Anda di halaman 1dari 21

Tahapan-Tahapan Dalam Usaha Pertambangan

19MAR
1.PROSPEKSI
a. Pengertian Prospeksi
Prospeksi merupakan langkah awal usaha pertambangan yang bertujuan untuk menemukan adanya
atau terdapatnya bahan galian yang mempunyai proses untuk diselidiki atau di eksplorasi lebih lanjut.
Prospeksi ini tidak selalu harus ada dalam setiap kegiatan atau aktivitas pertambangan, tetapi jika
dalam awal kegiatan pertambangan, suatau lokasi mempunyai prospek untuk diselidiki lebih lanjut,
atau dilakukan kegiatan eksplorasi, maka kegiatan prospeksi langsung dilewati dan kegiatan
pertambangan langsung berada dalam tahapan eksplorasi.
b. Metode Prospeksi
Penelusuran jejak serpihan mineral (Tracing Float)
Tracing float merupakan metode untuk menemukan letak sumber serpihan mineral (mineral cuts =
float) yang umumnya berupa urat bijih (vein) endapan primer di tempat-tempat yang elevasinya tinggi.
Caranya adalah dengan mencari serpihan atau potongan mineral-mineral berharga (emas, intan,
kasiterit, dll) yang keras, tidak mudah larut dalam asam maupun basa lemah dan memiliki berat jenis
yang tinggi dimulai dari kelokan di hilir sungai.
Pada kelokan sungai sebelah dalam diambil beberapa genggam endapan pasir lalu dicuci dengan
dulang atau lenggang (pan/batea/horn). Bila dari dalam dulang itu ditemukan serpihan mineral
berharga, maka pendulangan di kelokan sungai diteruskan ke hulu sungai sampai serpihan mineral
berharga itu tak ditemukan lagi.
Selanjutnya pencarian serpihan itu dilakukan ke kiri-kanan tepian sungai dengan cara mendulang
tumpukan pasir yang ada di tepian sungai tersebut. Pekerjaan ini diteruskan ke lereng-lereng bukit
disertai dengan penggalian sumur uji dan parit uji sampai serpihan itu menghilang dan sumber
serpihan yang berupa endapan primer itu ditemukan. Tetapi mungkin juga sumber serpihan mineral
berharga itu tidak ditemukan.
Penyelidikan dengan sumur uji (Test Pit)
Untuk memperoleh bukti mengenai keberadaan suatu endapan bahan galian di bawah tanah dan
mengambil contoh batuan (rock samples)-nya biasanya digali sumur uji (test pit) dengan
mempergunakan peralatan sederhana seperti cangkul, linggis, sekop, pengki, dsb.
Bentuk penampang sumur uji bisa empat persegi panjang, bujur sangkar, bulat atau bulat telur (ellip)
yang kurang sempurna. Tetapi bentuk penampang yang paling sering dibuat adalah empat persegi
panjang; ukurannya berkisar antara 75 x 100 m sampai 150 x 200 m. Sedangkan kedalamannya
tergantung dari kedalaman endapan bahan galiannya atau batuan dasar (bedrock)nya dan
kemantapan (kestabilan) dinding sumur uji. Bila tanpa penyangga kedalaman sumur uji itu berkisar
antara 4 5 m.
Agar dapat diperoleh gambaran yang representatif mengenai bentuk dan letak endapan bahan secara
garis besar, maka digali beberapa sumur uji dengan pola yang teratur seperti empat persegi panjang
atau bujur sangkar (pada sudut-sudut pola tersebut digali sumur uji) dengan jarak-jarak yang teratur
pula (100 500 m), kecuali bila keadaan lapangan atau topografinya tidak memungkinkan.
Dengan ukuran, kedalaman dan jarak sumur uji yang terbatas tersebut, maka volume tanah yang
digali juga terbatas dan luas wilayah yang rusak juga sempit.
Penyelidikan dengan Parit Uji (Trench)
Pada dasarnya maksud dan tujuannya sama dengan penyelidikan yang mempergunakan sumur uji.
Demikian pula cara penggaliannya. Yang berbeda adalah bentuknya; parit uji digali memanjang di
permukaan bumi dengan bentuk penampang trapesium dan kedalamannya 2-3 m, sedang
panjangnya tergantung dari lebar atau tebal singkapan endapan bahan galian yang sedang dicari dan
jumlah (volume) contoh batuan (samples) yang ingin diperoleh. Berbeda dengan sumur uji, bila
jumlah parit uji yang dibuat banyak dan daerahnya mudah dijangkau oleh peralatan mekanis, maka
penggalian parit uji dapat dilakukan dengan dragline atau hydraulic excavator (back hoe).
Untuk menemukan urat bijih yang tersembunyi di bawah material penutup sebaiknya digali dua atau
lebih parit uji yang saling tegak lurus arahnya agar kemungkinan untuk menemukan urat bijih itu lebih
besar. Bila kebetulan kedua parit uji itu dapat menemukan singkapan urat bijihnya, maka jurusnya
(strike) dapat segera ditentukan. Selanjutnya untuk menentukan bentuk dan ukuran urat bijih yang
lebih tepat dibuat parit-parit uji yang saling sejajar dan tegak lurus terhadap jurus urat bijihnya.
Metode geofisika (Geophysical Prospecting)
Metode geofisika dipakai sebagai alat untuk menemukan adanya perbedaan (anomali) yang
disebabkan oleh adanya endapan bahan galian yang tersembunyi di bawah permukaan bumi. Pada
umumnya endapan bahan galian yang tersembunyi di bawah permukaan bumi itu memiliki satu atau
lebih sifat-sifat fisik yang berbeda dari sifat fisik batuan di sekelilingnya, sehingga perbedaannya itu
dapat dicatat (diukur) dengan peralatan geofisika. Metode geofisika ini memang mahal dan hasilnya
tidak selalu teliti dan meyakinkan, karena tergantung dari kepiawaian dalam melakukan interpretasi
terhadap anomali dan data geologi yang diperoleh. Walaupun demikian metode ini bisa sangat
membantu dalam mengarahkan kegiatan eksplorasi di kemudian hari
Metode geokimia ( Geochemistry Prospecting)
Metode geokimia dipergunakan untuk merekam perubahan-perubahan komposisi kimia yang sangat
kecil, yaitu dalam ukuran part per million (ppm), pada contoh air permukaan (air sungai), air tanah,
lumpur yang mengendap di dasar sungai, tanah dan bagian-bagian dari tanaman (pepohonan) seperti
pucuk daun, kulit pohon dan akar yang disebabkan karena di dekatnya ada endapan bahan galian
atau endapan bijih (ore body). Pada dasarnya semua endapan bahan galian pada saat terbentuk
akan merembeskan sebagian kecil unsur kimia atau logam yang dikandungnya ke lapisan batuan di
