Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Nikel merupakan unsur logam dengan simbol Ni dan nomor

atom 28. Karakteristik nikel yang tahan karat menjadikan komoditas

logam ini sangat dibutuhkan oleh peradaban modern yang banyak

membutuhkan logam tahan karat sebagai bahan baku dalam produksi.

Dalam Kadar nikel tertinggi hingga mencapai 3000 ppm terdapat dalam

batuan ultrabasa dunit dan peridotit seperti yang ditemukan di

Caledonia. Kandungan nikel pada berbagai jenis batuan lainnya

bervariasi, pada batuan metamorfik dan sedimen (batupasir)

mengandung 90 ppm Ni, 90 – 100 ppm Ni dalam lempung dan berkisar

10 -20 ppm batuan karbonatan, sedangkan pada batuan asam sangat

tidak umum « 5 ppm). Terdapat dua jenis cebakan nikel yaitu primer dan

laterit (Sutisna et.al, 2006).

Laterit berasal dari later, artinya bata (membentuk bongkah-

bongkah yang tersusun seperti bata berwarna merah). Ollier (1969)

mengartikan sebagai Soil di daerah tropis dengan horizon konkresi besi

oksida, yang dalam keadaan normal berwarna merah. Laterisasi

merupakan proses pelapukan kimia pada kondisi iklim yang lembab

(tropis) yang berlangsung pada waktu yang lama dengan kondisi

I-1
tektonik yang relatif stabil, membentuk formasi lapisan regolith yang

tebal dengan karakteristik yang khas, (But and Zeegers, 1992).

Proses pembentukan endapan nikel laterit dimulai oleh pelapukan

pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentinit), dimana batuan ini

banyak mengandung mineral olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi

silikat, yang pada umumnya mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut

sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Proses laterisasi

adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika dari

profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam, hangat dan lembab

serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi

pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co.

Gambar 1.1. Diagram Skematik Pembentukan Endapan Nikel Laterit (Djadjulit,


1992)

I-2
Secara umum, Nikel laterit dapat dibagi menjadi beberapa zona

(Sundari, 2012). Profil nikel laterit dideskripsikan dan diterangkan oleh

daya larut mineral dan kondisi aliran air tanah yang juga menetukan

persebaran secara lateral.

Zona lapisan/horizon Tanah Penutup (Overburden),

Zona lapisan/ horizon Limonit Berkadar Menengah (Medium grade

limonit),

Zona lapisan/ horizon Bijih (Saprolit),

Batuan dasar (Bedrock),

Zona Lapisan /horizon endapan nikel laterit memiliki

penggambaran model yang berbeda tergantung pada penulis serta

daerah yang diteliti.

Dalam Sundari (2012) Faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukan bijih nikel laterit ini adalah :

 Batuan asal, adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk

terbentuknya endapan nikel laterit, batuan asalnya adalah batuan

ultrabasa. Dalam hal ini pada batuan ultrabasa terdapat elemen Ni

yang paling banyak di antara batuan lainnya dan mempunyai

mineral - mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil

(seperti olivin dan piroksin), mempunyai komponen - komponen

yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang

baik untuk nikel.

I-3
 Iklim, adanya siklus musim kemarau dan musim penghujan dimana

terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat

menyebabkan terjadinya proses pemisahan dansekaligus akumulasi

unsur - unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan

membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi

rekahan - rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses

atau reaksi kimia pada batuan.

 Reagen - reagen kimia dan vegetasi, maksud dari reagen-reagen

kimia adalah unsur - unsur dan senyawa - senyawa yang

membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang

mengandung CO2 memegang peranan penting di dalam proses

pelapukan kimia. Asam- asam humus menyebabkan dekomposisi

batuan dan dapat mengubah pH larutan. Dalam hal ini, vegetasi

akan mengakibatkan : Penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih

mudah dengan mengikuti jalur akar pohon - pohonan, akumulasi

air hujan akan lebih banyak, humus akan lebih tebal keadaan ini

merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada

lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih

tebal dengan kadar yang lebih tinggi.

 Topografi, keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi

sirkulasi air beserta reagen - reagen lain. Untuk daerah yang landai,

maka air akan bergerak perlahan - lahan sehingga akan mempunyai

kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui

I-4
rekahan-rekahan atau pori - pori batuan. Akumulasi endapan

umumnya terdapat pada daerah - daerah yang landai

sampaikemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan

pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang curam,

secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak

daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan

kurang intensif.

 Struktur yang sangat dominan adalah struktur kekar (joint)

dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui,

batuan beku mempunyai porositas (kemampuan batuan untuk

meloloskan air) dan permeabilitas (kemampuan batuan untuk

menahan air) yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit,

maka dengan adanya rekahan - rekahan tersebut akan lebih

memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan

lebih intensif.

Karakteristik suatu endapan akan menjadi tolak ukur dalam

pemilikan suatu metode eksplorasi mineral. Eksplorasi mineral

membutuhkan pemahaman geologi yang menunjang untuk menentukan

wilayah eksplorasi untuk mencari suatu endapan yang memiliki potensi

ekonomis. Berikut merupakan beberapa metode yang menjadi opsi

berkaitan dengan eksplorasi nikel laterit:

 Endapan nikel laterit berasosiasi dengan batuan ultrabasa, artinya

dalam memilih suatu wilayah eksplorasi dibutuhkan pemahaman

I-5
tentang daerah dengan keterdapatan batuan ultrabasa. Hal tersebut

dapat dilakukan dengan studi literatur melalui data geologi berupa

peta geologi terdahulu yang selanjutnya ditunjang dengan metode

pemetaan geologi hingga skala terperinci disertai dengan analisis

data penunjang berupa citra satelit dan data topografi.

Pemahaman terhadap morfologi juga dapat berguna untuk

pemilihan wilayah karena pembentukan endapan ini salah satunya

dipengaruhi oleh topografi yang mempengaruhi gerakan air tanah

dan proses pelindian.

 Endapan nikel laterit yang sebagian besar terdiri atas tubuh tanah

hasil proses pelapukan dan terjadi proses pengayaan oleh proses

pelindian, sehingga dibutuhkan metode analisis kimia untuk

menentukan zonasi lapisan yang terkayakan dengan metode

pengambilan sampel melalui pembuatan sumur uji dan

pengeboran. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar endapan

berupa tanah tidak menunjukan kondisi yang tersingkap di

permukaan. Sampel tersebut membutuhkan analisis laboratorium

berupa analisis laboratorium secara geologi dan analisis kimia

untuk mengetahui genesa, jenis bijih, dan kadar nikel.

