JUDUL
KAJIAN TEKNIS SISTEM PENYALIRAN TAMBANG PADA TAMBANG
TERBUKA BATUBARA PIT 10 PADA PT. KAYAN PUTRA UTAMA
COAL KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG, KABUPATEN
KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR.
1
Penerapan metode tambang terbuka tidak terlepas dari masalah air yang
masuk ke dalam area penambangan. Beberapa parameter hidrologi seperti curah
hujan, infiltrasi dan air limpasan (run off) serta parameter hidrogeologi yang
berkaitan dengan air tanah merupakan parameter-parameter yang sangat mendasar
dalam membuat suatu rancangan sistem penirisan tambang pada lokasi penelitian.
Pada area tambang yaitu site separi sudah terdapat sistem penyaliran
tambang dengan menggunakan sistem mine dewatering. Permasalahan yang
terjadi pada front penambangan yaitu air yang masuk ke area penambangan tidak
bisa menampung air hujan terlalu lama sehingga penanganannya dengan cara
dibuatnya rancangan sistem penyaliran tambang dengan jenis pompa yang sudah
tersedia dan penambahan pompa bila perlu untuk mengoptimalisasi kegiatan
penambangan.
2
V. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui banyaknya debit air yang masuk ke sump pada pit 10.
2. Merencanakan dimensi sump dan saluran penyaliran yang digunakan untuk
menampung dan mengalirkan air permukaan yang akan masuk kedalam
front penambangan.
3. Menentukan waktu lama pemompaan dengan pompa MF 420 EXHV, Metso
HM250 dan penambahan pompa bila diperlukan.
3
3. Pengumpulan Data
Alat dan bahan yang digunakan :
1. Alat Ukur Curah Hujan Ombrometer.
Data-data yang dikumpulkan penulis berupa :
a. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan dengan melakukan
pengamatan secara langsung di lapangan berupa ukuran dimensi
sump, dimensi paritan dan dokumentasi lapangan, metode penyaliran
yang digunakan di lapangan berupa metode dewatering untuk
mengeluarkan air yang telah masuk ke dalam front penambangan, tipe
saluran yang digunakan dalam penaggulangan air limpasan ini berupa
paritan, panjang pipa, diameter pipa, jenis pompa, jumlah pompa yang
ada dilapangan dan menggunakan pipa HDPE (High Density
Polyethylene).
b. Data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan berdasarkan
referensi dari perusahaan seperti peta topografi sebagai acuan untuk
menghitung daerah tangkapan hujan (catchment area, peta lokasi
kesampaian dareah, keadaan geologi umum daerah penelitian, data
curah hujan harian di gunakan untuk mendapatkan nilai curah hujan
rencana, spesifikasi dari pada pompa.
4. Pengolahan Data
Data–data yang diperoleh dikelompokkan, diolah dan dianalisa
menggunakan rumus matematis, kemudian disajikan dalam bentuk tabel
dan chart korelasi, gambar dan perhitungan penyelesaian.
5. Analisa Data
Data-data yang telah diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan literatur-
literatur yang berhubungan dengan masalah tersebut, ialah sebagai berikut:
a. Menghitung data curah hujan dengan menggunakan metode
Gumbel dan intensitas hujan dengan persamaan Mononobe.
Dengan memanfaatkan sampel data curah hujan harian maksimum.
b. Menghitung debit total air yang masuk yang berasal dari debit
limpasan ditambah dengan total air hujan yang masuk ke area
4
penambangan. Mengetahui berapa jumlah debit air yang dapat
dipompa berdasarkan spesifikasi pompa yang ada. Jumlah pompa
dan debit pompa.
c. Menghitung dimensi sump berdasarkan volume air yang masuk per
hari.
6. Kesimpulan
Menyimpulkan dan menganalisis semua hasil data yang diperoleh baik dari
lapangan dan literatur sehingga di peroleh gambaran rancangan sistem
penyaliran tambang, sehingga dapat dijadikan acuan bagi perusahaan,
penulis serta pihak yang membaca.