sekelilingnya. Rembesan unsur kimia atau logam inilah yang ditelusuri dengan metode geokimia.
Oleh sebab itu prospeksi geokimia biasanya dilakukan di sepanjang aliran sungai dan daerah aliran
sungai (DAS) serta di daratan.
Prospeksi geokimia hanya mampu membantu melengkapi data dan informasi untuk mengarahkan di
daerah mana prospeksi geofisika harus dilakukan. Tetapi prospeksi geokimia sangat bermanfaat
untuk penyelidikan di daerah yang bila diselidiki dengan geofisika tidak efektif, terutama untuk
pengamatan awal di daerah terpencil yang luas. Setiap contoh air, tanah dan komponen tumbuh-
tumbuhan yang diambil dengan teliti dan sistematis dari daerah yang sedang diteliti, kemudian harus
dianalisis secara kimiawi dengan reagen yang khas dan hanya peka untuk unsur kimia atau logam
tertentu (a.l. Cu, Pb, Zn, Ni dan Mo) walaupun kadar unsur kimia atau logam itu sangat rendah. Hasil
analisis kimia khusus itu dipetakan untuk dipelajari adanya anomali geokimia yang antara lain
disebut halos.
Prospeksi geokimia biasanya berlangsung tidak terlalu lama (0,5-1,0 tahun), sedangkan jumlah
contoh (sample) yang diambil dari setiap tempat tak banyak (1-2 kg).
2. EKSPLORASI
a. Pengertian Eksplorasi
Eksplorasi merupakan kegiatan lanjutan dari prospeksi atau penyelidikan umum yang bertujuan untuk
mendapatkan kepastian tentang endapan bahan galian tersebut yang meliputi bentuk, ukuran, letak
kedudukan, kualitas (kadar) endapan bahan galian serta karakteristik fisik endapan bahan galian dan
batuan samping.
b. Tahapan Dalam Perencanaan Kegiatan Eksplorasi
Tahap Eksplorasi Pendahuluan
Menurut White (1997), dalam tahap eksplorasi pendahuluan ini tingkat ketelitian yang diperlukan
masih kecil sehingga peta-peta yang digunakan dalam eksplorasi pendahuluan juga berskala kecil 1 :
50.000 sampai 1 : 25.000. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah :
a. Studi Literatur
Dalam tahap ini, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi dilakukan studi terhadap data dan
peta-peta yang sudah ada (dari survei-survei terdahulu), catatan-catatan lama, laporan-laporan
temuan dll, lalu dipilih daerah yang akan disurvei. Setelah pemilihan lokasi ditentukan langkah
berikutnya, studi faktor-faktor geologi regional dan provinsi metalografi dari peta geologi regional
sangat penting untuk memilih daerah eksplorasi, karena pembentukan endapan bahan galian
dipengaruhi dan tergantung pada proses-proses geologi yang pernah terjadi, dan tanda-tandanya
dapat dilihat di lapangan.
b. Survei Dan Pemetaan
Jika peta dasar (peta topografi) dari daerah eksplorasi sudah tersedia, maka survei dan pemetaan
singkapan (outcrop) atau gejala geologi lainnya sudah dapat dimulai (peta topografi skala 1 : 50.000
atau 1 : 25.000). Tetapi jika belum ada, maka perlu dilakukan pemetaan topografi lebih dahulu. Kalau
di daerah tersebut sudah ada peta geologi, maka hal ini sangat menguntungkan, karena survei bisa
langsung ditujukan untuk mencari tanda-tanda endapan yang dicari (singkapan), melengkapi peta
geologi dan mengambil conto dari singkapan-singkapan yang penting.
Selain singkapan-singkapan batuan pembawa bahan galian atau batubara (sasaran langsung), yang
perlu juga diperhatikan adalah perubahan/batas batuan, orientasi lapisan batuan sedimen (jurus dan
kemiringan), orientasi sesar dan tanda-tanda lainnya. Hal-hal penting tersebut harus diplot pada peta
dasar dengan bantuan alat-alat seperti kompas geologi, inklinometer, altimeter, serta tanda-tanda
alami seperti bukit, lembah, belokan sungai, jalan, kampung, dll. Dengan demikian peta geologi dapat
dilengkapi atau dibuat baru (peta singkapan).
Tanda-tanda yang sudah diplot pada peta tersebut kemudian digabungkan dan dibuat penampang
tegak atau model penyebarannya (model geologi). Dengan model geologi hepatitik tersebut kemudian
dirancang pengambilan conto dengan cara acak, pembuatan sumur uji (test pit), pembuatan paritan
(trenching), dan jika diperlukan dilakukan pemboran. Lokasi-lokasi tersebut kemudian harus diplot
dengan tepat di peta (dengan bantuan alat ukur, teodolit, BTM, dll.).
Dari kegiatan ini akan dihasilkan model geologi, model penyebaran endapan, gambaran mengenai
cadangan geologi, kadar awal, dll. dipakai untuk menetapkan apakah daerah survei yang
bersangkutan memberikan harapan baik (prospek) atau tidak. Kalau daerah tersebut mempunyai
prospek yang baik maka dapat diteruskan dengan tahap eksplorasi selanjutnya.
Tahap Eksplorasi Detail
Setelah tahapan eksplorasi pendahuluan diketahui bahwa cadangan yang ada mempunyai prospek
yang baik, maka diteruskan dengan tahap eksplorasi detail (White, 1997). Kegiatan utama dalam
tahap ini adalah sampling dengan jarak yang lebih dekat (rapat), yaitu dengan memperbanyak sumur
uji atau lubang bor untuk mendapatkan data yang lebih teliti mengenai penyebaran dan ketebalan
cadangan (volume cadangan), penyebaran kadar/kualitas secara mendatar maupun tegak. Dari
sampling yang rapat tersebut dihasilkan cadangan terhitung dengan klasifikasi terukur, dengan
kesalahan yang kecil (<20%), sehingga dengan demikian perencanaan tambang yang dibuat menjadi
lebih teliti dan resiko dapat dihindarkan.
Pengetahuan atau data yang lebih akurat mengenai kedalaman, ketebalan, kemiringan, dan
penyebaran cadangan secara 3-Dimensi (panjang-lebar-tebal) serta data mengenai kekuatan batuan
sampling, kondisi air tanah, dan penyebaran struktur (kalau ada) akan sangat memudahkan
perencanaan kemajuan tambang, lebar/ukuran bahwa bukaan atau kemiringan lereng tambang. Juga
penting untuk merencanakan produksi bulanan/tahunan dan pemilihan peralatan tambang maupun
prioritas bantu lainnya
Studi Kelayakan
Kegiatan ini merupakan tahapan akhir dari rentetan penyelidikan awal yang dilakukan sebelumnya
sebagai penentu apakah kegiatan penambangan endapan bahan galian tersebut layak dilakukan atau
