
telah ditetapkan, sehingga tujuan tersebut dapat dipenuhi. Perancangan pit
pada sebuah tambang terbuka salah satunya ditekankan pada perancangan geometri
jenjang, yang dimaksud dengan geometri jenjang disini adalah ukuran jenjang yang
terdiri dari lebar jenjang, tinggi jenjang, kemiringan jenjang, dan panjang jenjang
minimum pada saat penambangan.

d. Desain Jenjang Dan Analisis Kemantapan Lereng


Gonzales de Vallejo dan Ferrer (2011), menjelaskan faktor yang berpengaruh
terhadap kestabilan lereng diantaranya yaitu: faktor geometri lereng, faktor geologi,
faktor hidrogeologi, serta faktor geomekanik (kekuatan, deformabilitas dan
permeabilitas batuan). Letak endapan bahan tambang pada umumnya berada di
bawah permukaan dan tertutup oleh lapisan tanah penutup, maka untuk mencapai
lapisan endapan tersebut, biasanya dibuat jenjang / bench. Suatu jenjang yang dibuat
harus mampu menampung dan mempermudah pergerakan alat-alat mekanis pada saat
aktivitas pengupasan tanah penutup dan pengambilan bijih. Dimensi suatu jenjang
dapat ditentukan dengan mengetahui data prosuksi yang diinginkan, peralatan
mekanis yang digunakan, material yang digali, jenis pembongkaran dan penggalian
yang digunakan dan batas kedalaman penggalian atau tebalnya lapisan endapan, serta
data sifat mekanik dan sifat fisik batuan untuk kestabilan lereng (Abadi, dkk., 2018).
1. Tinggi jenjang
Biasanya alat muat yang digunakan harus mampu pula mencapai pucuk atau
bagian atas jenjang. Jika tingkat produksi atau faktor lain mengharuskan ketinggian
jenjang tertentu, alat muat yang akan digunakan harus disesuaikan pula ukurannya.
Umumnya tinggi jenjang berkisar antara 1–15 m. Ukuran tinggi jenjang
berdasarkan Hustrulid, dkk (2013), pada endapan mineral dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
L = Lm × SF

Keterangan:
L : Tinggi Jenjang (m)
Lm : Maksimum Cutting/Dumping Height dan Tinggi Alat Muat (m)
SF : Swell Factor
2. Lebar jenjang
Menurut Hustrulid, dkk (2013), lebar jenjang disesuaikan dengan sasaran
produksi dan keadaan topografi lokasi penambangan. Lebar jenjang adalah jarak
horizontal yang diukur dari ujung lantai jenjang sampai batas belakang lantai
jenjang. Lebar minimum yang akan dibuat harus bisa menampung material hasil
bongkaran dan peralatan yang dipakai. ukuran dimensi lebar jenjang pada tipe
material lunak dapat dilihat pada persamaan berikut ini:

B = N + L + L1 + L2

Keterangan:
B : Lebar Jenjang (m)
N : Lebar Yang Dibutuhkan Untuk Material Yang Runtuh (m)
L : Jarak Antar Sisi Jenjang (Bench) (m)
L1 : Lebar Alat Angkut (m)
L2 : Jarak Untuk Menjaga Agar Tidak Longsor (m)
Gambar 3. Bagian-bagian jenjang (Hustrulid, dkk., 2013)

3. Sudut lereng inter-ramp dan overall


Sudut lereng antar jalan (inter-ramp slope angle) adalah sudut lereng
gabungan beberapa jenjang diantara dua jalan angkut. Sudut lereng keseluruhan
(overall slope angle) adalah sudut dinding pit keseluruhan yang sebenarnya dengan
memperhitungkan jalan angkut, jenjang penangkap, dan semua profil lain di dinding
jenjang.
Menurut Popov, dalam bukunya Hustrulid, dkk (2013), besar sudut
kemiringan untuk geometri lereng adalah:
1. Batuan beku : 70° - 80°
2. Batuan sedimen : 50° - 60°
3. Pasir kering : 40° - 50°
4. Batuan argilacous : 35° - 45°

