Anda di halaman 1dari 25

NAMA : ANDI BHASKARA JAYA PRAWIRA

NIM : R1C117048

MATA KULIAH : GEOLOGI SULAWESI

TUGAS : REVIEW JURNAL

REVIEW JURNAL 1

Judul Artikel Jenis Cadangan Emas Orogenik Ber-Batu Metamorf


Sebagai Sumber Emas Langkowala Placer, Bombana,
Sulawesi Tenggara
Penulis Fadlin, Warmada W,Nur I, Idrus.A
Nama Jurnal Jurnal Geologi Indonesia
Volume, Issue, Tahun, Vol. 6, 1 Maret 2011, 43-49
Halaman
Reviewer Andi bhaskara Jaya Prawira(R1C117048)
Tanggal Reviewer 22 Januari 2021
LatarBelakang Pada tahun 2008 ditemukan emas letakan di daerah
Langkowala (Bombana), Sulawesi Tenggara, Indonesia, dan
lebih dari 60.000 penambang emas telah beroperasi pada
awal tahun 2009 dengan lubang vertikal dan mendulang di
sungai-sungai. Kadar emas letakan berkisar antara 40 sampai
140 g / t. Tataan geologi lokal menunjukkan bahwa endapan
letakan tidak berasal dari endapan emas hidrotermal yang
berhubungan dengan batuan vulkanik seperti epitermal,
skarn, dan porfiri. menjelaskan kemungkinan tipe endapan
primer sebagai sumber emas letakan di Langkowala
(Bombana). Data lapangan menunjukkan bahwa endapan
emas letakan berhubungan dengan urat / uratan kuarsa dalam
batuan metamorf, khususnya sekis mika dan metasedimen di
daerah tersebut.
Maksud Penelitian
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui jenis cadangan Emas Orogenik Ber-Batu
Metamorf Sebagai Sumber Emas Langkowala Placer
Bahan/ PeralatanPenelitian X-Ray Fluorescence,
Prosedur/ Metode Jurnal ini menggunakan pendekatan kuantitatif pada
penelitiannya seluruh data yang terkumpul kemudian di
analisis dengan metode geokimia dengann menggunakan X-
Ray Fluorescence
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan Sumber primer emas sekunder (placer) Kawasan
Langkowala merupakan jenis deposit emas orogenik bentuk
urat / urat kuarsa yang dicukur / cacat dihosting oleh batuan
metamorf, terutama sekis mika dan metasediments (anggota
Pompangeo Complex; Ptpm) menempati Gunung Rumbia
yang meliputi Gunung Wumbubangka di selatan dan
mungkin Barisan pegunungan metamorf Mendoke di utara.

