PENDAHULUAN
1
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan seminar mengenai perancangan desain tambang
batubara ini adalah:
1. Mengetahui Checklist data awal yang harus dikumpulkan pada perancangan
desain tambang batubara.
2. Mengetahui dasar – dasar pada perancangan desain tambang batubara
3. Mengetahui pengaruh rancangan desain pit penambangan terhadap rancangan
penimbunan
2
BAB II
DASAR TEORI
3
endapan batubara, kemiringan endapan batubara serta kedalaman dari endapan
batubara yang akan berpengaruh terhadap ketebalan lapisan overburden.
c. Ketebalan lapisan overburden dan interburden
Endapan batubara yang terletak cukup dalam akan menyebabkan lapisan
overburden atau interburden pada daerah penambangan menjadi tebal. Lapisan
overburden yang tebal akan mempengaruhi pemilihan metode penambangan
terutama menyangkut keberadaan endapan batubara yang masih dapat ditambang
secara ekonomis.
Gambar 2.1
Metode Contour Mining
4
Penggalian dilanjutkan ke arah tebing sampai pada batas penggalian yang
masih ekonomis karena tebalnya lapisan overburden yang harus dikupas untuk
mendapatkan batubara. Alat-alat mekanis yang digunakan sebaiknya merupakan
alat-alat yang mudah dipindahkan karena keterbatasan daerah yang bisa ditambang.
b. Strip Mining
Metode strip Mining pada umumnya digunakan untuk menambang endapan
batubara yang memiliki kemiringan kecil atau datar. Selain itu endapan batubara
harus tebal, terutama bila lapisan tanah penutupnya juga tebal (Gambar 2.2). Hal
ini dimaksudkan untuk mendapatkan perbandingan yang masih ekonomis antara
jumlah overburden yang harus dikupas dengan jumlah batubara yang dapat digali.
Pada metode ini, baik untuk pengupasan tanah penutup maupun penggalian
batubara digunakan sistem jenjang. Kemajuan penambangan didahului oleh
kemajuan jenjang pada lapisan tanah penutup, kemudian diikuti oleh kemajuan
jenjang pada penggalian batubara.
Gambar 2.2
Metode Strip Mining
c. Area mining
Metode area mining pada umumnya digunakan untuk menambang endapan
batubara yang memiliki kemiringan endapan relatif datar dengan daerah topografi
yang datar (Gambar 2.3).
5
(Sumber: Prodjosumarto, 1989)
Gambar 2.3
Metode Area Mining
𝑀𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝,𝐵𝐶𝑀
SR (Stripping Ratio) =
𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎,𝑡𝑜𝑛
6
Break Even Striping Ratio ( BESR )
Analisis nisbah pengupasan ini dilakukan untuk menentukan sistem
penambangan yang akan digunakan, apakah tambang terbuka atau tambang bawah
tanah. Tinggi rendahnya BESR sangat dipengaruhi oleh :
- Kualitas batubara yang akan ditambang
- Harga batubara dipasaran
- Keadaan endapan batubara
Didalam analisis ini, akan diperoleh suatu hasil keekonomian dimana kita
akan mengetahui batas untung dan ruginya tambang tersebut.
BESR (1) ini juga dikenal sebagai nisbah pengupasan (overall stripping ratio)
BESR(1)=
7
2) Perencanaan jangka menengah: program – program yang lebih detil dan saling
berhubungan, seperti sasaran produksi tahunan.
3) Perencanaan jangka pendek: control yang sangat detil terhadap produksi
harian.
Komponen dasar pada open pit adalah jenjang. Bagian jenjang utama adalah
crest, toe, lebar jenjang, lebar bank width (Gambar 2.4).
Lebar Jenjang
Tinggi Jenjang H
Sudut Lereng Jenjang
Crest Toe α
Lebar Lereng Jenjang H
8
Bentuk-bentuk jenjang yang lain adalah :
1.) Jenjang kerja
Jenjang kerja adalah jenjang dimana sebagian proses penambangan
berlangsung seperti penggalian dan pemuatan berlangsung. Jenjang kerja
biasanya berukuran lebih besar dari jenjang biasa. Hal ini bertujuan agar alat
yang beroperasi bias bebas bermanuver.