 Untuk memastikan profil endapan secara vertikal maupun

persebaran secara lateral, data geokimia serta profil dari pembuatan

sumur uji dan pengeboran ditunjang oleh metode geofisika. Dalam

eksplorasi endapan nikel laterit yang berkaitan dengan mineral

I-6
oksida, mineral logam dan faktor air tanah sebagai agen proses

pelindian menjadi acuan metode geofisika berupa metode tahanan

jenis (resistivity).

Diperkirakan permintaan logam nikel dunia akan terus meningkat

pada tahun-tahun mendatang. Peningkatan permintaan logam nikel

dunia tentunya akan diikuti dengan meningkatnya permintaan terhadap

bijih nikel yang merupakan bahan baku logam nikel. Besarnya

permintaan terhadap bijih nikel ternyata tidak diimbangi dengan

peningkatan suplai bijih nikel di pasaran.

Berdasarkan perkembangan permintaan bijih nikel dan produksi

bijih nikel seperti diuraikan di atas, serta dengan mengingat bahwa

Indonesia memiliki cadangan bijih nikel cukup besar yang seluruhnya

belum tergarap, khususnya di wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara yang

kaya akan nikel.

Potensi bijih nikel telah mendorong PT. IFISHDECO untuk

berinisiatif dan akan berperan aktif melakukan usaha pertambangan bijih.

PT.IFISHDECO yang merupakan perusahaan swasta nasional yang

bergerak pada industri penambangan nikel. Pada dasarnya perusahaan

ini sudah melakukan kegiatan penambangan mulai pada tahun 2011

hingga saat ini. Berdasarkan hasil JORC tahun 2011 diperoleh total

sumber daya PT.IFISHDECO sebesar 9.835.697 Ton dengan jumlah 381

titik bor, pada areal yang sudah di eksplorasi seluas ± 82 Ha. Dari kurun

I-7
waktu mulai tahun 2011 hingga 2018 total produksi nikel yang sudah

tertambang 5 juta/ton.

Seiring dengan perkembangnya PT. IFISHDECO melakukan ekplorasi

detail mulai pada tahuh 2016 hingga januari 2018 untuk memperoleh

sumber daya dan cadangan baru di blok potensial lainnya. Areal yang di

eksplorasi pada tahun 2016-2018 seluas 380 Ha, dengan jumlah 778 titik

bor. Dari tahun 2011 – 2018, PT. IFISHDECO telah melakukan kegiatan

ekplorasi dengan total titik bor sebanyak 1.159 titik bor dengan luas areal

titik sebesar 462 Ha.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari laporan JORC cadangan ini adalah untuk mendapatkan

data cadangan dan mengetahui daerah yang berpotensi untuk dilakukan

penambangan serta menilai ekonomis.

Tujuannya penyusunan laporan JORC cadangan adalah

memberikan gambaran informasi mulai dari cadangan, teknis

penambangan, teknis produksi dan rencana penjualan.

1.3. STATUS PEMEGANG IUP

1.3.1. Profil Perusahan

Nama Perusahaan : PT. IFISHDECO

Penanggung Jawab : Harry Sunogo

Jabatan : Direktur Utama

I-8
Kantor Pusat : Gedung Wisma Nugra Santana Lt.8 Suite 802,

Jl. Jenderal Sudirman Kav. 7-8, Jakarta 10220.

Bahan Galian : Nikel DMP.

Luas Areal IUP : ± 800 Ha.

Lokasi Tambang : Desa Ngapaaha dan sekitarnya,

Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe

Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara.

1.3.2. Perizinan Yang Di Miliki

Perijinan yang sudah dimiliki oleh PT. IFISHDECO dalam melakukan

kegiatan penambangan adalah sebagai berikut :

a. Keputusan Bupati Konawe Selatan Nomor 2249 Tahun 2008

tertanggal 18 Desember 2008, tentang “Pemberian Kuasa

Pertambangan Eksplorasi kepada PT. IFISHDECO.

b. Keputusan Bupati Konawe Selatan Nomor 1321 Tahun 2010

tertanggal 8 September 2010, tentang “Persetujuan Peningkatan

Kuasa Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan

Operasi Produksi kepada PT. IFISHDECO.

c. Keputusan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 75 Tahun 2012

tertanggal 14 Pebruari 2012 tentang “Izin Pinjam Pakai Kawasan

Hutan Untuk Sarana Jalan Umum Ke Pelabuhan Pada Kawasan

Hutan Lindung Di Kabupaten Konawe Selatan, yang berlokasi pada

I-9
wilayah Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi

Sulawesi Tenggara”.

d. Ketetapan Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan

Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 208/Min/12/2012

Tentang “Sertifikat CnC (Clear and Clean) IUP Operasi Produksi

PT.IFISHDECO”.

1.4. LOKASI DAN KESAMPAIAN WILAYAH

1.4.1. Lokasi Kegiatan

Secara administratif, Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP)

Operasi Produksi PT. IFISHDECO berada di wilayah Desa Ngapaaha dan

sekitarnya, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi

Sulawesi Tenggara, dengan luas ± 800 hektar.

Secara geografis (koordinat) IUP Operasi Produksi PT. IFISHDECO

sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Morowali Nomor 1321 Tahun

2010 adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1. Koordinat IUP Operasi Produksi PT. IFISHDECO


Garis Bujur Garis Lintang
No Bujur Timur (BT) Lintang Selatan(LS)
o o
´ " ´ "
1 122 10 3.97 -4 24 15.07
2 122 10 3.97 -4 23 49.36
3 122 10 8.67 -4 23 49.36
4 122 10 8.67 -4 23 39.47
5 122 10 13.21 -4 23 39.31
6 122 10 13.21 -4 23 29.45
7 122 10 17.09 -4 23 29.45
8 122 10 17.09 -4 23 20.00
9 122 10 10 -4 23 20.00
10 122 10 10 -4 22 50.00

I-10
11 122 10 15 -4 22 50.00
12 122 10 15 -4 22 15.00
13 122 10 55 -4 22 15.00
14 122 10 55 -4 22 25.00
15 122 11 20 -4 22 25.00
16 122 11 20 -4 22 40.00
17 122 11 40 -4 22 40.00
18 122 11 40 -4 22 50.00
19 122 11 50 -4 22 50.00
20 122 11 50 -4 22 55.00
21 122 12 0 -4 22 55.00
22 122 12 0 -4 22 59.84
23 122 12 15 -4 22 59.84
24 122 12 15 -4 23 20.00
25 122 11 45 -4 23 20.00
26 122 11 45 -4 23 15.00
27 122 11 0.75 -4 23 15.00
28 122 11 0.75 -4 24 15.07

1.4.2. Kesampaian Daerah dan Sarana Perhubungan Setempat

Lokasi penambangan PT. IFISHDECO dapat tempuh melalui rute :

 Jakarta – Makassar – Kendari, dapat ditempuh dengan

menggunakan pesawat terbang selama ± 3 jam.