Keunggulan -Penulis dapat mengembangkan point pont kecil


-menyertakan diskusi
- menyertakan referensi

Kekurangan Metodologi yang digunakan belum dijelaskan secara rinci

REVIUW JURNAL 2

Judul Artikel Makalah Ilmiah


Nama Jurnal
Profil Endapan Laterit Nikel Di Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi
Sulawesi Tenggara (Profile Of Nickel Laterits In Pomalaa, Kolaka
Regency, Southeast Sulawesi Province
penulis
1. Hashari Kamaruddin1
2. Riko Ardiansyah I.K
3. Mega F. Rosana
4. Nana Sulaksana
5. Euis Tintin Y
Volume,Issue,Tahu Volume (13)
n,Halaman Issue (-)
Tahun (2018)
Halaman ( 84-105)
Reviuwer Andi Bhaskara Jaya Prawira (R1C117048)
Tanggal Reviuwer 22 Januari 2021
Latar Belakang Daerah tersebut secara geologi termasuk ke dalam Kompleks Ofiolit
di lengan tenggara Sulawesi yang merupakan bagian dari Ofiolit
Sulawesi Timur (OST). Ofiolit sendiri berasal dari bahasa Yunani,
merupakan terminologi yang telah lama digunakan pada batuan
ultramafik. Pada awalnya ofiolit (ophi = ular) digunakan untuk batuan
serpentinit yang menunjukkan kilap menyerupai sisik kulit ular.
Kemudian secara lebih spesifik digunakan untuk batuan ultramafik
terserpentinisasi sebelum akhirnya digunakan sebagai terminologi
asosiasi kerabat batuan mafik, ultramafik dan sedimen laut dalam
(pelagic sediments) yang didominasi ultramafik dengan dominasi
utama selalu berupa peridotit (serpentin) bersama subordinat gabro,
diabas atau norit maupun batuan-batuan yang berhubungan lainnya
(Ahmad 2008; Van Leeuwen and Pieters 2011; Martosuwito 2012;
Surono 2013).
Maksud Penelitian Penelitian mengenai pembentukan endapan nikel laterit telah banyak
dilakukan diantaranya oleh (Golightly, 1981; Brand, Butt dan Elias,
1998; Freyssinet dkk., 2005; Ahmad, 2008; Thorne, Roberts dan
Herrington, 2012; Butt dan Cluzel, 2013). Endapan nikel laterit
didefinisikan sebagai sisa tanah/residu dari hasil proses pelapukan
panjang, melalui proses pelapukan kimiawi dan pengayaan supergen,
utamanya dari batuan ultramafik di bawah kondisi suhu yang cukup
panas dan curah hujan yang cukup tinggi dan dikontrol oleh
pergerakan fluktuatif muka air tanah pada saat pembentukannya.
Pencucian unsur bergerak (mobile) dalam batuan ultramafik seperti
silika dan magnesium men yebabkan konsentrasi sisa/residu pada
unsur tidak bergerak (immobile) seperti besi, nikel dan kobalt.
Tujuan Penelitian untuk mengetahui profil dan zonasi endapan laterit nikel Pomalaa baik
secara lateral maupun vertikal, sehingga dapat menjadi acuan dalam
mengembangkan penelitian dan pemanfaatan endapan laterit nikel di
Pomalaa khususnya dan lengan tenggara Sulawesi umumnya.
Bahan/Peralatan 1. GPS
Penelitian 2. Mikroskop optic
3. Mikroskop polarisasi
4. Alat bor
5. Peta dasar
Prosedur/Metode Penelitian dilakukan dengan melakukan pemetaan dan pengamatan
singkapan laterit, analisis petrografi dan analisis mineragrafi serta
analisis geokimia. Pemetaan dengan menggunakan GPS bertujuan
untuk memetakan sebaran zonasi laterit dan batuan dasar. Pemetaan
disertai pemercontoan singkapan untuk analisis petrogafi dan analisis
mineragrafi serta analisis geokimia. Hasil pemetaan kemudian
dikompilasi dengan data pengeboran untuk mengetahui kemenerusan
zonasi laterit secara vertikal. Analisis petrografi dan analisis
mineragrafi menggunakan mikroskop optik dilakukan untuk
mengidentifikasi komposisi mineral penyusun serta ubahan yang
dialami oleh batuan dasar di Pomalaa akibat lateritisasi. Analisis
dilakukan di Laboratorium Fisik Unit Geomin ANTAM,
menggunakan mikroskop polarisasi Nikon tipe ECLIPSE
LV.100.POL. Analisis geokimia data pengeboran menggunakan data
hasil eksplorasi ANTAM yang dilakukan dengan metode XRF dan
ICP-OES.
Hasil dan pembahas 1. geomorfologi
an Geomorfologi pada daerah penelitian dapat dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu: (i) Dataran Aluvial; (ii) Perbukitan Bergelombang
Rendah; (iii) Perbukitan Bergelombang Tinggi. Pada dataran aluvial
laterit tidak berkembang, hanya dijumpai erosi laterit yang
tertransportasi ke daerah tersebut. Pada bagian lereng bukit morfologi
perbukitan bergelombang dengan kelerengan >20° umumnya
keterdapatan zona lateritnya relatif tipis, akan tetapi pada bagian
perbukitan bergelombang relatif datar dengan kelerengan berkisar 10°
sampai dengan 15° zona laterit berkembang lebih baik (Gambar 6b).
Pada Zona Perbukitan Bergelombang Tinggi lateritisasi juga tidak
dapat berkembang dengan baik. Bahkan di beberapa tempat dapat
dijumpai singkapan batuan dasar yang muncul ke permukaan. Namun
demikian, di dataran yang relatif landai pada Zona Perbukitan
Bergelombang Tinggi tersebut masih dapat dijumpai lateritisasi
berkembang secara terbatas sebagaimana terlihat di bagian tengah
daerah Pomalaa.
2. Lateritisasi Nikel Pomalaa
Endapan laterit nikel Pomalaa secara keseluruhan memiliki lima
zonasi perlapisan. Dari atas ke bawah zonasi tersebut terbagi menjadi:
pedolit/tanah tutupan (top soil), limonit, transisi, saprolit dan batuan
dasar. Namun zona transisi hanya berkembang di bagian utara
Pomalaa berupa yellow limonite yang terdapat diantara zona limonit
(red limonite) dan zona saprolit.
3.Tanah Penutup
Disusun oleh material lepas berukuran pasir-lempung yang umumnya
berwarna coklat dengan kandungan organik yang tinggi dan oksida
besi berupa nodul-nodul Fe maupun tanah.
4. Zona Limonit
Hasil analisis geokimia menunjukkan zona ini memiliki kadar nikel
pada kisaran 0,4% sampai dengan 1,2% Ni dengan ketebalan 3 meter
sampai dengan 7 meter, namun pada beberapa tempat ketebalannnya
mencapai ~ 24 meter. Ketebalan zona limonit berkisar antara 2 meter
sampai dengan 7 meter di blok utara dan tengah sedangkan di blok
selatan dapat mencapai 25 meter.
5.Zona Transisi
Hasil analisis geokimia menunjukkan kandungan nikel zona transisi
berkisar antara 1,5% sampai dengan 2% Ni, lebih tinggi dibandingkan
zona red limonite di atasnya.
6. Zona Bantuan Dasar
Batuan dasar memperlihatkan intensitas rekahan sangat tinggi
berwarna abu kehijauan agak kusam, tekstur kasar-sedang, kompak,
tersusun oleh mineral olivin, piroksen serta layer halus mineral
serpentin. Urat silika dan garnierit umumnya berkembang mengisi
rekahan pada zona ini.
7. Profil Zonasi Laterit Pomalaa
Secara fisik, endapan nikel laterit yang berkembang pada Blok
Tambang Utara, Blok Tambang Tengah dan Blok Tambang Selatan
memperlihatkan ketebalan yang bervariasi, berdasarkan kenampakan
fisik, warna, tekstur dan mineralnya. Berdasarkan lokasi keterdapatan
dan karakteristik zonasi lateritnya, profil laterit endapan Pomalaa
selanjutnya dibagi menjadi tiga, yaitu: Blok Utara, Blok Tengah dan
Blok Selatan.
8. Profil Laterit Blok Tengah
Profil laterit pada bagian tengah (Blok Tengah) terdapat empat zona
laterisasi, yaitu: zona tanah penutup, zona limonit, zona saprolit dan
batuan dasar tanpa kehadiran zona transisi (Gambar 12). Penciri
utama Blok Tengah adalah urat-urat silika dengan tekstur boxwork
yang sangat mencolok berkembang dibandingkan Blok Utara maupun
Blok Selatan.
9. Profil Laterit Blok Selatan
Adapun penciri utama yang membedakan Blok Selatan dengan laterit
Pomalaa Blok Utara dan Blok Tengah adalah kelimpahan boulder-
boulder batuan ultramafik yaitu serpentinit dan harzburgit dengan
ukuran diameter mencapai lebih dari 2 meter pada zona saprolitnya.
10. Profil Geokimia
Profil geokimia endapan laterit Pomalaa merupakan cerminan dari
suatu kondisi bahwa perilaku/kecenderungan kimiawi unsur ke arah
dalam yang dipengaruhi oleh proses lateritisasi. Perilaku tersebut
dipengaruhi oleh mobilitas kimiawi unsurunsur pada profil laterit
nikel yang diketahui dari tingkat di mana unsur tertentu berpindah
(removed) akibat aliran air.

Kesimpulan Berdasarkan karakteristik zonasinya, profil laterit di Pomalaa


selanjutnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan sebaran
keterdapatannya, yaitu: Blok Utara, Blok Tengah dan Blok Selatan.
Dari profil geokimia masing-masing blok maka diduga pengayaan
(enrichment) Ni di Blok Utara terjadi tepat di bawah batas tengah
muka air tanah, sedangkan di Blok Tengah dan Blok Selatan
pengayaan Ni terbentuk 2 meter sampai dengan 3 meter di bawah
garis tersebut atau mendekati batas terbawah muka air tanah.
Intensifikasi lateritisasi diduga meningkat dari blok selatan ke arah
Blok Utara.
Keunggulan 1. Memaparkan secara jelas isi dari penelitian
2. Pembaca mudah memahami maksud dan tujuan penelitian
3. Menyertakan refernsi
Kekurangan 1. Tidak memiliki issue
2. Metodelogi yang digunakan belum di jelaskan secara rinci
3. Peneliti tidak mencantumkan kapan penelitian dilakukan

