Anda di halaman 1dari 14

PENGETIAN FIQIH

fiqih menurut bahasa berarti paham, seperti dalam firman Allah :


Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak
memahami pembicaraan sedikitpun? (QS.An Nisa :78) dan sabda
Rasulullah : Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya
khutbah seseorang, merupakan tanda akan kepahamannya (Muslim
no.1437, Ahmad no.17598, Daarimi no.1511)

Fiqih Secara istilah mengandung dua arti:

1. Pengetahuan tentang hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan


perbuatan dan perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani
menjalankan syariat agama).Fiqih menurut bahasa berarti paham, seperti
dalam firman Allah :Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik)
hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun? (QS.An Nisa :
78)dan sabda akan kepahamannya (Muslim no.1437, Ahmad no.17598,
Daarimi no.1511)

Fiqih Secara istilah mengandung dua arti:

1. Pengetahuan tentang hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan


perbuatan dan perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani
menjalankan syariat agama), yang diambil dari dalil-dalilnya yang
bersifat terperinci, berupa nash-nash al Quran dan As sunnah serta yang
bercabang darinya yang berupa ijma dan ijtihad.

2. Hukum-hukum syariat itu sendiri


Jadi perbedaan antara kedua definisi tersebut bahwa yang pertama di
gunakan untuk mengetahui hukum-hukum (Seperti seseorang ingin
mengetahui apakah suatu perbuatan itu wajib atau sunnah, haram atau
makruh, ataukah mubah, ditinjau dari dalil-dalil yang ada), sedangkan
yang kedua adalah untuk hukum-hukum syariat itu sendiri (Yaitu hukum
apa saja yang terkandung dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya
berupa syarat-syarat, rukun rukun, kewajiban-kewajiban, atau sunnah-
sunnahnya).

HUBUNGAN ANTARA FIQIH DAN AQIDAH ISLAM

Diantara keistimewaan fiqih Islam yang kita katakan sebagai hukum-


hukum syariat yang mengatur perbuatan dan perkataan mukallaf
memiliki keterikatan yang kuat dengan keimanan terhadap Allah dan
rukun-rukun aqidah Islam yang lain. Terutama Aqidah yang berkaitan
dengan iman dengan hari akhir.Yang demikian Itu dikarenakan keimanan
kepada Allah-lah yang dapat menjadikan seorang muslim berpegang
teguh dengan hukum-hukum agama, dan terkendali untuk
menerapkannya sebagai bentuk ketaatan dan kerelaan. Sedangkan orang
yang tidak beriman kepada Allah tidak merasa terikat dengan shalat
maupun puasa dan tidak memperhatikan apakah perbuatannya termasuk
yang halal atau haram. Maka berpegang teguh dengan hukum-hukum
syariat tidak lain merupakan bagian dari keimanan terhadap Dzat yang
menurunkan dan mensyariatkannya terhadap para hambaNyA

a. Allah memerintahkan bersuci dan menjadikannya sebagai salah satu


keharusan dalam keiman kepada Allah sebagaimana firman-Nya :

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan


shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.
(QS.Al maidah:6)

b. Juga seperti shalat dan zakat yang Allah kaitkan dengan keimanan
terhadap hari akhir, sebagaimana firman-Nya :
(yaitu) orang-orang yang mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat
dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. (QS. An naml:3)

Demikian pula taqwa, pergaulan baik, menjauhi kemungkaran dan contoh


lainnya, yang tidak memungkinkan untuk disebutkan satu persatu. (lihat
fiqhul manhaj hal.9-12)

FIQIH ISLAM MENCAKUP SELURUH KEBUTUHAN MANUSIA

Tidak ragu lagi bahwa kehidupan manusia meliputi segala aspek. Dan
kebahagiaan yang ingin dicapai oleh manusia mengharuskannya untuk
memperhatikan semua aspek tersebut dengan cara yang terprogram dan
teratur. Manakala fiqih Islam adalah ungkapan tentang hukum-hukum
yang Allah syariatkan kepada para hamba-Nya, demi mengayomi seluruh
kemaslahatan mereka dan mencegah timbulnya kerusakan ditengah-
tengah mereka, maka fiqih Islam datang memperhatikan aspek tersebut
dan mengatur seluruh kebutuhan manusia beserta hukum-hukumnya.

