1
Banyak nya waktu terbuang karena kendala teknis seperti waktu kerja
terhenti, rangkaian alat menggalami kerusakan serta faktor non teknis seperti saat
kondisi cuaca hujan lebat dan petir.
V. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian adalah untuk meneliti pengoperasian alat
pencucian mineral bauksit dan waktu efektifitas kerja alat maupun para
pekerja agar produk yang di hasilkan sesuai harapan dan memenuhi sasaran
produksi yang telah ditetapkan serta didapat nya hasil pengamatan waktu
pada:
1. Mengetahui kapasitas teoritis washing plan.
2. Mengetahui Hambatan pada rangkaian pencucian.
3. Efisiensi kerja alat washing plan.
2
VI. METODE PENELITIAN
Secara garis besar, kajian teknis untuk efisiensi washing plan dilakukan
dengan pendekatan penelitian secara langsung di lapangan dan hasil analisis
dari data spesifikasi alat yang di gunakan. Metode penelitian yang diterapkan
meliputi:
a. Study literature
Tahap ini didapat dari buku-buku atau sumber lain yang berhubungan dengan
pencucian bauksit, misalnya jurnal, majalah dan laporan penelitian terdahulu.
b. Pengamatan dilapangan
Metode pengamatan dilapangan dilakukan dengan pengamatan langsung
terhadap kondisi lapangan dan masalah yang ada dilapangan serta gambaran
secara nyata tentang kegiatan di unit pencucian. Pengamatan ini dilakukan
dengan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan deskriptif. Pendekatan
kuantitatif artinya melakukan pengumpulan data sebanyak-banyaknya yang
berkaitan dengan perusahaan dan masalah yang terjadi di lapangan. Data dari
berbagai sumber dikumpulkan secara berkala. Pendekatan kualitatif
dilakukan sebagai sebuah upaya seleksi terhadap kualitas dari data-data yang
dikumpulkan. Tujuannya adalah agar fokus penelitian tehadap penyelesaian
masalah tetap terjaga. Pendekatan deskriptif dimaksudkan untuk memberi
gambaran secara umum tentang lokasi penelitian, masalah yang terjadi serta
mencoba mengambil suatu hipotesa atau kesimpulan sementara guna mencari
solusi pemecahan masalah.
Adapun fokus pengamatan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pengamatan jumlah pengumpan
2. Pengamatan terhadap distribusi umpan dan produk
3. Pengamatan terhadap produktifitas unit alat pencucian
4. Pengamatan terhadap kesedian unit alat pencucian
5. Pengamatan terhadap efektifitas unit alat pencucian
6. Pengamatan terhadap waktu kerja efektif
3
c. Pengelompokan data
Pengelompokan data dilakukan untuk membagi data secara lebih spesifik
yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian. Data-data yang dikelompkan
terdiri dari data primer berupa data yang diperoleh lewat pengamatan
langsung dilapangan dan data sekunder yang diperoleh dengan studi literature
yang berhubungan dengan masalah penelitian.
1. Data Primer
Data primer adalah data-data penting yang digunakan untuk membahas
masalah penelitian yang diperoleh langsung melalui penelitian
dilapangan ataupun dari data yang dimiliki perusahaan. Data penting
yang perlu untuk diperoleh antara lain:
1. Distribusi umpan dan produk
2. Kapasitas nyata rangkaian alat pencucian
3. Waktu kerja efektif
4. Volume pengumpan
2. Data Sekunder
Data sekunder atau data pendukung adalah data-data yang menjadi
pendukung data primer yang diperoleh dari lapangan. Data pendukung
dapat diambil dari laporan penelitian terdahulu baik dari dalam maupun
luar perusahaan dan instansi atau lembaga terkait serta dari literature-
literatur pendukung. Data-data pendukung yang dibutuhkan meliputi :
1. Data curah hujan.
2. Peta lokasi dan kesampaian daerah.
3. Rencana produksi.
4. Spesifikasi alat yang digunakan
5. Lay Out Washing Plant
6. Hari kerja dan jumlah kerja
4
d. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan secara matematis dengan menggabungkan data-
data yang diperoleh baik data primer maupun sekunder dengan mengacu pada
teori yang diperoleh melalui literature, kemudian dianalisa secara kualitatif
maupun kuantitatif sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan
penelitian. Pengolahan data terbagi dalam beberapa tahapan yaitu:
1. Mengkalkulasi persentase efektifitas dan kesedian unit rangkaian
pencucian, pengolahan data ini dapat menunjukan keadaan setiap alat
dalam rangkaian unit pencucian apakah jam kerja alat dapat tercapai
sesuai dengan yang diharapkan dan sejauh mana kemampuan tersebut
dapat ditingkatkan.