REVIEW JURNAL 3

Judul Artikel Mineralisasi Emas Berada di Batuan Metamorf


Wilayah Prospek Pegunungan Rumbia Di Lengan Tenggara
Pulau Sulawesi, Indonesia

Penulis Hasria, Arifudin Idrus , I Wayan Warmada


Nama Jurnal Jurnal Geosains,
Teknik, Lingkungan, dan Teknologi

Volume, Issue, Vol 02 No 03 2017


Tahun, Halaman
Reviewer Andi Bhaskara Jaya Prawira(R1C117048)
Tanggal Reviewer Sabtu 23 Januari 2021
Latar Belakang Saat ini kegiatan eksplorasi emas di Indonesia tidak hanya
difokuskan di sepanjang sabuk vulkanik-magmatik saja, tetapi juga
dimulai untuk bergeser di sepanjang medan metamorf dan sedimen.
Wilayah studi terletak di Pegunungan Rumbia, Kabupaten
Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal ini bertujuan untuk
mendeskripsikan karakteristik alterasi dan mineralisasi bijih terkait
dengan endapan emas terkait batuan metamorf. Di daerah penelitian
ditemukan placer dan emas primer yang dihosting secara metamorf
batu. Emas tersebut jelas berasal dari urat kuarsa bantalan emas
yang diselenggarakan oleh Pompangeo Metamorphic Complex
(PMC). Urat kuarsa ini saat ini dikenali dalam batuan metamorf di
Pegunungan Rumbia. Sebagian besar urat kuarsa mencukur /
berubah bentuk, breksi, urat tidak teratur, tersegmentasi dan relatif
masif dan tekstur kristal dengan ketebalan dari 1 cm sampai 15,7
cm. Batuan dinding umumnya diubah dengan lemah. Jenis alterasi
hidrotermal meliputi serisitisasi, argilik, propilitik dalam, propilitik,
karbonisasi dan karbonatisasi. Di sana beberapa logam mulia yang
diidentifikasi terdiri dari emas asli dan mineralisasi bijih termasuk
pirit (FeS 2 ), kalkopirit (CuFeS 2 ), hematit (Fe 2 O 3 ), sinabar
(HgS), stibnite (Sb 2 S 3 ) dan goethite (FeHO 2 ). Pembuluh
darah mengandung emas tak menentu dalam berbagai tingkatan dari
di bawah batas deteksi <0,0002 ppm hingga 18,4 ppm. Berbasis
Pada ciri-ciri tersebut, jelas menunjukkan bahwa deposit emas
primer yang ada di wilayah penelitian adalah emas orogenik jenis
deposit. Cadangan emas orogenik merupakan salah satu target baru
eksplorasi di Indonesia.

Maksud Penelitian Bagaimana mendeskripsikan karakteristik alterasi dan mineralisasi


bijih terkait dengan endapan emas pada batuan metamorf ?
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik
alterasi dan mineralisasi bijih terkait dengan endapan emas pada
batuan metamorf.
Bahan/ Peralatan Alat_alat Geologi dan aplikasi petrografi, mikroskopis bijih, (X-Ray
Penelitian Difraksi) dan FA-AAS (Fire Assay-Atomic
Analisis Spektrofotometri Absorpsi
Prosedur/ Metode Investigasi lapangan dilakukan di Rumbia pegunungan di Sulawesi
Selatan. Sampelnya terdiri dari sampel batuan, urat, dan tanah liat
yang telah diubah dikumpulkan dari perubahan hidrotermal yang
berbeda zona dan sampel bijih. Studi ini dilakukan di empat tahap
termasuk kerja lapangan, laboratorium analisis, analisis data dan
interpretasi. Kerja lapangan meliputi pemetaan geologi permukaan,
perubahan dan mineralisasi bijih serta sampling jenis batuan yang
representatif, batuan yang diubah dan urat bantalan emas. Pekerjaan
laboratorium meliputi analisis struktur dan tekstur slab, vena
dan mineralogi (petrografi, mikroskop bijih dan XRD (Difraksi sinar-
X) dan geokimia bijih.
Analisis mineralogi dilakukan di Jurusan Teknik Geologi, Gadjah
Universitas Mada dan geokimia bijih dilakukan di Laboratorium
AAS, ALS Canada Ltd di Kanada dan PT. Layanan Intertek Utama
Jakarta.

Hasil dan Sa Eleme
Pembahasan mp n

el (ppm)
A A Seb HG P S Z
kod Cu
u g aga b b n
DHR 0,00 1. 0.6 17.15 0, 29. 3.86 4
11 07 17 9 00 9 5.
DHR 0,00 0. 2.5 4 0, 8.2 0,975 5
15 07 23 3 5. 02 2 6.
DHR <0,00 1. 4.2 7 <0, 29. 7.33 6
16 02 62 2 1. 00 3 6.
DHR <0,00 0. 3.8 3 0, 13.2 0,675 4
20 02 13 5 1. 07 0 7.
DHR 0,00 1. 5.3 2 0, 48. 6.85 8
24 04 42 8 8. 01 2 7.
DHR 0,00 0. 5.3 13.75 0, 8.1 1.285 1
25 08 16 5 00 8 2.
DHR 0,00 0, 27.8 123.50 0, 24. 2.460 3
34 48 61 00 01 40 4.
DHR 0,07 0,00 7. 0, 4.2 19. 4.3
35A 79 93 7 57 2 60
DHR 0,00 0.60 43.00 1. 83. 6170.00 10
50 17 50 37 00 0 9.
DHR 0,01 0, 49.1 61.90 0. 11. 1.795 5
55 24 01 00 28 15 9.
DHR 0,00 0. 17.5 7. 0, 11. 28. 1
62 49 40 00 7 06 40 00 2.
DHR 0,00 0. 160, 708,00 0, 10. 3.210 13
66 71 19 00 08 10 8.
DHR 0,00 0. 2.52 4. 0, 19. 5.060 1
74B 09 49 7 01 45 0.
DHR 0,00 0. 3.2 17.70 0, 19. 0.733 4
76A 09 10 3 07 35 8.
DHR 0,00 0, 32. 179,00 0, 9.1 2.060 6
81A 14 56 4 01 0 1.
DHR 0,00 3. 2.4 1505,00 0, 3.9 0.739 5
85A 24 10 4 02 9 9.
DHR 0,00 0. 2.8 1150,00 0, 8.4 6.300 1
87 02 28 8 01 4 1.
DHR 0,00 0. 4.1 30.80 0, 24. 0,635 2
87A 15 11 1 03 4 7.
DHR <0,00 0, 4.4 51.00 0, 4.6 1.835 3
97A 02 04 8 01 8 9.
DHR 0.72 0,30 43.00 0, 6.0 21. 5
101 00 00 08 0 00 3.
DHR 0,08 0. 69.0 26.00 0. 2.0 2.000 1
103 00 10 0 21 0 4.
DHR 18.40 0, 192, 44.00 0, 27.0 62. 5
104 00 30 00 31 0 00 2.
DHR 0,98 <0, 292, 23.00 0. 28.0 17. 4
105 00 010 00 15 0 00 9.
DHR 3.76 0. 852, 25.00 0. 11.0 37. 4
107 00 10 00 34 0 00 2.
DHR 0,26 0. 201. 44.00 0. 9.0 148.00 5
108 00 10 00 44 0 0 7.
DHR 0,63 <0, 118, 28.00 0, 9.0 32. 5
109 00 100 00 07 0 00 3.
DHR 0.15 0, 279, 43.00 0. 18.0 160.00 7
110 00 30 00 29 0 0 7.
DHR 0,22 0. 75.0 45.00 0, 11.0 34. 2
111 00 10 0 08 0 00 0.
DHR <0,01 0. 18.0 15.00 0. <2.0 7.000 1
113 00 10 0 43 0 1.
0 0 0

