Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

NIKEL LATERIT

MOH. AGUSI RAWAN

093 2010 0022

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR 2016
A. GENESA NIKEL LATERIT
1. Proses terbentuknya endapan
Endapan nikel yang ada di daerah penelitian adalah jenis nikel laterit, yang
merupakan hasil pelapukan dari batuan ultrabasa. Menurut Vinogradov, batuan
ultrabasa pada awalnya mempunyai kandungan nikel rata-rata sebesar 0.2%. Tabel
3.1 adalah unsur-unsur yang terkandung dalam batuan beku (Boldt, 1967).

Proses terbentuknya nikel laterit dimulai dari peridotit sebagai batuan


induk. Batuan induk ini akan berubah menjadi serpentin akibat pengaruh larutan
hidrotermal atau larutan residual pada waktu proses pembentukan magma (proses
serpentinisasi) dan akan merubah batuan peridotit menjadi batuan Serpentinit atau
batuan Serpentinit Peridotit Selanjutnya terjadi proses pelapukan dan laterit yang
menghasilkan serpentin dan peridotit lapuk. Adanya proses kimia dan fisika dari
udara, air, serta pergantian panas dan dingin yang kontinu, akan menyebabkan
disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk. Batuan asal yang mengandung
unsur-unsur Ca, Mg, Si, Cr, Mn, Ni, dan Co akan mengalami dekomposisi.

Air tanah yang mengandung CO2 dari udara meresap ke bawah sampai ke
permukaan air tanah sambil melindi mineral primer yang tidak stabil seperti
olivin, serpentin, dan piroksen. Air tanah meresap secara perlahan dari atas ke
bawah sampai ke batas antara zone limonit dan zone saprolit, kemudian mengalir
secara lateral dan selanjutnya lebih banyak didominasi oleh transportasi larutan
secara horizontal. Proses ini menghasilkan Ca dan Mg yang larut disusul dengan
Si yang cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang sangat
halus sehingga memungkinkan terbentuknya mineral baru melalui pengendapan
kembali unsur-unsur tersebut. Semua hasil pelarutan ini terbawa turun ke bagian
bawah mengisi celah-celah dan pori-pori batuan. Ca dan Mg yang terlarut sebagai
bikarbonat akan terbawa ke bawah sampai batas pelapukan dan diendapkan
sebagai Dolomit dan Magnesit yang mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan
pada batuan induk. Di lapangan, urat-urat ini dikenal sebagai batas petunjuk
antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar
pelapukan (root of weathering).

Fluktuasi muka air tanah yang berlangsung secara kontinu akan


melarutkan unsur-unsur Mg dan Si yang terdapat pada bongkah-bongkah batuan
asal di zone saprolit, sehingga memungkinkan penetrasi air tanah yang lebih
dalam. Dalam hal ini, zone saprolit akan bertambah ke dalam, demikian juga
dengan ikatan yang mengandung oksida MgO sekitar 30 50%-berat dan SiO 2
antara 35 40%-berat. Oksida yang masih terkandung pada bongkah-bongkah di
zone saprolit ini akan terlindi dan ikut bersama-sama dengan aliran air tanah,
sehingga sedikit demi sedikit zone saprolit atas akan berubah porositasnya dan
akhirnya menjadi zone limonit. Sedangkan bahan-bahan yang sukar atau tidak
mudah larut akan tinggal pada tempatnya dan sebagian turun ke bawah bersama
larutan sebagai larutan koloid. Bahan-bahan seperti Fe, Ni, dan Co akan
membentuk konsentrasi residu dan konsentrasi celah pada zona yang disebut
dengan zona saprolit, berwarna coklat kuning kemerahan. Batuan asal ultramafik
pada zone ini selanjutnya diimpregnasi oleh Ni melalui larutan yang mengandung
Ni, sehingga kadar Ni dapat naik hingga 7%-berat. Dalam hal ini, Ni dapat
mensubstitusi Mg dalam Serpentin atau juga mengendap pada rekahan bersama
dengan larutan yang mengandung Mg dan Si sebagai Garnierit dan Krisopras.

Sementara Fe di dalam larutan akan teroksidasi dan mengendap sebagai


Ferri-Hidroksida, membentuk mineral-mineral seperti Goethit, Limonit, dan
Hematit yang dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta
unsur Co dalam jumlah kecil. Semakin ke bawah, menuju bed rock maka Fe dan
Co akan mengalami penurunan kadar. Pada zona saprolit Ni akan terakumulasi di
dalam mineral Garnierit. Akumulasi Ni ini terjadi akibat sifat Ni yang berupa
larutan pada kondisi oksidasi dan berupa padatan pada kondisi silika.