SB
keterangan
BH SB : safety bench
BH : working bench (jenjang kerja)
: cut (galian yang diambil)
KETERANGAN
Wh
z
Wb : tinggi penangkap
Wb
Wh : lebar penangkap
Z : zona benturan
B : berm (penangkap)
9
dengan memperhitungkan jalan angkut, jenjang penangkap dan semua profil lain di
pit wall.
Berikut ini adalah definisi overall slope dan interramp slope angle :
1.) Overall slope angle
Merupakan sudut kemiringan dari keseluruhan jenjang yang dibuat pada front
penambangan. Kemiringan ini diukur dari crest paling atas sampai dengan toe
paling akhir dari front penambangan.
upper most crest
overall slope
angle
Keterangan :
R : ramp
θ
10
3.) Interramp slope angle
Interramp slope angle merupakan sudut yang berada di antara ramp yang
diukur dari crest sampai dengan toe pada ramp.
C
Keterangan :
R R : ramp
θ1R1 RC
RT RT : ramp toe
RC : ramp crest
C : crest
θ1R2 T : toe
T
WB
θω
Keterangan :
WB : Working bench
11
(Sumber: Hustrulid, Kuchta and Martin, 1995)
WB
Keterangan :
WB : Working bench
R : Ramp
θ
Θ : Overall slope angle dengan satu
Working bench dan ramp
Gambar 2.12 Overall slope angle dengan working bench dan ramp
12
7.) Interramp slope angle dengan working bench dan ramp
WB Keterangan :
θωR1
θωR1 : Interamp slope angle working bench 1
θωR3
Gambar 2.13 Interramp slope angle dengan working bench dan ramp
Keterangan :
Ada beberapa cara menggambarkan lokasi jenjang dalam peta tambang. Satu
alternatif adalah dengan menggambar garis ketinggian menggunakan dua jenis
garis, misalnya tipis-tebal, putus-putus penuh (Gambar 2.15) atau dua warna yang
berbeda.
13
(Sumber: Maulana, 2008)
14
BAB III
PEMBAHASAN
15
5. Informasi alat yang dimiliki
Digunakan untuk penentuan luas pit bottom dan untuk menentukan lebar
jalan tambang.
6. Kondisi iklim dan curah hujan
Data ini dapat diperoleh dari BMKG, range data curah hujan yang diambil
antara 10 – 15 tahun. Informasi data iklim dan curah hujan ini nantinya dapat
digunakan untuk penentuan efektifitas waktu kerja.
7. Informasi data kepemilikan lahan, infrastruktur, akses dan fasilitas umum
Informasi data ini nantinya akan digunakan untuk ganti rugi pembebsan
lahan dan berpengaruh terhadap penentuan cadangan.
16
Gambar 3.2 Plotting pit bottom
17
4. Langkah ke empat : menghapus garis crest yang berpotongan dengan garis
kontur pada peta dasar (Gambar 3.4). Elevasi crest harus sama dengan
ketinggian garis kontur yang akan dihapus.
18
6. langkah 6 : untuk memeriksa hasil penggambaran perlu dilakukan beberapa
sayatan (penampang A-A’ dan B-B’) terhadap desain pit yang telah
tergambarkan.
19
3.1.2 Dasar Perancangan Jalan Tambang
Pada suatu tambang yang baru letak jalan (ramp) keluar tambang sangat
penting untuk diperhitungkan. Jalan tambang umumnya merupakan akses ke lokasi
penambangan menuju keluar lokasi missal pembuangan tanah penutup (waste
dump) atau peremuk (crusher). Factor topografi merupakan pertimbangan utama
untuk pembuatan rancangan jalan tambang.
Kinerja alat muat dan alat angkut tergantung dari kondisi topografi. Lebar
jalan tergantung pada lebar alat angkut. Umumnya lebar jalan yang aman adalah 4
(empat) kali lebar dump truck. Berdasarkan dimensi tersebut memungkinkan untuk
lalu lintas dua arah, ruangan untuk truk yang akan menyusul, selokan penyaliran
dan tanggul pengaman.
Desain ini dapat memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam
perancangan dan memudahkan dalam akses ke jenjang – jenjang penambangan.
Kemiringan maksimum yang masih praktis pada jalan tambang yang panjang
adalah 10%. Umumnya pada tambang skala kecil merancang kemiringan jalan
sebesar 10% (gambar 3.8).