4. Jalan angkut
Geometri jenjang ditentukan berdasarkan peralatan yang dipakai. Oleh
karena itu, diperlukan rancangan jalan yang benar dan sesuai dengan peralatan yang
digunakan. Lebar jalan angkut pada jalan tambang dapat dirumuskan sebagai berikut
(Azwari, 2015) :

Gambar 4. Lebar jalan angkut (Azwari, 2015)


Lebar jalan angkut pada jalan tambang dapat dirumuskan sebagai berikut (Azwari,
2015) :

Lmin = n. Wt + (n + 1) (1/2 Wt)

Keterangan :
Lmin : Lebar jalan angkut minimum
n : Jumlah lajur
Wt : Lebar alat angkut terbesar

Berdasarkan KEPMEN ESDM No. 1827K/30/MEM/2018 Kemiringan


(grade) jalan tambang/produksi dibuat tidak boleh lebih 12% dengan
memperhitungkan spesifikasi kemampuan alat angkut jenis material jalan dan fuel
ratio penggunaan bahan bakar. Dalam hal kemiringan jalan tambang/ produksi lebih
dari 12% dilakukan kajian teknis yang mencakup kajian resiko, spesifikasi teknis alat
dan spesifikasi teknis jalan.
Gambar 5. Kemiringan jalan

Keterangan :
GJ : Grade Jalan/ Kemiringan jalan
Y : Tinggi Jalan
X : Panjang jalan

Dimensi tersebut memungkinkan untuk lalu lintas dua arah, ruangan untuk
truck yang akan menyusul, saluran penyaliran, dan tanggul pengaman.
Kemiringan jalan angkut di dalam tambang biasanya dirancang pada kemiringan
8% atau 10%. Rancangan kemiringan jalan untuk tambang-tambang besar umumnya
sekitar 8%. Rancangan ini dapat memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam
perancangan dan memudahkan dalam akses ke jenjang-jenjang penambangan.
Kemiringan maksimum yang masih praktis pada jalan tambang yang panjang adalah
10%. Tambang-tambang skala kecil pada umumnya merancang kemiringan jalan
sebesar 10%. Rancangan spiral dan switchback biasanya dihindari karena cenderung
melambatkan arus kendaraan. Pertimbangan lain adalah ban akan cepat aus,
perawatan ban menjadi lebih besar dan faktor keamanan. Pembuatan jalan tambang
dapat memiliki dampak pada volume penggalian material yang sangat besar sehingga
aspek ekonomis dari pembuatan jalan tambang cukup signifikan.
2.6 Klasifikasi Sumberdaya Dan Cadangan
Sumberdaya mineral adalah suatu konsentrasi atau keterjadian dari
material yang memiliki nilai ekonomis pada atau diatas kerak bumi, dengan
bentuk, kualitas, dan kuantitas tertentu yang memiliki keprospeksian yang beralasan
untuk pada akhirnya dapat diekstraksi secara ekonomis. Lokasi, kuantitas, kadar,
karakteristik geologi dan kemenerusan dari sumberdaya mineral haruslah dapat
diketahui, diestimasi atau diinterpretasikan berdasarkan bukti-bukti dan pengetahuan
geologi yang spesifik. Sumberdaya mineral dikelompokkan lagi berdasarkan tingkat
keyakinan geologinya dalam kategori Tereka, Terunjuk dan Terukur KCMI (2011)
Sumberdaya terbagi menjadi 4 yaitu :
1. Sumberdaya Mineral Hipotetik (Hypothetical Mineral Resource) adalah
sumberdaya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan
perkiraan pada tahap Survey Tinjau.
2. Sumberdaya Mineral Tereka (Inferred Mineral Resource) adalah sumberdaya
mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap
prospeksi.
3. Sumberdaya Mineral Terunjuk (Indicated Mineral Resource) adalah sumberdaya
mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap
Eksplorasi Umum.
4. Sumberdaya Mineral Terukur (Measured Mineral Resource) adalah
sumberdaya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil
tahap Eksplorasi Rinci.