Endapan laterit biasanya terbentuk melalui proses pelapukan kimia yang


intensif, yaitu di daerah dengan iklim tropis-subtropis. Proses pelindian batuan
lapuk merupakan proses yang terjadi pada pembentukan endapan laterit, dimana
proses ini memiliki penyebaran unsur-unsur yang tidak merata dan menghasilkan
konsentrasi bijih yang sangat bergantung pada migrasi air tanah.

2. Factor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Endapan


Proses dan kondisi yang mengendalikan proses lateritisasi batuan
ultramafik sangat beragam dengan ukuran yang berbeda sehingga membentuk
sifat profil yang beragam antara satu tempat ke tempat lain, dalam komposisi
kimia dan mineral, dan dalam perkembangan relatif tiap zona profil. Faktor yang
mempengaruhi efisiensi dan tingkat pelapukan kimia yang pada akhirnya
mempengaruhi pembentukan endapan adalah:

a. Iklim

Iklim yang sesuai untuk pembentukan endapan laterit adalah iklim


tropis dan sub tropis, di mana curah hujan dan sinar matahari memegang
peranan penting dalam proses pelapukan dan pelarutan unsur-unsur yang
terdapat pada batuan asal. Sinar matahari yang intensif dan curah hujan yang
tinggi menimbulkan perubahan besar yang menyebabkan batuan akan
terpecah-pecah, disebut pelapukan mekanis, terutama dialami oleh batuan
yang dekat permukaan bumi.

Secara spesifik, curah hujan akan mempengaruhi jumlah air yang


melewati tanah, yang mempengaruhi intensitas pelarutan dan perpindahan
komponen yang dapat dilarutkan. Sebagai tambahan, keefektifan curah hujan
juga penting. Suhu tanah (suhu permukaan udara) yang lebih tinggi menambah
energi kinetik proses pelapukan.

b. Topografi

Geometri relief dan lereng akan mempengaruhi proses pengaliran dan


sirkulasi air serta reagen-reagen lain. Secara teoritis, relief yang baik untuk
pengendapan bijih nikel adalah punggung-punggung bukit yang landai dengan
kemiringan antara 10 30. Pada daerah yang curam, air hujan yang jatuh ke
permukaan lebih banyak yang mengalir (run-off) dari pada yang meresap
kedalam tanah, sehingga yang terjadi adalah pelapukan yang kurang intensif.
Pada daerah ini sedikit terjadi pelapukan kimia sehingga menghasilkan
endapan nikel yang tipis. Sedangkan pada daerah yang landai, air hujan
bergerak perlahan-lahan sehingga mempunyai kesempatan untuk mengadakan
penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan dan
mengakibatkan terjadinya pelapukan kimiawi secara intensif. Akumulasi
andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai
kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan
mengikuti bentuk topografi.
c. Tipe batuan asal

Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya


endapan nikel laterit. Batuan asalnya adalah jenis batuan ultrabasa dengan
kadar Ni 0.2-0.3%, merupakan batuan dengan elemen Ni yang paling banyak
di antara batuan lainnya, mempunyai mineral-mineral yang paling mudah
lapuk atau tidak stabil (seperti Olivin dan Piroksen), mempunyai komponen-
komponen yang mudah larut, serta akan memberikan lingkungan pengendapan
yang baik untuk nikel. Mineralogi batuan asal akan menentukan tingkat
kerapuhan batuan terhadap pelapukan dan elemen yang tersedia untuk
penyusunan ulang mineral baru.

d. Reagen-reagen Kimia dan Vegetasi

Reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang


membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO 2
memegang peranan paling penting di dalam proses pelapukan secara kimia.
Asam-asam humus (asam organik) yang berasal dari pembusukan sisa-sisa
tumbuhan akan menyebabkan dekomposisi batuan, merubah pH larutan, serta
membantu proses pelarutan beberapa unsur dari batuan induk. Asam-asam
humus ini erat kaitannya dengan kondisi vegetasi daerah. Dalam hal ini,
vegetasi akan mengakibatkan penetrasi air lebih dalam dan lebih mudah
dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan, meningkatkan akumulasi air
hujan, serta menebalkan lapisan humus. Keadaan ini merupakan suatu
petunjuk, dimana kondisi hutan yang lebat pada lingkungan yang baik akan
membentuk endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi.
Selain itu, vegetasi juga dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan
terhadap erosi.

