Anda di halaman 1dari 12

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9

PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

PETROGENESIS BATUAN PIROKLASTIK GUNUNG RINJANI

Andhika Nurul Wahidah1*


Heryadi Rachmat2
Mega F. Rosana1
1
Universitas Padjadjaran, Fakultas Teknik Geologi
2
Museum Geologi Bandung
*Corresponding author : andhikanurulwahidah@gmail.com

SARI
Gunung Rinjani yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu gunungapi aktif
yang memiliki kaldera yang luas di tengahnya. Sejarah letusan dahsyat yang menghasilkan sebuah
kaldera ini mampu mempengaruhi iklim dunia selama beberapa tahun. Periode letusannya dibagi
menjadi tiga, yakni sebelum, selama, dan setelah pembentukan kaldera. Material berupa batuan
piroklastik hadir dalam setiap periode letusan, sehingga dapat menunjang dalam menyingkap proses
geologi yang telah terjadi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis petrologi,
analisis petrografi, dan analisis geokimia menggunakan metode XRF dan CIPW pada sampel batuan
dari 30 titik pengamatan di dinding kaldera, bagian dalam kaldera, maupun titik lain yang tersebar di
Pulau Lombok.
Berdasarkan analisis petrologi, sampel batuan piroklastik Komplek Gunung Rinjani terdiri dari lapili
tuff. Berdasarkan mineralogi, plagioklas hadir paling banyak, sedikit piroksen, serta gelas vulkanik.
Berdasarkan analisis geokimia, batuan piroklatik periode sebelum pembentukan kaldera berjenis
basalt, berasal dari seri Kalk-Alkali, dan magma berinteraksi dengan kerak benua. Batuan piroklastik
selama pembentukan kaldera bersifat trakhit, berasal dari seri Shoshonitik, dan magma berinteraksi
dengan kerak benua. Batuan piroklatik setelah pembentukan kaldera bersifat basaltik trakhi-andesit,
seri magma tinggi Kalk-Alkali, dan magma berinteraksi dengan kerak benua. Melalui perhitungan
normatif metode CIPW, magma asal berada di kedalaman antara ±168 km - ± 211 km di bawah
permukaan bumi, terbentuk pada suhu 912-1250 0C dengan berat jenis batuan 2,48- 3,02 gram/cm3.

Kata kunci : Piroklastik, Gunung Rinjani, Petrogenesis, Kaldera, Magma.

