1. GANESA NIKEL
Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik pembawa
Ni-Silikat. Umumnya terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai dengan subtropis.
Pengaruh iklim tropis di Indonesia mengakibatkan proses pelapukan yang intensif, sehingga
beberapa daerah di Indonesia memiliki profil laterit (produk pelapukan) yang tebal dan
menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil nikel laterit yang utama. Proses
konsentrasi nikel pada endapan nikel laterit dikendalikan oleh beberapa faktor yaitu, batuan
dasar, iklim, topografi, airtanah, stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan yang
berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral.
Genesa Umum Nikel Laterit Berdasarkan cara terjadinya, endapan nikel dapat dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu endapan sulfida nikel – tembaga berasal dari mineral pentlandit, yang
terbentuk akibat injeksi magma dan konsentrasi residu (sisa) silikat nikel hasil pelapukan batuan
beku ultramafik yang sering disebut endapan nikel laterit. Menurut Bateman (1981), endapan
jenis konsentrasi sisa dapat terbentuk jika batuan induk yang mengandung bijih mengalami
proses pelapukan, maka mineral yang mudah larut akan terusir oleh proses erosi, sedangkan
mineral bijih biasanya stabil dan mempunyai berat jenis besar akan tertinggal dan terkumpul
menjadi endapan konsentrasi sisa. Air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfer dan
terkayakan kembali oleh material – material organis di permukaan meresap ke bawah permukaan
tanah sampai pada zona pelindihan, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini
air tanah yang kaya akan CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan
asal dan melarutkan mineral – mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen.
Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan
mineral – mineral baru pada proses pengendapan kembali (Hasanudin dkk, 1992). Boldt (1967),
menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentin),
dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat dan besi silikat,
yang pada umumnya banyak mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah
dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara luar dan
tumbuh – tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium, besi,
nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel –
partikel silika yang submikroskopis. Didalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan
mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan
membentuk mineral – mineral seperti karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah kecil, jadi
besi oksida mengendap dekat dengan permukaan tanah.
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika pada
profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta membentuk konsentrasi
endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979
dalam Nushantara 2002) . Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi akan menyebabkan unsur
Fe, Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral – mineral oxida /
hidroksida, seperti limonit, hematit, dan Goetit (Hasanudin, 1992).
Endapan bijih nikel laterit, yaitu bijih nikel yang terbentuk sebagai hasil pelapukan batuan
ultramafik dan terkonsentrasi pada zona pelapukan (Peters, 1978).
1. Surface merupakan tanah penutup dan tidak memiliki kandungan nikel. Ketebalan rata-rata
0,06 meter.
2. Pisolite Horison merupakan zona laterit dengan kadar besi yang tinggi (> 50%), kandungan
nikel dari 0,4% - 0,8%. Ketebalan rata-rata 6,36 meter
3. Limonit (Ferralite) Horizon merupakan zona laterit dengan kadar nikel dari 0,8% - 2% dan
kandungan besi 25% - 50%. Ketebalan rata-rata 12,21 meter
4. Saprolit Horizon merupakan zona laterit dengan kadar nikel lebih dari 2% dan kandung besi
10% - 25%. Ketebalan rata-rata 2,2 meter
5. Unweathered Ultramafik merupakan batuan dasar (Harzburgit) yang belum mengalami
pelapukan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel laterit ini adalah:
A. Batuan asal
Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit, macam
batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada batuan ultra basa tersebut: - terdapat
elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya - mempunyai mineral-mineral yang paling
mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin - mempunyai komponen-komponen
yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
B. Iklim
Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan
penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan
akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya
pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan
mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.
Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang
membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang
peranan penting didalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi
batuan dan dapat merubah pH larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan vegetasi
daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan: • penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih
mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan • akumulasi air hujan akan lebih banyak •
humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada
lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih
tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis
D. Struktur
Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah struktur kekar (joint)
dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas
dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya
rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan
akan lebih intensif.