e. Waktu

Waktu merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pelapukan,


transportasi, dan konsentrasi endapan pada suatu tempat. Untuk terbentuknya
endapan nikel laterit membutuhkan waktu yang lama, mungkin ribuan atau
jutaan tahun. Bila waktu pelapukan terlalu muda maka terbentuk endapan
yang tipis. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang
cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi. Banyak dari faktor
tersebut yang saling berhubungan dan karakteristik profil di satu tempat dapat
digambarkan sebagai efek gabungan dari semua faktor terpisah yang terjadi
melewati waktu, ketimbang didominasi oleh satu faktor saja.

Ketebalan profil laterit ditentukan oleh keseimbangan kadar pelapukan


kimia di dasar profil dan pemindahan fisik ujung profil karena erosi. Tingkat
pelapukan kimia bervariasi antara 10 50 m per juta tahun, biasanya sesuai
dengan jumlah air yang melalui profil, dan 2 3 kali lebih cepat dalam batuan
ultrabasa daripada batuan asam. Disamping jenis batuan asal, intensitas
pelapukan, dan struktur batuan yang sangat mempengaruhi potensi endapan
nikel lateritik, maka informasi perilaku mobilitas unsur selama pelapukan akan
sangat membantu dalam menentukan zonasi bijih di lapangan (Totok
Darijanto, 1986).

3. Profil Endapan Nikel Laterit

Profil endapan nikel laterit yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan
ultrabasa secara umum terdiri dari 4 (empat) lapisan, yaitu lapisan tanah penutup
atau top soil, lapisan limonit, lapisan saprolit, dan bedrock.

a. Lapisan tanah penutup

Lapisan tanah penutup biasa disebut iron capping. Material lapisan


berukuran lempung, berwarna coklat kemerahan, dan biasanya terdapat juga
sisa-sisa tumbuhan. Pengkayaan Fe terjadi pada zona ini karena terdiri dari
konkresi Fe-Oksida (mineral Hematite dan Goethite), dan Chromiferous
dengan kandungan nikel relatif rendah. Tebal lapisan bervariasi antara 0 2 m.
Tekstur batuan asal sudah tidak dapat dikenali lagi.

b. Lapisan Limonit

Merupakan lapisan berwarna coklat muda, ukuran butir lempung


sampai pasir, tekstur batuan asal mulai dapat diamati walaupun masih sangat
sulit, dengan tebal lapisan berkisar antara 1 10 m. Lapisan ini tipis pada
daerah yang terjal, dan sempat hilang karena erosi. Pada zone limonit hampir
seluruh unsur yang mudah larut hilang terlindi, kadar MgO hanya tinggal
kurang dari 2% berat dan kadar SiO2 berkisar 2 5% berat. Sebaliknya kadar
Fe2O3 menjadi sekitar 60 80% berat dan kadar Al2O3 maksimum 7% berat.
Zone ini didominasi oleh mineral Goethit, disamping juga terdapat Magnetit,
Hematit, Kromit, serta Kuarsa sekunder. Pada Goethit terikat Nikel, Chrom,
Cobalt, Vanadium, dan Aluminium.

c. Lapisan Saprolit

Merupakan lapisan dari batuan dasar yang sudah lapuk, berupa


bongkah-bongkah lunak berwarna coklat kekuningan sampai kehijauan.
Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat. Perubahan geokimia zone
saprolit yang terletak di atas batuan asal ini tidak banyak, H 2O dan Nikel
bertambah, dengan kadar Ni keseluruhan lapisan antara 2 4%, sedangkan
Magnesium dan Silikon hanya sedikit yang hilang terlindi. Zona ini terdiri dari
vein-vein Garnierite, Mangan, Serpentin, Kuarsa sekunder bertekstur boxwork,
Ni-Kalsedon, dan di beberapa tempat sudah terbentuk limonit yang
mengandung Fe-hidroksida.