I. PENDAHULUAN pembentukan kaldera, batuan yang


dihasilkan berupa material piroklastik.
Gunung Rinjani merupakan salah satu
Setelah kaldera terbentuk, batuan yang
gunungapi aktif yang ada di Indonesia.
dihasilkan berupa aliran lava dan piroklastik.
Terletak di Komplek Gunung Rinjani,
Piroklastik menyebar hampir ke segala arah
Kecamatan Aikmel, Kabupaten Lombok
pada setiap periode. Batuan produk erupsi
Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
periode pra kaldera menjadi penyusun
Gunung ini memiliki kaldera yang luas di
dinding kaldera Gunung Rinjani, batuan
tengahnya. Semenjak tahun 1847 hingga
produk sin-kaldera tersebar di Pulau
2016 tercatat telah terjadi aktivitas vulkanik
Lombok, sedangkan batuan produk erupsi
sebanyak 12 kali yang berpusat di tengah
periode pasca kaldera menyusun tubuh
kaldera Gunung Rinjani.
Gunungapi Barujari di tengah kaldera.
Gunung Rinjani yang merupakan
Maksud dari penelitian adalah untuk
stratovolcano dengan tubuh gunung yang
mempelajari produk letusan pembentuk
terdiri dari perlapisan hasil erupsi berupa
kaldera Gunung Rinjani melalui analisis
lava dan piroklastik. Sejarah letusan
petrologi, petrografi, dan geokimia.
dahsyatnya mampu memengaruhi iklim
Sedangkan tujuan penelitian adalah
dunia selama beberapa tahun. Pada masa
433
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
mengungkap perubahan karakteristik batuan IV. DATA DAN ANALISIS
dengan membandingkan batuan di setiap
Petrologi dan Petrografi
periode letusan.
Berdasarkan sifat fisik secara megaskopis,
II. KONDISI GEOLOGI REGIONAL umumnya batuan pada ketiga periode
Menurut peta geologi regional Pulau termasuk ke dalam Lapili Tuf berdasarkan
Lombok yang disusun oleh Mangga et al. klasifikasi Fisher (1966), berbentuk
(1994), daerah penelitian termasuk dalam subangular hingga subrounded. Batuan
kawasan Batuan Gunungapi Tak piroklastik pra kaldera umumnya berwarna
Terpisahkan yang diduga berasal dari Pusuk, segar abu-abu atau abu-abu gelap, warna
Nangi, dan Gunung Rinjani. Terdiri dari lapuk coklat keabuan atau abu-abu dan
breksi, lava dan tuf. tampak struktur vesikuler dengan rongga
membulat. Batuan piroklastik syn kaldera
Letusan Gunung Rinjani yang diketahui umumnya memiliki warna segar putih atau
sejak tahun 1847 hingga 2015 dan tercatat putih keabuan, warna lapuk putih
telah berlangsung 12 kali. Letusan umumnya kecoklatan, krem, atau coklat dengan
menghasilkan lava dan jatuhan piroklastik struktur vesikuler berongga pipih
(Tabel 1). Proses pembentukan kaldera dan memanjang. Batuan piroklastik pasca
gunungapi di tengah kaldera dijelaskan pada kaldera umumnya memiliki warna segar
tabel 2. abu-abu kehitaman, warna lapuk abu-abu
kehitaman dan tampak struktur vesikuler
III. SAMPEL DAN METODE dengan rongga membulat.
PENELITIAN
Analisis petrografi menunjukan komposisi
Penelitian lapangan berupa pengambilan kandungan mineral dan sifat optik mineral
sampel dilakukan pada material yang masih yang terkandung secara mikroskopis. Secara
segar pada setiap singkapan agar terhindar mikroskopis batuan piroklastik berwarna
bagian yang teroksidasi. Terdapat 26 titik coklat kekuningan, colourless, atau hitam
pengamatan yang tersebar di Pulau Lombok. keabuan. Batuan memiliki derajat kristalisasi
Sampel diambil sebanyak 10 conto pada hipokristalin, hubungan antar kristal
setiap periode letusan agar selanjutnya dapat ekuigranular hingga inekuigranular, bentuk
digunakan sebagai data dalam penyusunan kristal anhedral hingga subhedral, bentuk
laporan penelitian. Adapun metode mineral hipidiomorf, dan struktur vesikuler
pengambilan sampel yaitu channel sampling yang terlihat pada seluruh sayatan.
pada lereng kaldera serta coning and
quartering pada bagian tengah kaldera. Pada batuan piroklastik periode pra kaldera
plagioklas berjumlah 20-57% berjenis
Pengolahan data di laboratorium yang andesin, labradorit, atau bitonit, piroksen
dilakukan meliputi analisis petrografi dari hadir 2-19% berupa hipersten dan augit,
sayatan tipis di Laboratorium Petrologi dan mineral opak berupa magnetit 5-37%, serta
Mineralogi Geologi Unpad, analisis mineral lain dengan jumlah sedikit seperti
geokimia menggunakan metode XRF alkali feldspar, kuarsa, biotit, amfibol, atau
dilakukan di Laboratoriun Pusat Survei olivin. Gelas vulkanik, dan litik juga hadir
Geologi, Bandung, serta pekerjaan lainnya pada batuan. Beberapa sayatan mengalami
yang dianggap perlu. Analisis data ubahan mineral sekunder berupa klorit atau
dilakukan untuk interpretasi hasil penelitian mineral lempung. Tekstur batuan khas yaitu
yang menghasilkan genesa pembentukan zoning, inklusi, dan intersertal. Zoning
batuan. oskilatori pada plagioklas hadir di seluruh
sayatan tipis batuan yang menandakan
adanya asimilasi magma yang sifatnya
berbeda-beda. Pada sampel Pra 7 terlihat