5
Studi Literatur
Perumusan Masalah
Observasi Lapangan
Pengambilan Data
Pengolahan data
Meliputi :
1. Menghitung data curah hujan
2. Menghitung intensitas curah hujan
3. Menghitung periode ulang hujan
(PUH)
4. Menghitung debit air limpasan dan air
hujan
5. Menghitung saluran penyaliran/paritan
6. Menghitung kebutuhan Pompa
7. Menghitung berapa lama waktu
pemompaan
Analisis Data
Pembahasan
6
VII. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat khususnya bagi
pihak perusahaan, penulis dan pembaca. Adapun manfaat penelitian ini
diantaranya:
1. Dapat membantu dalam merancang sistem penyaliran dengan baik agar
mengurangi gangguan terhadap kegiatan penambangan terutama pada saat
terjadinya hujan sehingga tidak mengakibatkan penurunan produksi.
2. Sebagai bahan pertimbangan perusahaan untuk mengetahui efektifitas
terhadap metode penyaliran tambang yang saat ini diterapkan oleh PT.
Kayan Putra Utama Coal.
7
(Sumber : Ersin Seyhan, 1995)
Gambar 8.1. Siklus Hidrologi
8.2. Sistem Penyaliran Tambang
Pengertian dari sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha yang
dilakukan untuk mencegah masuknya air atau mengeluarkan air yang telah masuk
ke permukaan kerja (daerah penambangan). Upaya ini dimaksudkan untuk
mencegah terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya air dalam jumlah
yang berlebihan terutama pada musim hujan. Selain itu sistem penyaliran tambang
ini juga dimaksudkan untuk memperlambat kerusakan alat sehingga alat-alat
mekanis yang digunakan pada daerah penambangan mempunyai umur yang lama
atau dapat lebih awet. Air yang berada pada lokasi tambang berasal dari :
a. Air permukaan
Air permukaan adalah air yang terdapat dan mengalir di atas permukaan
tanah. Jenis air ini meliputi :
1. Air limpasan
2. Air buangan (limbah)
3. Lapisan akuifer (aquifer) yang telah terpotong akibat penggalian
8
b. Air bawah permukaan
Air bawah permukaan adalah air yang terdapat dan mengalir di bawah
permukaan tanah. Jenis air ini meliputi :
1. Air tanah
2. Air rembesan
9
disesuaikan. Bentuk segiempat dan segitiga merupakan bentuk khusus selain
trapesium. Karena bentuk segiempat mempunyai sisi tegak, biasanya dipakai
untuk saluran yang dibangun dengan bahan yang stabil, seperti pasangan batu kali,
padas, logam atau kayu. Penampang segitiga hanya dipakai untuk saluran kecil,
selokan, dan di laboratorium.
8.3.2. Mine Drainage
Adalah suatu upaya untuk mencegah masuknya air ke daerah
penambangan. Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan air
yang berasal dari sumber air permukaan. Beberapa metode penyaliran mine
drainage adalah :
1. Siemen Method
Pada metode ini, jenjang dari kegiatan penambangan dibuat lubang bor
dengan diameter 20-30 cm, ke dalam lubang bor dimasukkan pipa berukuran 20
cm. Ujung bawah pipa tersebut dibuat lubang-lubang (perporasi) dan bagian ujung
pipa tadi masuk ke dalam lapisan akuifer, sehingga air yang ada pada bagian
bawah pipa dapat dipompa ke atas secara seri, kemudian dibuang.
2. Small Pipe System With Vacuum Pump Drainage
Metode ini diterapkan untuk lapisan batuan yang mempunyai jumlah air
sedikit, dengan membuat lubang bor berdiameter 15 cm. Pada lubang bor
dimasukkan pipa dengan diameter 5 – 6,35 cm. Pada ujung pipa dibuat lubang-
lubang (perporasi). Antara pipa dengan dinding lubang bor diberi kerikil-kerikil
kasar yang fungsinya sebagai penyaring kotoran, yang diameternya lebih besar
dari diameter lubang-lubang. Di bagian atas antara pipa dan lubang bor disumbat,
sehingga saat ada isapan pompa rongga antara pipa dan lubang bor vacuum udara,
dan air dapat terhisap ke dalam lubang bor.
3. Deep Well Pump Method Drainage
Metode ini digunakan untuk material yang mempunyai permeabilitas
rendah dan jenjang yang tinggi. Dalam metode ini dibuat lubang bor dengan
diameter 15 cm, pompa dimasukkan ke dalam lubang bor (submersible pump),
yang digerakkan dengan listrik. Jenis pompa ada yang otomatis bekerja jika
pompa tercelup air. Kedalaman lubang bor 50 - 60 m.