tidak. Dasar pertimbangan yang digunakan meliputi pertimbangan teknis dan ekonomis dengan
memperhatikan keselamatan kerja serta kelestarian lingkungan hidup.
Pada tahap ini dibuat rencana produksi, rencana kemajuan tambang, metode penambangan,
perencanaan peralatan dan rencana investasi tambang. Dengan melakukan analisis ekonomi
berdasarkan model, biaya produksi penjualan dan pemasaran maka dapatlah diketahui apakah
cadangan bahan galian yang bersangkutan dapat ditambang dengan menguntungkan atau tidak.
3. PERSIAPAN PENAMBANGAN
Kegiatan ini meliputi penyiapan infrastruktur dan lahan kerja penambangan yang antara lain meliputi
pembuatan jalan, pembabatan semak/pohon, penupasan tanah penutup, pembangunan kantor,
gedung, bengkel, dll.
4. PENAMBANGAN
Kegiatan penambangan yang dimaksud adalah kegiatan yang ditujukan untuk membebaskan dan
mengambil bahan galian dari dalam kulit bumi, kemudian dibawa ke permukaan untuk dimanfaatkan.
Penambangan bahan galian ini dibagi atas tiga bagian yaitu tambang terbuka, tambang bawah tanah,
dan tambang bawah air.
5. PENGOLAHAN BAHAN GALIAN
Bahan galian yang sudah selesai ditambang pada umumnya harus diolah terlebih dahulu di tempat
pengolahan. Hal ini disebabkan antara lain oleh tercampurnya pengotor bersama bahan galian, perlu
spesifikasi tertentu untuk dipasarkan serta kalu tidak diolah maka harga jualnya relative lebih rendah
jika dibandingkan dengan yang sudah diolah.
Adapun tujuan pengolahan bahan galian adalah sebagai berikut:
Untuk menyesuaikan spesifikasi. Bahan galian hasil penambangan (raw material), pada
umumnya tidak sesuai dengan spesifikasi bahan galian yang diinginkan oleh konsumen. Untuk itu,
agar sesuai dengan kebutuhan konsumen, dilakukan pengolahan bahan galian. Contohnya ialah
proses pencucian dan pengecilan ukuran batubara, pembuatan tepung dolomite dan kapur.
Untuk meningkatkan nilai tambah bahan galian. Pada umumnya kegiatan pengolahan
bahan galian bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bahan galian ini berupa industry
pengolahan, baik berskala industry rumah tangga maupun yang berskala sedang dan besar.
Contohnya adalah pembuatan batu press, genteng press, batu krawang, semen pozzoland,
semen Portland, dan ubin keramik.
Untuk mengurangi volume dan ongkos angkut. Pada proses pengolahan bahan galian,
akan dapat dikurangi volume bahan galian yang berarti juga akan mengurangi ongkos angkut.
Misalnya pada pengolahan 30 ton bijih tembaga, hanya akan menghasilkan kensentrat tembaga
dan emas sebanyak lebih kurang satu ton. Berarti ongkos angkut yang dikurangi sebanyak 29 ton.
Cara pengolahan bahan galian, secara sederhana dapat dibagi atas tiga macam yaitu sebagai
berikut:
1. Pengolahan bahan galian secara fisika. Yaitu dengan cara memberikan perlakuan fisika
seperti peremukan (crushing), penggerusan (milling), pencucian (washing), dan pengeringan
(drying), dan pembakaran suhu rendah (baking). Misalnya penggilingan tepung dolomite, tepung
kapur, penggilingan dan pencucian tanah liat.
2. Pengolahan secara fisik dan kimiawi, tanpa ekstraksi metal. Contoh yang tergolong
pengolahan secara fisika dan kimia tanpa ekstraksi metal ini adalah pengolahan batubara skala
menengah dengan menggunakan reagens kimia.
3. Pengolahan bahan galian secara fisika dan kimia dengan ekstraksi metal. Contoh
pengolahan bahan galian secara fisika dan kimia dengan ekstraksi metal ini adalah pengolahan
logam mulia baik skala kecil maupun skala besar.
6. PENGANGKUTAN
Pengangkutan adalah segala usaha untuk memindahkan bahan galian hasil tambang atau
pengolahan dan pemurnian dari daerah penambangan atau tempat pengolahan dan pemurnian ke
tempat pemasaran atau pemanfaatan selanjutnya dari bahan galian tersebut.
7. PEMASARAN BAHAN GALIAN
Pemasaran adalah kegiatan untuk memperdagangkan atau menjual hasil-hasil penambangan dan
pengolahan bahan galian.
Berdasarkan tipenya, pasar atau tempat penjualan bahan galian dibagi atas 4 macam yaitu
sebagai berikut:
1. Pasar yang dikuasai oleh produsen (captive market)
Yaitu pasar yang sudah dikuasai oleh produsen, baik secara monopoli, afiliasi perusahaan, ikatan
formal, ataupun non formal ataupun misalnya produsen juga mempunyai pabrik pengolahan bahan
galian tersebut.
2. Pasar yang dikuasai pembeli
Yaitu pasar yang pembelinya hanya satu perusahaan, satu wilayah atau hanya satu negara.
3. Pasar bebas
Yaitu pasar yang tidak ada ketergantungan antara pembeli dan penjual, masing-masing pihak bebas
mencari pembeli dan penjual.
4. Pasar yang dikuasai penjual
Yaitu pasar yang dikuasai penjual karena minimnya produsen yang memproduksi bahan galian
tersebut.
Berdasarkan jangka waktu penjualannya pasar dapat dibagi atas 2 macam, yaitu sebagai
berikut:
1. Penjualan berdasarkan kontrak jangka panjang
Pasar kontrak jangka panjang yaitu pasar yang penjualan produknya dengan kontrak jangka panjang,
misalnya lebih dari satu tahun.
2. Penjualan spot
Penjualan spot yaitu penjualan sesaat atau satu atau dua kali pengiriman atau order saja.
Berdasarkan lokasinya pasar dibagi atas 3 macam, yaitu sebagai berikut.
1. Pasar lokal. Pasar local yaitu pasar yang hanya berada dalam satu kabupaten atau provinsi
dimana bahan galian tersebut ditambang atau dieksploitasi.
2. Pasar regional. Pasar regional yaitu pasar yang berada dalam cakupan lintas provinsi dan
juga melewati Negara bertetangga.
3. Pasar internasional. Pasar internasional yaitu pasar yang cakupannya melintasi batas-batas
Negara, misalnya Asia Tenggara, Asia Timur, Eropa, dan sebagainya.
8. REKLAMASI
Reklamasi merupakan kegiatan untuk merehabilitasi kembali lingkungan yang telah rusak baik itu
akibat penambangan atau kegiatan yang lainnya. Rehabilitasi ini dilakukan dengan cara penanaman
kembali atau penghijauan suatu kawasan yang rusak akibat kegiatan penambangan tersebut.