Kesimpulan Butir emas primer diselenggarakan oleh Rumbia pegunungan ternyata


berasal dari yang dicukur dan tersegmentasi, sebagian breksi, relatif
masif, kuarsa bantalan emas berlapis ± urat kalsit / terumbu dengan
ketebalan dari 1 cm hingga 15,7 cm dengan inang Kompleks
Metamorf Pompangeo (PMC). PMC terutama terdiri dari sekis mika
(batuan dominan jenis), sekis aktinolit, filit dan metasedimen. Sekis
mika sebagian besar terdiri dari muskovit, kuarsa klorit, aktinolit,
epidot dengan a kecil jumlah, serisit, rutil, kyanite dan buram mineral.
Karenanya, batuan metamorf dikategorikan menjadi fasies sekis hijau,
yang dicatat sebagai secara genetik terkait terdiri dari pirit (FeS2),
kalkopirit (CuFeS2), hematit (Fe2O3), sinabar (HgS), stibnite
(Sb2S3) dan goethite (FeHO2). Idrus et al . (2012) juga melaporkan
keberadaan tripuhyite (FeSbO4) dan arsenopirit langka (FeAsS2)
hadir di urat kuarsa dan metamorf silisifikasi wallrocks. Emas
terutama diidentifikasikan dalam bentuk 'emas bebas' di antara
mineral silikat terutama kuarsa. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, jelas
terlihat bahwa deposit emas primer hadir dalam penelitian ini daerah
jenis endapan emas orogenik (lih. Groves et al .,
1998 ; 2003 dan Goldfarb et al ., 2005 ) . Orogenik Deposit emas
merupakan salah satu target eksplorasi baru di Indonesia. fasies
batuan induk yang penting untuk deposit emas orogenik di seluruh
dunia Batuan metamorf sangat lapuk,
Namun program pembuatan parit telah membuka tanah menutupi dan
mengekspos zona alterasi hidrotermal. Secara umum, wallrocks
diubah dengan lemah.
Jenis perubahan hidrotermal termasuk serisitisasi, argilik, propilitik
dalam, propilitik, karbonatisasi dan karbonisasi. Pembuluh darah
mengandung emas yang tidak menentu berbagai nilai dari di bawah
batas batas deteksi
<0,0002 ppm sampai 18,4 ppm.

Keunggulan Keunggulan dari Jurnal ini yaitu karena Saat ini kegiatan eksplorasi
emas di Indonesia tidak hanya difokuskan di sepanjang sabuk
vulkanik-magmatik saja, tetapi juga dimulai untuk bergeser di
sepanjang medan metamorf dan sedimen
Kekurangan Kekurangan dari Jurnal ini tidak adanya pembahasan