2. Penghitungan jam kerja efektif dengan metode perbanding antara jam
kerja sesungguhnya dengan jam kerja yang seharusnya dapat dicapai
oleh unit pencucian serta pengoptimalan waktu kerja.
e. Analisis data
Melakukan analisis data hasil pengolahan sehingga di peroleh suatu
gambaran mengenai efisiensi dari washing plan secara umum yang ada
dilapangan serta memberikan masukan pada kegiatan selanjutnya.
f. Kesimpulan dan saran
Setelah diperoleh korelasi antara hasil pengolahan dengan permasalahan
yang ada, maka kesimpulan dan saran dapat diambil sesuai dengan kondisi
yang ada.
5
STUDY LITERATUR
OBSERVASI LAPANGAN
PENGAMBILAN DATA
PENGOLAHAN DATA
ANALISIS DATA
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
6
VII. MANFAAT PENELITIAN
Dengan telah dilakukannya penelitian kajian teknis terhadap kemampuan
produksi unit pencucian bauksit di PT. Aneka Tambang diharapkan dapat
memberikan masukan yang bermanfaat bagi perusahaan dalam rangka
pengoptimalan unit pencucian agar dapat memenuhi target yang diharapakan.
7
8.1.2. Persentase Silika Oksida
Pada dasarnya kandungan silika oksida pada bauksit adalah sebagai
pengotor utama. Sehingga pada proses pencampuran persentase silika oksida
harus ditekan serendah mungkin. Persentase silika oksida pada bauksit berkisar
antara 1% - 15%.
8.1.3. Persentase Besi Oksida
Kandungan besi oksida pada bauksit harus diperhatikan, karena apabila
kadar besi oksida yang terkandung pada bauksit tinggi maka dapat mempengaruhi
kualitas aluminium yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena besi dapat bersifat
korosi. Persentase besi oksida pada bauksit berkisar antara 2% - 20%.
8.1.4. Persentase Titanium Oksida
Titanium oksida merupakan parameter yang memiliki persentase terendah
dalam menentukan proporsi pencampuran. Sehingga tidak terlalu berpengaruh
pada hasil kualitas bauksit hasil pencampuran. Persentase titanium oksida pada
bauksit berkisar antara 0% - 2%.
8
8.2.3 Peremuk Tersier
Peremuk tahap lanjut yang mereduksi umpan dari peremuk sekunder
menjadi produk yang berukuran - 12 mm + 8 mm. Alat yang dipakai adalah ball
mills dan hammer mills.
8.3 Mekanisme Kerja Washing Plant
Washing Plant adalah pencucian bijih bauksit yang dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitasnya dengan cara mencuci dan memisahkan bijih bauksit
tersebut dari unsur lain yang tidak diinginkan, seperti kuarsa, lempung, dan
pengotor lainnya. Partikel yang halus ini dapat dibebaskan dari yang besar melalui
pancaran air (Water Jet) yang kemudian dibebaskan melalui penyaringan
(screening). Tujuan utama dari Washing Plan adalah sebagai berikut:
1. Membersihkan bijih bauksit dari pengotornya.
2. Meningkatkan kualitas mineral dari bijih bauksit, sehingga produk yang di
hasilkan mengandung kualitas mineral yang baik.
3. Meningkatkan produksi sehingga bisa tercapai target yang diinginkan.
Proses pencucian yang dilakukan bertujuan untuk melibrasi bijih bauksit
yang unsur-unsur pengotornya yang umumnya berukuran <2mm berupa tanah liat
dan pasir kuarsa. Hasil pencucian tersebut mempertinggi kualitas bijih bauksit,
dimana akan di dapatkan kadar alumunian yang tinggi dengan mengurangi kadar
silika, oksida besi, oksida titan dan mineral pengotor lainnya.
9
Hopper ini biasanya terbuat dari beton yang dilapisi oleh lembaran baja pada
dinding-dindingnya dengan tujuan agar terhindar dari keausan akibat gesekan dan
benturan dinding dengan material.
Kapasitas hopper dihitung berdasarkan volume trapesium yang
terpancung, yaitu :
Vh =
1
3
t L atas L bawah L atas x L bawah ………………….(3.1)
10
f a
E x 100%........................................................(3.8)
f (1 a)
Dimana :
f = Fraksi undersize (lebih kecil ukuran pemisah) pada umpan
a = Fraksi undersize pada produk kasar
b = Fraksi undersize pada produk halus
f, a, b, dapat dinyatakan dalam persen (%) atau dalam bagian
HOPPER
Pencucian dengan pompa
air (manual)
FEEDER I
11
8.7 Efektifitas Penggunaan Peralatan (Ep)
Kapasitas desain adalah kemampuan produksi yang seharusnya dapat
dicapai oleh unit pengolahan, sedangkan kapasitas nyata adalah kemampuan
produksi sesungguhnya dari unit pengolahan berdasarkan sistem produksi yang
diterapkan. Kapasitas desain dapat diketahui dari spesifikasi alat yang diterapkan
oleh pabrik pembuatnya, sedangkan kapasitas nyata dapat diperoleh dari
perhitungan hasil produksi pada unit pengolahan. Untuk mengetahui sampai
sejauh mana tingkat penggunaan dan kemampuan yang dicapai peralatan tersebut
yaitu dengan membandingkan antara kapasitas yang dicapai saat ini atau kapasitas
nyata dengan kapasitas desainnya.