 Kendari – Lokasi PT. IFISHDECO, itempuh melalui jalan darat

dengan menggunakan mobil atau sepeda motor selama ± 2 jam

dengan kondisi jalan baik.

I-11
Gambar 1.2. Peta Lokasi IUP PT. IFISHDECO

I-12
Gambar 1.3. Peta Citra Satelit Lokasi IUP PT. IFISHDECO

I-13
1.5. KEADAAN LINGKUNGAN

1.5.1. Kependudukan dan Sosial Budaya

Dari data kependudukan pada lokasi pemukiman penduduk di

wilayah studi umumnya adalah Suku Bungku, Suku Bugis, Suku Jawa dan

anak suku-sukunya yang tersebar di wilayah Desa Lalampu serta desa -

desa sekitarnya. Meskipun banyak suku yang terdapat pada lokasi

kegiatan penambangan dalam interaksi sosial dengan warga pendatang

terjalin dengan baik sebagai contoh perkawinan campuran antar suku

tidak menjadi persoalan bagi kebanyakan masyarakat setempat, begitu

pula kehadiran pendatang juga tidak menjadi persoalan. Semangat

gotong royong dan musyawarah masih terus terpelihara dan di

pertahankan terutama disaat memperingati hari – hari besar keagamaan

maupun nasional. Suku Bungku, Suku Bugis, Suku Jawa dan anak suku-

sukunya yang tersebar di wilayah Desa Lalampu serta desa - desa

sekitarnya.

Dari data kependudukan pada lokasi pemukiman penduduk di

wilayah studi umumnya adalah didiami oleh berbagai suku bangsa,

diantaranya Suku Tolaki sebagai suku mayoritas, suku Jawa serta Bali juga

merupakan suku pendatang yang tersebar di beberapa desa transmigrasi,

dan suku Bugis yang merupakan suku pendatang yang berasal dari

Sulawesi Selatan.

Adanya keanekaragaman suku yang mendiami suatu wilayah maka

akan terjadi pembauran kebudayaan sehingga perlunya pengkajian aspek

I-14
sosial budaya masyarakat, khususnya mereka yang tinggal disekitar

wilayah PT. IFISHDECO.

Penduduk asli yang mendiami khususnya di sekitar lokasi proyek

adalah suku Tolaki dan suku Jawa, Sunda, Bali dan Bugis sebagai suku

pendatang, Kedatangan suku-suku yang berasal dari daerah Jawa, dan

Bali tersebut melalui program transmigrasi. Sedangkan kedatangan suku

Bugis disebabkan oleh lancarnya hubungan antara Sulawesi Selatan dan

Tenggara sejak dahulu. Hal ini karena adanya jalur lintas yang mudah

dilewati oleh para pelaut-pelaut Sulawesi Selatan yang menyeberangi

Teluk Bone, dan karena desakan ekonomi untuk mencari penghidupan

yang lebih baik, sehingga terjadi interaksi sosial yang telah berlangsung

lama menjadi perekat keharmonisan dimana masing-masing mencoba

mengadaptasikan pola budayanya tanpa menghilangkan identitas

budayanya masing-masing.

Adat istiadat mereka nampak baik berupa sikap kegotongroyongan

dalam menyelesaikan pekerjaan upacara perkawinan, maupun adat-adat

turun/panen hasil pertanian mereka, bahkan kebiasaan dalam

menghadapi peristiwa kematian. Di dalam masyarakat sehari-hari

nampak adanya sikap keramah-tamahan yang sangat kuat. Dalam

kegiatan sehari-hari masyarakat di wilayah studi, masih tetap

mempertahankan adat-adat lama seperti pada upacara perkawinan.

Mereka masih tetap mempertahankan adat tradisional dalam

I-15
pelaksanaan perkawinan secara adat, sering diramaikan dengan acara

kesenian khas berupa molulo.

Perkembangan adat istiadat pada masyarakat dapat dilihat pada

masing-masing suku tetap mempertahankan bahasa dan adat

istiadatnya, tetapi mereka juga mengenal adat-adat dari suku-suku lain

yang ada di sekitarnya. Sehingga mereka secara tidak sadar

menggabungkan beberapa adat dari suku yang ada pada suatu kegiatan.

Sistim adat istiadat yang berhubungan dengan sistim nilai budaya

adalah dalam hal pernikahan, ada pola yang disepakati bersama jika

terjadi pernikahan antara etnis, misalnya, apabila calon mempelai wanita

adalah orang Tolaki sedangkan calon mempelai laki-laki adalah orang

Bugis, maka pihak laki-laki yang akan mengikuti adat perkawinan pihak

perempuan, begitu pula sebaliknya dan ini telah berlangsung lama.

Selain dalam hal pernikahan, kegiatan adat istiadat yang

lainpun masih sering dilakukan oleh masyarakat dari dahulu sampai

sekarang seperti bekerjasama bahu-membahu, bantu membantu

memberikan partisipasinya masing-masing tanpa saling membeba-

bedakan setempat seperti berduka, membangun rumah, selamatan dan

sunatan sehingga nampak kehidupan yang saling tolong menolong baik

dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah, sehingga dengan

kondisi daerah wilayah studi yang masih mempertahankan adat istiadat

dimana masyarakat seluruhnya mendukung adat istiadat yang

I-16
pelaksanaannya dilakukan secara terkoordir maka berdasarkan kriteria

skala kualitas lingkungan termasuk dalam kriteria baik.