434
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
inklusi piroksen oleh amfibol secara total. Berdasarkan petrografi ketiga periode,
Tekstur intersertal hadir pada beberapa perbedaan kehadiran plagioklas dan
sampel dimana ruang antar mikrolit piroksen menunjukan bahwa komposisi
plagioklas diisi oleh gelas vulkanik (gambar penyusun batuan berbeda-beda. Selama
1). tubuh Gunung Rinjani terbentuk, yaitu pada
pra kaldera, komposisi plagioklas lebih
Pada batuan piroklastik periode syn kaldera
tinggi Ca dilihat dari jenis plagioklasnya
hadir plagioklas sebanyak 15-38% berjenis
(gambar 4). Hipersten yang kaya
andesin, kuarsa 5-15%, mineral opak 4-18%
magnesium, serta augit yang memiliki gugus
berjenis pirit dan magnetit, serta mineral lain
Ca juga hadir. Berbeda dengan komposisi
dengan jumlah sedikit seperti alkali feldspar,
syn kaldera yang tidak ditemukannya
piroksen (augit-aegirin), biotit, atau amfibol.
ortopiroksen, namun hadir augit-aegirin
Gelas vulkanik, dan litik juga hadir pada
yang memiliki gugus Na pada mineralnya
batuan. Beberapa sayatan mengalami ubahan
(gambar 5). Plagioklas yang ditemukan
mineral sekunder berupa mineral lempung.
berupa andesin yang berkomposisi lebih
Tekstur batuan khas yaitu zoning, subofitik,
sodik. Gelas vulkanik hadir paling tinggi di
dan inklusi. Zoning oskilatori pada
fase ini. Setelah kaldera terbentuk, hadir
plagioklas hadir di seluruh sayatan tipis
sedikit klinopiroksen, serta augit yang lebih
batuan. Tekstur subofitik pada sayatan tipis
banyak. Plagioklas yang ditemukan berupa
kode Sin 3b* hadir karena mikrolit
andesin dan labradorit, sedangkan gelas
plagioklas menutupi atau mengelilingi
vulkanik lebih sedikit (gambar 6).
beberapa sisi piroksen. Pada sampel Sin 3a
dan Sin 7 terlihat inklusi plagioklas oleh Geokimia
biotit secara total (gambar 2).
Analisis geokimia menggunakan metode
Pada batuan piroklastik periode pasca XRF menghasilkan persen unsur kimia
kaldera mineral yang hadir adalah oksida seperti SiO2, TiO2. Al2O3, Fe2O3,
plagioklas 15-38% berjenis andesin dan MnO3, CaO, MgO, Na2O, K2O dan P2O5
labradorit, piroksen 5-15% berjenis (tabel 3). Hasil analisis ini akan menentukan
hipersten dan augit, mineral opak 4-18% karakteristik magma setiap periode.
berjenis pirit, mineral lain hadir sedikit Berdasarkan data kimia batuan maka dapat
seperti alkali feldspar, mineral opak, dan diketahui jenis magma, seri magma, asal
olivin. Gelas vulkanik, dan litik juga hadir magma, kedalaman zona Benioff, serta
pada batuan. Tekstur khas yang hadir kehadiran mineral normatif.
diantaranya glomeroporfiritik, pilotasitik,
dan subofitik. Tekstur glomeroporfiritik Jenis Batuan Berdasarkan Kandungan
menunjukan terkumpulnya plagioklas dan Alkali Total dan Silika
piroksen menjadi satu kumpulan kristal atau Diagram Total Alkali Silika (TAS) yang
biasa disebut glomerokristal. Tekstur digunakan yaitu diagram biner Le Bas, dkk
pilotasitik pada sampel Pasca 9 dan Pasca 14 (1986). Batuan piroklastik pra kaldera
yang menunjukan mikrolit plagioklas umumnya bersifat basalt, kecuali pada
memiliki orientasi yang teratur dan sampel Pra 1, Pra 2, Pra 5, dan Pra 7 yang
membentuk pola aliran. Adapun tekstur bersifat Trachy-andesite dan Trachyte.
subofitik pada beberapa sayatan tipis yang Batuan piroklastik syn kaldera bersifat
menunjukan pembentukan feldspar dan Trachyte, kecuali sampel Sin 5 yang bersifat
piroksen cenderung bersamaan karena Trachy-andesite. Batuan piroklastik pasca
mikrolit plagioklas tidak sepenuhnya kaldera seluruhnya bersifat Basaltic Trachy-
menutupi atau mengelilingi piroksen andesite (gambar 7).
(gambar 3). Tekstur zoning dan sieve juga
hadir pada sayatan.

435
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Seri Magma Pembentuk Batuan pada jalur Benioff. Hutchinson (1973)