Rancangan spiral dan switchback biasanya dihindari karena cenderung
melambatkan arus lalu lintas. Pertimbangan lain adalah ban akan cepat aus,
perawatan ban menjadi lebih besar dan factor keamanan.
Apabila geometric memungkinkan dan mempertimbangkan keamanan, di
beberapa lokasi jalan tambang dapat di buat belokan tanjakan darurat untuk
menghentikan laju dump truck yang tidak terkendali. Selain itu perlu dibuat tanggul
pemisah (straddle berm) di tengah jalan. Pembuatan jalan tambang memiliki
dampak pada volume penggalian material yang sangat besar sehingga aspek
ekonomi dari pembuatan jalan tambang cukup signifikan. Dasar – dasar desain jalan
tambang adalah sebagai berikut :
20
(Sumber: Hustrulid, Kuchta and Martin, 1995)
Tahap 1 : Plot crest pada peta dasar. Plotting crest ini didasarkan pada letak dan
ukuran model cadangan batubara (Gambar 3.9)
Tahap 2 : Plot crest dan toe dengan dimensi lantai dasar tambang yang telah
ditentukan ( gambar 3.10). Jarak crest dan toe diplot berdasarkan geometri jenjang
21
Tahap 3 : Buatlah titik awal sebagai dasar akses masuk ramp. Plot titik selanjutnya
memotong garis crest berikutnya. Jark antar titik crest satu dengan lainnya
berdasarkan geometri jenjang penambangan, lebar dan kemiringan jalan yang telah
ditentukan.
Tahap 5 : buatlah garis vertical dan horizontal yang masing – masing sejajar satu
dengan yang lainnya.
22
(Sumber: Yanto Indonesianto dan Hidayatullah sidiq 2017)
Tahap 6 : hubungan garis horizontal dari setiap titik ke garis crest masing – masing.
setelah itu hapuslah garis crest yang tidak terpakai.
Tahap 7 : hubungan setiap titik dan plot ke toe hingga membentuk pola ramp kearah
dasar penambangan ( gambar 3.15).
Setelah menyelesaikan rancangan penambangan dan jalan tambang, dilanjutkan
dengan perancangan push back yaitu urut – urutan penambangan pada produksi
yang telah ditentukan.
23
(Sumber: Yanto Indonesianto dan Hidayatullah sidiq 2017)
Gambar 3.16
Cross-section push back pada suatu rancangan penambangan
24
Faktor – factor yang perlu diperhatikan dalam rancangan push back :
1. Kriteria Perancangan
Push back harus cukup lebar agar peralatan tambang dapat bekerja dengan
baik. Untuk truk dan shovel besar yang ada sekarang ini, lebar push back minimum
adalah sekitar 100 – 130 m (Gambar 3.17). untuk loader dan truk berukuran sedang,
lebar push back minimum 60 meter. Jumlah shovel yang diperkirakan akan bekerja
bersama – sama pada sebuah push back juga mempengaruhi lebar minimum. Tidak
kurang pentingnya untuk memperlihatkan paling tidak salah satu jalan angkut untuk
setiap push back. Pengarahan material melalui jaan angkut harus ditunjukkan
melalui akses ke seluruh pemuka kerja.
Penambahan jalan pada suatu push back akan mengurangi lebar daerah kerja
penambangan. Jika beberapa akan diaplikasikan ke suatu push back, lebar awal di
sebelah atas harus ditambah untuk memberikan ruaang ekstra.
Gambar 3.17
Push back pada suatu rancangan penambangan (tampak atas)
25
3. Nisbah pengupasan (Stripping Ratio)
Nisbah pengupasan merupakan perbandingan antara volume tanah penutup
yang harus digali untuk setiap satu ton batubara yang ditambang. Suatu rancangan
bukaan tambang (pit) akan menentukan jumlah volume tanah penutup dan tonase
batubara yang mengisi lubang bukaan tambang. Perbandingan antara tanah penutup
dengan batubara tersebut akan memberikan nisbah pengupasan rata – rata suatu
bukaan tambang.
SR = 8
SR = 9
SR = 10
26
Tinggi jenjang yang sesuai dengan ukuran excavator menjamin keselamatan
dan efisiensi kerja yang tinggi, dimana peralatan dapat bekerja secar maksimal dan
dapat memindahkan material sesuai dengan kemampuannya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor:
555.K/26/M.PE/1995 Pasal 241 Tentang Tinggi Permuka Kerja dan Lebar Teras
Kerja bahwa:
(1) Kemiringan, tinggi dan lebar teras harus dibuat dengan baik dan aman untuk
keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda jatuh.