Masyarakat di wilayah studi yang berkarakteristik masyarakat

(agraris) petani yang masih memegang teguh nilai-nilai tradisi budaya

lokal, sehingga mereka selalu menjunjung tinggi sifat dan sikap

kebersamaan. Semangat kebersamaan yang terkait dengan masyarakat

umum ditunjukkan dengan kebiasaan gotong-royong, dari hasil

wawancara dengan responden di wilayah studi sebagian besar masih

mendukung adanya kegiatan gotong-royong seperti pembersihan

lingkungan, rumah ibadah dan perbaikan rumah masyarakat dan masih

seringnya diadakan pertemuan sehingga tingkat kebersamaan antar

warga masyarakat masih cukup tinggi.

Dari kondisi adanya rasa kekeluargaan antara sesama penduduk

karena adanya ikatan kekerabatan dan timbulnya rasa kebersamaan

dan senasip sepenanggungan maka potensi konflik diantara warga

masyarakat dapat diredam. Dari hasil wawancara dengan penduduk

setempat konflik yang pernah terjadi dalam masyarakat antara lain kasus

perkawinan namun dapat diselesaikan secara damai. Jika disesuaikan

dengan kriteria skala kualitas lingkungan berdasarkan konflik sosial

termasuk dalam kategori sedang karena konflik yang timbul ditengah

masyarakat bersifat temporer, dan dapat diselesaikan dengan

musyawarah.

I-17
1.5.2. Curah Hujan Daerah Penyelidikan

Lokasi daerah studi berada pada iklim basah yang bercirikan pada

dua musim antara musim hujan dan musim kemarau. Kondisi yang

mempengaruhi iklim dan meteorologi adalah topografi dan keadaan

vegetasi di lokasi studi. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa daerah

kegiatan eksploitasi termasuk pada iklim tropis basah yang dicirikan oleh

curah hujan rata-rata setahun 203,7 mm. Curah hujan tertinggi pada

bulan September s/d Juni dan terendah pada bulan Juli s/d Agustus.

Untuk lebih lengkapnya data curah hujan sebagai pada tahun 2016 di

wilayah Kecamatan Tinanggea disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 1.2. Rata-rata Curah Hujan dan Hari Hujan Tahun 2016

Banyaknya
Bulan
Curah Hujan Hari Hujan
Januari 194,8 16
Februari 438,1 23
Maret 485,6 26
April 164,0 20
Mei 141,8 23
Juni 269,0 24
Juli 74,7 20
Agustus 65,6 10
September 166,7 15
Oktober 159,6 20
November 185,0 15
Desember 100,2 16
Rata-Rata 203,7 19
Sumber: BPS Kecamatan Tinanggea, 2016

I-18
1.5.3. Flora dan Fauna

1) Keadaan Flora

Berdasarkan data sekunder, ditemukan sekitar 43 jenis vegetasi di

sekitar lokasi proyek. Berdasarkan habitus/golongan tumbuhan

disajuikan pada tabel berikut.

Tabel 1.3. Jenis vegetasi yang ditemukan pada daerah sekitar

Jenis Vegetasi
No
Nama lokal Nama Latin Keterangan
1 Eha Castonopsis buruana Miq
2 Kase Pometia pinnata Forst
3 Silae Elmerillia sp
4 Damar Agathis damara Dilindungi
5 Biti Nitex cofassus Dilindungi
6 Kayu angin Casuarina sp.
7 Kuma Palaquium obovatum
8 Meranti Shorea spp. Dilindungi
9 Longkida Nauclea orientalin
10 Ponto putih Litsea sp.
11 Wunu Trichospermum sp.
12 Pute Mata Macaranga hispida Muell
13 Sisio Cratoxylon formasum
14 Toho Artocarpus sp.
15 Kapuk Ceiba petandra
16 Siambu Cycas sp.
17 Beringin Ficus sp. 1
18 Ruruhi Ficus sp. 2
19 Orepe -
20 Kedondong hutan Spondias pinata Dilindungi
21 Tamate Lagerstroemia foetida
22 Olea -
23 Rao Dracontomelum mangiferum
24 Kuia Alstonia sp.
25 Ponto Bucania arborescens
26 Loluna Cordia myxa
B Semak
27 Rodu -
28 Komba-komba Euphatorium odoratum L.
29 Ponda Pandanus sp.
30 Bambu tari Bambusa sp.
C Palm
31 Wiu Garula floribonda
32 Rotan batang Calamus sp. 1
33 Anggrek hutan Orchidaceae sp. Dilindungi

I-19
D Liana
34 Ue Wai Calamus sp. 2
35 Balandete -
36 Pepundi Uvaria sp.
37 Menambo -
38 Tira -
39 Totanggo -
40 Manggehao -
41 Opa-opa -
E Rumput
42 Teki Cyperus rotundus L.
43 Alang-alang Imperata cylindrica L.
Sumber : PPLH Unhalu, 2006

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dilokasi kegiatan

ditemukan vegetasi alami yang dilindungi keberadaannya, dengan

pertimbangan jumlah individu (kepadatan) yang semakin rendah. Jenis-

jenis vegetasi tersebut yaitu Biti (Vitex cofasus), Damar (Agathis damara),

kedondong hutan (Spondias pinata), meranti (Shorea spp.) dan anggrek

hutan (Orchidaceae).

Secara umum kondisi vegetasi hutan di wilayah studi, tumbuh

terspot- spot dan mengelompok membentuk kesatuan tegakan. Sangat

banyak ditemui daerah terbuka yang didominasi oleh alang-alang dan

tumbuhan agel.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di sekitar wilayah studi,

dengan melakukan pengamatan pada 15 unit sampling, terkoleksi

sebanyak 738 spesimen, yang terkelompok dalam lebih dari 20 famili dan

54 spesies, 9 spesies diantaranya masih dalam tahap identifikasi. Secara

keseluruhan Famili Euphorbiacea, Moraceae dan Myrtaceae (bangsa

jambu) tercatat sebagai Famili yang paling banyak menyumbangkan

I-20
anggota jenisnya dan juga jumlah individunya. Euphorbiaceae terkoleksi

sebanyak 6 jenis, Moraceae 4 jenis, dan Myrtaceae terkoleksi sebanyak

2 jenis. Jumlah individu terbanyak disumbangkan oleh jenis Metrosideros

petiolata yang oleh masyarakat disebut kayu besi dari famili Myrtaceae

sebanyak 176 individu. ini mendominasi wilayah bagian utara dari

wilayah studi. Selanjutnya jenis Kaliandra sp juga ditemukan dalam

jumlah yang cukup besar yakni 122 individu, jenis ini sangat banyak

ditemui pada wilayah bagian selatan dari lokasi studi.