B. CARA EKSPLORASI NIKEL LATERIT


1. Penyelidikan Pendahuluan
a. Studi Literatur dan Orientasi Lapangan
Dalam melakukan penyelidikan yang umum para ahli geologi lakukan
adalah mengkombinasikan data Helicopter Aerial Reconnaissance dengan data
interpretasi satellite image namun bisa juga melakukan penelitian di atas meja
yaitu dengan mempelajari berbagai sumber data yang berkaitan dengan daerah
penelitian ( buku literatur, Peta Topografi ,Peta Geologi Regional ,Peta Tata
Guna Lahan dan sebagainya ) serta mempelajari berdasarkan indikasi data
geologiyang memungkinkan pembentukan formasi bijih, contoh : tanah merah
merupakan indikasi yang baik untuk mengetahui adanya batuan
Ultrabasa,walaupun tidak selamanya benar.
Orientasi lapangan yang cepat dan akurat biasanya dengan
menggunakan helicopter,namun sering kali langkah ini ditinggalkan karena
alasan tertentu.

b. Pemetaan Regional
Setelah kita mengetahui berdasarkan data di atas maka kita melokalisir
daerah yang dianggap potensial dengan pemetaan skala 1 : 10.000. Cara
melokalisir yang paling mudah adalah dengan menelusuri punggungan-
punggungan bukit, dimana kita juga dapat mengambil conto laterit regional
pada spasi 400m x 400m dengan menggunakan Hand Auger ataupun
pembuatan test-pit. Untuk mengetahui lokasi dimana Hand auger /conto tanah
diambil kita menggunakan GPS.
Jika indikasi endapan bijih nikel dari analisa laboratorium sesuai
dengan harapan, maka spasi 400m x 400m bisa di infill dengan spasi 200mx
200m dengan cara pembuatan grid line (surveyor), dimana merupakan cara
geometri danjejak orthogonal lapangan, biasanya jarak terukur spasi 50/100 m.
Infill drillini haruslah sudah menggunakan alat bor, agar data yang diambil
akurat.

2. Survey dan Pemetaan

Langkah selanjutnya adalah penentuan titik Bench Mark dengan GPS


Geodetick, yang mana nantinya sebagai acuan dalam pembuatan peta topografi
local dan gridding line untuk infill drill spasi 100 m x 100m, 50m x 50m dan 25m
x 25 m.

Pada saat pembuatan gridlines, starting pointnya haruslah dari titik yang
significan, seperti halnya helipad atau dari titik drill yang akan direncanakan.
Titik-titik drill haruslah ditandai dengan pita dan almunium tag. Geolog
melakukan pemetaan dan surveyor mengerjakan pengukuran dan gridding line.
Selama grid cutting, characteristic laterite di petakan dalam skala 1 : 5000.
Hasil Pemetaan Detail ini sebagai Base Map dan merecord kenampakan data
dilapangan seperti halnya :
a. Pola Aliran
Arah, ukuran, kualitas air dan kejernihan ( untuk planning selanjutnya
dalam penentuan fly camp dan program drilling ) danseberapa jauh sungai
tersebut memotong batuan dasar plus jenis Bedrock-nya. Peralatan yang
dipakai adalah GPS dan kompas.
b. Batuan Laterit
Bagaimana genesanya dengan melihat kandungan material batuan.
Dipermukaan material batuan selalu hadir baik dalambentuk float,boulder dan
mungkin sebagai outcrop. Tipe float atau material yang hadir dicompare
dengan laterit material dihitung dalam bentuk persen haruslah
dicatat,informasi ini penting untuk kalkulasi resource sementara.
c. Morphologi, Ridge/Spur
Kenampakan endapan laterite sering tersingkap pada lereng-lereng bukit
yang tererosi tajam. Hal ini biasanya berasosiasi dengan pola sungai.

3. Eksplorasi Detail Tahap I


Dari hasil pemetaan grid lines spasi 200m x 200m dan analisa bor, jika
indikasi calculate deposit bagus maka hal ini dilanjutkan dengan infill-infill bor
spasi 100m x 100m. Sebelum cadangan kasar dihitung secara accurate, deposit
laterite dipetakan secara detail dan disurvey secara professional dan informasi ini
terekam dalam skala 1 : 1000
Area-area spesifik yang termasuk di daerah deposit haruslah dipilih untuk
penambahan infill drilling. Area tersebut diasumsikan sebagai target permulaan
mining (Mining Block Test). Infill drilling selanjutnya dipropose untuk
metallurgy,density, analisis geostatistikal dan atau measured resource
drilling.Ditahapan inipun gridding ,pemetaan dan survey terus berlanjut guna
mengupdate peta sebelumnya.
4. Eksplorasi Detail Tahap II
Sebelum berangkat ke lapangan hendaknya para geologist / field geologist
disarankan untuk melakukan :
a. Studi khusus batuan yang ada ofiolitnya
b. Studi petrologi batuan Ultramafic
c. Studi jenis batuan
d. Studi xenolit dan batuan induknya
e. Studi percontohan batuan secara orientasi
f. Latihan ketepatan titik lokasi dengan GPS
g. Biasakan foto lokasi
h. Mempelajari dike dilapangan
i. Diskripsi singkapan :
Lokasi (koordinat,kampung,sungai)
Ragam batuan (batuan utama,jenis batuan sekitarnya)
Mineral (pembentuk batuan utama,pengiring,mineral lainnya, mineral
ubahan)
Struktur (sesar,deformasi, selaras,erosi)
Kondisi batuan (segar,lapuk,ketinggian,keadaan sekarang)
Xenolit (bentuk,ukuran,warna,jenis,penyebaran,kelimpahan