REVIEW JURNAL 4

Judul Artikel Petrogenesis dan geokronologi intrusi Kenozoikum di Poboya


dan Kabupaten Emas dan Tembaga Sassak di Sulawesi Barat,
Indonesia: Implikasi untuk proses mineralisasi dan sumber
magma
Penulis Adi Maulana a, ⁎ , Michael Bröckerb, Wei Dan c
Nama Jurnal Jurnal Ilmu Bumi Asia
Volume, Issue, Tahun, 193 (2020) 104303
Halaman
Reviewer Andi Bahaskara Jaya Prawira(R1C117048)
Tanggal Reviewer Sabtu 23 Januari 2021
Latar Belakang Di kepulauan Indonesia, Sulawesi dianggap sebagai satudari
pulau yang paling kompleks secara geologis. Ini terdiri dari
yang rumitmozaik fragmen turunan Gondwana, kerak
Samudra obducted, high-sabuk metamorf bertekanan, busur
pulau dan batas benua bekusuite, dan berbagai urutan
sedimen. Elemen yang berbeda inidirakit selama zaman
Mesozoikum Akhir hingga Kenozoikum Akhir. Ituevolusi
geologi termasuk metamorfisme terkait subduksi, empla-
semen kerak samudera dan aktivitas magmatik intensif
selamaKali Mesozoikum ke Kenozoikum. Asal mula
mineralisasi Au di Poboya telah menjadi subjek perdebatan,
sebagian karena diselenggarakan oleh batuan metamorf,
sementara vol- Batuan canic tidak ditemukan di daerah
tersebut. Sassak secara umum diterima sebagai endapan Cu-
Au porfiri khas. Dalam makalah ini kami menyajikan petro-
data logis dan geokronologis (Rb-Sr dan U-Pb zircon) untuk
keduanya daerah dan membahas implikasi untuk proses
mineralisasi dan sumber magma. Oleh karena itu dilakukan
penelitan di daerah ini dengan menentukan implikasi untuk
proses mineralisasi dan sumber magma nya
Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah menentukan genesa
mineralisasi dan sumber magma emas dan tembaga sasak di
Sulawesi barat berdasarkan petrologi dan geokronologi intrusi
kenozoikum di Poboya
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian untuk mengetahui implikasi proses
mineralisasi dan sumber magma
Bahan/ Peralatan Penelitian Alat_alat Geologi dan alat alat gokimia
Prosedur/ Metode Pertama melakukan kegiatan penelitian dilapangan secara
langsung dengan mengambil data-data yang dibutuhkan
Lalu dilakukan analisis petrografi perwakilan sampel Poboya
dan Sassakdilakukan di Laboratorium Petrologi dan Ekonomi
Universitas Hasanuddin. Komposisi elemen batuan dan
jejakseluruhnya adalahditentukan oleh analisis XRF dan ICP-
MS. Setiap sampel adalahdihancurkan dan digiling hingga
200 mesh kemudian dicampur secara menyeluruh
menggunakan pabrik ayunan. Komposisi elemen utama
ditentukan pada cakram yang menyatudan bedak padat
menggunakan spektrometer luoresensi sinar-X RigakuRIX-
3100 di Laboratorium Geokimia, Institut LanjutanSains dan
Teknologi, Jepang, sedangkan unsur tanah jarang dan
jejakelemen ditentukan oleh ICP-MS setelah lithium
metaborate /fusi tetraborate dan pencernaan total asam nitrat
di ALS Minerals, NorthVancouver, Kanada. Spektrometri
massa ionisasi termal Rb – Sranalisis dilakukan di Institut für
Mineralogie, Universität Münster, Jerman. Untuk persiapan
sampel, bahan sampel segar(~ 1–2 kg) dihancurkan dalam
mortar baja dan selanjutnya dikurangi ukuran nya
menggunakan pabrik tungsten karbida. Setelah diayak
menjadi ukuran butiran yang berbeda fraksi, mineral
diperkaya dengan pemisah magnet Frantz dan / atau dengan
menempel pada selembar kertas. Mineral yang dipilih
sendirisentrat (> 99% murni) dibersihkan dalam penangas
ultrasonik, berulang kalidibilas dalam H 2 O deionisasi dan
dalam etanol. Mineral memisahkan dicampur dengan lonjakan
87 Rb– 84 Sr dalam botol sekrup-atas Telon dan dilarutkan
dalam Campuran HF – HNO 3 (5: 1) di atas hot plate
semalaman. Setelah evaluasi lengkap poration, 6N HCl
ditambahkan ke residu. Campuran ini sekali lagi
dihomogenisasi di atas piring panas semalaman. Setelah
penguapan kedua ke kekeringan, Rb dan Sr dipisahkan
dengan prosedur pertukaran ion standar(Resin AG 50W-X8)
pada kolom kaca kuarsa dengan eluen HCl 2.5N.Untuk
analisis spektrometri massa, Rb dimuat dengan H 2 O pada Ta
ila-ments; Sr dimuat dengan TaF 5 di W ilaments. Semua
sampeldiukur dalam mode statis menggunakan Thermo
Finnigan Triton TIMS (Sr) danSektor VG 54 TIMS (Rb).
Selama periode analisis eksternal reprodusibilitas (2σ) dari
standar NBS 987 adalah 0,710287 ± 0,000012(n = 14). Total
prosedural kosong <5 pg untuk Rb dan <15 pg untukKoreksi
Sr untuk fraksinasi massa didasarkan pada 86 Sr / 88 Sr =
0.1194. Untuk koreksi rasio Rb, faktor disimpulkan dari
beberapa ukuran-Ments dari standar NBS 607 digunakan.
Semua usia dan elemen konsentrasi dihitung dengan
menggunakan Isoplot / Ex 4.15 (Ludwig,2012), menggunakan
konstanta peluruhan 87 Rb yang direkomendasikan oleh Villa
et al.(2015). Untuk perhitungan isochron, 87 Rb / 86 Sr dan
87 Sr / 86 Sr rasio menetapkan ketidakpastian 2σ masing-
masing 1% dan 0,005%. Un-Kepastian umur isochron
menunjukkan tingkat kepercayaan 95%. Rb – Srdata isotop
dirangkum dalam Tabel 2 dan 3 dan diagram isochron.
Hasil dan Pembahasan batuan dari Kompleks Metamorf Palu, sedangkan granodiorit
adalah lebih umum di bagian Tenggara wilayah studi. Kedua
jenis batu tersebut ditampilkan jenis sambungan sistematis
yang sama (Gambar 3a dan b). Fotomikrograf sampel Poboya
ditunjukkan pada Gambar. 3 c – f. Sample AY 011 memiliki
tekstur granodioritik yang khas, mulai dari myr- mekitic- ke
hipidiomorfik-granular (Gambar 3 c). Ini terutama terdiri dari
plagioklas, K-feldspar dan kuarsa, serta biotit dan hornblende
sebagai mineral feromagnesia. Plagioklas kembar khas
umumnya segar ( Gambar 3 d). Kuarsa berlimpah dan
beberapa butir tampaknya telah diganti
plagioklas, meninggalkan batas bergigi dan melekat dengan
plagioklas kristal. Biotit terjadi sebagai kristal yang compang-
camping, tidak teratur dan sebagian besar bersifat biotit tidak
berubah, tetapi sangat terkloritisasi disertai dengan jalan
setapak titanite sejajar dengan pembelahan biotit asli juga
telah kembali dikenali. Hornblende tidak teratur dalam
kebiasaan dan umumnya tidak berubah. Ini tentang sebanyak
biotit dan biasanya terkait dengannya. Apatite dan zirkon
adalah mineral aksesori yang paling umum. Semua spesimen
mengandung butiran titanit kecil yang tersebar, sebagian
besar sebagai inklusi dalam biotit. Mineral buram hadir dalam
jumlah kecil di hornblende. Sampel AY 020 adalah biotit-
hornblende berbutir sedang hingga kasar granit. Pada skala
makro, batuan tersebut bersifat isotropik; pada skala mikro,
bagaimanapun, foliasi lemah yang ditentukan oleh biotit dapat
dikenali. Plagioklas yang dikategorikan, kuarsa, K-feldspar,
biotit, dan hornblende adalah fase mineral utama (Gambar. 3
e dan f) sedangkan apatit, titanit, opak, dan zirkon adalah
aksesori fase. K-feldspar biasanya menelan mineral lain, dan
di mana komposisi diopside terjadi sebagai kristal mirip reng
dengan ukuran mulai dari 2 hingga lebih dari 10 mm. Tingkat
perubahan bervariasi; di beberapa spesimen piroksen sebagian
besar telah diubah menjadi klorit, magne- tite dan titanite.
Magnetit juga terjadi sebagai mineral aksesori di ir- biji-bijian
biasa umumnya terkait erat dengan atau termasuk dalam
piroksen dan plagioklas ( Gbr. 4 d). Beberapa magnetit
tampaknya merupakan perubahan produk piroksen. Diorit
(sampel SAS-2B) adalah medium hingga kasare-berbutir, dan
terutama terdiri dari plagioklas, biotit, hornblende, pyr-
oksena dan kuarsa minor (Gambar 4 f). Plagioklas
menunjukkan poli- kembar sintetis dan / atau ditemukan
sebagai reng prismatik dengan panjang 2–3 mm. Biotit
menunjukkan beberapa halo pleochroic yang disebabkan oleh
inklusi zirkon. Mineral buram (kebanyakan magnetit) terjadi
di dalam massa dasar dan sebagai inklusi dalam piroksen.
Sebagian piroksen telah diubah menjadi klorit, terutama di
bagian pinggir.
5.2. Geokimia
Data elemen utama dan jejak untuk sampel Poboya dan
Sassak adalah tercantum dalam Tabel 1 . Nilai SiO 2 dari
granodiorit (AY-011) dan granit (AY- 020) masing-masing
adalah 64,6 dan 75,4 wt%, sedangkan gabbros (SAS-2A dan
SAS-3A1) menunjukkan kandungan SiO 2 yang rendah (47,4
hingga 48,6% berat). Secara Total Diagram Alkali Silika
(TAS), sampel Poboya diklasifikasikan sebagai granit dan
granodiorit, sedangkan sampel Sassak diklasifikasikan
sebagai gabro dan syeno-diorite ( Gbr.5Sebuah). Granodiorit
(AY-011) milik kelompok granit tipe I metaluminous,
sedangkan granit (AY-020) adalah granit meta-peraluminous,
seperti yang ditunjukkan pada diagram A / NK dan A / CNK
SAS-3A1) diberi tanggal menggunakan metode U-Pb zircon
LA-ICP-MS. Itu Hasil dan usia isotop dicantumkan pada
Tabel 2 dan 3. Biotite dan feldspar (berbagai campuran
plagioklas dan K-feldspar) dianalisis dengan metode Rb-Sr.
Berdasarkan ukuran butir yang berbeda fraksi biotit (4) dan
feldspar (2) array linier menghasilkan usia 2,96 ± 0,05 Ma,
3,94 ± 0,03 Ma dan 10,7 ± 0,11 Ma untuk sampel AY-11,
AY-020 (sampel Poboya) dan SAS-2A (sampel Sassak), re-
secara spektakuler (Gambar 9). 87 Rasio Sr / 86 Sr awal yang
sesuai adalah 0,70929, 0,71366 dan 0,71206 (Gambar 9).
Zirkon yang diisolasi dari sampel diorit Sassak SAS-2B
adalah trans-induk, kuning, coklat sampai merah muda,
subhedral dengan euhedral rasio aspek sekitar 1,5 hingga 2,5.
Panjang kristal berkisar dari sekitar 120 hingga 350 μm dan
beberapa butir adalah pecahan kristal yang lebih besar
(Gambar 10Sebuah). Delapan belas analisis tempat
menghasilkan poin data yang sesuai dan diplot dekat dengan
Concordia ( Gbr. 10 b). Rata-rata tertimbang 206 Pb / 238 U
usia 10,6 ± 0,19 Ma (MSWD = 3,5) ( Gambar. 10c) ada di-
terpreti sebagai usia kristalisasi intrusi diorit. Zirkon yang
dipisahkan dari Sassak gabbro SAS-3A1 transparan dan
berwarna coklat. Mereka dari subhedral ke euhedral dengan
rasio aspek 1 sampai 2. Beberapa butir adalah pecahan kristal.
Ukuran butir berkisar dari sekitar 200 hingga 400 μm
( Gbr.10d). Lubang korosi dapat dilihat di beberapa
permukaan. Sepuluh analisis titik cocok atau hampir sesuai
(Gambar. 10 e) memberikan rata-rata tertimbang 206 Pb / 238
U usia 10,8 ± 0,16 Ma (Gambar 10 f), yang diartikan sebagai
kristalisasi usia intrusi gabro.
Kesimpulan (1) Intrusi yang (secara spasial) terkait dengan penambang Au
± Cu- alisasi terpapar di dua wilayah di Sulawesi Tengah-
Barat, dekat Poboya dan Sassak. Suite intrusi Poboya terdiri
dari granit dan granodiorit (tipe-S peraluminous dan tipe-I
metaluminous, granitoid kalsifikasi tinggi K) yang
mengganggu gneisses dan sekis dari Kompleks Metamorf
Palu Miosen-Pliosen Akhir (PMC). Kamar gabroic-dioritic di
Sassak memiliki shoshonitic komposisi dan di-host oleh
suksesi vulkanik Miosen.
(2) Isochron mineral Rb-Sr internal untuk usia intrusi Poboya
berkisar antara 3,94 ± 0,03 Ma dan 2,97 ± 0,05 Ma, yang
berada di terpreted untuk mendekati episode utama dari
penyebaran intrusi granitoid di wilayah tersebut. Isochron Rb-
Sr yang lebih tua dan zirkon U-Pb usia dari Sassak gabro dan
diorit (ca.10.6–10.8 Ma) terkait dengan tahap awal aktivitas
magmatic yang mempengaruhi Sulawesi Tengah-Barat.
(3) Rasio awal 87 Sr / 86 Sr yang tinggi (> 0,709) dari sampel
yang diteliti sesuai dengan data Sr yang diterbitkan
sebelumnya tentang beku batuan dari CW dan Sulawesi Barat
Laut, menunjukkan pentingnya mantel sublithosfer dan bahan
kerak benua di rogenesis batuan ini. Granitoid Mesozoikum
yang diturunkan dari Gondwana dan lapisan yang diperkaya
atau setara kerak bagian bawah diusulkan sebagai sumber
magma untuk batuan beku Poboya dan Sassak, giat.
(4) Berdasarkan hubungan lapangan, hubungan yang relatif
dekat menjadi-tween granitoid dan mineralisasi dalam ruang
dan waktu, berkurang sifat granitoid, dan tidak adanya
vulkanik kontemporer batuan kami menafsirkan deposit emas
Poboya untuk mewakili distal bagian dari sistem emas terkait
intrusi berkurang (IRGS) itu aktif pada Pliosen Akhir hingga
waktu Pleistosen Awal. The Sassak oc- arus mewakili
mineralisasi tipe porfiri Cu-Au dengan aktivitas magmatik
potasik sekitar 11.0–10.6 Ma, yang menghasilkan batuan
monzonitik yang diikuti dengan lebih banyak maic, pasca-mi-
tahap magmatik neralisasi.
Keunggulan Keunggulan dari Jurnal ini yaitu penjelasan dari setiap
analisis yag dilakukan jelas dan lumayan lengkap
Kekurangan Kekurangan dari Jurnal ini Metode penelitian kurang jelas.