Tabel 1.4. Beberapa Famili Dengan Komposisi Jenis Terbanyak yang Ditemui di

Sekitar Lokasi Studi

Jmlplot Jml
No Jenis Nama Latin Famili
Ditemukannya Indv
1 Mangga Hutan Buchanania sp Anacardiaceae 4 2
Koordersiodendron
2 lonrong Anacardiaceae 2 4
pinnatum
3 Mirip Angsana Cananga odorata Annonaceae 1 2
4 pulai Alstonia scolaris Apocynaceae 1 1
Tabernaemontana Tabernaemontana cf.
5 Apocynaceae 2 3
cf. remota remota
6 mrip macaranga Vernonia arborea Asteraceae 1 4
7 Ky angin Casuarina sumatrana Casuarinaceae 5 8
8 mrip manggis Garcinia sp Clusiacea 3 33
9 Ebenaceae sp Ebenaceae sp Ebenaceae 2 70
10 Euphorbiaceae sp3 Euphorbiaceae sp3 Euphorbiaceae 7 94
Cleithantus Cleistanthus
11 Euphorbiaceae 4 35
sumatranus sumatranus
Cleithantus Cleithantus
12 Euphorbiaceae 4 17
bakonensis bakonensis
13 kondolewai Baccaurea costulata Euphorbiaceae 7 50
14 Umera Macaranga celebica Euphorbiaceae 1 1
15 waru Malotus sp Euphorbiaceae 2 3
16 Raha2 waio Cryptocarya infectoria Lauraceae 5 29
17 puta Barringtonia reticulata Lecythidaceae 3 5
18 Fonggia Ixonanthes petiolaris Linaceae 2 13
19 batu-batu Ptemandra Melastomataceae 2 7
20 Rodu Melastoma sp Melastomataceae 1 1
daun majemuk
21 Melaceae sp1 Meliaceae 3 14
sejajar

I-21
22 majemuk sejajar Melaceae sp2 Meliaceae 2 4
23 beringin Ficus Benjamina Moraceae 1 3
24 Ficus anulata Ficus anulata Moraceae 1 39
25 ficus sp ficus sp Moraceae 7 23
26 Moraceae sp Moraceae sp Moraceae 2 3
27 horsfielda Horsfieldia glabra Myristicaceae 2 8
28 H052 Syzigium Sp Myrtaceae 2 52
Metrosideros
29 H125 Myrtaceae 4 176
petiolata
Sarcotheca
30 tanggulewado Oxalidaceae 1 1
diversifolia
31 lobani Timonius celebicus Rubiaceae 6 24
32 Mengkudu Morinda citrifolia Rubiaceae 4 9
33 Nauclea sp Nauclea sp Rubiaceae 2 4
34 Meliosma nitida Meliosma nitida Sabiaceae 2 7
35 holimbute Sterculla heterophylla Sterculiaceae 2 4
36 asam Ceiba patandra 4 11
37 L19 1 1
38 kaliandra Kaliandra sp 7 122
39 Ky sisio Cratoxylon formosum 1 2
40 L10 1 9
41 L12 1 1
42 L18 1 1
43 L3 3 1
44 L5 2 2
45 L6 4 12
46 L8 1 14
47 mirip kelor 5 9
48 pakis haji 5 14
49 S6 1 3
50 S7 2 7
51 Agel 3
52 Alang-alang Imperata cylindrica 3
Euphatorium
53 Komba-komba 1 5
Odoratum
54 Lantana camara Lantana camara 1 3
Sumber : Data Sekunder CV. Enviro Tahun 2008

Keanekaragaman

Tingkat keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan

struktur komunitas. Suatu komunitas dikatakan mempunyai

keanekaragaman jenis tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak

spesies (jenis) dengan kelimpahan spesies yang sama atau hampir sama.

I-22
Sebaliknya jika komunitas itu disusun oleh sangat sedikit spesies, dan jika

hanya sedikit saja spesies yang dominan, maka keanekaragaman jenisnya

rendah. Keanekaragaman jenis di suatu daerah tidak hanya ditentukan

oleh banyaknya jenis, tetapi juga oleh banyaknya individu dari setiap

jenis.

Dengan mengunakan persamaan Shanon-Wiener diperoleh angka

indeks keanekaragaman adalah sebesar 3.75. Kondisi tersebut mungkin

lebih disebabkan karena wilayah studi merupakan daerah yang belum

mengalami banyak gangguan, sehingga jumlah jenis yang dtemukan

masih relatif banyak, hal ini juga ditunjang oleh proses regenarsi yang

cukup baik pada hampr semua jenis, sehingga laju penurunan jumlah

spesies yang ada relatif dapat di kurangi secara alami.

Dominansi

Indeks dominansi dapat digunakan untuk mengetahui adanya

pendominasian jenis tertentu di lokasi studi. Pendominasian jenis

tertentu dalam lokasi studi dapat menyebabkan struktur komunitas

menjadi labil. Hal ini karena terjadi tekanan ekologis (stres) atau tekanan

jenis yang dominan terhadap jenis-jenis yang lainnya.

Hasil perhitungan indeks dominansi dengan menggunakan indeks

dominansi Simpson menunjukkan nilai indeks sebesar 0.133 yang

berarti tingkat dominansi rendah. Angka ini memberikan gambaran tidak

terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya.

