TEORI DASAR
nikel sulfide dan nikel laterite. Endapan bijih nikel yang terdapat di Pomalaa
termasuk dalam jenis nikel laterit. Endapan nikel laterit menyumbang ±40%
produksi tahunan nikel dunia. Endapan laterit merupakan hasil dari proses lanjut
proses pelapukan. Pelapukan ini berlangsung pada batuan peridotit yang banyak
mengandung olivin, magnesium silikat dan besi silikat yang mengandung 0,3%
Ni. Batuan ini mudah mengalami pelapukan lateritik yang dapat memisahkan
Air resapan yang mengandung CO2 yang berasal dari udara meresap ke
bawah sampai ke permukaan air tanah melindi mineral primer yang tidak stabil
seperti olivin, serpentin dan piroksen. Air meresap secara perlahan sampai
batas antara zona limonit dan zona saprolit, kemudian mengalir secara lateral,
1967). Proses ini menghasilkan Ca dan Mg yang larut disusul dengan Si yang
20
21
unsur-unsur tersebut. Semua hasil pelarutan ini terbawa turun ke bagian bawah
batuan induk.
pelapukan dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar pelapukan (root of
weathering). Fluktuasi muka air tanah yang berlangsung secara kontinyu akan
asal di zona saprolit, sehingga memungkinkan penetrasi air tanah yang lebih
dalam. Zona saprolit dalam hal ini semakin bertambah ke dalam demikian pula
ikatan-ikatan yang mengandung oksida MgO sekitar 30-50 % berat dan SiO2
saprolit akan mengalami pencucian dan ikut bersama-sama dengan aliran air
tanah, sehingga sedikit demi sedikit zona saprolit atas akan berubah porositasnya
dan akhirnya menjadi zona limonit. Daerah zona erosi dan proses pengayaan nikel
Untuk bahan-bahan yang sukar atau tidak mudah larut akan tinggal pada
tempatnya dan sebagian turun ke bawah bersama larutan sebagai larutan koloid.
Bahan-bahan seperti Fe, Ni, dan Co akan membentuk konsentrasi residu dan
konsentrasi celah pada zona yang disebut dengan zona saprolit, berwarna coklat
kuning kemerahan. Batuan asal ultramafik pada zona ini selanjutnya diimpregnasi
oleh Ni melalui larutan yang mengandung Ni, sehingga kadar Ni dapat naik
hingga mencapai 7% dari total berat. Dalam hal ini, Ni dapat mensubtitusi Mg
dalam serpentin atau juga mengendap pada rekahan bersama dengan larutan yang
dan hematite yang dekat permukaan. Bersama mineral - mineral ini selalu ikut
serta unsur Co dalam jumlah kecil. Semakin ke bawah, menuju batuan dasar maka
Ni yang berupa larutan pada kondisi oksidasi dan berupa padatan pada kondisi
silika.
pembentukan endapan serta profil laterit dari tiap tempat. Faktor-faktor tersebut
diantaranya:
tropis dan sub tropis, terkait curah hujan dan sinar matahari memegang
terdapat pada batuan asal. Curah hujan akan mempengaruhi jumlah air
hujan yang mendukung maka vegetasi yang tumbuh pada kawasan ini
sangat beragam dan lebat. vegetasi ini akan membantu proses penetrasi
sebagian air menuju lebih dalam dengan mengikuti jalur akar pepohonan,
b. Topografi
sirkulasi air serta reagen-reagen lain. Adapun pada daerah yang curam, air
hujan yang jatuh ke permukaan lebih banyak yang mengalir sebagai run-
dan transportasi unsur-unsur oleh air tanah tidak banyak terjadi. Pada
nikel yang tipis. Sedangkan pada daerah yang landai, air mempunyai
c. Batuan asal
batuan. Batuan asal merupakan jenis batuan ultra basa dengan kadar Ni
0.2 - 0.3 %
d. Kontrol Struktur
e. Waktu
yang lebat juga akan mempercepat proses penetrasi air hujan yang
mengandung CO2 dari atmosfer dan juga asam humus yang membantu
nikel laterit.