SUmber : http:// sangpem belajardua. blogspot. com/


Leave a comment
Posted by ban9kuy on March 19, 2013 in Mine Planning, Reklamasi Tambanag
Tags: bahan galian, parit uji, sumur uji, sungai dengan

13MAR

Secara umum ada empat bentuk organisasi pengelola keselamatan dan kesehatan kerja yang
diterapkan dalam usaha pertambangan atau pun usaha lainnya, yakni :

1. Safety Department
Model organisasi ini memberikan kedudukan khusus kepada bagian keselamatan kerja (seafety
department) sebagai subsistem organisasi perusahaan untuk mengurusi segala hal yang
berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja dalam perusahaan.Untuk dapat
melaksanakan tugas-tugas organisasi, mestinya personil safety department terdiri dari orang-orang
yang punya percekapan teknik dan praktis tentang keselamatan dan kesehatan kerjas
(setifikasi khusu safety)

Secara umum tugas dari staf department adalah :

1. Memberikan petunjuk teknik dan praktis tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Melakukan isnpeksi penerapan norma keselamtan dan kesehatan kerja oleh para pekerja
dibawah pimpinananya.
3. Melakukan pengusutan tentang sebab-sebab kecelakaan
4. Mencatat statistik kecelakaan yang terjadi pada perusahaan
5. Membuat laporan tentang keselamatan dan kesehatan kerja
2. Safety Committee
Komite keselamatan kerja (Safety Committee) merupakan suatu forum rapat para pimmpinan tingkat
atas mengenai masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Biasanya komite diketuai oleh pimpinan
tertinggi ( Kuasa Direksi/General Manager) dan sekretarisnya adalah Kepala bagian keselamatan dari
kesehatan kerja serta anggotanya terdiri dari kepala-kepala dinas/ anager dan kepala bagian
Superintendent, sehingga keputusan yang dikeluarkann mempunyai kekuatan moral
dan dilaksanakan.Tugas Safety Committer antara lain :
1. Menetapkan kebijaksanaan perusahaan, pengarahan dan pedoman untuk rencana
keselamatan dan kesehatan kerja (corporate level)
2. Mempelajari usulan proses, fasilitas dan peralatan baru safety (technical level)
3. Menilai dan mengevaluasi segi penerapann norma keselamatan dan kesehatan kerja dan tata
cara kerja standar (management level)
4. Mengusut,memeriksa, dan melaporkan setiap tindakan dan ondisi tidak aman dari masing-
masing bagian dan mengusulkan tindakan koreksi (supervisory-in-plant level).
3. Bagian Personalia
Pada sistem organisasi ini penanganan masalah keselamatan dan kesehatan kerja tidak dilakukan
oleh suatu badan khusus, tetapi oleh bagian personalia.Tugas dari bagian ini sama dengan tugas staf
safety department, yakni antara lain :
a. Memberikan petunjuk teknik dan praktis kepada pekerja tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Melakukan onspeksi penerapan norma keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Melakukan pengusutan sebab-sebab kecelakaan
d. Mencatat data statistik kecelakaan kerja
e. Membuat laporan tentang keselamatan dan kesehatan kerja

Model manajeman pengelolaan seperti ini biasanya hasil kerjanya kurang memuaskan, kerena
terkesan keselamatan dan kesehatan kerja diurus secara sambilan.

4. Organisasi staf dan garis


Organisasi perusahaan tambang yang berbentuk staf dan garis memberi tugas tambahan kepada staf
yang ada pada posisi pengawas untuk terjun langsung dalam menangani keselamatan dan kesehatan
kerja di bidang masing-masing.

Seorang staf dalam organisasi ini haruslah mempunyai sertifikasi khusus, motivasi tinggi,
pengetahuan, dan pengalaman yang cukup dalam masalah keselamatan dan kesehatan kerja.

Mereka bertugas :

Memberikan contoh langsung (mendemonstrasikan) cara dan kebiasaan kerja yang aman.
Mengamati dan mengoreksi tindakan dan kondisi tidak aman.
Membangkitkankan dan memilhara minat sert partisipasi anak buahnya dalam penerpan
norma keselamatan dan kesehatan kerja.
Membuat laporan keselamatan dan kesehatan kerja.
Staf and line organization menetapkan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja merupakan
tanggung jawab penuh organisasi dan aspek keselamatan dan kesehatan kerja adalah merupakan
bagian integral dari kegiatan produksi.

Sumber : http://dunia- atas. blogspot.com


Leave a comment
Posted by ban9kuy on March 13, 2013 in K3 dan Lingkungan Tambang
Tags: anager, cara kerja, kecelakaan, keselamatan dan kesehatan kerja

Reklasmasi Tambang
30OCT
ReklamasiMerupakan kegiatan untuk merehabilitasi kembali lingkungan yang telah rusak baik itu
akibat penambangan atau kegiatan yang lainnya. Rehabilitasi ini dilakukan dengan cara penanaman
kembali atau penghijauan suatu kawasan yang rusak akibat kegiatan penambangan
tersebut.Beberapa istilah penting yang berhubungan dengan reklamasi yaitu :
1. Lingkungan hidup (environment) Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan
dan mahluk hidup; termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi
kelangsungan peri-kehidupan dan kesejahteraan manusia dan mahluk hidup lainnya.
2. Lingkungantambang (mine environment) Keadaan lingkungan di wilayah tambang yang
unsur-unsurnya meliputi antara lain : kelembaban, debu, gas, suhu, kebisingan, air,
pencahayaan/penerangan.
3. Amdal (environmental impact assessment)Singkatan dan analisis mengenai dampak
lingkungan, yaitu studi tentang dampak suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan
hidup,dan hasilnya digunakan untuk proses pengambilan keputusan.
4. Pencemaran lingkungan (environmental pollution) Masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan dan/atau berubahnya
tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga menurunkan kualitas
lingkungan sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak
dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
5. Pencemaran tambang (mine pollution) Masuknya zat-zat pengotor berupa gas, debu,
lumpur, asap, energi, biota atau zat kimia ke dalam komponen lingkungan (udara, air, dan tanah)
sebagai akibat kegiatan penambangan dan pengolahan bahan galian sehingga kualitas
lingkungan menurun.
6. Pencemaran udara (air pollution) Udara yang mengandung satu atau lebih zat kimia pada
konsentrasi cukup tinggi yang membahayakan manusia, binatang, tumbuhan, atau material.
7. Pengawasan dampak lingkungan hidup (environmental inspection) Pengawasan
terhadap lingkungan hidup yang terkena dampak kegiatan penambangan dan atau pengolahan/
pemurnian, msl. Mengevaluasi pelaksanaan AMDAL, dan mengawasi pelaksanaan
penanggulangan lingkungan hidup.
8. Pengawasan kesehatan kerja (health inspection) Pengawasan terhadap faktor-faktor yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan akibat adanya pencemaran lingkungan kerja, berupa
faktor kimia (partikel dan non-partikel), faktor fisik (kebisingan, getaran, suhu udara), dan faktor
biologi (jamur, cacing, dan organisme lain).
9. Pengawasan keselamatan kerja (safety inspection) Pengawasan terhadap faktor-faktor
yang dapat menimbulkan kecelakan akibat adanya gerak mekanik, msl. Tertimpa, tertimbun,
terbentur, terjatuh, dan terjepit.
10. Pengawasan keselamatan kerja pertambangan (mine safety inspection) Pengawasan
secara inspeksi di lapangan yang meliputi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keselamatan
kerja, kesehatan kerja, dan higiene perusahaan.
11. Pengawasan pertambangan (mine inspection, mining supervision) Pengawasan
kegiatan pertambangan yang meliputi pengawasan pengusahaan, pertambangan, tatacara
penambangan, pengolahan/pemumian, dan pengawasan keselamatan kerja.
Dampak yang timbul dengan adanya kegiatan pertambangan :
1. Dampak positif
a. Menambah pendapatan daerah
b. Memberi kesempatan kerja
c. Ikut meningkatkan perkembangan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
d. Memberi kesempatan alih teknologi
e. Memantapkan keamanan lingkungan2. Dampak negatif
a. Merubah morfologi dan fisiologi muka tanah (tata guna lahan)
b. Merusak lingkungan, karena :
Tanah subur hilang
Lahan menjadi gundul sehingga mudah tererosi
Flora dan fauna terganggu sehingga ekologi rusak
Mencemari sungai
Timbul debu (polusi udara)
Penggunaan mesin-mesin penambangan meyebabkan polusi suara/getaran dan polusi udara
c. Dapat menimbulkan kesenjangan sosial dan ekonomi