Cadangan (Reserves) adalah endapan mineral yang telah diketahui ukuran,


bentuk, sebaran, kualitas dan kuantitasnya dan yang secara ekonomis, teknis,
hukum, lingkungan, dan sosial dapat ditambang pada saat perhitungan dilakukan.
Cadangan terbagi 2 yaitu :
a. Cadangan Terkira (Probable Reserve) adalah sumberdaya mineral terunjuk dan
sebagian sumberdaya mineral terukur yang tingkat keyakinan geologinya masih
lebih rendah, yang berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor yang
terkait telah terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara ekonomik.
b. Cadangan Terbukti (Proved Recerve) adalah sumberdaya mineral terukur
yang berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor yang terkait telah
terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara ekonomik.

Klasifikasi sumberdaya dan cadangan didasarkan pada tingkat keyakinan geologi


dan kajian kelayakan. Pengelompokan tersebut mengandung dua aspek yaitu aspek
geologi dan aspek ekonomi.

Gambar 6. Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan (KCMI, 2011)


2.7 Disposal Area
Dalam sistem tambang terbuka diperlukan suatu tempat untuk membuang
material overburden yang disebut sebagai disposal. [5] Material penyusun disposal
terdiri dari berbagai jenis, seperti tanah (soil), siltstone claystone, sandstone dan jenis
batuan lainya. Adapun material yang telah disebut diatas merupakan material dalam
kondisi loss (kembang) oleh karena itu, kepadatan material juga akan berkurang.
Disposal tersebut, nantinya akan membentuk lereng-lereng yang berpotensi
mengalami kelongsoran.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisis Geoteknik untuk Kestabilan Lereng

Pengambilan data geoteknik bertujuan untuk mengetahui bobot isi tanah,


kohesi, dan sudut geser dalam tanah sehingga dapat dihitung kohesi dan berat
perseam endapan nikel. Pengamatan dilakukan pada 1 titik pemboran, parameter data
merupakan eksplorasi dari ahli geoteknik perusahaan PT. HAN NIKEL PRATAMA

tujuannya untuk mengetahuai sifat-sifat teknik tanah insitu. Database geoteknik


tersebut dapat dilihat pada tabel nerikut.
Tabel 3. Data Geoteknik

Bobot Isi (γ) Kohesi  Sudut Geser Φ


Zona
g/cm3 (kg/cm2) (o)
Limoni
1.488 0.046 22o7’28,96”
t
Saprolit 1.688 0.066 32o7’28,96”

Berdasarkan data diatas, dapat diketahui sifat fisik dan sifat mekanik tanah
insitu dari seam limonit dan saprolit. Data ini kemudian akan di konversi dalam
satuan (KN/m3) sesuai hingga dapat diolah lebih lanjut untuk membuat rancangan
lereng menggunakan software pendukung (Slide 5.1). Kemudia data tersebut di
konversi dalam satuan masing-masing. Dimana untuk lapisan limonit, berat di
konversi dengan cara bobot isi di kali dengan 9.807 menghasilkan 14,592 KN/m3,
untuk kohesi di konversi dengan cara kohesi dikali dengan 98,07 menghasilkan
4,51122 KN/m3 dan untuk sudut tgeser dalam tanah di konversi dari satuan derajat
menit sekon menjadi satuan desimal degrees menghasilkan 22,12471°. Selanjutnya
untuk saprolit di konversi dengan cara yang sama hingga menghasilkan bobot isi
sebesar 16,554 KN/m3, Kohesi 6,47262 KN/m3, dan sudut geser dalam tanah sebesar
32,12471°.