menentukan secara akurat jumlah cadangan kadar, sifat fisik kimia, letak dan
bentuk endapan bahan galian (Suhala Supratna, 1998). Pemboran eksplorasi nikel
laterit dilakukan dengan pola persegi dan grid density (derajat kerapatan jarak
interval antar titik bor) yang terus bertambah pada tiap tahapan. Pemboran nikel
laterit pada tahap awal dimulai dengan interval 200m, dan akan semakin merapat
pada tahapan eksplorasi lebih lanjut yang menjadi 100m, 50m dan 25m. Hasil
pemboran dengan spasi 25 meter inilah yang digunakan sebagai acuan untuk
menghitung cadangan nikel. Apabila diperlukan lagi maka dapat dilakukan inpit
rencana penambangan dengan mempersingkat jarak antar titik bor menjadi 12,5m.
26
Eksplorasi dilakukan dengan beberapa tahap yang dijelaskan pada sub bab berikut
ini.
juga mempunyai skala yang relatif kecil. Sebelum memilih lokasi eksplorasi
dilakukan studi terhadap data dan peta yang sudah ada (dari survey terdahulu),
catatan–catatan lama, laporan temuan dan data pendukung lainnya, lalu dipilih
galian dipengaruhi dan tergantung pada proses – proses geologi yang pernah
terjadi, singkapan–singkapan batuan pembawa bahan galian dan yang perlu juga
(strike dan dip), orientasi sesar dan tanda – tanda lainnya (Sunarto Notosiswoyo
dkk, 2000).
mempunyai prospek yang baik, maka diteruskan dengan eksplorasi tahap detail.
Kegiatan utama dalam tahap ini ialah sampling dengan jarak yang lebih dekat
(rapat) yaitu dengan memperbanyak sumur uji atau lubang bor untuk
27
Geometri endapan
Keperluan sampling
untuk mengambil sebagian kecil dari suatu massa yang besar, dimana diharapkan
dari cara pemboran ini diharapkan dapat diidentifikasi lebih teliti penyebaran bijih
dalam core box menurut kedalaman satu meter. Setelah selesai pemboran sampel
dibawa ke rumah sampel dan kemudian dimasukan kedalam kantong sampel dan
diberikan kode seperti lokasi tempat pengeboran, kedalaman titik bor, nomor
sampel, dan nomor titik bor. Selanjutnya dikirim kebagian persiapan conto untuk
28
2000).
Gambar 3.2
Hasil Sample Pemboran
survei tinjau, prospeksi, eksplorasi umum dan eksplorasi rinci. Kriteria kelayakan
mineral yang telah diketahui ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas dan kualitasnya
dan yang secara ekonomis, teknis, hukum, lingkungan dan sosial dapat ditambang
dibuat oleh Komite Cadangan Mineral Indonesia pada tahun 2011 (Kode-KCMI
2011). Berdasarkan klasifikasi ini, sumberdaya dapat dibagi menjadi tiga jenis
menjadi :
a. Terukur (measured)
b. Tertunjuk (Indicated)
c. Tereka (Inffered)
sebagai berikut :
= ±1.96 ∗ (3.1)
Nilai σE diperoleh dari hasil kriging standard deviasi pada masing masing
blok dan nilai Z* merupakan nilai dari hasil kriging. Klasifikasi berdasarkan
a. Terukur (Measured)
Jika jarak antara lubang bor pada daerah lingkup eksplorasi berjarak 1/3
b. Tertunjuk (Indicated)
Jika jarak antara lubang bor pada daerah lingkup eksplorasi berjarak > 2/3
sill.
c. Tereka (Inffered)
Jika jarak antara lubang bor pada daerah lingkup eksplorasi berjarak > 3/3
sill.
dengan dua metode yaitu metode konvensional dan metode geostatistik. Metode
Kriging (OK). Kedua metode tersebut akan dijabarkan pada sub-bab dibawah ini.