kapasitas nyata
Ep x 100 % .........................................................(3.9)
kapasitas teoritis
Umpan balik
CLR x 100 %.........................................................(3.10)
Umpan baru
Umpan
Crusher
Screen Oversize
Undersize
12
Faktor konkresi adalah perbandingan antara berat bauksit setelah dicuci
dengan berat bauksit kotor sebelum di cuci. Setelah melakukan pengamatan
pada washing plan dan perhitungan faktor kongkresi didapat dari data
pengamatan dilapangan dengan rumus faktor konkresi bauksit sebagai berikut:
𝐶𝐵𝑥 (𝑡𝑜𝑛)
Fk = x 100 %
𝑊𝐵𝑥 (𝑡𝑜𝑛)
Keterangan :
Fk = faktor konkresi
CBx = Crude bauxsite
WBx = Washing bauxsite
8.10 Tailing
Setiap kegiatan penambangan pasti menghasilkan limbah, baik berupa
limbah cair, padat, ataupun gas/udara. Khusus untuk limbah cair, porsi terbesar
berasal dari aktivitas pembukaan lahan dan material buangan (waste) yang mudah
tererosi sehingga mempengaruhi baku mutu air limpasan yang keluar dari area
penambangan dan menuju ke badan sungai atau meresap menjadi air tanah.
Kolam pengendap (sediment pond) adalah tempat untuk menangkap runoff dan
menahan air ketika tanah dan kotoran lain dalam air mengendap menjadi sedimen.
Kebanyakan kolam pengendap diperlukan karena air keluaran yang mengandung
banyak Total Suspended Solid atau residu tersuspensi yang melampaui baku mutu
kualitas keluaran air. Secara garis besar kolam pengendap bisa dibuat dengan
membangun tanggul penahan atau menggali lubang untuk tampungan air atau
sedimen. Kolam pengendap juga harus dipelihara, dimana bila sediment telah
mengendap dan mencapai kadar air tertentu dimana bisa dibuang, selain sebagai
tempat untuk mengendapkan material tersuspensi, di area tambang juga berfungsi
sebagai penampungan air limbah yang mengandung logam berat (Fe dan Mn) dan
air yang mengandung asam (pH < 6), dimana di dalam tampungan tersebut
dilakukan perlakuan penetralan air limbah atau tercemar sehingga bisa menjadi
normal sesuai ambang batas baku mutu yang disyaratkan oleh Pemerintah. Di
kolam pengendap tersebut bisa dilakukan treatment berupa pengapuran,
13
pemberian alum, aerasi, dan perlakuan-perlakuan lainnya sesuai dengan kondisi
kandungan limbahnya.
Kecepatan pengendapan dari partikel menjadi pertimbangan dalam membuat
desain kolam pengendap. Kecepatan pengendapan dipengaruhi oleh jenis partikel
seperti dalam tipe pengendapan.
Adapun beberapa jenis kolam pengendap berdasarkan partikel yang diendapkan :
1. Partikel mandiri (discrete particle) adalah partikel yang tidak mengalami
perubahan bentuk, ukuran, maupun berat selama pertikel tersebut mengendap.
Proses pengendapan partikel berlangsung semata-mata akibat pengaruh gaya
partikel atau berat sendiri partikel. Pengendapan akan berlangsung sempurna
apabila aliran dalam keadaan tenang (aliran laminar). Akibat bertnya sendiri,
partikel yang mempunyai rapat masa lebih besar dari rapat masa air akan
bergerak vertical ke bawah. Gerakan partikel di dalam air yang tenang akan
diperlambat oleh gaya hambatan akibat kekentalan air (drag force) sampai
dicapai suatu keadaan dimana besar gaya hambatan setara dengan gaya berat
efektif partikel di dalam air. Setelah itu gerakan partikel akan berlangsung
secara konstan dan disebut kecepatan pengendapan atau terminal settling
velocity. Kecepatan pengendapan bisa dihitung dengan hukum stoke (Peavy,
1986).