menyusun rumus berdasarkan kandungan
Dalam menentukan seri magma, Irvine
SiO2 dan K2O dalam menentukan kedalaman
Baragar (1971) membagi seri batuan
zona Benioff. Rumus yang digunakan adalah
menjadi seri tholeitik dan seri calc-alkaline
sebagai berikut :
dengan menggunakan diagram segitiga
AFM. Berdasarkan diagram tersebut, batuan h = [320-(3.65 x %SiO2)] + (25.52 x
piroklastik pra kaldera termasuk ke dalam %K2O) .........................................(1)
seri toleitik, kecuali pada sampel Pra 2, Pra
*h : kedalaman vertikal magma
5, dan Pra 7 yang masuk ke dalam seri
magma calc-clkaline. Batuan piroklastik syn Perhitungan kedalaman magma ini
kaldera termasuk seri magma calc-alkaline, digunakan untuk jalur Benioff yang
hal yang serupa juga terjadi pada batuan memiliki bentuk penujaman ideal.
piroklastik pasca kaldera (gambar 8). Berdasarkan perhitungan di atas, batuan
piroklastik pra kaldera diperkirakan
Seri magma juga diklasifikasikan oleh
memiliki kedalaman zona Benioff 168,5 -
Peccerillo dan Taylor (1976) berdasarkan
211,1 km di bawah permukaan bumi. Batuan
kandungan K2O dan SiO2. Berdasarkan
piroklastik syn kaldera memiliki kedalaman
klasifikasi, batuan piroklastik pra kaldera
zona Benioff 192,5 – 207,04 km di bawah
termasuk seri calc-alkaline berjenis basalt,
permukaan bumi, sedangkan batuan
kecuali sampel Pra 2, Pra 5, dan Pra 7 yang
piroklastik pasca kaldera memiliki
termasuk jenis Shoshonitic Banakit. Batuan
kedalaman zona Benioff 181,6 - 185,7 km di
piroklastik syn kaldera umumnya termasuk
bawah permukaan bumi.
ke seri Shoshonitic Banakit, kecuali sampel
Sin 5 yang berjenis High-K calc-alkaline Perhitungan Normatif Komposisi Mineral
Andesit. Seluruh batuan piroklastik periode Batuan Berdasarkan Metode CIPW
setelah pembentukan kaldera termasuk ke
seri high-K calc-alkaline dengan jenis high- Perhitungan normatif komposisi mineral
K calc-alkaline Basaltik Andesit (gambar 9). batuan berdasarkan metode CIPW dilakukan
untuk mengetahui kemungkinan terdapatnya
Penentuan Asal Magma suatu mineral yang secara megaskopis dan
mikroskopis tidak dapat teramati.
Sifat tersebut dapat dibagi menjadi dua
Berdasarkan hasil perhitungan 10 oksida
berdasarkan asal batuan yang berinteraksi
magma, didapatkan persentase normatif
dengan magma, yaitu kontinen atau
komposisi mineral batuan.
samudra. Pearce, dkk (1977) menentukan
asal suatu magma dari kandungan K2O, Hasil dari perhitungan, komposisi mineral
TiO2, dan P2O5 (gambar 10). batuan piroklastik pra kaldera mencirikan
sifat basa. Hal ini dicirikan oleh kehadiran
Dari hasil persebaran titik pada diagram,
ortoklas, diopsid, hipersten, ilmenit,
diketahui magma pembentuk batuan
magnetit, apatit. Rendahnya kehadiran
piroklastik Gunung Rinjani berinteraksi
kuarsa pada batuan juga menjadi penciri
dengan kerak benua, baik dari periode
lingkungan basa. Batuan piroklastik syn
sebelum, selama, maupun setelah
kaldera bersifat lebih asam. Hal ini dicirikan
terbentuknya kaldera. Dalam hal ini kerak
nilai kuarsa yang tinggi, namun kelompok
benua yang berinteraksi dengan Gunung
ortopiroksen yang rendah. Batuan
Rinjani adalah lempeng Eurasia.
piroklastik pasca kaldera mencirikan sifat
Hubungan Zona Benioff Dengan basa. Hal ini dicirikan oleh hadirnya kuarsa,
Kedalaman Magma Asal plagioklas, ortoklas, diopsid, hipersten,
ilmenit, magnetit, dan apatit. Sifat basa
Kandungan potasium dan silika memiliki
periode sebelum dengan setelah
hubungan terhadap kedalaman magma asal
pembentukan kaldera dibedakan oleh
436
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
persentase kuarsa, ortopiroksen, dan kandungan K2O yang paling rendah diantara
klinopiroksennya. periode lain.
Pendugaan Suhu Magma dan Berat Jenis Pada berikutnya selama kaldera terbentuk,
Batuan penujaman terus terjadi. Proses partial
melting menyebabkan pasokan magma
Berdasarkan perhitungan density and
meningkat. Dapur magma terisi lebih
temperature calculation pada CIPW Norm.
banyak magma yang telah mengalami
Calculator, besarnya suhu magma pada saat
diferensiasi akibat pengaruh batuan
batuan terbentuk dan berat jenis batuan
samping. Sifat magma berubah menjadi
dapat diketahui. Berdasarkan perhitungan
lebih asam.
normalisasi seperti yang ditunjukan pada
tabel 4.12, batuan piroklastik pra kaldera Ketika gunung tidak lagi pada fase
terbentuk pada suhu 941 - 1250 0C dengan kesetimbangan, terjadi erupsi bersifat
berat jenis batuan 2,73 - 3,02 gram/cm3. desktruktif atau mengancurkan tubuh
Batuan piroklastik syn kaldera memiliki gunungapi dan membentuk lubang besar di
suhu dan berat jenis yang lebih rendah, yaitu tengah gunung berupa kaldera. Kejadian ini
912 - 10090C dengan berat jenis batuan yang sering disebut dengan letusan
2,73- 2.81 gram/cm3. Batuan piroklastik parosisma Gunung Rinjani Tua (Samalas).
periode pasca kaldera terbentuk pada suhu
Pada kondisi terakhir, yaitu setelah kaldera
dan berat jenis yang hampir seragam, yaitu
terbentuk, aktivitas gunungapi berada di
suhu 1112 - 11330C dan berat jenis 2,88 –
dalam kaldera, yaitu di Gunung Barujari dan
2,90 gram/cm3
Gunung Rombongan. Magma sekarang
V. DISKUSI bersifat intermediet.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikaitkan VI. KESIMPULAN