(2) Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang
mengandung pasir, tanah liat, kerikil, dan material lepas lainnya harus :
a. tidak boleh lebih dari 2,5 meter apabila dilakukan secara manual;
b. tidak boleh lebih dari 6 meter apabila dilakukan secara mekanik dan
c. tidak boleh lebih dari 20 meter apabila dilakukan dengan menggunakan
chamshell, dragline, bucket wheel excavator atau alat sejenis kecuali
mendapat persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
(3) Tinggi jenjang untuk pekerja yang dilakukan pada material kompak tidak
boleh lebih dari 6 meter, apabila dilakukan secara manual.
(4) Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang
dilengkapi dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang
maksimum untuk material kompak 15 meter, kecuali mendapat persetujuan
Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
(5) Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila :
a. tinggi jenjang keseluruhan pada sIstem penambangan berjenjang lebih
dari 15 meter dan
b. tinggi setiap jenjang lebih dari 15 meter.
(6) Lebar lantai teras kerja sekurang-kurangnya 1,5 kali tinggi jenjang atau
disesuaikan dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja dengan
aman dan harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (safety berm) pada
tebing yang terbuka dan diperiksa pada setiap gilir kerja dari kemungkinan
adanya rekahan atau tanda-tanda tekanan atau tanda-tanda kelemahan
lainnya.
27
3.2 Jalan Angkut (ramp)
Pada suatu tambang yang baru letak jalan (ramp) keluar tambang sangat
penting untuk diperhitungkan. Jalan tambang umumnya merupakan akses ke lokasi
pembuangan tanah penutup (waste dump) dan peremuk bijih (crusher) factor
topografi merupakan pertimbangan utama untuk pembuatan desain ramp.
28
Pertimbangan faktor keamanan dalam desain jalan tambang : di lokasi jalan
tambang dapat dibuat belokan tanjakan darurat (runaway ramps) untuk
menghentikan truk yang tak terkontrol. Hal ini dilakukan apabila secara geometrik
memungkinkan. Tanggul pemisah (safety berm) di tengah jalan dapat dibuat di
beberapa tempat untuk menambah keamanan jalan tambang. Pada kegiatan
penambangan terutama dalam proses pemilihan alat ada beberapa geometri yang
perlu diperhatikan dan dipenuhi terhadap jalan angkut supaya tidak menimbulkan
gangguan atau hambatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan operasi kegiatan
pengangkutan. Dalam hal ini berkaitan dengan target produksi yang direncanakan,
karena fungsi jalan angkut adalah untuk menunjang kelancaran kegiatan dalam
pengangkutan. Dalam merancang suatu jalan angkut, geometri jalan angkut yang
harus diperhatikan meliputi :
Semakin lebar jalan angkut maka akan semakin aman dan lancar lalu
lintas alat angkut dalam kegiatan pengangkutan. Lebar jalan angkut minimum yang
diperlukan hedaknya disesuaikan dengan lebar dari pada alat angkut terbesar yang
akan melintas pada jalan tersebut. Untuk menghitung lebar jalan angkut pada jalan
lurus dan lebar jalan angkut pada belokan.
Pada jalan lurus (Gambar 3.18), jalan angkut minimum yang dipakai sebagai
jalur ganda atau lebih menurut Aassho Manual Rural Highway Design, yaitu:
L(m) = n Wt + ( n + 1 ) ( ½ x Wt )
Keterangan :
29
(Sumber: Kaufman dan Ault, 1977)
Nilai 0,5 pada rumus di atas menunjukan bahwa ukuran aman kedua
kendaraan berpapasan adalah sebesar 0,5 Wt, yaitu setengah lebar terbesar
dari alat angkut yang bersimpangan. Ukuran 0,5 Wt juga digunakan untuk
jarak dari tepi kanan atau kiri jalan ke alat angkut yang melintas secara
berlawanan.
Apabila tidak sesuai dengan ketentuan menurut perhitungan, maka
harus dilakukan perubahan karena selain dapat menghambat dalam kegiatan
pengangkutan juga berbahaya bagi keselamatan operator dan kendaraan yang
beroperasi.