10
8.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran
Beberapa faktor yang mempengaruhi sistem penyaliran tambang dan yang
perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
8.4.1. Rencana Penambangan
Sistem penyaliran tambang yang akan diterapkan harus disesuaikan
dengan rencana penambangan yang akan dilakukan di daerah tersebut. Dengan
diketahuinya rencana penambangan dapat diketahui pula rancangan sistem
penyaliran yang cocok sehingga akan mendukung rencana penambangan yang
akan dilakukan.
8.4.2. Curah Hujan
Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu sistem
penyaliran, karena besar kecil curah hujan akan mempengaruhi besar kecil debit
air limpasan yang mengalir pada suatu daerah.
Pengamatan curah hujan dilakukan dengan menggunakan alat penakar
curah hujan. Data curah hujan yang didapatkan sebelum diterapkan dalam rencana
pengandalian air permukaan,harus diolah terlebih dahulu. Pengolahan data curah
hujan meliputi:
1. Periode ulang hujan
Periode ulang hujan adalah periode (tahun) suatu hujan dengan tinggi
intensitas yang sama kemungkinan dapat terjadi lagi. Kemungkinan terjadinya
adalah satu kali dalam batas periode (tahun) ulang yang ditetapkan. Berikut adalah
tabel PUH berdasarkan kondisi yang ada.
Tabel 8.1. Periode Ulang Hujan Rencana untuk Sarana Penyaliran
No Kondisi PUH (tahun)
1 Daerah terbuka 0,5
2 Sarana tambang 2–5
3 Lereng tambang dan penimbunan 5 – 10
4 Sumuran utama 10 – 25
5 Penyaliran keliling tambang 25
6 Pemindahan aliran sungai 100
(Sumber : Rudy S. Gautama, 1990)
11
2. Hujan rencana
Hujan rencana adalah hujan maksimum yang mungkin terjadi selama umur
dari suatu sarana penyaliran. Salah satu metode dalam anakusa frekuensi yang
sering digunakan dalam menganalisa data curah hujan adalah metode distribusi
Gumbell, yaitu suatu metode yang didasarkan atas distribusi harga ekstrim.
Gumbel beranggapan bahwa distribusi variabel-variabel hidrologis tidak terbatas,
sehingga harus digunakan distribusi dari harga-harga yang terbesar atau harga
maksimal. Persamaan Gumbell adalah sebgai berikut :
S
XT = ̅
X + S (Yt − Yn) .................................................................... (8.1)
n
Keterangan:
XT = Perkiraan nilai curah hujan rencana(mm)
X = Curah hujan rata-rata (mm)
S = Simpangan baku (standar deviation)
Sn = Reduced standart deviation (nilainya tergantung dari jumlah data)
Yt = Reduced variate dari variable yang diharapkan terjadi pada PUH
Yn = Reduced mean dari reduksi varian, tergantung pada jumlah data
Keterangan :
∑Xi = jumlah curah hujan (mm/hari)
n = jumlah data
2. Simpangan Baku (Standart Deviasi) nilai curah hujan
∑(xi −x̅)2
S=√ .............................................................................. (8.2)
n−1
Keterangan :
S = Standar deviasi
Xi = Nilai variat
x̅ = Nilai rata-rata hitung variat
n = Jumlah data
12
3. Perhitungan Reduced Standart Deviation (Sn)
∑(Yn − ̅̅̅̅
Yn )
Sn = √ .......................................................................... (8.3)
n−1
Keterangan :
Sn = Standar deviasi dari reduksi variat (standar deviation of the
reduced variate), nilainya tergantung dari jumlah data.