antara proses pembentukan batuan pada
Berdasarkan analisis petrologi, sampel
ketiga periode mulai dari sebelum-selama-
batuan piroklastik Komplek Gunung Rinjani
setelah kaldera terbentuk. Dalam
terdiri dari lapili tuff. Berdasarkan
pembentukan kepundan gunungapi hingga
mineralogi, plagioklas hadir paling banyak,
ke fase letusan besar yang menghasilkan
sedikit piroksen, serta gelas vulkanik.
kaldera, terjadi peningkatan kandungan
Keberadaan olivin, amfibol, biotit, atau
silika, namun hal ini tidak terjadi pada
kuarsa tidak selalu ada pada batuan.
Gunung Rinjani. Fluktuasi persentase silika
Berdasarkan analisis geokimia, batuan
pada batuan piroklastik sebelum
piroklatik periode sebelum pembentukan
pembentuka kaldera, baik secara petrografi,
kaldera berjenis basalt, berasal dari seri
maupun geokimia diperkirakan karena
Calc-Alkaline, dan magma berinteraksi
terjadi aktivitas lain berupa pembentukan
dengan kerak benua. Batuan piroklastik
kerucut Rinjani muda di timur bagian timur
selama pembentukan kaldera bersifat trakhit,
setelah kepundan Gunung Rinjani terbentuk.
berasal dari seri Shoshonitik, dan magma
Kemungkinan peningkatan silika terjadi
berinteraksi dengan kerak benua. Batuan
pada fase ini.
piroklatik setelah pembentukan kaldera
Dengan menghubungkan kondisi batuan dan bersifat basaltik trakhi-andesit, seri magma
magma, maka dapat perubahan aktivitas High Calc-Alkaline, dan magma berinteraksi
gunungapi pada ketiga periode. Pada fase dengan kerak benua. Melalui perhitungan
sebelum pembentukan kaldera, Gunung normatif metode CIPW, magma asal berada
Rinjani Tua memiliki magma basalt toleitik di kedalaman antara ±168 km - ± 211 km di
dengan kedalaman zona Benioff yang bawah permukaan bumi, terbentuk pada
dangkal. Hal ini ditandai juga dengan suhu 912-1250 0C dengan berat jenis batuan
2,48- 3,02 gram/cm3.

437
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
Secara tatanan geologi, magma pembentuk SAW, kedua orang tua dan keluarga atas
batuan piroklastik Komplek Gunung Rinjani segala dukungannya. Terima kasih kepada
berasal dari lempeng benua yang mengalami Ir. Heryadi Rachmat MM dan Prof. Ir. Mega
perubahan sifat dari basa, kemudian berubah F. Rosana, M.Sc., Ph.D. sebagai pebimbing
menjadi asam, dan menurun menjadi penulis. Dan terima kasih kepada pak
intermediet. Agung, bang Sahala, teh Beta, Roni
Permadi, pak Mutaharlin, serta berbagai
VII. UCAPAN TERIMA KASIH pihak yang ikut membantu dalam proses
Penulis menyampaikan terima kasih kepada penyusunan.
Allah SWT, junjungan Nabi Muhammad

DAFTAR PUSTAKA
Cross, W, Iddings J,P, Pirson L.V, and Washington H,S., 1930. Quantitative Classification of Igneous
Rock. Univ. Chicago Press.
Hutchison C. S., 1973. Tectonic Evaluation of Sundaland. Aphanerozoic Synthesis. Geol Soc.
Malaysia Bulletin p. 61-86.
Irvine, T. N. & Baragar, W. R. A., 1971. A Guide to The Chemical Classification of The Common
Volcanic Rocks. Canadian Journal of Earth Sciences 8, 523–548.
Le Bas, M. J., Le Maitre, R. W., Streckeisen, A. & Zanettin, B., 1986. A Chemical Classification of
Volcanic Rocks Based on The Total Alkali–Silica Diagram. Journal of Petrology 27, 745–750.
Pearce, T. H., Gorman, B. E. & Birkett, T. C., 1977. The Relationship Between Major Element
Geochemistry and Tectonic Environment of Basic and Intermediate Volcanic Rocks. Earth and
Planetary Science Letters 36, 121–132.
Peccerillo, A. & Taylor, S. R., 1976. Geochemistry of Eocene Calc-Alkaline Volcanic Rocks From the
Kastamonu Area, Northern Turkey. Contributions to Mineralogy and Petrology 58, 63–81.
R. V. Fisher & H. U. Schmincke, 1984. Pyroclastic Rocks. Berlin : Springer-Verlag.
Rachmat, H., Rosana, M.F., Wirakusumah, A.D., and Jabbar, G.A., 2016. Petrogenesis of Rinjani
Post-1257-Caldera-Forming-Eruption Lava Flows. Indonesian Journal on Geoscience, 3 (2),
p.107-126. DOI: 10.17014/ijog.3.2.107-126
Rachmat, H. 2016. Rinjani dari Evolusi Kaldera Hingga Geopark, GeoMagz Vol. 6 No. 1, Maret p 28-
33.
Rollinson, Hugh R., 1993. Using Geochemical Data : Evaluation, Presentation, Interpretation. John
Willey & Sons Inc : New York
Whitford, 1979. Classification of Igneous Rock by Silica. Dalam Rollinson, H. R. 1993. Using
Geochemical Data. John Willey & Sons Inc : New York