Simulasi dimaksudkan untuk mendapatkan rekomendasi rancangan lereng yang


maksimal memenuhi standar faktor keamanan (FK) lereng Bowles (1997) yaitu FK
>1,25. Simulasi rancangan lereng pada area penambangan dilakukan dengan metode
penggambaran manual menggunakan software Slide 5.0. Setelah di lakukan
penggambaran manual kemudian di lakukan perhitungan faktor keamanan (FK) untuk
tiap irisannya dengan cara Aproximasi berulang hingga menunjukkan hasil simulasi
rancangan lereng tunggal yang aman yaitu tinggi, lebar, dan sudut lereng dengan nilai
FK lereng yang memenuhi standar. Simulasi dilakukan dengan menggunakan nilai
parameter yang sama, yaitu panjang, tinggi dan kemiringan lereng yang digunakan.
Simulasi dilakukan pada setiap zona limonit dan saprolit serta gabungan dari zona
limonit dan saprolit yang mewakili keadaan setiap lereng. Dengan tingi lereng 5
meter, lebar lereng 4 meter kemiringan lereng 51° dan lebar teras lereng 2 meter
dilakukan analisis unruk setiap lapisan baik zona limonit, saprolit maupuan gabungan
dari keduanya menggunakan software slide 5.0 dengan metode Bishop.

Gam
bar 7. Analisis kestabilan lereng pada zona Limonit

Dari hasil analisis menggunakana batuan software Slide 5.0 dengan


menggunakan data geoteknik pada lapisan limonit dan dimensi lereng berupa tinggi
lereng 5 meter, lebar lereng 4 meter, kemiringan lereng 51° dan lebar teras tambang 2
meter diperoleh FK sebesar 1,228.

Gambar 8. Analisis kestabilan lereng pada zona Saprolit

Dari hasil analisis menggunakana batuan software Slide 5.0 dengan


menggunakan data geoteknik pada lapisan saprolit dan dimensi lereng berupa tinggi
lereng 5 meter, lebar lereng 4 meter, kemiringan lereng 51° dan lebar teras tambang 2
meter diperoleh FK sebesar 1,365.

Gambar 9. Analisis kestabilan lereng pada gabungan zona Limonit dan Saprolit

Selanjutnya dilakukan analisis untuk lereng dengan gabungan dari zona


limonit san saprolit. Dari hasil analisis menggunakana batuan software Slide 5.0
dengan menggunakan data geoteknik pada lapisan gabungan limonit dan saprolit dan
dimensi lereng berupa tinggi lereng 5 meter, lebar lereng 4 meter, kemiringan lereng
51° dan lebar teras tambang 2 meter diperoleh FK sebesar 1,359.

Kondisi pit dari area penambangan PT. Han Nikel Pratama merupakan
gabungan dari zona limonit dan zona saprolit. Maka rekomendasi geoteknik untuk
kestabilan lereng yang digunakan adalah hasil simulasi menggunakan analisis
menggunakan software Slide 5.1 pada gabungan anatara lapisan limonit dan saprolit.
Dari hasil analisis dengan dimensi lereng berupa tinggi lereng 5 meter, lebar lereng 4
meter, kemiringan lereng 51° dan lebar teras tambang 2 meter diperoleh FK sebesar
1,359. Rekomendasi rancangan lereng tersebut telah memenuhi standar faktor
keamanan (FK) lereng Bowles (1997) yaitu FK >1,25.

3.2 Desain Pit Limit dan Ramp

Rancangan pit limit merupakan gabungan keseluruhan jenjang yang dibuat


dengan memperhitungankan faktor keekonomisan dimana suatu keterdapatan bijih
(ore) masih dianggap ekonomis untuk ditambang dan mempertimbangan faktor
keamanan yaitu suatu jenjang masih dapat dilanjutkan ketahap jenjang selanjutnya
dengan perkiraan bahwa jenjang tersebut masih dalam posisi aman (tidak rawan
terjadinya longsor). Hasil rancangan pit limit dirancang berdasarkan parameter
rekomendasi geoteknik berupa geomteri dan cut off grade (COG) yang
direkomendasikan oleh perusahaan yang telah melalui kajian kelayakan. Adapun
rekomendasi geometri lereng yaitu sebagai berikut, tinggi lereng 5 meter, lebar lereng
4 meter, kemiringan lereng 51° dan lebar teras tambang 2, dan cut off grade pada ore
1 sebesar 1,5% Ni dan cut off grade pada ore 2 sebesar 1,3% Ni dan 30% Fe.