Yn = Koreksi rata-rata (reduced mean)
̅̅̅
Yn = Nilai rata-rata Yn
n = Jumlah data
4. Perhitungan Reduced Variate
t1
Yt = In (In ( )) ................................................................. (8.4)
t
Keterangan :
Yt = Nilai reduksi variat dari variable yang diharapkan terjadi pada
periode ulang tertentu
t = Periode ulang (1,2,3, ….tahun)
5. Perhitungan rata-rata (Reduced Mean)
n1m
Yn = In (In ( )) .......................................................... (8.5)
n1
Keterangan :
Yn = Koreksi rata-rata (reduced mean)
n = Jumlah data
m = Urutan data (1,2,3,…)
Nilai rata-rata reduced mean (YN) dapat ditentukan dengan rumus:
∑Yn
̅̅̅
Yn = .................................................................................... (8.6)
n
Keterangan :
̅̅̅
Yn = Nilai rata-rata
Yn = Koreksi rata-rata (reduced mean)
n = Jumlah data
8.4.3. Resiko Hidrologi
Dari hasil perhitungan diperoleh suatu debit rencana dalam satuan
mm/hari, yang kemudian debit ini bisa dibagi dalam perencanaan penyaliran.
13
Selain itu juga harus diperhatikan resiko hidrologi (PR) yang mungkin terjadi,
resiko hidrologi merupakan angka dimana kemungkinan hujan dengan debit yang
sama besar angka tersebut, misalnya 0,4 maka kemungkinan hujan dengan debit
yang sama atau melampaui adalah sebesar 40%. Resiko hidrologi dapat dicari
dengan menggunakan rumus:
1 TL
PR = 1 (1 TR) ......................................................................... (8.7)
Keterangan :
PR = Resiko hidrologi
TR = Periode ulang
TL = Umur tambang
8.4.4. Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu yang relatif
singkat, biasanya satuan yang digunakan adalah mm/jam. Intensitas curah hujan
biasanya dinotasikan dengan huruf “ I ”. Jika data yang tersedia di daerah
penelitian hanya terdapat data curah hujan harian, intensitas curah hujan dapat
ditentukan berdasarkan rumus Mononobe :
R24 24 2⁄3
I= (t) ................................................................................. (8.8)
24
Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan maksimum
t = Lama waktu hujan atau waktu konsentrasi (jam)
Tabel 8.2. Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan
Intensitas Curah Hujan (mm)
Keadaan Curah Hujan
1 jam 24 jam
Hujan Sangat Ringan <1 <5
Hujan Ringan 1–5 5 – 20
Hujan Normal 5 – 20 20 – 50
Hujan Lebat 10 – 20 50 – 100
Hujan Sangat Lebat > 20 > 100
(Sumber : Suyono S. dan Takeda, K., 1983)
14
8.4.5. Daerah Tangkapan Hujan
Daerah tangkapan hujan adalah luasnya permukaan yang bila terjadi hujan
maka air hujan tersebut akan mengalir ke daerah yang lebih rendah menuju titik
pengaliran. Hujan yang terjadi di permukaan bumi merupakan hasil dari suatu
daur air. Daur air di muka bumi secara garis besar terdiri dari penguapan,
presipitasi dan pengaliran.
Semua air yang mengalir tidak akan menjadi sumber dari suatu sistem
penirisan. Kondisi ini tergantung dari daerah tangkapan hujannya dan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain kondisi topografi, rapat tidaknya vegetasi serta
keadaan geologi.
Penentuan luas daerah tangkapan hujan berdasarkan pada peta daerah yang
akan diteliti beserta pushback tambang. Setelah daerah tersebut ditentukan,
luasnya dapat diukur dengan memperhatikan daerah aliran air limpasan yang
mengalir sesuai dengan kontur masing-masing daerah.
8.4.6. Debit Air Tambang
Air tambang adalah jumlah air limpasan yang masuk bukaan tambang
ditambah dengan jumlah air hujan yang langsung masuk ke dalam bukaan
tambang. Untuk mengatahui besarnya air tambang yang masuk bukaan tambang
maka perlu diketahui debit air limpasan, debit air hujan yang langsung masuk
bukaan tambang sebagai berikut :
1. Air Limpasan
Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah menuju ke tempat yang lebih rendah. Aliran itu terjadi karena
curah hujan yang mencapai permukaan bumi tidak dapat terinfiltrasi, baik yang
disebabkan karena intensitas curah hujan atau faktor lain misalnya kelerengan,
bentuk dan kekompakan permukaan tanah.