E. Topografi
Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen-reagen lain.
Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai
kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori
batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai
kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi.
Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak
daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.
F. Waktu
Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi
unsur nikel cukup tinggi.
Profil nikel laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut :
1) Iron Capping merah tua, merupakan kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping
mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-
mineral hematite, chromiferous.
2) Limonite Layer fine grained, merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit soil
menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena
erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide,
lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz, gibsite,
maghemite.
3) Silika Boxwork putih – orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan sebagian
menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite, sebagian mengawetkan
struktur dan tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal, magnesite. Akumulasi
dari garnierite-pimelite di dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika.
Zona boxwork jarang terdapat pada bedrock yang serpentinized.
4) Saprolite : campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite, saprolitic rims, vein dari
endapan garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika
boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke bedrock. Terkadang terdapat
mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukkan, chlorite.
Garnierite di lapangan biasanya diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih atau kurang
nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
5) Bedrock : bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih besar dari 75
cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral
ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Zona ini
terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral garnierite dan silika. Frakturisasi ini
diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi
posisinya tersembunyi.
1. Land Clearing
Proses land clearing merupakan proses awal sebelum penggalian mareial bijih nikel
dilakukan. Pada proses ini, vegetasi yang terdapat diatas cadangan nikel dibersihkan terlebih
dahulu untuk memudahkan pembongkaran dan penggalian material tanah penutup dan bijih nikel
yang akan dilakukan kemudian.
2. Top Soiling
Top soiling merupakan tahapan selanjutnya yang akan dilakukan setelah tahap land clearing
telah selesai dilakukan. Pada tahap ini, lapisan tanah pucuk (top soil) yang mengandung humus
dan unsur hara yang penting untuk kesuburan tanah dikupas, diangkut lalu ditimbun pada suatu
lokasi khusus (dipisahkan dari mateial tanah penutup/overburden) yang telah dipersiapkan untuk
menimbun tanah pucuk ini (top soil bank). Hal ini dilakukan dengan harapan kondisi dan
komposisi tanak pucuk tersebut tidak berubah dan dapat digunakan kembali ketika proses
reklamasi dan revegetasi dilakukan setelah operasi penambangan selesai dilakukan.
3. Pengupasan dan pengangkutan tanah penutup (Overburden)
Tahapan ini dilakukan bila tahapan land clearing dan top soiling telah selesai dilakukan.
Endapan cadangan timah (saprolit dan limonit) biasanya terletak dibawah lapisan tanah yang
tidak mengandung atau memiliki kadar nikel yang rendah. Sehingga untuk menambangnya
diperlukan pengupasan dan pengangkutan lapisan tanah penutup (overburden) terlebih dahulu.
Proses ini akan menggunakan kombinasi peralatan tambang berupa back hoe dan dump truck.
Tanah penutup yang telah dikupas tersebut kemudian akan ditimbun pada lokasi penimbunan
(disposal area).
6. Pengangkutan
Setelah ditambang, mateial bijih nikel selanjutnya akan diangkut menuju lokasi pengolahan
untuk diolah untuk menghasilkan bahan olahan nikel maupun pelabuhan untuk dikirm menuju
pihak pembeli. Proses pengangkutan bijih nikel maupun bahan olahan nikel menggunakan
kombinasi peralatan dump truck dan kapal tongkang (tug boat)
2. Hidrometalurgi
Proses pengolahan bijih nikel dengan menggunakan teknologi hidrometalurgi adalah proses
ekstraksi bijih nikel dengan menggunakan proses pelindian (leaching) dengan menggunakan
reagent-reagent tertentu. Teknologi ini biasanya digunakan untuk pengelohan bijih nikel dengan
kadar rendah. Hasil akhir pengolahan ini berupa nikel (Ni).