Penjelasannya sebagai berikut:


Kalau kita memperhatikan kitab-kitab fiqih yang mengandung hukum-
hukum syariat yang bersumber dari Kitab Allah, Sunnah Rasulnya, serta
Ijma (kesepakatan) dan Ijtihad para ulama kaum muslimin, niscaya kita
dapati kitab-kitab tersebut terbagi menjadi tujuh bagian, yang
kesemuanya membentuk satu undang-undang umum bagi kehidupan
manusia baik bersifat pribadi maupun bermasyarakat. Yang perinciannya
sebagai berikut:
1. Hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah. Seperti
wudhu, shalat, puasa, haji dan yang lainnya. Dan ini disebut dengan Fiqih
Ibadah.

2. Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah kekeluargaan. Seperti


pernikahan, talaq, nasab, persusuan, nafkah, warisan dan yang lainya.
Dan ini disebut dengan fikih Al ahwal As sakhsiyah.

3. Hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan


hubungan diantara mereka, seperti jual beli, jaminan, sewa menyewa,
pengadilan dan yang lainnya. Dan ini disebut fiqih muamalah.

4. Hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban pemimpin


(kepala negara). Seperti menegakan keadilan, memberantas kedzaliman
dan menerapkan hukum-hukum syariat, serta yang berkaitan dengan
kewajiban-kewajiban rakyat yang dipimpin. Seperti kewajiban taat dalam
hal yang bukan masiat, dan yang lainnya. Dan ini disebut dengan fiqih
siasah syariah.

5. Hukum-hukum yang berkaitan dengan hukuman terhadap pelaku-


pelaku kejahatan, serta penjagaan keamanan dan ketertiban. Seperti
hukuman terhadap pembunuh, pencuri, pemabuk, dan yang lainnya. Dan
ini disebut sebagai fiqih Al ukubat.

6. Hukum-hukum yang mengatur hubungan negeri Islam dengan negeri


lainnya. Yang berkaitan dengan pembahasan tentang perang atau damai
dan yang lainnya. Dan ini dinamakan dengan fiqih as Siyar.

7. Hukum-hukum yang berkaitan dengan akhlak dan prilaku, yang baik


maupun yang buruk. Dan ini disebut dengan adab dan akhlak

Demikianlah kita dapati bahwa fiqih Islam dengan hukum-hukumnya


meliputi semua kebutuhan manusia dan memperhatikan seluruh aspek
kehidupan pribadi dan masyarakat.

SUMBER-SUMBER FIQIH ISLAM

Semua hukum yang terdapat dalam fiqih Islam kembali kepada empat
sumber:

AL QURAN

Al Quran adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi kita


Muhammad untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju
cahaya yang terang benderang. Ia adalah sumber pertama bagi hukum-
hukum fiqih Islam. Jika kita menjumpai suatu permasalahan, maka
pertamakali kita harus kembali kepada Kitab Allah guna mencari
hukumnya. Sebagai contoh :

a. Bila kita ditanya tentang hukum khamer (miras), judi, pengagungan


terhadap bebatuan dan mengundi nasib, maka jika kita merujuk kepada Al
Quran niscaya kita akan mendapatkannya dalam firman Allah swt: (QS. Al
maidah : 90)

b. Bila kita ditanya tentang masalah jual beli dan riba, maka kita dapatkan
hukum hal tersebut dalam Kitab Allah (QS. Al baqarah : 275). Dan masih
banyak contoh-contoh yang lain yang tidak memungkinkan untuk di
perinci satu persatu.

AS SUNNAH

As-Sunnah yaitu semua yang bersumber dari Nabi berupa perkataan,


perbuatan atau persetujuan.

Contoh perkataan/sabda Nabi :


Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah
kekufuran( Bukhari no.46,48, muslim no. .64,97, Tirmidzi no.1906,2558,
NasaI no.4036, 4037, Ibnu Majah no.68, Ahmad no.3465,3708)

Contoh perbuatan:
apa yang diriwayatkan oleh Bukhari (Bukhari no.635, juga diriwayatkan
oleh Tirmidzi no.3413, dan Ahmad no.23093,23800,34528) bahwa Aisyah
pernah ditanya: apa yang biasa dilakukan Rasulullah dirumahnya ? Aisyah
menjawab:
Beliau membantu keluarganya; kemudian bila datang waktu shalat,
beliau keluar untuk menunaikannya.