Faktor-faktor yang berpengaruh adalah :
1. Curah hujan, yaitu intensitas curah hujan dan frekuensi hujan.
2. Tanah, yaitu jenis dan bentuk toprografi.
3. Tutupan, yaitu kepadatan, jenis dan macam vegetasi.
4. Luas daerah aliran.
15
Penentuan besarnya debit air limpasan maksimum dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
Q = 0,278. C . I .A .......................................................................... (8.9)
Keterangan :
Q = Debit air limpasan maksimum (m3/detik)
C = Koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)
Koefisien limpasan merupakan bilangan yang menunjukkan perbandingan
besarnya limpasan permukaan, dengan intensitas curah hujan yang terjadi pada
tiap-tiap daerah tangkapan hujan.
Tabel 8.3. Nilai Koefisien Limpasan
No Macam Permukaan Koefisien limpasan (C)
1 Lapisan Batubara (coal seam) 1,00
2 Jalan Angkut (haul road) 0,90
3 Dasar Pit dan Jenjang (pit floor & bench) 0,75
4 Lapisan Tanah Penutup (overburden) 0,65
Lapisan Tanah Penutup Yang Telah Ditanami
6 0,55
(revegetated overburden)
7 Hutan (natural rain forest) 0,50
(Sumber : Sayoga, 1999)
2. Air Hujan yang Masuk ke Dalam Lokasi Penambangan
Untuk dapat mengetahui besarnya air tambang, maka perlu diketahui
jumlah air hujan yang langsung jatuh atau masuk ke dalam bukaan tambang.
Besarnya air hujan yang langsung masuk kedalam bukaan tambang dihitung
dengan rumus :
Q = Curah Hujan Rencana x A ....................................................... (8.10)
Keterangan :
Q = Debit Air (m3/jam)
A = Luas Bukaan Tambang (km2 )
3. Debit Total Air Tambang
Jadi besarnya air yang masuk bukaan tambang sebagai air tambang
adalah :
16
Qtotal = Qlimpasan + Qair hujan ............................................................... (8.11)
17
8.5.2. Saluran Penyaliran
Saluran penyaliran berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air
ketempat pengumpulan (kolam penampungan) atau tempat lain. Bentuk
penampang saluran umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe material serta
kemudahan dalam pembuatannya. Dalam merancang bentuk saluran penyaliran
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Dapat mengalirkan debit air yang direncanakan
b. Mudah dalam penggalian saluran
c. Kecepatan air yang tidak merusak saluran (terjadi erosi)
d. Kecepatan air tidak menyebabkan terjadinya pengendapan
e. Mudah dalam proses pemeliharaan.
Perhitungan kapasitas pengaliran suatu saluran air dilakukan dengan rumus
Manning sebagai berikut:
Q = 1/n x R2/3x S1/2x A .................................................................... (8.12)
Keterangan:
Q = Debit (m3/detik)
R = Jari-jari hidrolik (m)
S = Kemiringan saluran (%)
A = Luas penampang basah (m2)
n = Koefisien kekasaran manning.
Tabel 8.4. Koefisien Kekasaran Dinding Saluran Untuk Persamaan Manning
No Tipe dinding saluran Harga n
1 Semen 0,010 – 0,014
2 Beton 0,011 – 0,016
3 Batu 0,012 – 0,020
4 Besi 0,013 – 0,017
5 Tanah 0,020 – 0,030
(Sumber : Rudy S. Gautama, 1990)
18
Sistem penyaliran itu sendiri terdapat beberapa bentuk penampang
penyaliran yang dapat digunakan. Bentuk penampang penyaliran diantaranya
bentuk segi empat, bentuk segi tiga dan bentuk trapesium. (Gambar 8.2).