Upaya penanggulangan dampak negatif :


1. Menerapkan cara penambangan yang benar
2. Dalam penggunaan tenaga kerja perlu tenaga kerja lokal seoptimal mungkin
Pengelolaan Lingkungan
1. Penanganan masalah debu
2. Reklamasi lahan pasca tambang
3. Pengelolaan air tambang
4. Pengelolaan limbah
Tantangan ke depan
1. Kapasitas produksi tambang semakin besar, terutama dengan semakin berkembangnya
kemampuan peralatan (contoh: dumptruck 350 ton
2. Penambangan bawah tanah
3. Isu keselamatan kerja dan lingkungan
4. Isu sosial ekonomi serta hubungan dengan sektor lain
5. Tuntutan akan skill & kompetensi yang semakin tinggi

Sumber :http://bigminer.blogspot.com/2012/04/reklamasi-tambang.html
Leave a comment
Posted by ban9kuy on October 30, 2012 in Reklamasi Tambanag
Tags: analisis mengenai dampak lingkungan, environmental impact assessment, penambangan, zat kimia

Ambang batas gas pada underground mining


27AUG
Peraturan keselamatan kerja tambang batubara jepang pada tambang bawah tanah(underground
mining) adlh:

1. Kandungan oksigen pada udara dalam tambang bawah tanah harus lbh besar 19% dan
kandungan gas co2 harus lbh kecil dari 1 % .
2. Kandungan gas mudah menyalah di dalam udara buang pada aliran cabang utama serta
lokasi kerja harus lbh kecil dari 1.5% dbn di dalam aliran udara tempat lalulintas dalam tambang
bawah tanah.
3. Temperatur udara dilokasi kerja pada tambang bawah tanah harus lbh rendah dari 37^C
4. Jumlah udara ventilasi kelas a harus dibuat lebih besar dari 3 m3/menit/orang.
Sumber : http://mheea-nck.blogspot.com
Leave a comment
Posted by ban9kuy on August 27, 2012 in Batu Bara, K3 dan Lingkungan Tambang, Peledakan, Tambang Bawah Tanah
Tags: aliran, batubara, gas co2, islam, keselamatan kerja, religion

TAMBANG RAMAH LINGKUNGAN


19JUN
Kalangan usaha pertambangan sebenarnya dapat berbuat banyak untuk mendukung mewujudkan
masa depan kehutanan Indonesia yang lestari. Dukungan perusahaan pertambangan dapat dimulai
sejak awal beroperasinya perusahaan tersebut yang telah menyatakan komitmennya sebagai
perusahaan pertambangan yang ramah lingkungan. Perusahaan pertambangan sebagai perusahaan
yang mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya alam seharusnya sejak awal
mempertimbangkan aspek lingkungan dan aspek sosial masyarakat dalam kegiatan usahanya.

Perusahaan pertambangan seharusnya tidak hanya mengupayakan aspek ekonomi, tetapi juga
memperhatikan aspek lingkungan dan aspek sosial. greenmining- Ketiga aspek yang menjadi pilar
utama dalam pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan tersebut harus menjadi perhatian
yang seimbang oleh pelaku usaha pertambangan.

Dalam aspek lingkungan, perusahaan pertambangan sejak awal seharusnya memperhatikan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah dibuatnya, sesuai dengan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No: 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang
Wajib Dilengkapi AMDAL. Kegiatan usaha pertambangan umum dengan luas perizinan (KP) di atas
200 hektar atau luas daerah terbuka untuk pertambangan di atas 50 hektar kumulatif per tahun wajib
dilengkapi dengan AMDAL. Hal ini sangat diperlukan untuk menghindari bukaan lahan yang terlalu
luas.

Potensi dampak penting terhadap lingkungan dari usaha pertambangan umum antara lain merubah
bentang alam, ekologi dan hidrologi. Kemudian, lama kegiatan usaha tersebut juga akan memberikan
dampak penting terhadap kualitas udara, kebisingan, getaran apabila menggunakan peledak, serta
dampak dari limbah cair yang dihasilkan. Untuk eksploitasi produksi batubara/gambut lebih dari
250.000 ton/tahun, bijih primer lebih dari 250.000 ton/tahun dan bijih sekunder/endapan alluvial lebih
dari 150.000 ton/tahun semuanya wajib dilengkapi dengan AMDAL.

Selain hal di atas, ada beberapa hal penting yang perlu mendapatkan perhatian perusahaan
pertambangan agar dapat menjadi perusahaan yang ramah lingkungan. Pertama, perusahaan
pertambangan harus mengelola sumber daya alam dengan baik dan memelihara daya dukungnya
agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.

Kedua, perusahaan pertambangan perlu meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan
lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan, dengan
menerapkan teknologi ramah lingkungan.

Ketiga, perusahaan pertambangan perlu mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan dan
keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan
budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undang-
undang.

Keempat, perusahaan pertambangan perlu menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan


pelestarian kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan sumber daya alam yang dapat
diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat pulih.

sumber : http://greenmining.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=159:tambang-
ramah-lingkungan-&catid=74:stakeholder
Leave a comment
Posted by ban9kuy on June 19, 2012 in K3 dan Lingkungan Tambang
Tags: analisis mengenai dampak lingkungan, islam, limbah cair, lingkungan hidup, religion, sumber daya alam