Kemiringan jalan angkut di dalam tambang biasanya dirancang pada kemiringan


8% atau 10%. Rancangan kemiringan jalan untuk tambang-tambang besar umumnya
sekitar 8%. Rancangan ini dapat memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam
perancangan dan memudahkan dalam akses ke jenjang-jenjang penambangan.
Kemiringan maksimum yang masih praktis pada jalan tambang yang panjang adalah
10%. Tambang-tambang skala kecil pada umumnya merancang kemiringan jalan
sebesar 10%. Rancangan spiral dan switchback biasanya dihindari karena cenderung
melambatkan arus kendaraan. Pertimbangan lain adalah ban akan cepat aus,
perawatan ban menjadi lebih besar dan faktor keamanan. Pembuatan jalan tambang
dapat memiliki dampak pada volume penggalian material yang sangat besar sehingga
aspek ekonomis dari pembuatan jalan tambang cukup signifikan. Perancangan pit
limit pada area penambangan menggunakan system tambang terbuka dengan metode
open cut dan open pit dikarekanan bahan galian yang akan dilakukan penambangan
tidak jauh dari permukaan. Hasil rancangan pit limit pada area penambangan
memiliki luas bukaan 7,21 ha dimana elevasi tertinggi adalah 310 mdpl dan elevasi
terendah yaitu 315 mdpl. Berdasarkan rancangan pit limit arah penambangan dimulai
dari arah barat menuju kearah timur, dengan sudut lereng jenjang (single slope
angel) yaitu 51˚ . Lebar jalan berdasarkan rancangan pit yaitu 10 meter dengan
gradient/ kemiringan jalan adalah 10% hal ini sesuai dengan spesifikasi alat angkut
yang digunakan pada perusahaan daerah penelitian. Gambar peta hasil rancangan pit
limit dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
3.3 Cadangan Tertambang Berdasarkan Pit Limit

Cadangan tertambang adalah jumlah sumberdaya yang dibatasi oleh cut off
grade dan batas akhir penambangan (ultimate pit limit). Batas dari pit yang
digunakan sebagai batas perhitungan yaitu topografi sebagai batas atas
penambangan (top surface) dan yang menjadi batas bawah penambangannya
(bottom surface) yaitu rancangan batas akhir penambangan (ultimate pit limit),
maka didapatkan volume total bukaan yang dihasilkan dari pit tersebut sebanyak
1.139.300 BCM, dimana total volume overburden dan material pengotor (waste)
adalah 876.825 BCM dengan tonnase 1.301.865 WMT (presentase kadar <1,3%
Ni). Untuk cadangan bijih nikel Ore 1 memiliki total volume sebanyak
182.275 BCM dengan tonnase 257.965 WMT (presentase kadar ≥1,5%Ni).
Cadangan bijih nikel Ore 2 memiliki total volume sebanyak 80.200 BCM
dengan tonnase 118.082 WMT (presentase kadar ≥1,3%Ni dan ≥30% Fe). Total
cadangan sebesar 262.475 BCM dengan tonnase 376.047.5 WMT. Adapun nilai
stripping ratio berdasarkan hasil perhitungan dengan membandingkan tonnase
material penutup dari pit dan tonnase bijih nikel adalah 3,46.