I-23
Tabel 1.5. Nilai Indeks Dominansi pada Flora di Sekitar Lokasi Proyek

Dominansi
No Jenis Nama Latin Famili
Simson (C)
1 Mangga Hutan BUCHANANIA sp Anacardiaceae 0.0000073
2 Koordersiodendron
Lonrong Anacardiaceae 0.0000294
pinnatum
3 Mirip Angsana Cananga odorata Annonaceae 0.0000073
4 Pulai Alstonia scolaris Apocynaceae 0.0000018
5 Tabernaemontana cf. Tabernaemontana cf.
Apocynaceae 0.0000165
remota remota
6 mrip macaranga Vernonia arborea Asteraceae 2.9377E-05
7 Ky angin Casuarina sumatrana Casuarinaceae 0.0001175
8 mrip manggis Garcinia sp Clusiacea 0.0019995
9 Ebenaceae sp Ebenaceae sp Ebenaceae 0.0089967
10 Euphorbiaceae sp3 Euphorbiaceae sp3 Euphorbiaceae 0.0162234
11 Cleithantus Cleistanthus
Euphorbiaceae 0.0022492
sumatranus sumatranus
12 Cleithantus bakonensis Cleithantus bakonensis Euphorbiaceae 0.0005306
13 Kondolewai Baccaurea costulata Euphorbiaceae 0.0045902
14 Umera Macaranga celebica Euphorbiaceae 0.0000018
15 Waru Malotus sp Euphorbiaceae 0.0000165
16 Raha2 waio Cryptocarya infectoria Lauraceae 0.0015441
17 Puta Barringtonia reticulata Lecythidaceae 0.0000459
18 Fonggia Ixonanthes petiolaris Linaceae 0.0003103
19 batu-bat Ptemandra Melastomataceae 0.0000900
20 Rodu Melastoma sp Melastomataceae 0.0000018
21 daun majemuk sejajar Melaceae sp1 Meliaceae 0.0003599
22 majemuk sejajar Melaceae sp2 Meliaceae 0.0000294
23 Beringin Ficus Benjamina Moraceae 0.0000165
24 Ficus anulata Ficus anulata Moraceae 0.0027926
25 ficus sp ficus sp Moraceae 0.0009713
26 Moraceae sp Moraceae sp Moraceae 0.0000165
27 Horsfielda Horsfieldia glabra Myristicaceae 0.0001175
28 H052 Syzigium Sp Myrtaceae 0.0049647
29 H125 Metrosideros petiolata Myrtaceae 0.0568738
30 Tanggulewado Sarcotheca diversifolia Oxalidaceae 0.0000018
31 Lobani Timonius celebicus Rubiaceae 0.0010576
32 Mengkudu Morinda citrifolia Rubiaceae 0.0001487
33 Nauclea sp Nauclea sp Rubiaceae 0.0000294
34 Meliosma nitida Meliosma nitida Sabiaceae 0.0000900
35 Holimbute Sterculla heterophylla Sterculiaceae 0.0000294
36 Asam Ceiba patandra 0.0002222
37 L19 0.0000018
38 Kaliandra Kaliandra sp 0.0273279
39 Ky sisio Cratoxylon formosum 0.0000073
40 L10 0.0001487
41 L12 0.0000018

I-24
42 L18 0.0000018
43 L3 0.0000018
44 L5 0.0000073
45 L6 0.0002644
46 L8 0.0003599
47 mirip kelor 0.0001487
48 pakis haji 0.0003599
49 S6 0.0000165
50 S7 0.0000900
51 Agel 0.0000165
52 Alang2 Imperata cylindrica 0.0000165
53 Komba2 Euphatorium Odoratum 0.0004131
54 Lantana camara Lantana camara 0.0000165
Sumber : Data Sekunder CV. Enviro Tahun 2008

Indeks Nilai Penting

Salah satu informasi yang menyangkut keadaan hutan adalah

Indeks Nilai Penting. Indeks Nilai Penting suatu jenis memberikan

gambaran besarnya sumberdaya lingkungan yang dimanfaatkan oleh

jenis tersebut, juga memberikan gambaran tingkat dominansi jenis

tersebut dalam populasi. Semakin tinggi kemampuan suatu jenis

memanfaatkan sumberdaya lingkungan selama pertumbuhannya dari

tingkat anakan sampai pohon, semakin dominan kehadirannya di masa

akan datang. Dominannya suatu jenis juga menyatakan pengaruh

penguasaan jenis tersebut dalam habitatnya, sehingga jenis lainnya

akan berkurang jumlah dan daya hidupnya.

Hasil Perhitungan Indeks Nilai Penting, nilai terbesar ditemukan

pada jenis Metrosideros petiolata yang oleh masyarakat disebut kayu

besi kemudian disusul oleh Kaliandra sp. Sedangkan nilai INP terkecil

I-25
ditemui pada jenis-jenis Melastoma sp dan Macaranga celebica. Berikut

disajikan hasil perhitungan indeks nilai penting di lokasi studi.

Tabel. 1.6. Hasil Perhitungan Indeks Nilai Penting

No Jenis Latin Famili KR(%) DR(%) FR (%) INP


1 Mangga Hutan BUCHANANIA sp Anacardiaceae 0.202839757 0.061 2.836879 3.10032
Koordersiodendron
2 Lonrong Anacardiaceae 0.405679513 0.171 1.41844 1.995207
pinnatum
3 Mirip Angsana Cananga odorata Annonaceae 0.202839757 3E-04 0.70922 0.912406
4 Pulai Alstonia scolaris Apocynaceae 0.101419878 0.003 0.70922 0.813755
Tabernaemontan Tabernaemontana
5 Apocynaceae 0.304259635 0.042 1.41844 1.765176
a cf. remota cf. remota
6 mirip macaranga Vernonia arborea Asteraceae 0.405679513 0.104 0.70922 1.218602
Casuarina
7 Ky angin Casuarinaceae 0.811359026 1.494 3.546099 5.851417
sumatrana
8 mrip manggis Garcinia sp Clusiacea 3.346855984 0.865 2.12766 6.33998
9 Ebenaceae sp Ebenaceae sp Ebenaceae 7.099391481 4.998 1.41844 13.5157
Euphorbiaceae
10 Euphorbiaceae sp3 Euphorbiaceae 9.53346856 9.206 4.964539 23.70451
sp3
Cleithantus Cleistanthus
11 Euphorbiaceae 3.54969574 1.221 2.836879 7.607411
sumatranus sumatranus
Cleithantus Cleithantus
Euphorbiaceae 1.724137931 0.379 2.836879 4.939773
12 bakonensis bakonensis
Baccaurea
13 kondolewai Euphorbiaceae 5.070993915 5.133 4.964539 15.16869
costulata
Macaranga
14 Umera Euphorbiaceae 0.101419878 7E-05 0.70922 0.810713
celebica
15 Waru Malotus sp Euphorbiaceae 0.304259635 0.001 1.41844 1.724084
Cryptocarya
16 Raha2 waio Lauraceae 2.941176471 0.967 3.546099 7.454075
infectoria
Barringtonia
17 Puta Lecythidaceae 0.507099391 0.017 2.12766 2.652097
reticulata
Ixonanthes
18 Fonggia Linaceae 1.318458418 0.231 1.41844 2.968159
petiolaris
19 batu-bat Ptemandra Melastomataceae 0.709939148 0.014 1.41844 2.142833
20 Rodu Melastoma sp Melastomataceae 0.101419878 5E-05 0.70922 0.810691
daun majemuk
21 Melaceae sp1 Meliaceae 1.419878296 0.081 2.12766 3.628658
sejajar
22 majemuk sejajar Melaceae sp2 Meliaceae 0.405679513 0.005 1.41844 1.829447
23 Beringin Ficus Benjamina Moraceae 0.304259635 0.001 0.70922 1.014659
24 Ficus anulata Ficus anulata Moraceae 3.955375254 0.884 0.70922 5.548801
25 ficus sp ficus sp Moraceae 2.332657201 1.432 4.964539 8.728841
26 Moraceae sp Moraceae sp Moraceae 0.304259635 0.024 1.41844 1.746592
27 horsfielda Horsfieldia glabra Myristicaceae 0.811359026 0.049 1.41844 2.278379
28 H052 Syzigium Sp Myrtaceae 5.273833671 3.946 1.41844 10.63868
Metrosideros
29 H125 Myrtaceae 17.84989858 41.7 2.836879 62.38916
petiolata