Contoh persetujuan :
apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (Hadits no.1267) bahwa Nabi
pernah melihat seseorang shalat dua rakaat setelah sholat subuh, maka
Nabi berkata kepadanya:
Shalat subuh itu dua rakaat orang tersebut menjawab, sesungguhnya
saya belum shalat sunat dua rakaat sebelum subuh, maka saya kerjakan
sekarang. Lalu Nabi saw terdiam
Maka diamnya beliau berarti menyetujui disyariatkannya shalat sunat
qabliah subuh tersebut setelah shalat subuh bagi yang belum
menunaikannya.
As-Sunnah adalah sumber kedua setelah al Quran. Bila kita tidak
mendapatkan hukum dari suatu permasalahn dalam Al Quran maka kita
merujuk kepada as-Sunnah dan wajib mengamalkannya jika kita
mendapatkan hukum tersebut. Dengan syarat, benar-benar bersumber
dari Nabi e dengan sanad yang sahih. As Sunnah berfungsi sebagai
penjelas al Quran dari apa yang bersifat global dan umum. Seperti
perintah shalat; maka bagaimana tatacaranya didapati dalam as Sunnah.
Oleh karena itu Nabi bersabda:

shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat (Bukhari no.595)

Sebagaimana pula as-Sunnah menetapkan sebagian hukum-hukum yang


tidak dijelaskan dalam Al Quran. Seperti pengharaman memakai cincin
emas dan kain sutra bagi laki-laki.

IJMA

Ijma bermakna: Kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat


Muhammad saw dari suatu generasi atas suatu hukum syari, dan jika
sudah bersepakat ulama-ulama tersebutbaik pada generasi sahabat
atau sesudahnyaakan suatu hukum syariat maka kesepakatan mereka
adalah ijma, dan beramal dengan apa yang telah menjadi suatu ijma
hukumnya wajib.
Dan dalil akan hal tersebut sebagaimana yang dikabarkan Nabi saw,
bahwa tidaklah umat ini akan berkumpul (bersepakat) dalam kesesatan,
dan apa yang telah menjadi kesepakatan adalah hak (benar).
Dari Abu Bashrah ra, bahwa Nabi saw bersabda:

Sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan ummatku atau ummat


Muhammad berkumpul (besepakat) di atas kesesatan (Tirmidzi no.2093,
Ahmad 6/396)

Contohnya:
Ijma para sahabat ra bahwa kakek mendapatkan bagian 1/6 dari harta
warisan bersama anak laki-laki apabila tidak terdapat bapak.

Ijma merupakan sumber rujukan ketiga. Jika kita tidak mendapatkan


didalam Al Quran dan demikian pula sunnah, maka untuk hal yang
seperti ini kita melihat, apakah hal tersebut telah disepakatai oleh para
ulama muslimin, apabila sudah, maka wajib bagi kita mengambilnya dan
beramal dengannya.

QIYAS
Yaitu: Mencocokan perkara yang tidak didapatkan didalamnya hukum
syari dengan perkara lain yang memiliki nas yang sehukum dengannya,
dikarenakan persamaan sebab/alasan antara keduanya.
Pada qiyas inilah kita meruju apabila kita tidak mendapatkan nash dalam
suatu hukum dari suatu permasalahan, baik di dalam Al Quran, sunnah
maupun ijma.
Ia merupakan sumber rujukan keempat setelah Al Quran, as Sunnah dan
Ijma.

RukunQiyas
Qiyas memiliki empat rukun: 1. Dasar (dalil), 2. Masalah yang akan
diqiyaskan, 3. Hukum yang terdapat pada dalil, 4. Kesamaan sebab/alasan
antara dalil dan masalah yang diqiyaskan.