Tabel 4. Cadangan tertambang berdasarkan pit limit


Tonase
Material Volume (BCM) Ni (%) Fe (%)
(BCM)
OB 876,825.00 1,301,865.00 1.08 26.82
  876,825.00 1,301,865.00 1.08 26.82
ORE 1 182,275.00 257,965.00 1.93 24.36
ORE 2 80,200.00 118,082.50 1.38 36.1
  262,475.00 376,047.50 1.76 28.04
Total 1,139,300.00 1,677,912.50 1.34 27.3
Stripping Rasio 3,46  
3.3 Desain Disposal dan Stockpile

Overburden (OB) atau material penutup adalah material yang tidak mengandung
mineral berharga. Volume OB/Waste pada pit adalah 876.825 BCM. Disposal area
bertujuan untuk menampung overburden yang telah dikupas di pit dan nanti akan
digunakan lagi untuk proses backfilling. Perancangan disposal dibuat mangikuti
parameter standar dari Perusahaan.

Tabel 5. Parameter perancangan disposal area


Nila Satua
Parameter
i n
Swell Factor 1,58 %
Tinggi lereng tunggal 5 m
Lebar teras tambang 3 m
deraja
Kemiringan lereng 45
t

Lokasi yang akan direncanakan sebagai area disposal yaitu di sebelah barat
dari Pit. Pemilihan lokasi ini mempertimbangkan beberapa faktor antara lain adalah
topografi permukaan. Area rencana disposal ini memiliki topografi berupa lembah
yang diapit oleh dua lereng. Pada lokasi ini dapat menampung overburden lebih
banyak. Tempat ini merupakan salah satu tempat ideal untuk disposal dengan wilayah
untuk pembuangan overburden. Ada satu disposal area yang dirancang untuk
menampung overburden dari Pit dengan jarak dari pit 196 meter. Diposal ini terdiri
dari 9 bench dimana elevasi tertinggi 320 mdpl dan elevasi terendah 270 mdpl
dengan kapasitas total 1.032.799 BCM.
Stockpile adalah lokasi penumpukkan ore yang telah siap untuk dikapalkan
berdasarkan range kadar yang diketahui dari hasil analisa sampel pada laboratorium
yang diambil pada front penambangan dengan menggunakan metode sampling.
Perancangan stocpile dibuat mangikuti parameter standar dari Perusahaan.
Tabel 6. Parameter perancangan disposal area
Nila Satua
Parameter
i n
Swell Factor 1,58 %
Tinggi lereng tunggal 5 m
Lebar teras tambang 3 m
deraja
Kemiringan lereng 35
t

Cadangan tertambang pada area penambangan dibagi atas dua type ore. Total
cadangan sebesar 262.475 BCM dengan tonnase 376.047.5 WMT. Untuk cadangan
bijih nikel Ore 1 memiliki total volume sebanyak 182.275 BCM dengan
tonnase 257.965 WMT (presentase kadar ≥1,5%Ni). Cadangan bijih nikel Ore 2
memiliki total volume sebanyak 80.200 BCM dengan tonnase 118.082 WMT
(presentase kadar ≥1,3%Ni dan ≥30% Fe). Oleh karean itu, dibuat dua Stockpile yang
berbeda berdasarkan type ore.
Lokasi yang akan direncanakan sebagai Stockpile 1 untuk lokasi penumpukan
Ore 1 yaitu di sebelah tenggara dari Pit. Pemilihan lokasi ini mempertimbangkan
beberapa faktor antara lain adalah topografi permukaan. Area rencana stockpile 1 ini
memiliki topografi yang datar. Pada lokasi datar ini dapat menampung ore lebih
banyak dan tidak terkontaminasi oleh aliran air permukaan. Stockpile 1 berjarak 336
meter dari pit. Stockpile 1 ini terdiri dari 8 bench dimana elevasi tertinggi 235 mdpl
dan elevasi terendah 196 mdpl dengan kapasitas total 393.712,50 BCM. Sedangkan
lokasi yang akan direncanakan sebagai Stockpile 2 untuk lokasi penumpukan Ore 2
yaitu di sebelah tenggara dari Pit. Pemilihan lokasi ini mempertimbangkan beberapa
faktor antara lain adalah topografi permukaan. Area rencana stockpile 2 ini memiliki
topografi yang datar. Pada lokasi datar ini dapat menampung ore lebih banyak dan
tidak terkontaminasi oleh aliran air permukaan. Stockpile 1 berjarak 336 meter dari
pit. Stockpile 1 ini terdiri dari 6 bench dimana elevasi tertinggi 205 mdpl dan elevasi
terendah 176 mdpl dengan kapasitas total 125.288 BCM. Gambar peta hasil
rancangan disposal dan stockpile dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
BAB 1V