Reklamasi Tambang
19JUN
PENUTUPAN TAMBANG

Pada dasarnya, selain pertambangan batubara memberikan manfaat ekonomi langsung, tidak
dipungkiri pertambangan juga berpotensi menyebabkan gangguan lingkungan, termasuk fungsi lahan
dan hutan. Tekanan yang besar terhadap isu lingkungan diakibatkan oleh perilaku beberapa pelaku
usaha pertambangan, memang harus dikoreksi. Juga kadang, ketidaktahuan masyarakat terhadap
industri pertambangan secara makro. Ketidaktahuan, kadang memunculkan presepsi keliru terhadap
industri pertambangan secara keseluruhan. Padahal, salah satu tujuan kegiatan pertambangan
adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi bagi pelaku usaha pertambangan, segala yang
menyebabkan ketidaktahuan masyarakat, termasuk isu keruskan lingkungan, harus di luruskan.
Industri pertambangan batubara, termasuk PT. Berau Coal, memiliki keterkaitan yang erat dengan
upaya global melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Komitmen utuk melakukan pembangunan
berkelanjutan, sangatlah penting bagi perusahaan untuk mendapatkan dan mempertahankan izin
sosial operasi dalam masyarakat.
Masa depan industri pertambangan tergantung dari warisan yang ditinggalkannya. Reputasi
perusahaan, tidak saja dinilai pada saat memberikan manfaat selama operasi tambang. Namun, juga
tidak dilepaskan dari beberapa jauh tanggung jawab perusahaan terhadap proses penutupan
tambang.
Di masa sekarang, kalangan industri pertambangan telah menyadari bahwa untuk mendapatkan
akses ke sumber daya di masa depan, mereka harus menunjukkan mampu menutup tambang (mine
closure) secara efektif dan mendapatkan dukungan dari pemangku kepentingan (stakeholder),
khususnya masyarakat tempat tambang beroperasi. Ekspektasi dari regulasi dan pemangku
kepentingan semakin tinggi, sehingga untuk dapat mencapai hasil maksimal, diperlukan metode yang
benar serta diparalel dengan konsultasi dengan pemangku kepentingan secara rutin.
Pentupan tambang yang buruk atau bahkan ditelantarkan akan menyebabkan masalah warisan yang
sulit bagi pemerinyah, masyarakat, perusahaan dan pada akhirnya akan merusak citra industri
pertambangan secara keseluruhan.
BAGAIMANA DENGAN BERAU COAL
Metode Penambangan
Setiap langkah korporasi, termasuk konsep pentupan tambang PT. Berau Coal, tidak lepas dari motto
perusahaan To Be Useful to Mankind in Enhancing their Quality of Life. Dengan dasar ini,
penerangan pengelolaan pasca tambang selalu mencangkup program yang menjamin adanya
keberlanjutan ekonomi, sosial dan perlindungan lingkungan. Program penutupan tambang, justru
sudah dimulai sejak tahap operasi tambang dilakukan sampai menjelang areal tersebut siap untuk
dikembalikan ke pemerintah bila telah memenuhi kriteria keberhasilan pasca tambang.
Sebelum membicarakan pentupan tambang Berau Coal, terlebih dahulu kita mesti mengerti,
bagaimana Berau Coal menambang batubara ?
PT. Berau Coal dan kebanyakan pertambangan batubara di Indonesia, dilakukan dengan metode
tambang terbuka (open pit/surface mining). Selain ada metode lain, metode tambang bawah tanah
(under ground mining). Kriteria utama yang digunakan sebagai acuan dalam pemilihan metode
pertambangan, besarnya nilai perbandingan tanah penutup (waste) yang harus digali dengan volume
atau tonage batubara yang dapat ditambang. Perbandingan ini dikenal dengan istilah stripping
ratio atau waste/coal ratio. Selama perbandingan ini masih memberikan margin keuntungan yang
dapat diterima, tambang terbuka masih dianggap ekonomis. Selain alasan teknik lainnya, seperti
sebagian besar cadangan batubara di Indonesia terdapat pada dataran rendah atau pegunungan
dengan topografi yang landai, lapisan penutup yang tidak terlalu tebal serta kemiringan yang relatif
kecil (< 30 derajat). Sebelum kegiatan penambang dimulai, pemahaman terhadap desain dan
perancangan tambang harus cermat, terutama menyangkut tata letak dan perencanaan bukan
tambang operational (pit slope design), penentuan target produksi awal dan pekerjaan development,
jadwal produksi batubara serta stripping overburden, rencana penggalian dan penempatan waste.
pada dasarnya, kegiatan penambangan dimulai dengan pembukaan lahan (land clearing),
pengupasan dan penyelamatan tanah (soil removal) dan pemindahan penutup batubara (overburden
removal) dan penambangan batubara.
TEKNIK REKLAMASI
Dengan metode tambang terbuka (open pit) yang dilakukan PT. Berau Coal sampai sekarang, lahan
bekas penambangan yang sudah selesai di tambang segera dilakukan reklamasi dan revegetasi.
Reklamasi merupakan kegiatan untuk merehabilitasi kembali lingkungan yang telah rusak baik itu
akibat penambangan atau kegiatan yang lainnya. Rehabilitasi ini dilakukan dengan cara penanaman
kembali atau penghijauan suatu kawasan yang rusak akibat kegiatan penambangan tersebut.
Pelaksanaan reklamasi dan revegetasi , dapat dilakukan pula secara bersamaan sejauh dengan
kemajuan aktifitas penambangan. Untuk bekas tambang yang tidak dapat ditutup kembali,
pemanfaatan dapat dilakukan dengan berbagai cara serta tetap memperhatikan aspek lingkungan,
seperti untuk pemanfaatan sebagai kolam cadangan air, pengembangan ke sektor wisata air,
pembudidayaan ikan.
Kegiatan pengelolaan pengupasan tanah dan penimbunan tanah, tidak dapat dilepaskan dari proses
bagaimana tanah yang diangkut dibawa ke lokasi penimbunan tanah (soil stockpile).

Penyelamatan Soil
Kadang tanah hasil pengupasan segera digunakan sebagai pelapis tanah yang telah ditentukan
elevasi dan kemiringannya. Selanjutnya, dilakukan proses perapian dan pembuatan drainase serta
jalan untuk memudahkan penanaman dan pemeliharaan tanaman reklamasi. Untuk mengurangi
proses terjadinya erosi dan untuk meningkatkan kesuburan tanah di daerah penimbunan dan
reklamasi permanen, lapisan tanah penutup ini diperlukan penanaman dengan menggunakan
tanaman penutup tanah (cover crops) jenis polongan.
Untuk keperluan tanaman reklamasi, pembibitan menjadi bagian yang sangat penting. Fasilitas
pembibitan untuk memproduksi semai atau bibit yang diperluan untuk revegetasi, diperlukan
beberapa jenis tanaman yang menjadi pilihan antara lain sengon, kaliandra, johar, trembesi,
ketapang, angsana, mahoni, meranti, gaharu, sungkei, sawit, dan kakao.
REVEGETASI LAHAN BEKAS TAMBANG
Untuk penanaman tanaman penutup tanah (cover crops), Berau Coal memilih campuran jenis
tanaman polongan seperti Centrasema pubescens, Colopogonium mucoides, mucuna. Jumlah 200
kg per hektar. Sistim yang dipilih, adalah jalur atau spot pada daerah yang direvegetasi.

Penanaman Cover Crops Sistem Spot


Penanaman LCC Sistem Paritan Pada Slop

Penanaman LCC Sistem Paritan

Kombinasi LCC ( CM, CP, Mucuna)


Selanjutnya, penanaman tanaman pioner atau tanaman yang cepat tumbuh dilakukan bersamaan
dengan penanaman cover crops. Jarak yang dipilih 4m X 4m dan 5m X 5m.
Penanaman Pionir dan LCC

Pemasangan Plang Revegetasi

Tanaman Pioner (Sengon Laut) untuk Revegetasi


Perawatan Tanaman Sistem Jalur
Untuk pilihan tanaman sisipan yang umurnya lebih lama, dilakukan setelah daerah reklamasi berumur
sekitar 2-3 tahun. Proses waktu lebih untuk mendapatkan agar kondisi tajuknya mencukup, sehingga
iklim mikro mendukung tanaman jenis sisipan. Jarak lebih disesuaikan dengan jenis tanamannya,
namun biasanya 5m x 5m dan 10m X 10m.
Penyebaran tanaman penutup tanah dengan bantuan hydroseeding juga telah diperaktekkan di Berau
Coal. Luasan yang diuji sebesar 40 ha, dan difokuskan pada area reklamasi yang cukup curam yang
tidak dapat dikerjakan secara manual. Dalam kurun waktu 2 minggu, biji tanaman penutup tanah
(cover crops) sudah terlihat tumbuh.
Untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pertumbuhan tanaman pada lahan bekas tambang, dapat
ditentukan dari presentasi daya tumbuhnya, presentasi penutupan tajuknya, pertumbuhannya,
perkembangan akarnya, penambahan spesies pada lahan tersebut, peningkatan humus,
pengurangan erosi dan fungsi sebagai filter alam. Dengan cara ini, dapat diketahui sejauh mana
tingkat keberhasilan yang dicapai dalam merestorasi lahan bekas.
Terakhir untuk mendapatkan keberhasilan revegetasi, dilakukan dengan pemeliharaan rutin meliputi
pemupukan berkala, penyaringan, pendangiran, pemangkasan dan penyulaman.