C. CARA EKSPLOITASI NIKEL LATERIT


1. Nickel Ore Mining (Penambangan Bijih Nikel)
Penambangan diklasifikasikan atas 2 jenis kualitas ore utama, yaitu limonit
dan saprolit. Sedangkan 1 jenis kualitas ore lagi yaitu low grade saprolit (LGSO)
dimana kualitas ore merupakan transisi antara saprolit dan limonit. Ke tiga jenis
ore tersebut ditentukan oleh Tim Eksplorasi dan Perencanaan Tambang.
Pelaksanaan dilapangan akan diawasi oleh grade controller. Limonit ditambang
dan diangkut langsung ke tempat pemisahan ukuran berdasarkan gravitasi atau
Grizzly portable. Saprolit ditambang sebagian akan diangkut langsung ke tempat
penyaringan tetap atau disebut Grizzly portable. Pengambilan sample dilakukan
diatas truk dengan ketentuan yang ditetapkan oleh perusahaan. Dan sebagian akan
dipindahkan ke tempat penyimpanan sementara atau disebut Stockyard dan
pengambilan sample diatas truk atau pada tumpahan truk dengan ketentuan yang
ditetapkan sebelumnya. Penentuan ore akan diangkut langsung ke grizzly atau
diangkut ke stockyard oleh grade control. Hal ini didasari oleh fackor kualitas.
Penambangan harus mengikuti prosedur tersebut dan penentuan lokasi stock akan
ditentukan oleh pihak perusahaan. Operator Tambang harus menjaga tidak
terjadinya pengotoran ore baik limonit atau saprolit pada saat penggalian di lokasi
penambangan (front). Pembatuan jalan di front ataupun tempat penggalian harus
menggunakan batuan yang tidak mengandung silica tinggi diutamakan
menggunakan batuan/boulder sekitar area penggalian yang masih mengandung
nikel. Selama penggalian operator tambang harus memisahkan boulder yang
berukuran besar sehingga dipastikan tidak terangkut sebagai ore. Boulder dapat
diangkut sebagai waste ataupun dipindahkan ketempat aman yang tidak
mengganggu kegiatan gali muat disekitar area penambangan. Saprolit yang
disimpan di stockyard pada saat diangkut kembali ke grizlly portable dipastikan
diangkut bersih, tidak terjadi pengotoran dari material lain diluar tumpukan ore,
dan boulder yang besar dipisahkan sehingga tidak terangkut ke grizzly. Tidak ada
pengambilan sample yang dilakukan pada kegiatan ini.

