SUPRAPTO
Ringkasan :
Nikel merupakan salah satu unsur penting dalam industri pertambangan, dapat berupa
nikel sulfida atau nikel primer dan nikel laterit atau nikel sekunder. Nikel laterit
dihasilkan oleh proses pelindihan (leaching) dari batuan ultra basa yang sering dikenal
dengan istilah pengkayaan supergen (supergen enrichmen). Setelah mengalami proses
pelindihan (leaching) nikel akan terakumulasi dan berasosiasi dengan mineral Garnierit.
Batuan ultra basa sebagai batuan pembawa mineral nikel adalah Harzburgit dengan
komposisi mineral yang dominan adalah olivin dan ortho piroksen, mineral nikel yang
hadir sebagai mineral asesoris dalam batuan ultrabasa.
1. PENDAHULUAN.
Nikel merupakan salah satu unsur yang penting dalam industri pertambangan.
Sebagai salah satu unsur, nikel dapat ditemukan dalam bentuk nikel primer atau nikel
sulfida dan nikel sekunder atau nikel laterit. Pada tulisan akan dibahas tentang nikel
laterit yang dihasilkan oleh proses pencucian batuan ultra basa yang dikenal sebagai
Supergen enrichment. Hingga saat ini eksplorasi endapan bijih laterit khususnya nikel
laterit masih belum banyak dikenal.
Cara terbentuknya sangat tergantung dari musim yang akan berpengaruh pada
tinggi atau rendahnya permukaan air tanah, sehingga geometri dari bentuk endapan tidak
beraturan.
Daerah penelitian merupakan konsesi penambangan BHP World Minerals
Australia, PT. Gag Nikel Papua, hingga saat ini masih mengembangkan eksplorasi
sebagai tahap awal sebelum melakukan kegiatan penambangan dan produksi.
2. GEOLOGI.
2.1. GEOMORFOLOGI.
Daerah penelitian dapat dibagi menjadi empat satuan geomorfik, yaitu satuan
geomorfik perbukitan terkikis, satuan geomorfik perbukitan volkanik terdenudasi, satuan
geomorfik teras pantai dan satuan geomorfik dataran aluvial.
2.2. STRATIGRAFI.
Secara stratigrafi daerah penelitian terdiri dari 4 satuan batuan yang terdiri dari
Harzburgit, Andesit, Batugamping dan Endapan Aluvial.
Berdasarkan stratigrafi tersebut dapat diperkirakan sejarah geologi di awali oleh
pembentukan batuan Harzburgit sebagai Plutonik yaitu batuan terjadi pada kedalaman
yang besar di bawah permukaan bumi diperkirakan pada Jaman Yura sampai Kapur
Akhir, yang merupakan bagian dari Lempeng Samodra Phillipina. Selanjutnya batuan
tersebut terangkat ke permukaan oleh proses obduksi dan terdesak oleh Lempeng Pasifik
ke arah Selatan, bersamaan dengan itu, Lempeng Indo-Australia bergerak ke arah
Timurlaut. Karena adanya desakan dari kedua lempeng tersebut, maka Lempeng Samodra
Phillipina terdorong dan bergerak ke arah Barat – Baratlaut. Pergerakan Lempeng
Samodra Phillipina masih terus berlanjut dengan arah pergerakan mulai berubah se arah
jarum jam.
Pada Jaman Kapur Akhir sampai Oligosen Awal, merupakan selang waktu tidak
terjadinya endapan batuan atau kemungkinan terjadi endapan batuan yang hilang karena
adanya proses-proses tektonik.
Seiring dengan berakhirnya waktu yang hilang tersebut, pada Kala Oligosen Awal
terbentuk Andesit sebagai hasil diferensiasi magma yang menerobos Batuan Harzburgit
sebagai kontak Intrusi.
Tahap selanjutnya adalah kembali aktifnya pergerakan lempeng yang diikuti dengan
berotasinya lempeng tersebut searah jarum jam yang menyebabkan terjadinya sesar
mendatar dengan arah relatif Baratlaut-Tenggara yang membentuk sesar mendatar kiri.
Proses selanjutnya adalah diendapkannya batuagamping di atas Batuan Andresit secara
tidak selaras, pengendapan ini terjadi pada Jaman Kuarter, berdasarkan data dating terjadi
pada 34.430 sampai 23.730 tahun yang lalu atau pada Kala Holosen.