I-26
Sarcotheca
30 tanggulewado Oxalidaceae 0.101419878 3E-04 0.70922 0.810935
diversifolia
31 Lobani Timonius celebicus Rubiaceae 2.434077079 2.667 4.255319 9.356218
32 Mengkudu Morinda citrifolia Rubiaceae 0.912778905 0.03 2.836879 3.77965
33 Nauclea sp Nauclea sp Rubiaceae 0.405679513 0.013 1.41844 1.837229
34 Meliosma nitida Meliosma nitida Sabiaceae 0.709939148 0.034 1.41844 2.16194
Sterculla
35 holimbute Sterculiaceae 0.405679513 0.013 1.41844 1.837559
heterophylla
36 Asam Ceiba patandra 1.115618661 0.661 2.836879 4.613373
37 L19 0.101419878 0.002 0.70922 0.812483
38 kaliandra Kaliandra sp 12.37322515 22.42 4.964539 39.75354
Cratoxylon
39 ky sisio 0.202839757 0.005 0.70922 0.917181
formosum
40 L10 0.912778905 0.218 0.70922 1.839699
41 L12 0.101419878 1E-03 0.70922 0.811631
42 L18 0.101419878 5E-04 0.70922 0.811164
43 L3 0.101419878 0.069 2.12766 2.298431
44 L5 0.202839757 3E-04 1.41844 1.621574
45 L6 1.21703854 0.036 2.836879 4.08961
46 L8 1.419878296 0.163 0.70922 2.291998
47 mirip kelor 0.912778905 0.021 3.546099 4.479774
48 pakis haji 1.419878296 0.571 3.546099 5.537049
49 S6 0.304259635 0.006 0.70922 1.019676
50 S7 0.709939148 0.04 1.41844 2.167957
51 Agel 0.304259635 0 0 0.30426
52 Alang2 Imperata cylindrica 0.304259635 0 0 0.30426
Euphatorium 2.230518
53 Komba2 1.521298174 0 0.70922
Odoratum
54 Lantana camara Lantana camara 0.304259635 0 0.70922 1.013479

Nilai kualitas lingkungan biotik (flora) dapat ditentukan dengan

menggunakan parameter kerapatan pohon/ha, Keanekaan Flora, Jenis

Flora Ekonomis, Jenis yang dilindungi undang-undang dan Potensi

Pemanfaatan.

I-27
Tabel 1.7. Kriteria Kualitas Lingkungan dalam Skala pada Komponen Flora Darat

Kriteria Kualitas / Skala


Parameter Buruk Kurang Sedang Cukup Baik
1 2 3 4 5
Kerapatan flora
(pohon/ha)8 ≤ 20 21 - 50 51 - 100 101 - 200 ≥ 201

Keanekaan Terdapat 1 Terdapat 6 – Terdapat 11 – Terdapat 21 – Terdapat lebih


Flora8 jenis 10 jenis 20 jenis 30 jenis dari 30 jenis
tumbuhan tumbuhan tumbuhan tumbuhan tumbuhan

Jenis Flora Terdapat 1 – 2 Terdapat 3 – Terdapat 6 – Terdapat 11 – Terdapat lebih


Ekonomis8 jenis tanaman 5 jenis 10 jenis tanaman 15 jenis dari 15 jenis
ekonomis tanaman ekonomis tanaman tanaman
ekonomis Terdapat 1 – 2 ekonomis ekonomis
jenis yang Lebih dari 2
dilindungi jenis yang
undang- undang dilindungi
undang-
Jenis yang Tidak memiliki undang
Dilindungi jenis yang
Undang- dilindungi –– –– –– ––
Undang8 oleh undang-
undang

Potensi
Pemanfaatan8 Kecil sekali Kecil Cukup Besar Besar sekali

Sumber : 8 L.W. Canter & L.G. Hill, 1997; 88 Fandelli, 1992

Jika dilihat dari kerapatan pohon yang ada di lokasi studi maka

kulitas lingkungan di lokasi tersebut termasuk kategori kurang (skala 2),

dimana hanya terdapat 41 pohon/ha. Kondisi ini lebih disebabkan karena

kondisi hutan yang secara alami membentuk spot-spot yang diantarai

oleh hamparan alang-alang yang mendominasi hampir semua lokasi

pada wilayah studi. Berikut disajikan tabel jumlah individu yang

ditemukan pada setiap plot pengamatan.