REVIEW JURNAL 5

Judul Artikel Aktifitas Tektonik di Sulawesi dan Sekitarnya Sejak


Mesozoikum Hingga Kini Sebagai Akibat Interaksi Aktifitas
Tektonik Lempeng Tektonik Utama di Sekitarnya
Tectonic Activities in the Sulawesi and Surrounding Area
Since Mesozoics to Recent as the Impacts of Tectonic Activity
of the Surrounding Main Plate Tectonics

Penulis Zufialdi Zakaria* dan Sidarto**

Nama Jurnal Geologi Dan Sumber Daya Mineral


Volume, Issue, Tahun, FakultasTeknik Geologi Universitas Padjadjaran, Bandung
Halaman Indonesia, Email: zufialdi@unpad.ac.id
Pusat Survei Geologi, Jl. Diponegoro 57, Bandung 40122
Indonesia, Email: sidarto55@yahoo.com
Naskah diterima : 21 Februari 2015, Revisi terakhir : 27April
2015, Disetujui : 27April 2015
Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral – Terakreditasi oleh
LIPI No. 596/Akred/P2MI-LIPI//03/2015, sejak 15 April 2015 -
15 April 2018

Reviewer Andi Bhaskara Jaya Prawira(R1C117048)


Tanggal Reviewer 23,Januari, 2021
Latar Belakang Sulawesi terletak di sebelah barat Lempeng Pasifik, di sebelah
barat laut Lempeng Indo-Australia, dan di sebelah timur
Lempeng Eurasia, sehingga evolusi tektoniknya sangat
dipengaruhi oleh berbagai macam mekanisme pergerakan
lempeng – lempeng pengapitnya.
Sejarah Tektonik Sulawesi berkaitan erat dengan perisitiwa
tektonik regional di sekitar Sulawesi dan kegiatan tektonik lokal
di berbagai bagian dari daerah Sulawesi,seperti pemekaran di
Selat Makassar,rotasi dasar Laut Sulawesi,serta kegiatan-
kegiatan tektonik di timur Sulawesi yang meliputi daerah
Banggai – Sula serta Kendari,Muna dan Buton.

