Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Letak Geografis

Letak geografis dari Desa Sukomoro adalah S 020 54’ 26,9” dan E 1040 37’56,3”
terletak pada jalur timur trans Sumatera yang menghubungkan provinsi Sumatera
Selatan dengan provinsi Jambi dengan elevasi 40 mdpl. Sebagian besar daerah ini
merupakan daratan rendah yang pada beberapa tempat merupakan bekas penambangan
tanah atau pasir. Daerah Sukomoro dan Air Batu adalah daerah yang dahulunya
merupakan daerah pesisir pantai atau daerah perbatasan lingkungan darat dan juga
lingkungan laut, dan juga merupakan daerah pertemuan dua formasi utama, yaitu
formasi Talangakar dan formasi Gumai. Secara geografis Kabupaten Banyuasin
berbatasan dengan:

a. Sebelah Utara : Propinsi Jambi, Kabupaten Musi Banyuasin, dan Selat Bangka.
b. Sebelah Selatan : Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Ogan Komering Ilir, dan
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii Kota Palembang.
c. Sebelah Barat : Kabupaten Musi Banyuasin.
d. Sebelah Timur : Selat Bangka dan Kabupaten Ogan Komering Ulu.

Letak Geografis Kabupaten Banyuasin yang demikian yang menempatkan


Kabupaten Banyuasin pada posisi potensial yang strategis dalam hal perdagangan dan
industri, maupun pertumbuhan sektor-sektor pertumbuhan baru. Kondisi ini dan posisi
Kabupaten Banyuasin dengan ibukota Pangkalan Balai yang terletak di Jalur Lintas
Timur. Wilayah Kabupaten Banyuasin memiiki tipe iklim B1 menurut Klasifikasi
Oldemand dengan suhu rata-rata 26,100 – 27,400◦C dan kelembaban rata - rata dan
kelembaban relatif 69,4%-85,5% dengan rata-rata curah hujan 2.753 mm/tahun.
Sedangkan jenis tanah di Kabupaten Banyuasin terdiri dari 4 jenis, yaitu :

a. Organosol : Terdapat di dataran rendah/rawa-rawa.

b. Klei Humus : Terdapat di dataran rendah/rawa-rawa.

c. Alluvial : Terdapat di sepanjang sungai.

d. Polzoik : Terdapat di daerah berbukit-bukit.

II-1
II. 2 Geologi Regional Telitian

Cekungan Sumatera Selatan terletak di sebelah timur Pegunungan Barisan dan


meluas ke daerah lepas pantai dan dianggap sebagai suatu cekungan foreland atau back-
arc. Di sebelah utara, Cekungan Sumatera Selatan berbatasan dengan Pegunungan
Tigapuluh dan Pegunungan Duabelas. Di sebelah timur berbatasan dengan Paparan
Sunda, di sebelah selatan berbatasan dengan Tinggian Lampung dan di sebelah barat
berbatasan dengan Pegunungan Barisan. Di sebelah barat berbatasan dengan daerah
jambi dan cekugan Bangka-Belitung. Cekungan ini terdiri dari sedimen tersier yang
terletak tidak selaras (unconformity) di atas permukaan metamorfik dan batuan beku
Pra–Tersier. Struktur yang terdapat dalam Cekungan Sumatera Selatan merupakan
akibat dari 3 aktivitas tektonik utama, yaitu :

 Orogenesa Mesozoikum Tengah


 Tektonisme Kapur Akhir-Eosen
 Orogenesa Plio-Pleistosen.

Dua aktivitas pertama menyebabkan Half graben sysem, horst, dan sesar blok
pada cekungan sumatera selatan. Aktivitas terakhir, rogenesa Plio-Pleistosen
menghasilkan adanya struktur barat laut-tenggara dan depresi ke arah timur laut (de
Coster,1974). Perkembangan struktur maupun evolusi cekungan sejak Tersier
merupakan hasil interaksi dari ke empat arah struktur utama yaitu, berarah timur laut-
barat daya (Pola Jambi), berarah barat laut-tenggara (Pola Sumatra), dan berarah
utaraselatan (Pola Sunda). Hal inilah yang membuat struktur geologi di daerah
Cekungan Sumatra Selatan lebih kompleks dibandingkan cekungan lain di daerah
Sumatra seperti Cekungan Sumatera Bagian Tengah , Bagian Utara,dan Lainnya.