Contoh:
Allah mengharamkan khamer dengan dalil Al Quran, sebab atau alasan
pengharamannya adalah karena ia memabukkan, dan menghilangkan
kesadaran. Jika kita menemukan minuman memabukkan lain dengan
nama yang berbeda selain khamer, maka kita menghukuminya dengan
haram, sebagai hasil Qiyas dari khamer. Karena sebab atau alasan
pengharaman khamer yaitu memabukkan terdapat pada minuman
tersebut, sehingga ia menjadi haram sebagaimana pula khamer.Inilah
sumber-sumber yang menjadi rujukan syariat dalam perkara-perkara fiqih
Islam, kami sebutkan semoga mendapat manfaat, adapun lebih
lengkapnya dapat dilihat di dalam kitab-kitab usul fiqh Islam ( fiqhul
manhaj, ala manhaj imam syafii)

Fiqh merupakan salah satu disiplin ilmu Islam yang bisa menjadi teropong
keindahan dan kesempurnaan Islam. Dinamika pendapat yang terjadi
diantara para fuqoha menunjukkan betapa Islam memberikan kelapangan
terhadap akal untuk kreativitas dan berijtihad. Sebagaimana qaidah-
qaidah fiqh dan prinsif-prinsif Syari'ah yang bertujuan untuk menjaga
kelestarian lima aksioma, yakni; Agama, akal, jiwa, harta dan keturunan
menunjukkan betapa ajaran ini memiliki filosofi dan tujuan yang jelas,
sehingga layak untuk exis sampai akhir zaman.

Pengertian Fiqh

Fiqh menurut Etimologi


Fiqh menurut bahasa berarti; faham, sebagaimana firman Allah SWT:
"Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Supaya mereka memahami
perkataanku." ( Thaha:27-28)
Pengertian fiqh seperti diatas, juga tertera dalam ayat lain, seperti; Surah
Hud: 91, Surah At Taubah: 122, Surah An Nisa: 78
Fiqh dalam terminologi Islam

Dalam terminologi Islam, fiqh mengalami proses penyempitan makna; apa


yang dipahami oleh generasi awal umat ini berbeda dengan apa yang
populer di genersi kemudian, karenanya kita perlu kemukakan pengertian
fiqh menurut versi masing-masing generasi;
Pengertian fiqh dalam terminologi generasi Awal
Dalam pemahaman generasi-generasi awal umat Islam (zaman Sahabat,
Tabi'in dst.), fiqh berarti pemahaman yang mendalam terhadap Islam
secara utuh, sebagaimana tersebut dalam Atsar-atsar berikut, diantaranya
sabda Rasulullah SAW:
"Mudah-mudahan Allah memuliakan orang yang mendengar suatu hadist
dariku, maka ia menghapalkannya kemuadian menyampaikannya (kepada
yang lain), karena banyak orang yang menyampaikan fiqh (pengetahuan
tentang Islam) kepada orang yang lebih menguasainya dan banyak orang
yang menyandang fiqh (tetapi) dia bukan seorang Faqih." (HR Abu Daud,
At Tirmdzi, An Nasai dan Ibnu Majah)

Ketika mendo'akan Ibnu Abbas, Rasulullah SAW berkata:


"Ya Allah, berikan kepadanya pemahaman dalam agama dan ajarkanlah
kepadanya tafsir." (HR Bukhari Muslim)
Dalam penggalan cerita Anas bin Malik tentang beredarnya isu bahwa
Rasulullah SAW telah bersikap tidak adil dalam membagikan rampasan
perang Thaif, ia berkata:
"Para ahli fiqihnya berkata kepadanya: Adapun para cendekiawan kami,
Wahai Rasulullah ! tidak pernah mengatakan apapun." (HR Bukhari)
Dan ketika Umar bin Khattab bermaksud untuk menyampaikan khutbah
yang penting pada para jama'ah haji, Abdurrahman bin Auf mengusulkan
untuk menundanya, karena dikalangan jama'ah bercampur sembarang
orang, ia berkata:
"Khususkan (saja) kepada para fuqoha (cendekiawan)." (HR Bukhari)
Makna fiqh yang universal seperti diatas itulah yang difahami generasi
sahabat, tabi'in dan beberapa generasi sesudahnya, sehingga Imam Abu
Hanifah memberi judul salah satu buku akidahnya dengan "al Fiqh al
Akbar." Istilah fuqoha dari pengertian fiqih diatas berbeda dengan makna
istilah Qurra sebagaimana disebutkan Ibnu Khaldun, karena dalam suatu
hadist ternyata kedua istilah ini dibedakan, Rasulullah SAW bersabda:
"Dan akan datang pada manusia suatu zaman dimana para faqihnya
sedikit sedangkan Qurranya banyak; mereka menghafal huruf-huruf al
Qur'an dan menyia-nyiakan norma-normanya, (pada masa itu) banyak
orang yang meminta tetapi sedikit yang memberi, mereka memanjangkan
khutbah dan memendekkan sholat, serta memperturutkan hawa nafsunya
sebelum beramal." (HR Malik)
Lebih jauh tentang pengertian Fiqh seperti disebutkan diatas, Shadru al
Syari'ah Ubaidillah bin Mas'ud menyebutkan: "Istilah fiqh menurut
generasi pertama identik atas ilmu akhirat dan pengetahuan tentang
seluk beluk kejiwaan, sikap cenderung kepada akhirat dan meremehkan
dunia, dan aku tidak mengatakan (kalau) fiqh itu sejak awal hanya
mencakup fatwa dan (urusan) hukum-hukum yang dhahir saja."
Demikian juga Ibnu Abidin, beliau berkata: "Yang dimaksud Fuqaha adalah
orang-orang yang mengetahuai hukum-hukum Allah dalam i'tikad dan
praktek, karenanya penamaan ilmu furu' sebagai fiqh adalah sesuatu
yang baru."
Definisi tersebut diperkuat dengan perkataan al Imam al Hasan al Bashri:
"Orang faqih itu adalah yang berpaling dari dunia, menginginkan akhirat,
memahami agamanya, konsisten beribadah kepada Tuhannya, bersikap
wara', menahan diri dari privasi kaum muslimin, ta'afuf terhadap harta
orang dan senantiasa menasihati jama'ahnya."
Pengertian fiqh dalam terminologi Mutaakhirin
Dalam terminologi mutakhirin, Fiqh adalah Ilmu furu' yaitu:"mengetahui
hukum Syara' yang bersipat amaliah dari dalil-dalilnya yang rinci.
Syarah/penjelasan definisi ini adalah:
- Hukum Syara': Hukum yang diambil yang diambil dari Syara'(Al-Qur'an
dan As-Sunnah), seperti; Wajib, Sunah, Haram, Makruh dan Mubah.
- Yang bersifat amaliah: bukan yang berkaitan dengan aqidah dan
kejiwaan.
- Dalil-dali yang rinci: seperti; dalil wajibnya sholat adalah "wa Aqiimus
sholaah", bukan kaidah-kaidah umum seperti kaidah Ushul Fiqh.
Dengan definisi diatas, fiqh tidak hanya mencakup hukum syara' yang
bersifat dharuriah (aksiomatik), seperti; wajibnya sholat lima waktu,
haramnya hamr, dsb. Tetapi juga mencakup hukum-hukum yang dhanny,
seperti; apakah menyentuh wanita itu membatalkan wudhu atau tidak?
Apakah yang harus dihapus dalam wudhu itu seluruh kepala atau cukup
sebagiannya saja?
Lebih spesifik lagi, para ahli hukum dan undang-undang Islam
memberikan definisi fiqh dengan; Ilmu khusus tentang hukum-hukum
syara' yang furu dengan berlandaskan hujjah dan argumen.

Hubungan Fiqh dan Syari'ah

Setelah dijelaskan pengertian fiqh dalam terminologi mutakhirin yang


kemudian populer sekarang, dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan
antar Fiqh dan Syari'ah adalah:
Bahwa ada kecocokan antara Fiqh dan Syari'ah dalam satu sisi, namun
masing-masing memiliki cakupan yang lebih luas dari yang lainnya dalam
sisi yang lain, hubungan seperti ini dalam ilmu mantiq disebut "'umumun
khususun min wajhin" yakni; Fiqh identik dengan Syari'ah dalam hasil-
hasil ijtihad mujtahid yang benar. Sementara pada sisi yang lain Fiqh lebih
luas, karena pembahasannya mencakup hasil-hasil ijtihad mujtahid yang
salah, sementara Syari'ah lebih luas dari Fiqh karena bukan hanya
mencakup hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah amaliah saja,
tetapi juga aqidah, akhlak dan kisah-kisah umat terdahulu.
Syariah sangat lengkap; tidak hanya berisikan dalil-dalil furu', tetapi
mencakup kaidah-kaidah umum dan prinsif-prinsif dasar dari hukum
syara, seperti; Ushul al Fiqh dan al Qawa'id al Fiqhiyyah.
Syari'ah lebih universal dari Fiqh.
Syari'ah wajib dilaksanakan oleh seluruh umat manusia sehingga kita
wajib mendakwahkannya, sementara fiqh seorang Imam tidak demikian
halnya.
Syari'ah seluruhnya pasti benar, berbeda dengan fiqh.
Syari'ah kekal abdi, sementara fiqih seorang Imam sangat mungkin
berubah.