Lebar jalan angkut pada tikungan (Gambar 3.19) selalu lebih besar dari pada
lebar jalan lurus. Perhitungan terhadap lebar jalan angkut pada tikungan atau
belokan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Lt = n ( U + Fa + Fb + Z ) + C
Z = C = ½ ( U + Fa + Fb )
Keterangan :
Lt = Lebar jalan angkut pada tikungan ( m )
U = Lebar jejak roda (m)
30
Fa = Lebar juntai depan (m)
Fb = Lebar juntai belakang (m)
Z = Lebar bagian tepi jalan (m)
31
Besarnya jari-jari tikungan minimum dapat ditentukan dari persamaan
R = Wb/sin α
Keterangan :
R = Jari-jari lintasan roda depan (m)
Wb = Jarak sumbu roda depan dan belakang (m)
α = Sudut penyimpangan roda depan
1. Super elevasi (Gambar 3.21) merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang
terbentuk oleh batas antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam karena
perbedaan ketinggian. Tujuan dibuat super elevasi pada daerah tikungan jalan
angkut yaitu untuk menghindari atau mencegah kendaraan tergelincir keluar
jalan atau terguling.
Berdasarkan teori dari T. Atkinson DIC pada kondisi jalan kering nilai
superelevasi merupakan harga maksimum 90 mm / m, sedangkan pada
kondisi jalan penuh lumpur atau licin maka nilai super elevasi terbesar adalah
60 mm/m.
(Sumber: Indonesianto,2015)
32
Secara matematis kemiringan tikungan jalan merupakan
perbandingan antara tinggi jalan dengan lebar jalan. Untuk menentukan
besarnya kemiringan tikungan jalan dihitung berdasarkan kecepatan rata-rata
kendaraan dengan koefisien fisiknya.
R = Radius tikungan.
2. Kemiringan jalan angkut ”grade” merupakan suatu faktor penting yang harus
diamati secara detail dalam kegiatan kajian terhadap kondisi jalan tambang.
Hal ini dikarenakan kemiringan jalan angkut berhubungan langsung dengan
kemampuan alat angkut, baik dalam pengereman maupun dalam mengatasi
tanjakan.
Kemiringan jalan dinyatakan dalam persen (%). Dalam pengertiannya
kemiringan 1 % berarti jalan tersebut naik atau turun sebesar 1 satuan untuk
setiap jarak mendatar 100 satuan.
Keterangan :
Secara umum kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik dan
aman oleh alat angkut saat menaiki atau turun dari ketinggian maksimum 8%-
10%.
33
3.2.4 Cross slope dari jalan masuk permuka kerja
Maksud dari pembuatan cross slope adalah agar jika terdapat air pada jalan,
maka air tersebut akan mengalir pada tepi jalan. (Gambar 3.22)
34
b. Factor pengembangan material (swell factor)
Factor pengembang pada batuan keras umumnya antara 30% - 45 % pada 1m
3 material insitu akan mengembang menjadi 1,3 – 1,45 m3 material lepas
(loose material). Maerial dapat dipadatkan sekitar 5% - 15%. Material yang
ditumpahkan oleh dump truck akan menjadi lebih kompak daripada material
yang ditumpahkan oleh belt conveyor.
c. Jarak dari pit limit
Jarak minimum merupakan ruang yang cukup untuk jalan angkut antara pit
limit dan kaki timbunan. Kesetabilan pit akibat adanya timbunan harus
diperhitungkan. Jarak yang sama atau lebih besar dari kedalaman pit akan
mengurangi resiko yang berhubungan dengan kestabilan lereng pit.
d. Tanjakan kearah dump crest
Menurut Bhnet dan Kunze dalam Waterman (2004) merekomendasikan sedikit
tanjakan kearah dump crest dengan pertimbangan penyaliran dan keamanan.
Limpasan air hujan dirancang menjauhi crest. Dump truck harus menggunakan
tenaga mesin untuk menuju crest dan bukaan meluncur bebas. Hal ini juga akan
mengurangi resiko kendaraan yang diparkir meluncur jatuh dari puncak
disposal (crest).
35
c. Disposal
Disposal merupakan suatu lokasi yang digunakan untuk menimbun material
overburden atau material tidak berharga yang harus digali dari lokasi
penambangan untuk memperoleh material berharga. Disposal biasanya
ditempatkan pada daerah yang tidak ditambang.