Proses erosi dan denudasi terus berlangsung hingga sekarang yang membentuk endapan
aluvial, yang benyak didapatkan sepanjang pantai, terdiri dari rombakan batuan-batuan
yang ada sebelumnya, seperti Harzburgit, Andesit dan Batugamping, serta sebagian hasil
koral laut.
3. LATERITISASI NIKEL.
3.1. DIFINISI.
Pada umumnya endapan nikel terdapat dalam dua bentuk yang berlainan, yaitu
berupa nikel sulfida dan nikel laterit. Endapan nikel laterit merupakan bijih yang
dihasilkan dari proses pelapukan batuan ultrabasa yang ada di atas permukaan bumi.
Istilah Laterit sendiri diambil dari bahasa Latin “later” yang berarti batubata merah, yang
dikemukakann oleh M. F. Buchanan (1807), yang digunakan sebagai bahan bangunan di
Mysore, Canara dan Malabr yang merupakan wilayah India bagian selatan. Material
tersebut sangat rapuh dan mudah dipotong, tetapi apabila terlalu lama terekspos, maka
akan cepat sekali mengeras dan sangat kuat (resisten)
Smith (1992) mengemukakan bahwa laterit merupakan regolith atau tubuh batuan yang
mempunyai kandungan Fe yang tinggi dan telah mengalami pelapukan, termasuk di
dalamnya profil endapan material hasil transportasi yang masih tampak batuan asalnya.
Sebagian besar endapan laterit mempunyai kandungan logam yang tinggi dan dapat
bernilai ekonomis tinggi, sebagai contoh endapan besi, nikel, mangan dan bauksit.
Dari beberapa pengertian bahwa laterit dapat disimpulkan merupakan suatu
material dengan kandungan besi dan aluminium sekunder sebagai hasil proses pelapukan
yang terjadi pada iklim tropis dengan intensitas pelapukan tinggi.
Di dalam industri pertambangan nikel laterit atau proses yang diakibatkan oleh
adanya proses lateritisasi sering disebut sebagai nikel sekunder.
Bateman, A. M., 1956, “The Formation of Mineral Deposits” John Wiley & Sons Inc,
Third Edition.
Mottana, A., Crespi, R. And Liborto, G., 1995, “ Guide Rocks and Minerals”,
Published by Simon & Schuster Inc, New York.
Pieters, V., Pigram, C. J., Trail, D. S., Dow, D. B., Ratman, N., Sukamto, R., 1983,
“The Stratigraphy of Western Irian Jaya”, paper on the 12th Indonesian
Petroleum Convention on June 8, 1993.
Puntodewo, S. S., et. el, 1994, “GPS Measurement of Crustal Defoemation Within The
Pacific-Australia Plate Boundary Zone in Irian Jaya, Indonesia”, Tectonophysics
237: 141-153.
Edwards, R., and Atkinson, K., 1986, “Ore Deposits Geology”, Chapman and Hall
Lmt, New York.
Sartono, S., Hadiwisastra, S., Soeprayitno, N., 1989, “Implication of Delapsion on The
Formation of Chromite Deposits on The Islands of Gebe and Gag, Northern
Molucca Province (East Indonesia)” Laporan Penelitian No : 9695189, 112
halaman.
Tardy, Y., 1997, “Petrology of Laterites and Tropical Soils”, A. A. Balkema Publishers,
Old Post Road, Brookfield.
William, H., Turner, F. J., Gilbert, C. M., 1982, “Petrography, An Introduction to The
Study of Rocks in Thin Sections” W. H. Freeman and Company, San Fransisco.
Co Cr Al2 O3 Fe
FEZN
LIMO
FESA
Mu ka
Air tanah
SAPR
Gossan
Mn SEHA
HARZ
MW/HW
Zona pelindihan
(leaching)
HARZ
Ni
Si O2 MgO
0 1 2 3 0 10 20 Bijih oksida
30 40 50 60
grade % (oxidized ores)
Minor component Major component
Muka air tanah
********
******** Zona pengkayaan supergen
Gambar 1 : Prosentase
* * * * *unsur
* * * dalam (supergen
profil Laterit
enrichment zone)
********
********
********
_ _ _ _ _ _
_ _ _ _ _ _ zona hipogen
_ _ _ _ _ _ (Primary zone)
_ _ _ _ _ _