Beberapa macam penampang saluran :
1. Bentuk segi empat
Lebar dasar saluran (b) = 2d
Luas penampang basah (A) = 2d2
Keliling basah (P) = 4d
2. Bentuk segitiga
Sudut tengah = 90o
Luas penampang basah (A) = d2
Jari-jari hidrolis (R) = d/ 2√2
Keliling basah (P) = 2d . √2
3. Bentuk trapesium
Dalam menentukan dimensi saluran bentuk trapesium dengan luas
maksimum hidrolis, maka luas penampang basah saluran (A), jari-jari
hidrolis (R), kedalaman air (d), lebar dasar saluran (b), panjang sisi luar
saluran dari dasar ke permukaan (a), lebar atas saluran terbuka (t), (x)
tinggi jagaan, sudut kemiringan dinding saluran (α), kemiringan dinding
saluran terbuka (z) mempunyai hubungan yang dapat dinyatakan
sebagai berikut :
d
Kemiringan dinding saluran terbuka (z) = Sin∝
19
(Sumber : Rudy S. Gautama, 1990)
Gambar 8.2. Bentuk-Bentuk Penampang Saluran
Keterangan
b = Lebar dari dasar saluran terbuka (m)
t = Lebar atas dari saluran terbuka (m)
h = Tinggi saluran (m)
I = Tinggi jagaan (m)
d = Kedalaman saluran (m)
α = Sudut kemiringan saluran
8.5.3. Pompa
Dalam sistem penirisan tambang, pompa befungsi untuk mengeluarkan air
dari tambang. Sebuah pompa merupakan alat angkut yang berfungsi
memindahkan zat cair dari suatu tempat ke tempat lain. Jenis-jenis pompa sesuai
prinsip kerjanya antara :
1. Reciprocating Pump
Bekerja berdasarkan torak maju mundur secara horizontal di dalam
silinder. Keuntungan jenis ini adalah efisien untuk kapasitas kecil dan
umumnya dapat mengatasi kebutuhan energi (julang) yang tinggi.
Kerugiannya adalah beban yang berat serta perlu perawatan yang teliti.
Pompa jenis ini kurang sesuai untuk air berlumpur karena katup pompa
akan cepat rusak. Oleh karena itu jenis pompa ini kurang sesuai untuk
digunakan di tambang.
20
2. Centrifugal Pump
Pompa ini bekerja berdasarkan putaran impeller di dalam pompa. Air
yang masuk akan diputar oleh impeller, akibat gaya sentrifugal yang
terjadi, air akan dilemparkan dengan kuat ke arah lubang pengeluaran
pompa. Pompa jenis ini banyak digunakan di tambang, karena dapat
melayani air berlumpur, kapasitasnya besar, dan perawatannya lebih
mudah.
3. Axial Pump
Pada pompa aksial, zat cair mengalir pada arah aksial (sejajar poros)
melalui kipas. Umumnya bentuk kipas menyerupai baling - baling kapal.
Pompa ini dapat beroperasi secara vertikal maupun horizontal. Jenis
pompa ini digunakan untuk julang yang rendah.
Dalam suatu pemompaan kadang-kadang dibutuhkan debit atau tinggi
pemompaan (head) yang lebih besar, sedangkan setiap pompa memiliki
kemampuan untuk mencapai debit atau head tertentu.Oleh karena itu dapat di atur
dua atau lebih pompa untuk dipasang secara bersamaan, baik secara paralel
ataupun secara seri.
1. Hubungan paralel
Pada hubungan paralel beberapa buah pompa berada pada tempat yang
sama tetapi tidak saling terhubungkan. Hubungan paralel pompa dapat
terdiri dari beberapa pompa yang sejenis maupun tidak sejenis. Tujuan
pemasangan pompa secara paralel adalah untuk memperoleh jumlah aliran
volume pemompaan (debit) yang lebih besar. Karena pada hubungan
paralel terjadi penjumlahan aliran volume (debit) dengan tinggi
pemompaan (head) yang sama besar.
2. Hubungan seri
Pada hubungan seri, setelah zar cair melalui sebuah pompa, zat cair
tersebut akan dibawa ke pompa berikutnya. Pemasangan pompa dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa pompa yang sejenis atau pompa
yang berbeda. Dalam pemasangan secara seri terjadi penjumlahan tinggi
naik (head) pada aliran volume atau debit pemompaan yang sama.
21
8.5.4. Penentuan Titik Optimal Kerja Pompa
Penentuan titik optimal pompa digunakan dua jenis kurva yaitu kurva
resistan dari sistem dan kurva karakteristik pompa. Kurva resistan sistem adalah
nilai head dari sistem untuk sejumlah variasi debit pemompaan. Sedangkan
kurva kurva karakteristik pompa menyatakan kemampuan pompa untuk
mengatasi head untuk berbagai nilai debit pemompaan atau sebaliknya. Kurva
dikeluarkan oleh pabrik pembuat pompa. Setelah kedua kurva tersedia maka
langkah selnjutnya kedua kurva digabungkan sehingga diperoleh titik
perpotongan yang merupakan titik optimal kerja pompa. Untuk perencanaan
pemompaan harus dihitung dulu head totalnya, dengan rumus :
1. Static Head(HC)
Static head adalah kehilangan energi yang disebabkan oleh perbedaan
tinggi antara tempat penampungan dengan tempat pembuangan.