2. Proses Pengolahan Bijih nikel


Pengolahan bahan galian adalah suatu proses pemisahan mineral berharga
secara ekonomis berdasarkan teknologi yang ada sekarang. Berdasarkan tahapan
proses pengolahan bahan galian dapat dibagi menjadi tiga tahapan proses yaitu:
a. tahap preparasi
b. tahap pemisahan dan
c. tahap dewatering
Tujuan dilakukannya kegiatan Pengolahan bahan galian ini yaitu untuk
Membebaskan mineral berharga dari mineral pengotornya (meliberasi),
memisahkan mineral berharga dari pengotornya, mengontrol ukuran partikel agar
sesuai dengan proses selanjutnya (reduksi ukuran), mengontrol agar bijih
mempunyai ukuran yang relatif seragam, mengontrol agar bijih mempunyai kadar
yang relative seragam, membebaskan mineral berharga, menurunkan kandungan
pengotor (menaikkan kadar mineral berharga).
Dengan demikian kita akan mendapatkan keuntungan-keuntungan berupa
Mengurangi ongkos / biaya pengangkutan, mengurangi ongkos / biaya peleburan,
serta Mengurangi kehilangan mineral berharga pada saat peleburan.
Adapun tahap-tahap yang dilakukan untuk melakukan proses pengelolahan
nikel melalui beberapa tahap utama yaitu, crushing, Pengering, Pereduksi,
peleburan, Pemurni, dan Granulasi dan Pengemasan.
a. Crushing
Crushing bertujuan untuk reduksi ukuran dari ore agar mineral
berharga bisa terlepas dari bijihnya. Berbeda dengan pengolahan emas, dalam
tahap ini untuk nikel ore ini hanya dibutuhkan ukuran maksimal 30 mm
sehingga hanya dibutuhkan crusher saja dan tidak dibutuhkan grinder.
b. Pengeringan di Tanur Pengering (Dryer)
Dari stockpile hasil tambang (ore) diangkut menuju apron feeder. Di
apron feeder ore mengalami penyaringan dan pengaturan beban sebelum
diangkut dengan belt conveyor menuju dryer atau tanur pengering. Diruang
pembakaran tersebut terdapat alat pembakar yang menggunakan high
sulphuroil atau yang biasa disebut minyak residu sebagai bahan bakar. Dalam
tahap pengeringan ini hanya dilakukan penguapan sebagian kandungan air
dalam bijih basa dan tidak ada reaksi kimia. Ore kemudian dihancurkan dan
kemudian dikumpulkan di gudang bijih kering (Dry Ore Storage).
c. Kalsinasi dan Reduksi
Kalsinasi dan Reduksi di tanur pereduksi tujuannya untuk
menghilangkan kandungan air di dalam bijih, mereduksi sebagian nikel oksida
menjadi nikel logam, dan sulfidasi. Setelah proses drying, bijih nikel yang
tersimpan di gudang bijih kering pada dasarnya belumlah kering secara
sempurna, karenaitulah tahapan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan
air bebas danair kristal serta mereduksi nikel oksida menjadi nikel logam.
Proses ini berlansung dalam tanur reduksi. Bijih darigudang dimasukkan
dalam tanur reduksi dengan komposisi pencampuran menggunakan ratio
tertentu untuk menghasilkan komposisi silika magnesiadan besi yang sesuai
dengan operasionaltanur listrik. Selain itu dimasukkan pula batubara yang
berfungsi sebagai bahan pereduksi pada tanur reduksi maupun pada tanur
pelebur. Untuk mengikat nikeldan besi reduksi yang telah tereduksi agar tidak
teroksidasi kembali oleh udara maka ditambahkanlah belerang. Hasil akhir
dari proses ini disebut kalsin yang bertemperatur sekitar 700C.
d. Peleburan
Peleburan di Tanur Listrik Untuk melebur kalsin hasil kalsinasi/reduksi
sehingga terbentuk fasa lelehan matte dan Slag. Kalsin panas yang keluar dari
tanur reduksi sebagai umpan tanur pelebur dimasukkan kedalam surgebin lalu
kemudian dibawa dengan transfer car ke tempat penampungan. Furnace
bertujuan untuk melebur kalsin hingga terbentuk fase lelehan matte dan slag.
Dinding furnace dilapisi dengan batu tahan api yang didinginkan dengan
media air melalui balok tembaga. Matte dan slag akan terpisah berdasarka
berat jenisnya. Slag kemudian diangkut kelokasi pembuangan dengan
kendaraan khusus.
e. Converting / Pemurnian
Converting di Tanur Pemurni Bertujuan untuk menaikkan kadar Ni di
dalam matte dari sekitar 27 persen menjadi di atas 75 persen. Matte yang
memiliki berat jenis lebih besar dari slag diangkut ke tanur pemurni /
converter untuk menjalani tahap pemurnian dan pengayaan.Proses yang terjadi
dalam tanur pemurni adalah peniupan udara dan penambahan sililka. Silika ini
akan mengikat besi oksida dan membentuk ikatan yang memiliki.

f. Granulasi dan Pengemasan


Granulasi dan Pengemasan Untuk mengubah bentuk matte dari logam
cair menjadi butiran-butiran yang siap diekspor setelah dikeringkan dan
dikemas. Matte dituang kedalam tandis sembari secara terus menerus
disemprot dengan air bertekanan tinggi. Proses ini menghasilkan nikel matte
yang dingin yang berbentuk butiran-butiran halus. Butiran-butiran ini
kemudian disaring, dikeringkan dan siap dikemas.

Anda mungkin juga menyukai