Tanaman Sisipan (Jenis buah-buahan)


Perawatan Tanaman Sisipan
PENUTUP
Pada pasca tambang, kegiatan utama dalam merehabilitasi lahan bertujuan untuk mengupayakan
agar ekosistem berfungsi lebih optimal. Penaatan lahan bekas tambang disesuaikan dengan
penetapan tataruang wilayah bekas tambang. Sehingga, lahan bekas tambang dapat difungsikan
menjadi kawasan lindung ataupun budidaya.
Berau Coal, dalam melakukan perencanaan penutupan tambang selalu memadukan aspek
lingkungan, ekonomi dan sosial dari semua tahapan operasional tambang. Dengan perencanaan
penutupan tambang yang baik ternyata terbukti keberhasilannya di Berau Coal. Daerah terganggu
menjadi berkurang, Potensi erosi tanah dapat dikurangi, meningkatkan kualitas air, meminimalkan
resiko potensi air asam tambang dan tentunya keberhasilan revegetasi di daerah reklamasi yang
dapat dukungan kehidupan satwa yang ada di sekitarnya. (Disarikan serta diedit dari : Artikel
Reklamasi Lahan Bekas Tambang Batubara PT. Berau Coal).

sumber : http://wwwenvdept-environmental.blogspot.com/p/reklamasi-revegetasi_11.html
Leave a comment
Posted by ban9kuy on June 19, 2012 in Eksplorasi, K3 dan Lingkungan Tambang, Tambang Terbuka (Open Pit Mining)
Tags: islam, pertambangan batubara, pt berau coal, religion, sumber daya, tambang

Ledakan Gas Mektan


28FEB
Secara umum kebakaran dapat terjadi bila dipenuhi tiga unsur pemicu kebakaran itu, yakni adanya
api, oksigen dan bahan bakar (triangle fire). Sedangkan ledakan dapat terjadi jika ada 5 syarat yang
terpenuhi, yakni ada panas (heat), bahan bakar (fuel), udara (oxygen), ruang terisolasi (confinement),
dan ada tahanan (suspension). Untuk jelasnya perhatikan gambar berikut.
Gas yang Dapat Meledak (Explosive Gas)
Kecelakaan kerja pada tambang batubara bawah tanah berupa kebakaran dan ledakan disebabkan
adanya gas methan (CH4).
Gas methan yang terdapat dari batubara kadarnya bervariasi, yakni:

1. Batubara coklat dan antrasit (brown coal and anthracite) umumnya sedikit gas methan,
sedangkan pada batubara bituminous dan sub bituminous lebih banyak.
2. Batubara keras/padat (hard and dense coal) sedikit gas methan, sedangkan batubara lunak
(brittle coal) lebih banyak.
3. Batubara yang pengendapannya terganggu (high volatile matter) mungkin sangat banyak
melepaskan gas methan.
4. Lapisan batubara pada patahan (faults) dan lipatan (folds) atau rekahan mungkin banyak
melepaskan gas methan.
5. Bagian atas (roof) dan bagian bawah (floor) terbentuk dari serpihan material lempungan yang
tahan api (impermeable clay shale) dapat mengeluarkan banyak gas methan, sedangkan pada
lapisan endapan pasir kasar akan sedikit gas methan yang dilepaskan.
6. Semakin dalam letak lapisan batubara dari permukaan tanah, akan semakin banyak gas
methan yang dapat keluar dari padanya, hal inidisebabkan oleh adanya tekanan dan panas yang
semakin tinggi.
Pada umumnya pelepasan gas methan dari lapisan batubara itu dapat berupa pelepasan bebas,
pemancaran (emission), dan keluar dari celah bebatuan (outburst)
Keberadaan Gas Methan (Presence Of Methane)
Gas methan yang keluar dari batubara teremisi ke udara di sekitarnya. Karena gas ini lebih ringan
dari udara, maka dia berada pada bahagian atas (langit-langit terowongan). Gas ini cenderung
berada pada bahagian akhir lobang bukaan tambang bawah tanah (tail gate of the longwall face),
lobang naik (raise end), dan bahagian atap (caved roofs).

Potensi Ledakan Gas Methan dan Debu Batubara


Berikut ini dijelaskan bagaimana komposisi masing-masing bahan tersebut, sehingga terjadi ledakan
tambang.
Konsentrasi gas methan
Gas methan dapat meledak pada konsentrasi antara 5 15% di udara sekitarnya pada tekanan
normal. Sedangkan ledakan terbesar dan berbahaya akan terjadi pada konsentrasi 9,5%.

Pengaruh debu tertahan


Bila debu batubara, yang butirannya sangat halus, dengan konsentrasi 10,3 gram/m 3 volume udara,
beterbangan ke udara sekitarnya, membentuk awan debu batubara, dan jika pada saat bersamaan
ada pijaran bunga api, maka akan terjadi ledakan debu batubara itu.
Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan bahwa konsentrasi campuran antara debu batubara
dengan gas methan yang dapat meledak adalah sebagai tertera pada tabel.

Tabel. Konsentrasi Minimum campuran Gas Methan dan Debu Batubara yang Dapat Meledak

Jumlah Debu 0,00 10,3 17,4 27,9 37,7 47,8


Batubara(gr/m3)

Konsentrasi Gas
Methan (%) 4,85 3,70 3,00 1,70 0,60 0,00

Gejala ledakan gas methan


Apabila terjadi campuran antara udara dan gas methan dan di sana terjadi pijaran api, maka pertama
akan terjadi kebakaran. Proses kebakaran ini menghasilkan karbon dioksida (CO 2) dan uap air
dengan reaksi kimia : CH4 + 2O2 = CO2 + 2H2O.
Ledakan akan timbul bila pada lokasi tersebut sedang ada awan debu batubara (debu batubara yang
sedang beterbangan. Ledakan pada suatu lokasi akan memberikan getaran ke daerah tetangganya
sehingga debu batubara yang tadinya terendapkan akan berhamburan pula, dan untuk selanjutnya
akan terjadi lagi ledakan beruntun sampai semua bahan potensial ledakan habis terbakar dan
meledak.

Bila jumlah oksigen berkurang, gas akan terbakar secara tidak sempurna menghasilkan karbon
monoksida (CO) yang sangat beracun, hydrogen (H), dan air (H 2O). Reaksi kimianya: CH4 + O2 = CO
+ H2 + H2O

Statistik Ledakan Gas Dan Debu Batubara


Tabel 4 dan 5 memperlihatkan rekapitulasi kejadian kecelakaan ledakan tambang di Jepang antara
tahun 1950 sampai dengan tahun 1984.