I-28
Tabel 1.8. Jumlah Individu Pada Tiap Plot Pengamatan

No plot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jumlah Pohon
72 68 71 77 49 44 53 61 62 43 72 61 2 3 1
(individu/plot)
Rata-rata Jumlah pohon
49.2
(individu/plot)
Jumlah pohon
41
(individu/ha)
Sumber : Data Sekunder CV. Enviro Tahun 2008

Terkoleksi sebanyak 738 spesimen, yang terkelompok dalam lebih

dari 20 famili dan 54 spesies, 9 spsies diantaranya masih dalam tahap

identifikasi. Dimana ditemukan paling tidak 3 jenis flora ekonomis

diantaranya Syzigium sp dan Metrosideros petiolata yang disebut

oleh masyarakat kayu besi, Pondo (Lithocarpus glutinosus) yang

digunakan untuk keperluan konstruksi rumah dan Mengkudu (Morinda

citrifolia) yang berpotensi sebagai bahan obat tradisional. Meskipun

terdapat jenis jenis yang ekonomis namun jenis-jenis tersebut memiliki

tingkat kerapatan relatif yang tidak begitu besar dengan jumlah yang

tidak begitu banyak untuk potensi pengembangan, dimana tidak

ditemukan jenis-jenis flora yang dilindungi oleh undang-undang

berdasarkan data hasil survey di lokasi studi.

2) Keadaan Fauna

Berdasarkan studi pustaka dan wawancara dengan penduduk

setempat, diiketahui adanya jenis-jenis satwa liar, baik ditemukan

langsung maupun tidak langsung (berdasarkan Bunyi/suara, feses dan

I-29
informasi masyarakat. Fauna tersebut dapat digolongkan menjadi

kelompok jenis mamalia, primata, reptilia, amphibi dan aves. Adapun

jenis-jenisnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.9. Jenis-Jenis Fauna yang Terdapat di Sekitar Lokasi Proyek

Hewan Domes-
No Nama Lokal Nama Ilmiah Ket
liar tikasi
A Mamalia
1 Anoa dataran Bubalus depresicomis √ - Dilindungi
rendah
2 Babi hutan Sus celebensis √ -
3 rusa Cervus timorensis √ -
4 sapi - √
5 Kerbau Bubaolus bubalus - √
6 Kambing - - √
7 Anjing - - √
8 Tupai Lariscus insignis √ -
9 Kelelawar Emballonura sp. √ -
10 Tikus hutan Sulawesi Paruromys dominator √ -
11 Tikus raksasa Bonomys meyer √ -
12 Tikus Ratus sp. -
13 Cerucut hutan Crosidura lea √ -
B Primata
14 Monyet Sulawesi Macaca brunnescens √ -
15 Kus-kus Phalanger ursinus - -
C Reptil -
16 Kadal Mbuya multifasiata √ -
17 Biawak Varanus bengalensis - -
18 Buaya Crocodylus sp. - -
19 Ular piton Phyton sp. - -
20 Ular air Enhydris sp. √ -
21 Ular rumput Natrix sp. √ -
22 Ular sawah Phyton sp. 1 √ -
23 Ular daun Phyton sp. 2 √ -
D Amphibi -
24 Katak Rana sp. √ -
25 Katak sungai Limnonectes sp. - -
26 Katak raksasa - √ -
27 Katak batu Bufo melanosticus - -
E Aves - -
28 Nuri Eos hitria √ √ Dilindungi
29 Kakatua Cacatua alba √ √ Dilindungi
30 Gagak Carvus sp. √ -
31 Tekukur Settopelia chinensis √ -
32 Elang Spizactus cirrtatus √ -

I-30
33 Pipit Lonchuro hugacastro √ -
34 Rangkong Aarhyticeros cassidix √ -
Pelagopsis √ -
35 Raja udang
melanorhychu
36 Ayam hutan Gallus sp. 1 √ -
37 Ayam domestik Gallus sp. 2 - √

1.5.4. Tata Guna Lahan

Berdasarkan Peta Kawasan Hutan MENHUT dengan Nomor SK

689/MENHUT-II/2014 tanggal 24 september 2014, PT. IFISHDECO masuk

kedalam Kawasan Areal Penggunaan Lain (Non Kawasan Hutan) 100%.

1.6. TAHAP KEGIATAN PENYELIDIKAN

Dalam pelaksanaan kegiatan penyelidikan eksplorasi yang terdiri

dari persiapan, pelaksanaan lapangan maupun penyusunan laporan,

PT.IFISHDECO telah melaksanakan kegiatan penyelidikan. Adapun tahap-

tahap kegiatan yang dilakukan antara lain, sebagai berikut:

1. Persiapan;

2. Pemetaan Geologi Detail;

3. Pembuatan Crossline;

4. Pengukuran Topografi;

5. Pemboran;

6. Pemasanagaan BM;

7. Analisa Sample;

8. Pembuatan Laporan.

I-31
1.7. PERALATAN

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Kompas geologi, Suunto (clinometers & azimuth) digunakan untuk

mengetahui kedudukan strike/dip dari perlapisan formasi batuan

pada daerah penyelidikan;

2. Altimeter, loupe (kaca pembesar) dan kamera;

3. GPS (global positioning system) eTrex Vista HCx dan CSX 60, untuk

mengetahui koordinat singkapan, titik bor;

4. Palu geologi, linggis, alat ukur/meteran, ATK dll;

5. Peralatan pendukung lainnya berupa mobil lapangan (4WD), dan

peralatan tulis/gambar serta peralatan preparasi sample;

6. 2 unit alat bor (jecro);

7. 1 unit alat bor handauger.

1.8. PELAKSANAAN

Dalam melakukan seluruh kegiatan lapangan PT. IFISHDECO selaku

supervisor bersama-sama dengan konsultan melakukan pemetaan

geologi dan pendekripsian hasil penggalian Parit Uji (Test Pit) serta

pengawasan kegiatan eksplorasi secara keseluruhan, sedangkan

pelaksanaan beberapa kegiatan di lakukan oleh kontraktor dan

konsultan.

 Susunan personalia untuk pelaksanaan lapangan dan konsultan.

• Koordinator Proyek (Sr. Geologist) : 1 orang

I-32
• Geologist : 3 orang

• Tenaga Logistik : 3 orang

 Personil pelaksana dari kontraktor tersebut adalah sebagai berikut :

Kontraktor pemboran serta test pit.

• Koordinasi Lapangan : 3 Orang

• Surveyor : 2 Orang

 Asisten Surveyor : 2 Orang

 Helper Surveyor : 6 Orang

• EDP ( Eksplorasi Data Processing ) : 2 Orang

• Tenaga Bantu Lokal : 27 Orang

• Tenaga Suplai Logistik : 2 Orang

I-33

Anda mungkin juga menyukai