Maksud Penelitian Bagaimana struktur dan daerah tektoniknya


Tujuan Penelitian Untuk mengetahui struktur dan daerah tektoniknya
Bahan/ Peralatan Peta geologi dan data geologi regional
Penelitian
Prosedur/ Metode Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah
menggabungkan data geologi regional hasil para peneliti
terdahulu dengan data local yang diperoleh oleh penulis dari
berbagai tempat, seperti di Sulawesi Barat (Majene dan
sekitarnya), di Sulawesi Utara(Tilamuta dan sekitarnya), serta di
sulawesi timur (batui dan sekitarnya).
Hasildan Pembahasan Sejarah tektonik Sulawesi berkaitan erat dengan persitiwa
tektonik sebagai berikut: (1) Tektonik Ekstensi Mesozoikum(2)
Tunjaman Kapur, (3) Tunjaman Paleogen, (4)Tumbukan
Neogen,dan(5) Tunjaman Ganda Kuarter, hingga menghasilkan
berbagai macam mendala geologi.
Kesimpulan Tektonik adaerah Sulawesi merupakan pengaruh bersama dari
kegiatan-kegiatan lempeng di sekitarnya. Di bagian timur-
tenggara dan timur-utara pengaruh utama nya adalah gerakan
sesar-sesar transform yang mendorong benua renik terangkut
kearah barat dan barat laut, sementara dari arah barat berkaitan
dengan pemekaran benua Eurasia yang menghasilkan
terbukanya Selat Makassar, dari arah timur-laut berkaitan
dengan gerakan kebarat lempeng Pasifik, sementara dari arah
utara berkaitan dengan rotasi Laut Sulawesi. Kegiatan-kegiatan
tektonik tersebut diawali pada Mesozoikum, yaitu saat terjadi
nya pemekaran di paparan barat laut Australia,yang
menyebabkan terbentuknya beberapa mikrokontinen yang
kemudian terdorong melalui mekanisme sesar mendatar kearah
Sulawesi. Sementara kegiatan sekarang berupa fase kompresi
dan pengangkatan diseantero Sulawesi.
Keunggulan Penulisan dan isi sudah baik karena penulis dapat memberikan
gambaran menyeluruh tentang kegiatan penelitian.