DIAGRAM ALIR PENGOLAHAN BIJIH NIKEL
1. Metode Pirometalurgi
Diagram alir pengolahan bijih nikel dengan metode pirometalurgi dapat dilihat pada skema
sebagai berikut ini :
Dari Skematika Tahapan proses pengolahan bijih nikel laterite cara pirometalurgi di atas
dapat dilihat secara umum:
Proses Pengeringan/Drying
Proses pengeringan merupakan tahap awal pengolahan bijih nikel dan dilakukan dengan
menggunakan rotary dryer. Sebagai sumber panas digunakan bahan bakar yang umumnya
minyak residu. Bahan bakar disemprotkan dari arah ujung dan samping dapur pengering. Pada
tahap ini, bijih nikel yang awalnya memiliki kadar air sekitar 35 persen, setelah dikeringkan
kadar airnya menjadi sekitar 20 persen. Setelah pengeringan, bijih nikel dikirim dan simpan di
dalam gudang.
Proses Reduksi/Reduction
Setelah mengalami pengeringan dengan kadar air 20 persen, kemudian bijih nikel diumpan
ke dalam rotary kiln untuk direduksi. Pada tahap awal, kadar air bijih nikel akan berkurang
menjadi nol persen. Kemudian bijih nikel akan mengalami proses reduksi. Proses reduksi akan
mengkonversi bijih nikel oksida menjadi logam nikel dan logam besi. Bahan reduktor atau
pereduksi adalah gas CO dan H2 (gas hidrogen). Gas reduktor ini dihasilkan dari pembakaran
tidak sempurna minyak residu. Pada tahap ini ditambahkan juga batubara dan diakhir proses
ditambahkan sulphur cair.
Produk tahap ini biasa disebut dengan calcine/kalsin. Kalsin yang dihasilkan kemudian
dibawa ke proses berikutnya yaitu proses peleburan dilakukan dalam electric arc furnace, EAF
atau tungku busur listrik.
Proses Peleburan/Smelting
Pada tahap ini, calcine akan dilebur di dalam tungku lebur yaitu electric arc furnace. Kalsin
dilebur menjadi matte yang memiliki kualitas tertentu. Selain nikel matte, pada tahap ini juga
dihasilkan slag/pengotor. Tahap ini menghasilkan Nikel matte yang mengandung nikel sekitar 27
persen. Matte cair ditampung dalam ladle untuk selanjutnya ditransfer menuju converter.
Proses Converting/Pemurnian
Proses converting adalah proses peningkatan kadar nikel dalam matte cair yang dihasilkan
dari dapur listrik EAF. Kadar nikel naik setelah proses converting, sedangkan kadar besi dalam
matte cair turun. Jadi, proses converting merupakan proses pemurnian nikel matte cair.
Converting dilakukan dalam Top Blown Kaldo Type Rotary Converter (TBRC) atau dalam
Pierce Smith Converter. Pada tahap ini, kadar nikel dalam matte cair ditingkatkan sehingga
mencapai kadar nikel sekitar 78 persen. Sedangkan kadar besi menjdai 0,7 persen. Proses
pemurnian dilakukan dengan menambahkan udara dan silika sebagai fluks, bahan imbuh.
Proses Granulasi/Granulating
Proses granulasi merupakan tahapan akhir dari pengolahan bijih nikel menjadi matte. Matte
cair dari proses converting ditransfer menggunakan ladle ke lokasi proses granulasi. Pada proses
ganulasi, matte cair disemprot dengan air bertekanan tertentu. Matte cair membeku dalam bentuk
granul-granul atau partikel-partikel kecil.
2. Metode hidrometalurgi
Pengolahan bijih nikel dengan menggunakan metode hidrometalurgi dapat dilihaat pada
skema berikut :
Dari skema tahapan proses pengolahan bijih nikel dengan cara hidrometalurgi dapat kita lihat
secara umum sebagai berikut :
Produk Akhir
Dalam kondisi kering, produk nikel mengandung 43-45% nikel. Sulfida kobalt mengandung
sekitar 55% kobalt (saat kering).