Cekungan Sumatra Selatan terbentuk selama ekstensi timur-barat pada akhir pra-
Tersier sampai awal Tersier (Daly et al., 1987). Geologi Cekungan Sumatera Selatan
adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang berkaitan erat dengan penunjaman Lempeng
Hindia-Australia, yang bergerak ke arah utara hingga timur laut terhadap Lempeng
Eurasia yang relatif diam.

Zona penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan
selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro-plate) yang berada di antara zona
interaksi tersebut turut bergerak dan menghasilkan zona konvergensi dalam berbagai
bentuk dan arah.

II-2
Gambar 2. Peta Cekungan di Pulau Sumatera.

Sumber : Bioshop, 2000.

Ada tiga peristiwa tektonik yang berperan pada perkembangan Cekungan Sumatera
Selatan dan proses sedimentasinya, yaitu :

1. Tektonik pertama
Tektonik pertama ini berupa gerak tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier
Awal yang menghasilkan sesar-sesar bongkah (graben) berarah timur lautbarat daya
atau utara-selatan. Sedimentasi mengisi cekungan atau graben di atas batuan dasar
bersamaan dengan kegiatan gunung api.

2. Tektonik kedua
Tektonik ini berlangsung pada Miosen Tengah-Akhir (Intra Miosen)
menyebabkan pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan bahan-bahan
klastika.

3. Tektonik Ketiga
Tektonik berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan sebagian
Formasi Airbenakat dan Formasi Muaraenim telah menjadi tinggian tererosi, sedangkan

II-3
pada daerah yang relatif turun diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya, terjadi
pengangkatan dan perlipatan utama di seluruh daerah cekungan yang mengakhiri
pengendapan Tersier di Cekungan Sumatera Selatan.

II.3 Stratgrafi Regional

Pada umumnya stratigrafi regional dapat dikenal sebagai satu daur besar
(megacycle) yang terdiri dari suatu trangresi yang diikuti regresi. Formasi yang
terbentuk dalam fase trangresi dikelompokkan menjadi Kelompok Telisa (Formasi
Lahat, Formasi Baturaja dan Formasi Gumay). Sedangkan yang terbentuk dalam fase
regresi dikelompokkan menjadi Kelompok Palembang (Formasi Air Benakat, Formasi
Muara Enim dan Formasi Kasai). Formasi pembawa batubara pada Cekungan Sumatera
Selatan adalah Formasi Talang Akar, Air Benakat, Muara Enim dan Kasai, tetapi yang
paling potensial adalah Formasi Muara Enim, sedangkan Formasi Baturaja merupakan
pembawa endapan batu gamping yang banyak terdapatdi sekitar kota Baturaja. Urutan
stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan dari tua kemuda adalah Batuan Dasar, Formasi
Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat,
Formasi Muara Enim, Formasi Kasai, dan Endapan Kuarter.

Gambar 3. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan.

Sumber : De Coaster,1974.

II-4
Urutan stratigrafi regional daerah penyelidikan dari muda ketua adalah sebagai
berikut :

1). Formasi Talang Akar

(Tomt), termasuk kedalam kelompok Telisa, memiliki ketebalan 0 m – 1.100


m, berumur Miosen. Pada bagian bawah disusun oleh perlapisan batupasir karbonan,
kayu terkersikan ( silicifiedwood ) dengan konglomerat dan batulanau mengandung
fosil moluska. Kearah atas berkembang menjadi perselingan antara serpih tufaan dan
batugamping. Bagian atas formasi umumnya disusun oleh batulanau tufaan,
batulempung gampingan, lensa-lensa konglomerat dan sisipan batupasir glaukonitan
terdiri dari batupasir kuarsa mengandung kayu terkersikan. Merupakan fasies
litoralsampai paralis air payau.