32
Letak grid atau blok yang akan ditaksir terhadap letak data conto
antar conto
oleh para ahli dan orang-orang yang meneliti dengan menggunakan metode
and Analysis) tahun 1997, Inverse Distance merupakan metode deterministic yang
1983 menyatakan bahwa Inverse Distance merupakan salah satu teknik interpolasi
yang sering digunakan, karena relatif mudah untuk diprogram, mudah dimengerti
seperjarak yang dikuadratkan, dapat dikatakan dalam arti sempit merupakan salah
satu dari teknik interpolasi, yang dimana suatu nilai yang terdekat lebih di titik
beratkan daripada nilai yang lebih jauh. Serta dalam arti luas merupakan suatu
secara sederhana yang hanya berdasarkan pada jarak data yang berada pada
33
metode penentuan bobot dalam estimasi titik maupun blok, dimana titik titik data
terdekat dengan titik estimasi akan memberikan bobot (pengaruh) terbesar dalam
proses estimasi. Sebaliknya, titik data terjauh akan memberikan bobot terkecil.
Titik yang akan diestimasi adalah titik yang terdapat pada grid, dimana semakin
adalah nilai hasil interpolasi terbatas pada nilai yang ada pada data sampel dan
ukuran radius pencarian yang digunakan. Dengan kata lain, karena metode ini
menggunakan rata-rata dari data sampel sehingga nilainya tidak bisa lebih kecil
dari minimum atau lebih besar dari data sampel. Jadi, puncak bukit atau lembah
terdalam tidak dapat ditampilkan dari hasil interpolasi model ini (Watson &
Philip, 1985). Untuk mendapatkan hasil yang baik, sampel data yang digunakan
harus rapat yang berhubungan dengan variasi lokal. Jika sampelnya agak jarang
dan tidak merata, hasilnya kemungkinan besar tidak sesuai dengan yang
diinginkan.
berikut:
= ∑ (3.2)
34
∑
= (3.3)
∑
Keterangan :
i : Titik data
Untuk mendapatkan nilai dari bobot yang ingin dicari dapat menggunakan
= (3.4)
∑
Keterangan :
3.4.2 Geostatistik
yang berkaitan dengan waktu pembentukannya dan spasial. Acuan dasar yang
digunakan pada statistik spatial adalah Teori Regionalized Variables yaitu teori
yang menyatakan bahwa data bersifat spasial dan saling berhubungan satu sama
lain. Untuk mengetahui hubungan spasial antara titik-titik dalam suatu cebakan,
35
varians dispersi dan varians kriging. Terdapat beberapa model variogram yang
sampel. Semakin jauh jarak antar data, nilai variogramnya akan semakin besar
36
(3.5)
Keterangan:
Co+C = Sill
a = Range
gambar 3.5.
1 Range
Range merupakan jarak antara dua data yang saling berhubungan atau jarak
2 Sill
Sill merupakan masa stabil suatu variogram yang mencapai rangenya atau
3 Nugget Effect
Nugget effect merupakan banyak variasi dalam data pada jarak yang dekat.
dibuat oleh manusia seperti kesalahan membaca alat, kesalahan sampling dan
lain sebagainya.
( ) = ∑ ( − ) (3.6)
Keterangan :
N : Jumlah Pasangan
i : urutan data
yang digunakan untuk memprediksi data pada lokasi tertentu. Metode Ordinary
sehingga diperoleh estimasi kadar dan jumlah sumberdaya serta variasi yang
terdapat pada setiap blok. Perhitungan estimasi sumberdaya dengan metode ini
=∑ . (3.7)
38
= . 1 + 2. 2 + ⋯+ . (3.8)
Keterangan :
W1 + W2 + W3 +0 = 1 (3.9)
1 1 1 0 λ 1 (3.10)
Keterangan :
S2 = variasi kriging