Tabel 4. Statistik Kecelakaan Ledakan Tambang Berdasarkan Penyebabnya

Penyebab Jumlah Kejadian Persentase


80 23,2

22 6,4

103 29,9
Peledakan (blasting)
Swabakar (spontaneous 100 29,1
combustion)
Peralatan listrik (Electricity) 15 4,4
Nyala api (naked flame)
Gesekan (friction) 24 7,0
Tidak diketahui (unknown)

Total 344 100,0

Tabel 5. Statistik Kecelakaan Ledakan Tambang Berdasarkan Lokasi Kejadian di Jepang

Jumlah
Lokasi Kejadian Persentase

Lubang naik (raise) 114 33,2


Daerah kerja (working face)
Lapisan batubara (coal seam) 70 20,4
Terowongan silang (main crosscut)
Kemiringan (slop) 64 18,6
Jalur keluar tambang (mined out
area) 21 6,1
Ruang fasilitas mekanik
16 4,7
Lubang masuk (main entry)
13 3,8
Lubang miring (inclined shaft)
12 3,5
Terowongan silang (crosscut)
8 2,3
Lubang vertikal (vertical shaft)
6 1,7
Lainnya
6 1,7

6 1,7
6 1,7

Total 344 100,0

Teknik Pencegahan Ledakan


Guna menghindari berbagai kecelakaan kerja pada tambang batubara bawah tanah, terutama dalam
bentuk ledakan gas dan debu batubara, perlu dilakukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan
ledakan ini harus dilakukan oleh segenap pihak yang terkait dengan pekerjaan pada tambang bawah
tanah tersebut.

Beberapa hal yang perlu dipelajari dalam rangka pencegahan ledakan batubara ini adalah:

Pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan, membahas:


o Gas-gas dan debu batubara yang mudah terbakar/meledak
o Karakteristik gas dan debu batubara
o Sumber pemicu kebakaran/ledakan
Metoda eliminasi penyebab ledakan, antara lain:
o Pengukuran konsentrasi gas dan debu batubara
o Pengontrolan sistem ventilasi tambang
o Pengaliran gas (gas drainage)
o Penggunaan alat ukur gas dan debu batubara yang handal
o Penyiraman air (sprinkling water)
o Pengontrolan sumber-sumber api penyebab kebakaran dan ledakan
Teknik pencegahan ledakan tambang
o Penyiraman air (water sprinkling)
o Penaburan debu batu (rock dusting)
o Pemakaian alat-alat pencegahan standar.
Fasilitas pencegahan penyebaran kebakaran dan ledakan, antara lain:
o Lokalisasi penambangan dengan penebaran debu batuan
o Pengaliran air ke lokasi potensi kebakaran atau ledakan
o Penebaran debu batuan agak lebih tebal pada lokasi rawan
Tindakan pencegahan kerusakan akibat kebakaran dan ledakan:
o Pemisahan rute (jalur) ventilasi
o Evakuasi, proteksi diri, sistemperingatandini, dan penyelamatansecara tim.
Sesungguhnya kebakaran tambang dan ledakan gas atau debu batubara tidak akan terjadi jika sistem
ventilasi tambang batubara bawah tanah itu cukup baik.

Balai Diklat Tambang Bawah Tanah@ Copyright BDTBT 2004 Pusdiklat Teknologi Mineral & Batubara

Leave a comment
Posted by ban9kuy on February 28, 2012 in K3 dan Lingkungan Tambang
Tags: brown coal, impermeable clay, methane gas, triangle fire

Kecelakaan Karena Aktivitas Peledakan di


Tambang dan Jarak Aman Suatu Peledakan
02AUG
K3 & LINGKUNGAN TAMBANG

Nama : Aphiin
NIM : 0909055051
Prodi : S1 Teknik Pertambangan

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2011

Kecelakaan Karena Aktivitas Peledakan di Tambang dan Jarak Aman Suatu Peledakan

Baru-baru ini kita membaca di media bahwa telah terjadi kecelakan kerja yang berhubungan dengan
proses peledakan di PT Adaro, sebuah tambang batu bara di Kalimantan Selatan. Memang kasusnya
tidak terlalu menyita perhatian masyarakat di Indoensia, tapi kecelakaan kerja yang mengakibatkan
kematian merupakan suatu kecelakaan yang sangat serius di industri pertambangan. Kasusnya
adalah seorang juru ledak meninggal dunia akibat terkena batuan oleh suatu peledakan dari hasil
peledakan yang dikelolanya. Tragis memang, sebuah gambaran begitu tidak sempurnanya apa yang
telah direncanakan dan apa yang mereka ingin hasilkan dari rencana yang telah dibuatnya. Selain
dari itu, Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Selatan saat ini meminta PT Adaro untuk
menghentikan aktivitas yang berhubungan dengan peledakan sampai dalam batas waktu yang belum
ditentukan. Ini berarti aktivitas pertambangan batubara di Adaro secara tidak langsung mengalami
gangguan yang tentunya akan berpengaruh pada produksi batubara yang hendak dicapai.

Kasus seorang juru ledak yang tewas memang tidak banyak terjadi di Indonesia, namun kejadian
atau kecelakaan kerja yang berpotensi untuk menjadi kejadian yang lebih serius banyak terjadi di
tambang-tambang di Indonesia. Sebuah makalah yang dibuat oleh peneliti dari US Mine Safety and
Health Administration pada tahun 2001 menunjukkan bahwa terdapat empat kategori utama
kecelakaan kerja yang berhubungan dengan peledakan, yaitu (1) keselematan dan keamanan lokasi
peledakan; (2) batu terbang atau flyrock, (3) peledakan premature (premature blasting) dan
(4) misfre (peledakan mangkir). Kasus yang terjadi di Adaro merupakan salah satu jenis kecelakaan
kerja yang ditenggarai disebabkan oleh arah peledakan (keselamatan peledakan) dan terkena batuan
hasil peledakan yang dapat dikategorikan sebagai flyrock (pada jarak yang dekat). Ini merupakan
situasi yang masuk akal karena seorang juru ledak memang berada di daerah yang paling dekat
dengan pusat kegiatan peledakan.
Hal ini merupakan salah satu contoh perlunya pengetahuan yang lebih mendalam dalam hal blasting
management system (system pengaturan atau pengontrolan peledakan) terhadap semua yang
terlibat di dalam kegiatan peledakan. Dalam suatu peledakan terdapat banyak hal-hal yang harus
diperhatikan untuk mendapatkan hasil peledakan sesuai dengan yang diinginkan oleh tambang yang
bersangkutan. Batuan yang diledakkan dalam hal ini bisa berwujud batu bara itu sendiri dan batuan
penutup (overburden and interburden). Dalam tambang emas kita mempunyai istilah waste (sampah)
dan ore (bijih emas) yang harus diledakkan untuk memudahkan pengangkutan dan pencucian atau
proses permurnian bahan galian yang ditambang.
Kegiatan peledakan di tambang merupakan salah satu kegiatan yang dianggap mempunya resiko
cukup tinggi. Tapi bukan berarti kegiatan tersebut tidak dapat dikontrol. Proses pengontrolan kegiatan
ini dapat dimulai dari proses pencampuran ramuan bahan peledak, proses pengisin bahan peledak ke
lubang ledak, proses perangkaian dan proses penembakan. Dalam kasus ini yang memegang
peranan penting adalah kontrol terhadap proses penembakan. Ada beberapa hal yang perlu
dilakukan adalah sebagai berikut : Read the rest of this entry

Anda mungkin juga menyukai