438
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

TABEL
Tabel 1. Sejarah letusan Gunung Rinjani (Rachmat, 2016).
Tahun kejadian Keterangan
1846 Gunung Api Rinjani dalam stadia fumarola, selanjutnya letusan yang terjadi
berlangsung di dalam Kaldera Rinjani (G. Barujari dan G. Rombongan/Mas).
1884 Asap dan nyala api tampak pada beberapa hari pertama bulan Agustus.
1901 1 Juni, pukul 23.00 terdengar suara ledakan, disertai hujan abu tipis di Mataram.
1906 April, pukul 21.15 terdengar suara ledakan.
1909 30 November, pukul 21.15 hujan abu di Lombok yang berlangsung hingga 2 Desember.
Setelah itu tampak kegiatan meningkat berupa asap tebal yang mengepul. Air sungai
tampak keruh.
1915 4 November tampak tiang asap.
1944 30 Mei terlihat asap di atas puncak G. Rinjani. Menurut Petroeschevsky kegiatan mulai
pada 25 Desember 1943.
Pukul 16.00 terdengar suara gemuruh yang disusul dengan hembusan asap tebal. Pada
malam hari tampak sinar api dan kilat sambung-menyambung. Gempa bumi terasa
terjadi antara 25 - 30 Desember disertai suara gemuruh. Hujan abu turun selama 7 hari
dengan lebatnya, merusak tanaman dan rumah.
G. Rombongan atau G. Mas muncul dari dalam danau (2110 m) yang berada di kaki G.
Barujari sebelah baratlaut, melebar ke utara dan barat. Mitrohartono (1969)
menghitung, bahwa jumlah bahan baru yang dikeluarkan waktu itu adalah sebanyak lk.
7,4 x 107 m3. Kusumadinata (1969, 1973) dengan menggunakan rumus Yokoyama
(1956 - 1957) telah menghitung Energi Kalor yakni 2,3 x 10 24 erg, sedangkan
Kebesaran Letusan adalah 8,98 dan Kesetaraan Bom Atomnya 273,8.
1966 28 Maret Pulau Lombok digoncang gempabumi. Sejak itu terdengar suara dentuman
berasal dari Segara Anak.
21 Mei terlihat dari puncak G. Punduk, bahwa di sebelah selatan kepundan G. Baru
tempak ke luar pasir dari dasar Segara Anak menuju ke utara dan melebar ke barat dan
timur. Persentuhan pasir panas dengan air Segara Anak menyebabkan terjadinya suatu
kukusan, asap mengepul. Kusumadinata (1969), mengatakan bahwa yang disebut pasir
panas ini pada hakekatnya adalah lava baru yang muncul di lereng G. Barujari sebelah
timur, yang mencapai Segara Anak di utara dan Segara Endut di selatan. Mitrohartono
(1969) telah menghitung luas penyebaran lava sebesar 954.350 m2 dan isi 6,6. 106 m3.
Kusumadinata (1969) menghitung Energi Kalornya ialah 2,1. 10 21 erg, Kebesaran
Letusan 6,44 dan Kesetaraan Bom Atom 250,0.
1994 4 Juni, pkl. 02.00 WITA terjadi suatu ledakan sangat kuat yang berasal dari dalam
Kaldera Rinjani, terdengar hingga di Desa Sembalun. Pukul 08.00 terlihat asap hitam
tebal membumbung ke udara mencapai tinggi 400 m dari puncak G. Plawangan. Pada 6
Juni, pkl 17.40 Wita terjadi hujan abu di sekitar Pos Pengamatan dengan ketebalan
endapan 2 - 3 mm. Titik letusan mengambil tempat di G. Barujari dan berlangsung
hingga awal bulan Januari 1995. Letusan tersebut tidak menyebabkan korban jiwa,
hanya petani bawang di Sembalun gagal panen karena rusak oleh hujan abu. Volume
material letusan sebesar 15.036.405,07 m3, dengan energi termal sekitar : 4,7 X
1023 erg.
2004 Terjadi letusan abu pada bulan oktober dan diakhiri aliran lava yang berasal dari lereng
utara G. Barujari.
2009 Tanggal 2 Mei 2009 pukul 16.01 WITA terjadi letusan asap berwarna coklat pekat
mencapai ketinggian 1000 meter di atas titik letusan Gunung Barujari disertai suara
dentuman lemah. Aliran lava mengalir dari titik letusan masuk ke dalam Danau Segara
Anak.
2015 25 Oktober 2015 pukul 10.04 WITA terjadi erupsi awal dengan kolom abu setinggi lk.
200 m yang berasal dari lereng utara G. Barujari (sama dengan pusat letusan 2004 dan
2009) yang terus berlangsung sampai munculnya aliran lava ke arah utara menutup
sebagian aliran lava 2009 sampai dinyatakan aktif normal 19 Januari 2016.