Patokan-patokan dalam Fiqh

Dalam mempelajari fiqh, Islam telah meletakkan patokan-patokan umum


guna menjadi pedoman bagi kaum muslimin, yaitu :
Melarang membahas peristiwa yang belum terjadi sampai ia terjadi.
Sebagaimana Firman Allah Ta'ala : "Hai orang-orang yang beriman !
janganlah kamu menanyakan semua perkara, karena bila diterangkan
padamu, nanti kamu akan jadi kecewa ! tapi jika kamu menayakan itu
ketika turunnya al-qur'an tentulah kamu akan diberi penjelasan.
Kesalahanmu itu telah diampuni oleh Allah dan Allah maha
pengampunlagi penyayang." (Q. S. Al-Maidah: 101)
Dan dalam sebuah hadits ada tersebut bahwa Nabi Saw. telah melarang
mempertanyakan "Aqhluthath" yakni masalah-masalah yang belum lagi
terjadi.Menjauhi banyak tanya dan masalah-masalah pelik.
Dalam sebuah hadits di katakan: "Sesungguhnya Allah membenci banyak
debat, banyak tanya, dan menyia-nyiakan harta."
"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban maka
janganlah disia-siakan, dan telah menggariskan undang-undang, maka
jangan dilampui, mengaharamkan beberapa larangan maka jangan
dlannggar, serta mendiamkan beberapa perkara bukan karena lupa untuk
menjadi rahmat bagimu, maka janganlah dibangkit-bangkit!"
"Orang yang paling besar dosanya ialah orang yang menanyakan suatu
hal yang mulanya tidak haram, kemudian diharamkan dengan sebab
pertanyaan itu."

Menghindarkan pertikaian dan perpecahan didalam agama.


Sebagaimana Firman Allah Ta'ala:
"Hendaklah kamu sekalian berpegang teguh pada tali Allah dan jangan
berpecah belah !" (Q. S. Ali Imran: 103).
Dan firmanNya : "Janganlah kamu berbantah-bantahan dan jangan saling
rebutan, nanti kamu gagal dan hilang pengaruh!" (Q. S. Al-Anfal 46). Dan
firmanNya lagi : "Dan janganlah kamu seperti halnya orang-orang yang
berpecah-belah dan bersilang sengketa demi setelah mereka menerima
keterangan-keterangan! dan bagi mereka itu disediakan siksa yang
dahsyat." (Q. S. Ali Imran 105)

Mengembalikan masalah-masalah yang dipertikaikan kepada


Kitab dan sunah.

Berdasarkan firman Allah SWT:


"Maka jika kamu berselisih tentang sesuatu perkara, kembalilah kepada
Allah dan Rasul." (Q. S. An-Nisa 9).
Dan firman-Nya: "Dan apa-apa yang kamu perselisihkan tentang sesuatu
maka hukumnya kepada Allah." (Q. S. Asy- Syuro: 10).
Hal demikian itu, karena soal-soal keagamaan telah diterangkan oleh Al-
qur'an, sebagaimana firman Allah SWT:
"Dan kami turunkan Kitab Suci Al-qur'an untuk menerangkan segala
sesuatu." (QS. An-Nahl 89). Begitu juga dalam surah: Al-An'am 38, An-
Nahl 44 dan An-Nisa 105, Allah telah menjelaskan keuniversalan al Qur'an
terhadap berbagai masalah kehidupan.
Sehingga dengan demikian sempurnalah ajaran Islam dan tidak ada lagi
alasan untuk berpaling kepada selainnya. Allah SWT berfirman :
"Pada hari ini telah Ku sempurnakan bagimu agamamu, telah Ku cukupkan
ni'mat karunia-Ku dan telah Ku Ridhoi Islam sebagai agamamu." (Q. S. Al
Maidah: 5
Dan firman Allah SWT:
"Tidak ! Demi Tuhan ! mereka belum lagi beriman, sampai bertahkim
padamu tentang soal-soal yang mereka perbantahkan kemudian tidak
merasa keberatan didalam hati menerima putusanmu, hanya mereka
serahkan bulat-bulat kepadamu." (Q. S. An-Nisa: 66)