2). Formasi Gumai

(Tmg), memilikiketebalan 0 m – 2.200 m, berumur Miosen Awal-Tengah.


Terdiri dari batu lempung dengan sisipan batu lempung tufaan napal, batupasir dan
serpih dengan sedikit glaukonitan, di bagian tengah anggota ini terdapat suatu
lapisan tipis batu apung. Formasi ini merupakan diendapkan fasies marin terbuka
yang dalam. Kemudian, sedimentasi delta secara progradasi terjadi pada sepanjang
cekungan dan sedimen transisi hingga laut dangkal mulai menggantikan shale laut
terbuka. Suplai sedimen didominasi pada daerah platform kearah timur dan timur
laut, meskipun pada saat itu suplai sedimen volkaniklastik menjadi salah satu
sumber dari tinggianyang terisolasi di bagian barat (Ginger dan Fielding, 2005).

II.4 Geologi Regional

Pulau Sumatra memiliki orientasi barat laut yang terbentang pada ekstensi dari
Lempeng Benua Eurasia. Pulau Sumatra memiliki luas area sekitar 435.000 km2,
dihitung dari 1650 km dari Banda Aceh pada bagian utara menuju Tanjungkarang pada
bagian selatan. Lebarnya mencapai 100-200 km pada bagian utara dan sekitar 350 km
pada bagian selatan. Pulau Sumatera terletak disebelah baratdaya Kontinen Sundaland
dan merupakan jalur konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia yang menyusup di
sebelah barat Sundaland / Lempeng Eurasia. Konvergensi lempeng menghasilkan
subduksi sepanjang Palung Sunda dan pergerakan lateral menganandari Sistem Sesar
Sumatera (Darma dan Sidi, 2000).

Trendline utama dari pulau ini cukup sederhana. Bagian belakangnya dibentuk oleh
Pegunungan Barisan yang berada sepanjang bagian barat. Daerah ini membagi pantai
barat dan timur. Lereng yang menuju Samudera Hindia biasanya curam yang
menyebabkan sabuk bagian barat biasanya berupa pegunungan dengan pengecualian 2
embayment pada Sumatra Utara yang memiliki lebar 20 km. Sabuk bagian timur pada
pulau ini ditutupi oleh perbukitan besar dari Formasi Tersier dan dataran rendah aluvial.
Pada diamond point di daerah Aceh, sabuk rendah bagian timur memiliki lebar sekitar

II-5
30 km, lebarnya bertambah hingga 150-200 km pada Sumatra Tengah dan Selatan. Van
Bemmelen membaginya menjadi 6 zona fisiografi yaitu zona jajaran barisan, zona
semangko, zona pegunungan tiga puluh, zona kepulauan busur luar, zona paparan
sunda, zona dataran rendah dan berbukit.

Gambar 4. Zona fisiografi Pulau Sumatera.

Sumber : Van Bemmelen, 1949.

Berdasarkan posisi geografisnya, daerah Sumatera Selatan termasuk ke dalam


Zona Fisiografi Dataran Rendah dan Berbukit. Zona ini dicirikan oleh morfologi
perbukitan homoklin dengan elevasi 40 – 80 m di atas permukaan laut dan tersebar luas
di pantai timur Pulau Sumatera. Daerah ini termasuk ke dalam Cekungan Sumatera
Selatan. Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan belakang busur berumur
Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai
bagian dari lempeng kontinen Asia) dan Lempeng Samudra Hinida. Daerah cekungan
ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2 yang secara geografis terletak di bagian
selatan Pulau Sumatera, menempati posisi dalam arah relative barat laut – tenggara.
Batas-batas cekungan ini adalah Paparan Sunda di sebelah timur, Bukit Barisan di
sebelah barat, Tinggian Lampung di sebelah selatan, dan Pegunungan Tiga Puluh di
sebelah utara.

II-5
II-6

Anda mungkin juga menyukai