36
b. Terraced dump atau timbunan yang dibangun ke atas (dalam lift)
Jenis timbunan terrace dump diterapkan jika topografinya tidak begitu
curam. Jenis timbunan ini dibangun dari bawah ke atas. Tinggi lift biasanya
disesuaikan dengan rekomendasi jenjang penimbunan (Gambar 3.23).
Kerugian cara ini adalah jarak angkut yang lebih panjang untuk peruasan
lift baru. Keuntungan dari jenis timbunan ini, lift – lift ang dibangun
berikutnya terletak lebih ke belakang sehingga sudut lereng keseluruhan
(overall slope angle) mendekat sudut yang dibutuhkan untuk reklamasi.
37
( Indonesianto, 2014)
( Indonesianto, 2014)
38
( Indonesianto, 2014)
39
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diatas mengenai perancangan desain
penambangan batubara dapat ditarik kesimpulan:
1. Checklist data awal yang harus dikumpulkan pada perancangan desain
tambang adalah informasi data topografi detail, informasi data geoteknik,
informasi hidrogeologi, overburden, informasi alat yang dimiliki, kondisi
iklim dan curah hujan, informasi data kepemilikan lahan, infrastruktur,
akses dan fasilitas umum.
2. Dasar – dasar perancangan pada tambang terbuka terdiri dari; dasar
rancangan tambang, dasar perancangan jalan tambang, dasar perancangan
pushback dan geometri jenjang.
3. Racangan desain pit penambangan berpengaruh terhadap rancangan
timbunan, karena jumlah batubara yang harus ditambang akan
mempengaruhi jumlah overburden yang harus dipindahkan. Rancangan
timbunan yang dibuat juga digunakan untuk memastikan apakah jumlah
material yang akan ditimbun sudah sesuai dengan kapasitas lokasi
penimbunan (disposal ) yang disediakan. Kapasitas lokasi penimbunan di
luar bekas tambang di usahakan tidak terlalu besar karena harus melakukan
penimbunan kembali kedalam pit (backfiling).
1.2 Saran
Penulisan seminar tambang ini membahas mengenai perancangan desain
penambangan batubara, sehingga kedepannya dapat dikembangkan lagi sampai
pada pemilihan alat secara lengkap dengan referensi berdasarkan alat mekanis
dengan merk dan tipe yang lain.
40
DAFTAR PUSTAKA
7. Hustrulid. W., and Kucha, M., 1995, Open Pit Mine Planning & Design, 2nd
Edition Vol 1.Fundamentals, Balkema/Rotterdam/Brockfield.
8. Hustrulid. W., and Kucha, M., 1995, Open Pit Mine Planning & Design, 3nd
Edition Vol 1.Fundamentals, Balkema/Rotterdam/Brockfield.
9. Kaufman, W.W., and Ault, J. C., 1997, Design of Surface Mine Haulage Roads
– A Manual. United States Departement Of Interior, Bureaus Of mines,
Pittsburgh.
11. Tebay, Denny., 2011, Skripsi Rancangan Teknis Penambangan Batubara Blok
Siambul PT.Riau Bara Harum Desa Kelesa Kabupaten Indragiri Hulu
Provinsi Riau. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta.
12. Tim Dosen dan Asisten., (2017), Pengambilan Data Perencanaan Tambang
Terbuka, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.
41
13. Wulandari, Septi., 2017, Skripsi Rancangan Teknis Penambangan Batubara
Jangka Panjang (Long Term) Pada blok Kanan I Di PT. Multi Tambang
Jaya Utama Kabupaen Barito Selatan Provinsi Kalimantan tengah.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.
16. https://www.scribd.com/document_downloads/direct/300228154?extension=
pdf&ft=1506787604<=1506791214&user_id=279132213&uahk=dtreMMS
qrDVwIDOvdxsSeuWsV-c (diakses tanggal 11 November 2017).
17. https://www.google.com/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&
ved=&url=https%3A%2F%2Fwww.slideshare.net%2Fbankir212%2Fabstrak-
skripsi-
26904651&psig=AOvVaw2vOv4NssPOuZ6NSn5PIXRE&ust=15105534490
80749 (diakses tanggal 12 November 2017).
42