Kekurangan Penulis tidak memasukan alat dan bahan serta jurnal ini tidak
tersusun sesuai prosedur.
REVIEW JURNAL 6
Judul Artikel Petrologi dan Geokimia Granitoid dari Sulawesi Selatan,
Indonesia: Implikasi terhadap Rare Earth Element (REE)
Kejadian
Penulis A. Maulana 1 , K. Watanabe 2 , K.Yonezu 2
Nama Jurnal Jurnal Internasional Teknik dan Aplikasi Sains
Volume, Issue, Tahun, vol. 3, 2406-3333,1 Mei 2016,hal.1-8
Halaman
Reviewer Andi Bhaskara Jaya Prawira(R1C117048)
Tanggal Reviewer 24 januari 2021
LatarBelakang Penerapan lingkungan dari Rare Elemen Tanah (REE)
memiliki signifikansi meningkat selama tiga dekade terakhir.
REE sangat penting dan penting untuk setiap aspek ekonomi
hijau dari turbin angin ke listrik serta emisi CO2. Saat ini,
sumber REE sangat bergantung pada beberapa cuaca endapan
kerak di Cina (mis. Bayan Obo Deposit dan batuan granit
yang sangat lapuk dari Cina Selatan) yang baru-baru ini
memberlakukan pembatasan impor mereka.Lainnya sumber
unsur tanah jarang diharapkan dikembangkan untuk
menyeimbangkan pasokan dan permintaan mereka. Elemen
tanah langka mineralisasi terjadi di beberapa jenis endapan;
misalnya formasi batuan karbonatit, granitoid, mangan
deposit bijih besi hidrotermal endapan, endapan placer, tanah
laterit, ion adsorpsi pelapukan kerak dan uranium deposit.
Salah satu sumber yang paling menjanjikan dari elemen-
elemen ini dalam granitoid seperti yang dilaporkan oleh studi
sebelumnya
Maksud Penelitian melaporkan karakteristik geokimia tanah jarang elemen (REE)
yang mengandung granitoid Daerah Polewali dan Masamba,
Sulawesi Selatan, Indonesia
Tujuan Penelitian Mengetahui karasteristik dan kandumgan tanah jarang elemen
(REE) yang mengandung granitoid Daerah Polewali dan
Masamba, Sulawesi Selatan, Indonesia
Bahan/ pabrik ayunan, spektrometer fluoresensi sinar-X Rigaku
PeralatanPenelitian RINT-300, ICPMetode MS.
Prosedur/ Metode Enam belas sampel granitoid segar diambil secara acak dari
singkapan di keduanya Daerah Polewali dan Masamba.
Sampelnya disiapkan dan dipelajari secara petrografi untuk
menentukan jenis batuan, mineral kumpulan, kain dan
hubungan tekstur. Mereka kemudian dihancurkan dan
dihancurkan dan sekitar 1 kg dihancurkan dan digiling hingga
200 mesh dan kemudian dicampur seluruhnya menggunakan
pabrik ayunan. Elemen utama dan jejak komposisi dianalisis
di Dept. of Earth Teknik Sumber Daya, Universitas Kyushu
dan ALS Chemex, Vancouver, Kanada, masing-masing.
Komposisi utama adalah ditentukan pada cakram yang
menyatu dan bedak padat menggunakan spektrometer
fluoresensi sinar-X Rigaku RINT-300 sedangkan elemen
tanah jarang dan elemen jejak ditentukan oleh ICPMetode MS
Hasil dan Pembahasan A. Geologi Wilayah studi terletak di bagian utara dari
wilayah barat pulau, khususnya di daerah Polewali dan
Masamba yang lebih dari 300 km dan 400 km ke ke
utara Makassar di kejauhan, masing-masing (Gbr. 1).
Kedua area tersebut dipisahkan dengan topografi
pegunungan dan terdiri dari Batuan vulkanik tersier
dan Kuarter. Itu Granitoid polewali terdiri dari granit
hingga diorit dalam komposisi [6]. Namun, Sukamto
[7] mengklasifikasikan batuan tersebut sebagai
kelompok batuan intrusif, terdiri dari granodiorit dan
laporan terbaru dari Djuri et Al. [8] melaporkan batuan
ini sebagai batuan intrusi kelompok yang umumnya
terdiri dari asam sampai menengah dalam komposisi,
seperti granit, granodiorit, diorit, syenit, kuarsa
monzonit dan riolit. Mereka lebih jauh menyimpulkan
usia batuan tersebut Pliosen sejak Unit mengganggu
MioBatuan Vulkanik Walimbong Pliosen. Elburg dan
Foden [9] melaporkan bahwa tubuh intrusif dari area
ini terdiri dari granodiorit, syenit dan ritodasit dan
tertanggal 5.7 hingga 8 Ma. Simanjuntak dkk. [10]
melaporkan terjadinya granit Masamba rock dan
mengklasifikasikannya menjadi Kambuno Kelompok
granit terdiri dari granit, batuan granodiorit dan gneiss.
Usia kelompok ini diinterpretasikan sebagai Tersier
sebagai mereka mengganggu Formasi Bonebone yang
Berusia Tersier.
B. Di Polewali, serangkaian pluton kecil terdiri dari
monzogranite dan granodiorite, menyusup ke Kapur
Atas Formasi Latimojong sedimen. Itu monzogranite,
diwakili oleh sampel POLST3, menunjukkan tekstur
dan kandungan porfiritik plagioklas sebagai fenokris
yang diatur dalam a massa dasar plagioklas (40%),
hornblende (25%), biotit (15%), kuarsa (10%), dan K-
feldspar (5%), dengan aksesori titanite, apatite dan
opaque oxide. Di tempat lain monzogranite (POL-
ST1), terjadi plagioklas sebagai fenokris, panjangnya
hingga 8 mm, menunjukkan kembaran polisintetik dan
mengandung inklusi kuarsa dan biotit. Terdiri dari
Granodiorite (POL-ST2) terutama dari plagioklas
(50%), kuarsa (15%), hornblende (15%), biotit (10%),
K-feldspar (5%), dan beberapa mineral tambahan (mis
titanit, zirkon dan oksida buram) Sebuah pluton
komposit terdiri dari granodiorit, monzonit kuarsa, dan
syenit adalah ditemukan di Mamasa, sekitar 60 km TL
dari Polewali Pluton. Granodiorit (MA-41BA) terdiri
dari plagioklas (60%), kuarsa (10%), hornblende
(15%), biotit (10%), dan mineral aksesori (titanite,
apatite dan oksida buram), sedangkan kuarsa mononit
(MA-45) menunjukkan tekstur granular, terdiri dari
plagioklas (50%), kuarsa (15%) hornblende (15%),
biotit (15%), dan Kfeldspar (10%), biotit (10%), dan
hornblende (5%), dengan mineral aksesori titanit dan
buram oksida
C. Utama dan jejak elemen komposisi litologi perwakilan
adalah disajikan pada Tabel 1 & Gambar. 3. Granitoid
memiliki kandungan silika yang bervariasi antara 56
dan 76 wt% dan diplot di bidang granit, granodiorit
dan diorit dengan bawahan kuarsa monzonit dan
monzodiorit secara Total Diagram Alkali Silika (TAS)
Le Bas [11]. Semua sampel diplot dalam kalk-alkali
seri dalam diagram AFM. Kecuali Na2O dan K2O,
unsur utama oksida vs. SiO2 diagram menampilkan
tren linier, menunjukkan proses kristalisasi fraksional
(Gbr. 4). Itu data elemen jejak juga sepadan dengan
kristalisasi pecahan dengan Sr lebih rendah Rb dan Ba
relatif terhadap peningkatan SiO2.
D. D. Elemen tanah jarang Total isi REE Polewali
granitoid berkisar dari 191 hingga 277 ppm sedangkan
yang dari granitoid Masamba berkisar dari 47 hingga
399 ppm Variasi total REE antar individu sampel
mungkin mencerminkan kristalisasi variabel dari
zirkon, apatit, monasit dan allanite. Semua dari sampel
yang dianalisis memiliki kecenderungan ke kanan,
pola REE ternormalisasi chondrite, menunjukkan
elemen tanah jarang cahaya yang signifikan (LREE)
pengayaan (Gbr.5). Mereka juga tampil diucapkan
anomali Eu negatif, menunjukkan fraksinasi awal
plagioklas. Itu Granitoid polewali berperilaku
homogen plot REE [12] yang dinormalisasi dengan
kondrit, dengan LaN: YbN = 8 - 19,8, HREE cukup
datar Diagram diskriminasi SiO2 vs ∑REE, ∑ LREE,
∑ HREE dan ∑ REE + Y (Gbr. 6) komposisi
menunjukkan relatif negatif korelasi menunjukkan
bahwa REE habis oleh perbedaan magmatik entiation.
Namun, diagram menunjukkan bahwa sampel dengan
SiO2 mulai dari 60 hingga 65% berat cenderung
mengandung REE lebih tinggi dari yang lain sampel.
Ini berbeda dengan granitoid from Cina bagian selatan
[14] yang menunjukkan sebuah meningkatkan pola
REE dengan SiO2 pengayaan, terutama HREE. dari
Dy ke Lu dan anomali Eu negatif. Itu Granitoid
masamba menunjukkan dua kelompok dalam plot
REE yang dinormalisasi chondrite. Pertama grup
menunjukkan konten LREE lebih tinggi dibandingkan
Sampel Polewali dengan kisaran LaN: YbN dari 15 -
51 sedangkan kelompok kedua menunjukkan nilai
LaN yang lebih rendah: YbN (kurang dari 5). Semua
sampel menyerupai kerak benua bagian atas komposisi
dari Rudnick dan Gao [13]. ASI (Indeks Saturasi
Aluminium), molar Al2O3 / Na2O + K2O + CaO
untuk semua kecuali tiga sampel granitoid tipe-I
metaluminous. Menipisnya REE bersama dengan
pengayaan SiO2 menunjukkan bahwa REE mineral
mengkristal sebelum kuarsa kristalisasi dalam magma
yang sangat terfraksinasi. Elemen tanah jarang dalam
granitoid dihosting oleh beberapa mineral aksesoris.
Di Polewali dan granitoid Masamba, aksesorisnya
mineral yang bertanggung jawab atas kemunculan
elemen-elemen ini adalah zirkon, apatite dan monasite
yang didukung oleh korelasi positif unsur Zr dan
P2O5 konten dalam batuan curah dengan konten REE
(Gbr.7). Rasio tinggi HREE / LREE menunjukkan
bahwa pengayaan HREE tidak diucapkan dari sampel
ini. Secara keseluruhan, kandungan REE dalam
granitoid dari Polewali dan daerah Masamba rendah
sampai sedang skala.
Kesimpulan Granitoid dari Polewali dan Daerah masamba didominasi oleh
granodiorit dengan granit, diorit, kuarsa monzonit dan
monzodiorit dalam komposisi. Sebagian besar sampel diplot
ke bidang logam, kalk afinitas basa dan selanjutnya
diklasifikasikan sebagai Iketik granitoid. Total REE untuk
Polewali sampel berkisar dari 191 hingga 279 ppm (rata-rata
dari 249) sedangkan yang dari pegunungan Masamba dari 47
hingga 399 ppm (rata-rata 194). Semua sampel menunjukkan
pengayaan relatif LREE ke HREE. Mineral yang mengandung
REE terdeteksi dari bebatuan adalah zirkon, monasit dan
apatit seperti yang ditunjukkan oleh bahan kimia komposisi.
Keunggulan Keunggulan dari jurnal penelitian ini adalah analisis yang
digunakan serta bahan dan perlengkapannya yang terbilang
lengkap serta penyajian data yang sangat kompleks.
Kekurangan tidak menampilkan secara rinci alat dan bahan serta
kurangnya info geologi diadaerah penelitian.

Anda mungkin juga menyukai