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada area
penambangan PT. Han Nikel Pratama adalah :

1. Rekomendasi geoteknik untuk kestabilan lereng untuk desain pit hasil analisis
didapatkn dimensi rancangan lereng berupa tinggi lereng 5 meter, lebar lereng 4
meter, kemiringan lereng 51° dan lebar teras tambang 2 meter diperoleh FK
sebesar 1,359. Rekomendasi rancangan lereng tersebut telah memenuhi standar
faktor keamanan (FK) lereng Bowles (1997) yaitu FK >1,25.
2. Cadangan tertambang pada area penambangan dibagi atas dua type ore. Total
cadangan sebesar 262.475 BCM dengan tonnase 376.047.5 WMT. Untuk
cadangan bijih nikel Ore 1 memiliki total volume sebanyak 182.275 BCM
dengan tonnase 257.965 WMT (presentase kadar ≥1,5%Ni). Cadangan bijih
nikel Ore 2 memiliki total volume sebanyak 80.200 BCM dengan tonnase
118.082 WMT (presentase kadar ≥1,3%Ni dan ≥30% Fe)
4.2 Saran

Adapun saran yang dapat dituangkan oleh penulis dalam praktikum ini yaitu
untuk praktikum selanjutnya perlu dilakukan kunjungan lapangan agar praktikan
lebih mengerti lagi mengenai perencanaan tambang.
DAFTAR PUSTAKA

Azwari, R., 2015. Evaluasi Jalan Angkut dari Front Penambangan Batubara
Menuju Stockpile Blok B pada Penambangan Batubara di PT Minemax
Indonesia, Desa Talang Serdang Kecamatan Mandiangin Kabupaten
Sorolangun Provinsi Jambi. Prosiding Teknik Pertambangan. pp 92-100.
ISSN 2640-6499.

Azizi, M,A., 2012. Analisis Resiko Kestabilan Lereng Tambang Terbuka.

Bowles, Joseph E., Hainim Johan K., 1991. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah
(Mekanika Tanah), Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Bowles, J. E., 1997. Foundation Analysis and Deisgn, McGraw-Hill Book Company,
USA.

Gustiana, Rusli (2020) Studi Analisis Perbandingan Stabilitas Lereng Dengan Limit
Equilibrum Method (LEM) dan Finite Element Method (FEM). Other thesis,
Universitas Komputer Indonesia.

Hartono, Trada Elvira, dkk., 2020. Kajian Kestabilan Lereng Disposal Untuk Overall
Slope Optimum Pada Tambang Batubara Di Pit Adaro Indonesia Maburai
Kecamatan Murung Pundak Kabupaten Tabalong Kalimantan Selantan.
Institut Teknologi Nasional Yogyakarta, Yogyakarta.

Hustrulid, W., Kuchta, M., & Martin, R. (2013). Open Pit Mine Plan & Design 3rd
Edition. CRC Press, USA
KCMI, 2011, Kode Pelaporan Hasil Eksplorasi, Sumberdaya Mineral

dan Cadangan Bijih. Indonesia

Lion, G,T., Herman, D.J.G., 2012. Analisa Stabilitas Lereng Limit Equilibirium vs
Finite Elemen Method, Jakarta.

Manullang, Panangian., 2020. Analisis Probabilitas Kelongsoran Lereng Pada


Desain Lereng Tambang Batubara Dengan Menunggunakan Metode
Kesetimbangan Batas. Jurusan Teknik Pertambangan, Universitas Institut
Teknologi Bandung

Anda mungkin juga menyukai