Pengertian Fiqih dan Ushul Fiqih

Pengertian Fiqih

Fiqih atau fiqh (bahasa Arab:???) adalah salah satu bidang ilmu dalam
syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang
mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi,
bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya.[1]
Beberapa ulama fiqih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fiqih
sebagai pengetahuan seorang muslim tentang kewajiban dan haknya
sebagai hamba Allah.
Fiqih membahas tentang cara bagaimana cara tentang beribadah, tentang
prinsip Rukun Islam dan hubungan antar manusia sesuai dengan dalil-dalil
yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Dalam Islam, terdapat 4
mazhab dari Sunni, 1 mazhab dari Syiah, dan Khawarij yang mempelajari
tentang fiqih. Seseorang yang sudah menguasai ilmu fiqih disebut Faqih.

Etimologi

Dalam bahasa Arab, secara harfiah fiqih berarti pemahaman yang


mendalam terhadap suatu hal. Beberapa ulama memberikan penguraian
bahwa arti fiqih secara terminologi yaitu fiqih merupakan suatu ilmu yang
mendalami hukum Islam yang diperoleh melalui dalil di Al-Qur'an dan
Sunnah. Selain itu fiqih merupakan ilmu yang juga membahas hukum
syar'iyyah dan hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari, baik
itu dalam ibadah maupun dalam muamalah.

Pengertian Ushul Fiqih

Tinjauan Bahasa
Dilihat dari tata bahasa (Arab), rangkaian kata Ushul dan kata Fiqh
tersebut dinamakan dengan tarkib idlafah, sehingga dari rangkaian dua
buah kata itu memberi pengertian ushul bagi fiqh.
Kata Ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa,
berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain. Berdasarkan
pengertian Ushul menurut bahasa tersebut, maka Ushul Fiqh berarti
sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqh.

Tinjauan istilah fiqhSedangkan menurut istilah, ashl dapat berarti dalil,


seperti dalam ungkapan yang dicontohkan oleh Abu Hamid Hakim : Ashl
bagi diwajibkan zakat, yaitu Al-Kitab; Allah Taala berfirman: dan
tunaikanlah zakat!.
Dan dapat pula berarti kaidah kulliyah yaitu aturan/ketentuan umum,
seperti dalam ungkapan sebagai berikut : Kebolehan makan bangkai
karena terpaksa adalah penyimpangan dari ashl, yakni dari
ketentuan/aturan umum, yaitu setiap bangkai adalah haram; Allah Taala
berfirman : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai .
Dengan melihat pengertian ashl menurut istilah di atas, dapat diketahui
bahwa Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua kata, berarti dalil-dalil bagi
fiqh dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi fiqh.

Pengertian Fiqih dan Hakekatnya. Fiqih menurut bahasa berarti


faham, mengerti sedangkan menurut istilah syara yaitu ilmu yang
membahas tentang hukum syara yang berkaitan dengan perbuatan yang
diambil dari dalil-dalil yang sifatnya terperinci.

Fiqih dibagi menjadi dua bagian :


a.Fiqih Ibadah Mahdah dan Ghoiru Mahdah
b.Fiqih Muamalah, meliputi Fiqih Munakahat, Jinayat, Siyasat dan
Muamalat.
Objek kajian fiqih adalah meliputi semua perbuatan orang mukallaf
dipandang dari ketetapan hukum syariat islam.
TUGAS

SYARIAH

OLEH:

MUHLIS

0932100078

TI.3A
JURUSAN TEKNIK PETAMBANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2011

Anda mungkin juga menyukai