2. Untuk memperoleh hasil yang optimal, maka kolam pengendapan dirancang
berdasarkan ukuran butir yang paling dominan. Apabila kecepatan
pengandapan partikel tersebut vt , maka semua partikel yang mempunyai
kecepatan pengendapan sama atau lebih besar dari vt akan diendapakan pada
dasar kolam. Berdasarkan jenis partikel mandiri ini, maka kolam pengendap
yang akan dibangun harus dirancang berdasarkan kecepatan pengendapan,
sehingga panjang, luas, dan kedalaman kolam pengendap bisa ditentukan.
3. Partikel yang berada dalam larutan encer sering tidak berlaku sebagai partikel
mandiri (discrete particle) tetapi sering membentuk gumpalan (flocculant
particle) selama mengalami proses sedimentasi. Bersatunya beberapa partikel
membentuk gumpalan akan memperbesar rapat masanya, sehingga akan
mempercepat pengendapannya. Proses penggumpalan (flocculation) di dalam
14
kolam pengendapan akan terjadi tergantung pada keadaan partikel untuk saling
berikatan dan dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti laju pembebanan
permukaan, kedalaman kolam, gradient kecepatan, konsentrasi partikel di
dalam air dan range ukuran butir.
Berdasarkan tipe pertikel diatas, maka bisa dirancang kolam pengendap
yang memberi kesempatan partikel encer tersebut untuk membentuk flok, dimana
hal tersebut bisa dirancang dengan memperpanjang kolam pengendap dan/atau
menambahkan peralatan yang bisa memberikan zat pencampur/reagent yang bisa
mempercepat penggumpalan (coagulant), sehingga proses pengendapan bisa
dipercepat.
Berdasarkan topografi area yang akan dibangun kolam pengendap, secara
garis besar ada dua jenis topografi yang mempengaruhi pemilihan jenis kolam
pengendap :
1. Topografi dengan kontur yang tajam dan banyak creek atau sungai yang
dipisahkan oleh bukit-bukit. Dengan t
2. topografi tersebut, maka pemilihan kolam pengendap adalah dengan
membangun bendung yang membendung creek atau aliran sungai dengan
menghubungkan dua bukit. Hal tersebut akan memberikan kapasitas
tampungan yang maksimal dengan pekerjaan yang minimal.
3. Topografi dengan kontur yang sangat landai, cenderung flat, dan berada di area
rendah (low land). Dengan topografi tersebut, maka pemilihan kolam
pengendap adalah dengan melakukan penggalian kolam dimana kapasitas
tampungan tidak bisa maksimal dengan rata-rata hanya 50% - 60% volume
material yang digali.
Kolam pengendap juga harus dipelihara supaya kolam pengendap tersebut
berfungsi dengan optimal yang mempunyai umur layanan yang maksimal. Pada
saat pemilihan jenis kolam pengendap, rencana pemeliharaan atau pengerukan
kolam harus menjadi pertimbangan. Ada dua cara untuk memelihara kolam
pengendap yang akan mempengaruhi rencana rancangan atau desain pembuatan
kolam pengendap :
15
1. Pemeliharaan kolam pengendap dengan excavator, rencana pemeliharaan ini
akan membuat rancangan kolam pengendap tidak bisa terlalu besar dan harus
bisa mengakomodasi tempat excavator beroperasi di kolam pengendap
tersebut. Kolam pengendap cukup dibuat kecil tetapi dengan tipe meandering
sehingga seperti sungai yang berkelok dengan harapan panjang kolam
pengendap cukup memberi waktu bagi partikel untuk mengendap. Dengan
kolam yang berukuran kecil tentunya umur kolam untuk penuh akan semakin
pendek, sehingga ketersediaan alat pengeruk ini (excavator) menjadi hal yang
penting. Hal ini menjadikan biaya pembuatan kolam menjadi kecil, tetapi biaya
pemeliharaan menjadi sering frekuensinya.
2. Pemeliharaan kolam pengendap dengan kapal keruk atau dredge. Rencana
pemeliharaan dengan menggunakan kapal keruk ini akan memberikan
keleluasaan bagi pembuat rancangan kolam pengendap dengan merancangnya
sebesar mungkin kapasitasnya sehingga umur kolam pengendap akan lebih
lama. Efeknya adalah hal ini akan memberikan biaya besar untuk investasi
kapal keruk, tetapi bila dalam satu area tersebut banyak kolam pengendapnya.
16
IX. RENCANA JADWAL KEGIATAN
Tahun 2019
No Kegiatan januari februari maret april mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi Pustaka
Pengamatan dan
2
Pengambilan data
3 Pengolahan Data
4 Bimbingan
5 Kolokium
6 Pendadaran
7 Penjilidan
8 Yudisium
17
X. DAFTAR PUSTAKA
18