Hc = h2 - h1 .............................................................................. (8.13)
Keterangan:
h2 = Elevasi air keluar
h1 = Elevasi air masuk
2. Velocity Head(HV)
Velocity Head adalah kehilangan yang diakibatkan oleh kecepatan air
yang melalui pompa.
Hv = v2 / 2g ............................................................................ (8.14)
Keterangan :
V2 = Kecepatan air yang melalui pompa (m/dt)
g = Gaya gravitasi bumi (9,8 m/dt)
Keterangan : v diperpoleh dari persamaan V = Q/A, Q = debit
kemampuan pompa dan A = πr2
3. Friction head (HF)
10,666 x Q1,85
Hf = ( ) X L ........................................................... (8.15)
C1,85 x D4,85
22
Keterangan :
C = Koefisien
Q = laju aliran (m3/s)
D = Diameter Pipa (m)
L = Panjang pipa (m)
4. Shock loss Head (HL)
Kehilangan ini pada jaringan pipa disebabkan oleh perubahan-
perubahan mendadak dari geometri pipa, belokan-belokan, katup-katup
dan sambungan-sambungan.
Hv = Kv2 / 2g ......................................................................... (8.16)
Keterangan:
K = Koefisien kekasaran pipa yang tergantung pada jari-jari
belokan, diameter pipa dan sudut yang dibentuk antara pipa dan
bidang datar.
𝐷 𝜃
K = [ 0,131 + 1,847( )3,5]x( )0,5 .................................. (8.17)
2𝑅 90
Keterangan:
Q1 = Debit pompa dari pabrik, m3/det
Q2 = Debit pompa setelah dikoreksi, m3/det
H1 = Head dari pabrik (blm dikoreksi), m
H2 = Head total perhitungan, m
23
8.5.5. Lama Waktu Pemompaan
Untuk mengeluarkan air yang masuk kelokasi penambangan perlu
mengetahui kapasitas pompa perhari dan volume sumuran yang sudah
direncanakan. Perhitungan waktu pemompaan air tambang dapat dihitung dengan
mengunakan rumus :
Vdebit total
Waktu yang dibuthkan = Debit pompa/hari x Jumlah pompa ................. (8.20)
8.5.6. Pipa
Pipa berfungsi sebagai sarana untuk mengeluarkan zat cair dari suatu
tempat menuju tempat lainnya. Zat cair yang mengalir dalam pipa akan
mengalami gesekan pada dinding sebelah dalam pipa. Besar kecilnya gesekan
yang terjadi dipengaruhi oleh jenis zat cair yang mengalir dan macam pipa yang
digunakan.
Pipa untuk keperluan pemompaan biasanya terbuat dari baja, tetapi untuk
tambang yang tidak terlalu dalam dapat mengunakan pipa HDPE (High Density
Polyethylene).Pada dasarnya bahan apapun yang digunakan harus memperhatikan
kemampuan pipa untuk menekan cairan didalamnya. Sistem perpipaan akan
sangat berhubungan erat dengan daya serta head pompa yang dibutuhkan. Hal ini
terjadi karena sistem perpipaan tidak akan terlepas dari adanyagaya gesekan pada
pipa, belokan, pencabangan, bentuk katup, serta perlengkapan pipa lainnya. Hal
ini akan menyebabkan terjadinya kehilangan energi sehinga turunnya tekanan
didalam pipa.
24
operasional perusahaan, dan lain-lain. Untuk runtutan kegiatan penelitian lebih
jelasnya akan dijelaskan pada tabel berikut.
25
Tabel 9.1 Rencana Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tugas Akhir II
26
26
DAFTAR PUSTAKA
Alan R, 2008. Australian Pipe Friction Hanbook Third Edition, Pump Industry
Australia Incorporated. Australia
PT. Kayan Putra Utama Coal. 2018. Peta Kesampaian Daerah. Kutai
Kartanegara.
Rudy S. G., 1990, Laporan Kegiatan Ahli Dalam Negeri, Institut Teknologi
Bandung.
27