439
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Tabel 2. Sejarah Pembentukan Kaldera dan Gunungapi Barujari (Rachmat, dkk, 2016)

Jenjang kesatu (pra kaldera)


Gunung Rinjani Tua awalnya memiliki ketinggian ±4.000
m dpl. yang terjadi pada kala Plistosen (jauh lebih tua dari
12.000 tyl), kemudian diikuti letusan awal
Jenjang kedua (pra kaldera)
Terbentuk Gunungapi baru muncul di sisi timur Rinjani
Tua pada ± 6000 tyl) dan membentuk kerucut Rinjani
Muda
Jenjang ketiga (syn kaldera)
terjadi letusan dahsyat (paroksisma) dari kerucut Rinjani
Tua yang terjadi pada abad ke-13 (tahun 1257)
menghasilkan Kaldera Rinjani yang berukuran ± 7,5 x 6
km
Jenjang keempat (pasca kaldera)
Pasca letusan tahun 1257 Terjadi kembali letusan dari
kawah Gunung api Rinjani Muda (kawah Muncar) yang
berada di sisi timur Kaldera Rinjani.
Jenjang kelima (pasca kaldera)
Selanjutnya kaldera terisi air membentuk Danau Segara
Anak, bersamaan dengan pembentukan kerucut G.
Barujari, G. Rombongan, dan G. Anak Barujari yang
berlanjut letusannya dari lereng timur G. Barujari dan
berakhir akhir Desember 2015.

Tabel 3. Persen elemen utama pembentuk batuan piroklastik berdasarkan uji XRF Rinjani dalam wt %
(elemen utama belum dinormalisasi).
Sampel Pra 1 Pra 2 Pra 3 Pra 5 Pra 7 Pra 9 Pra 11 Pra 13 Pra 14 Pra 15
wt%
SiO2 38.00 63.87 48.06 62.08 60.82 47.15 48.20 48.70 50.40 47.10
TiO2 1.48 0.62 0.98 0.56 0.60 1.02 0.45 1.03 1.03 1.08
Al2O3 19.74 15.87 17.12 14.07 14.82 17.34 18.78 17.99 17.16 17.07
Fe2O3 5.61 1.6 3.79 1.7 1.79 4.14 3.82 4.1 3.68 4.28
FeO 11.77 3.36 7.96 3.57 3.76 8.69 8.02 8.61 7.73 8.98
MnO 0.23 0.14 0.21 0.15 0.15 0.17 0.19 0.21 0.19 0.21
CaO 6.71 3.04 10.76 4.58 4.46 9.14 9.71 9.36 10.01 11.45
MgO 2.67 1.20 3.26 1.98 1.59 4.23 4.32 3.60 3.54 4.36
Na2O 1.11 3.65 2.47 3.60 3.75 2.16 2.31 2.35 2.71 2.19
K2O 0.30 4.87 1.43 4.29 4.38 0.94 1.07 1.03 1.53 1.23
P2O5 0.30 0.22 0.22 0.25 0.24 0.22 0.21 0.25 0.26 0.21
LOI 11.21 1.29 2.67 2.67 2.87 3.67 1.9 2.35 1.53 1.16
Total 99.13 99.73 98.93 99.49 99.23 98.87 98.98 99.58 99.77 99.32
Na2O+K2O 1.41 8.52 3.90 7.89 8.13 3.10 3.38 3.38 4.24 3.42

440
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
Sampel Sin 1A Sin 1B Sin 1C Sin 3A Sin 3B Sin 5 Sin 6A Sin 6B Sin 7 Sin 9
wt%
SiO2 61.82 63.78 63.03 54.04 64.02 58.91 61.96 61.20 63.84 63.92
TiO2 0.59 0.51 0.56 0.65 0.51 0.65 0.54 0.56 0.53 0.51
Al2O3 14.59 13.82 14.06 13.30 13.88 14.57 14.03 13.80 14.13 13.96
Fe2O3 1.83 1.56 1.65 2.09 1.48 2.11 1.64 1.68 1.57 1.48
FeO 3.85 3.28 3.46 4.39 3.11 4.43 3.45 3.53 3.29 3.11
MnO 0.23 0.14 0.13 0.16 0.13 0.15 0.14 0.14 0.14 0.13
CaO 4.60 3.55 4.19 4.10 3.49 5.81 3.98 4.13 3.79 3.62
MgO 1.84 1.29 1.48 1.35 1.30 2.46 1.60 1.60 1.48 1.30
Na2O 3.78 3.73 3.59 2.60 3.54 3.51 3.76 4.86 3.89 3.97
K2O 4.16 4.68 4.42 4.02 4.73 3.43 4.34 4.27 4.50 4.68
P2O5 0.25 0.22 0.22 0.18 0.19 0.26 0.23 0.10 0.22 0.19
LOI 1.76 2.89 2.65 12.96 3.02 2.84 3.66 2.99 1.94 2.45
Total 99.30 99.44 99.44 99.84 99.41 99.12 99.33 98.85 99.32 99.32
Na2O+K2O 7.94 8.41 8.01 6.62 8.27 6.94 8.10 9.13 8.39 8.65

Sampel Pasca 1 Pasca 4 Pasca 5 Pasca 6 Pasca 8 Pasca 9 Pasca 10 Pasca 11 Pasca 14 Pasca 15
wt%
SiO2 54.83 54.82 55.04 54.92 55.18 55.18 54.69 54.66 53.92 54.25
TiO2 0.75 0.73 0.72 0.72 0.72 0.73 0.73 0.75 0.75 0.78
Al2O3 16.84 16.94 17.02 17.02 16.90 16.85 17.02 16.77 16.74 16.78
Fe2O3 2.86 2.89 2.75 2.77 2.77 2.78 2.82 2.92 3.05 3.07
FeO 6.01 6.07 5.78 5.82 5.81 5.84 5.92 6.13 6.41 6.44
MnO 0.16 0.16 0.15 0.16 0.16 0.16 0.16 0.17 0.17 0.17
CaO 9.12 8.98 9.03 9.19 9.00 9.09 9.31 9.13 9.13 9.34
MgO 2.80 2.84 2.68 2.62 2.61 2.63 2.63 2.91 2.91 3.02
Na2O 3.42 3.52 3.49 3.48 3.49 3.45 3.41 3.43 3.43 3.26
K2O 2.48 2.42 2.46 2.49 2.54 2.53 2.48 2.45 2.45 2.35
P2O5 0.21 0.20 0.19 0.20 0.20 0.20 0.21 0.20 0.20 0.20
LOI - - - - - - - - - -
Total 99.48 99.57 99.31 99.38 99.38 99.44 99.38 99.52 99.16 99.66
Na2O+K2O 5.90 5.94 5.95 5.97 6.03 5.98 5.89 5.88 5.88 5.61

GAMBAR

Gambar 1. Tekstur zoning oskilatori dan sieve pada plagioklas (kiri), inklusi piroksen pada amfibol
(tengah), tekstur intersertal (kanan).

Gambar 2. Tekstur zoning pada plagioklas (kiri), tekstur subofitik (tengah), inklusi plagioklas pada
biotit (kanan).
441
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 3. Tekstur glomeroporfitik (kiri), tekstur pilotasitik (tengah), tekstur subofitik (kanan).

60 57 52
50 42 42 44 4343
39 37 40 38 39 3735
% Total Plagioklas

40 35 3535
30 28 30 30
30 25 25
20 20 20 20 22
20 15 17

10
0

sin 5

sin 7
sin 9
pra 11
pra 13
pra 14
pra 15

pasca 10
pasca 11
pasca 14
pasca 15
pra 1
pra 2
pra 3
pra 3*
pra 5
pra 7
pra 9

sin 1a

sin 3a

sin 3b*

sin 6a

pasca 1
pasca 4
pasca 5
pasca 8
pasca 9
sin 1b
sin 1c

sin 3b

% Kode Sampel

Gambar 4. Persentase Total Kandungan Plagioklas Batuan Piroklastik

25

20

15 8 6 14
5 7 12
% Piroksen

1212 12 12
10 10 10 13 10
8 15
5 11 1212 10
3 8 7 7 7 5 8 5 6 6 5
2 4 4 2 2 2
5
2 4 5 4 5 6
0
sin 5

sin 7
sin 9

pasca 10
pasca 11
pasca 14
pasca 15
pra 3*

pra 11
pra 13
pra 14
pra 15

pasca 1
pasca 4
pasca 5
pasca 8
pasca 9
sin 1a

sin 3a

sin 3b*

sin 6a
pra 1
pra 2
pra 3

pra 5
pra 7
pra 9

sin 1b

sin 3b
sin 1c

% Kode Sampel
Opx Pra Kaldera Cpx Pra Kaldera
Opx Sin Kaldera Cpx Sin Kaldera
Gambar 5. Persentase Total Kandungan Piroksen Batuan Piroklastik

70 65
60 54
% Gelas Vulkanik

50 45 45 42
3838 4040 43
40 35 35
27
30 25 22
17 20 18 18 17 1515
20
10 10 12 10 10 13
10 2 2
0
sin 5

sin 7
sin 9
pra 3*

pra 11
pra 13
pra 14
pra 15

pasca 10
pasca 11
pasca 14
pasca 15
pra 1
pra 2
pra 3

pra 5
pra 7
pra 9

pasca 4
pasca 5
pasca 8
pasca 9
sin 1a
sin 1b
sin 1c
sin 3a
sin 3b
sin 3b*

pasca 1
sin 6a

% Kode Sampel
Gambar 6. Persentase Total Kandungan Gelas Vulkanik Batuan Piroklastik
442
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 7. Jenis batuan piroklastik berdasarkan klasifikasi Le Bas (1985).

Gambar 8. Seri magma batuan piroklastik Gunung Rinjani berdasarkan diagram AFM (Irvine
Baragar, 1971).

Gambar 9. Seri magma batuan piroklastik Gunung Rinjani berdasarkan Peccerillo & Taylor (1976).

443
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 10. Penentuan asal magma batuan piroklastik Gunung Rinjani pada Diagram Pearce (1977).

444

Anda mungkin juga menyukai