Secara umum, nikel laterit diartikan sebagai suatu endapan bijih nikel yang terbentuk dari
proses laterisasi pada batuan ultramafik (peridotit, dunit dan serpentinit) yang mengandung
Ni dengan kadar yang tinggi, yang pada umumnya terbentuk pada daerah tropis dan sub
tropis. Kandungan Ni di batuan asal berkisar 0.28 % dapat mengalami kenaikan menjadi 1 % Ni
sebagai konsentrasi sisa (residual concentration) pada zona limonit (Waheed Ahmad, 2006).
Proses laterit ini selanjutnya dapat berkembang menjadi proses pengayaan nickel (supergene
enrichment) pada zona saprolit sehingga dapat meningkatkan kandungan nikel menjadi lebih
besar dari 2 %.
Sebetulnya, disamping endapan nikel laterit, terdapat juga type endapan lain seperti yang dikenal
dengan nama nikel sulfida yang mana terbentuk dari proses hidrothermal sehingga membentuk
suatu cebakan/ endapan nikel dalam bentuk urat-urat (veins). Salah satu contoh dari type
endapan ini bisa ditemukan di tambang Sudbury-Kanada. Namun demikian, untuk tulisan ini kita
hanya ingin mengenal lebih jauh tentang nikel laterit itu sendiri, yang mana tersebar banyak di
daerah Sorowako, Bahodopi dan Pomalaa.
Bentuk topografi/morfologi yang tidak curam tingkat kelerengannya, dimana endapan laterit
masih mampu untuk ditopang oleh permukaaan topografi sehingga nikel laterit tersebut tidak
hilang oleh proses erosi maupun ketidakstabilan lereng. Adanya tumbuhan penutup yang
berfungsi untuk mengurangi tingkat intensitas erosi endapan laterit menyebakan endapan laterit
tersebut relatif tidak terganggu.
Meskipun komposisi batuan asal memegang peran penting untuk menghasilkan endapan laterit,
kondisi iklim yang ada dan sejarah geologi yang berkenaan dengan proses pembentukan soil
akhirnya memegang peranan penting dalam mengontrol komposisi akhir dari soil residu tersebut.
Pelapukan dari batuan mafik pada kondisi iklim dingin cenderung akan membentuk endapan clay
(lempung) sementara pada pelapukan yang tinggi dengan kondisi iklim panas dan lembab akan
menyebakan laterit berkembang dengan baik.
Oleh karena itu, agar laterit tersebut dapat berkembang dengan baik, menurut Waheed Ahmad
(2006), maka dibutuhkan beberapa kondisi seperti:
Keberadaan batuan yang mengandung besi Relatively high temperature (to aid in chemical
attack)
Air tanah yang bersifat agak asam (slightly acidic) untuk membantu dalam reaksi kimia
Curah hujan yang tinggi untuk membantu pelapukan kimia dan menghilangkan unsure-unsur
yang mudah larut (mobile elements)
Lingkungan oksidasi yang kuat (untuk mengubah Fe2+ (FeO) menjadi Fe3+ (Fe2O3)
Proses pengayaan (supergene enrichments) untuk menghasilkan konsentrasi nikel dalam
jumlah yang cukup tinggi.
Bentuk topografi yang sedang untuk melindungi laterit dari proses erosi
Waktu yang cukup untuk agar laterit terakumulasi untuk ketebalan yang baik.
Penampang Laterit
Pembentukan penampang lapisan laterit sebagai hasil dari proses laterisasi
memperlihatkan urutan laterit yang tertua dari atas ke bawah. Secara umum penampang
laterit dapat dikategorikan menjadi:
Menurut Golithly, endapan laterit yang berkembang baik di daerah Sorowako dapat
dibedakan atas dua kategory yaitu:
1. Endapat laterit yang berkembang pada batuan dasar (bedrock) yang tidak mengalami
serpentinisasi (unserpentinized) yang dikenal dengan West type, dan
2. Endapan laterit yang berkembang pada batuan dasar yang mengalami serpentinisasi 20% samapi
80% pada mineral olivinnya (East type).
Akibat dari perbedaan kedua kondisi lingkungan tersebut mengakibatkan pekembangan
bentuk penampang laterit yang berbeda pula (lihat gambar 3.).
Gambar 3. Penampang laterit Sorowako East Block dan West Block
Gambar 4. Peta geologi dan struktur regional Sulawesi (Kadarusman dkk, 2004).
Batuan yang merupakan anggota Lajur Ofiolit Sulawesi Timur berupa batuan ultrabasa
(Mtosu) yang terdapat di sekitar danau Matano, terdiri atas dunit, harzburgit, lherzolit,
wehrlit, websterit dan serpentinit. Jenis batuan yang menyusun daerah Sorowako dan
sekitarnya ini sangat mempengaruhi keterdapatan dan penyebaran nikel laterit. Batuan
dasar penyusun Sorowako dan sekitarnya ini merupakan batuan ultramafik yang mengandung
nikel, cobal, besi, magnesium, dan silika. Jika batuan ini mengalami proses lateritisasi maka
konsentrasi kadar nikel, kobal, basi, magnesium dan silica akan meningkat dalam zona
laterit tertentu.
Struktur geologi banyak dijumpai pada daerah Sorowako dan sekitarnya, baik berupa
sesar, lipatan maupun kekar (Gambar 4). Secara umum sesar yang terdapat di daerah ini
berupa sesar naik, sesar sungkup, sesar geser dan sesar turun; yang diperkirakan mulai
terbentuk sejak Mesozoikum. Sesar matano dan sesar Palu Koro merupakan sesar utama
yang terdapat pada daerah ini.
Kondisi Iklim
Daerah Sorowako, Bahodopi, dan Pomalaa juga merupakan daerah yang
mengalami perubahan temperature yang kontras dan bercurah hujan yang
tinggi, sehingga batuan penyusunnya mudah mengalami pelapukan mekanis.
Pelapukan mekanis atau disebut juga disintegrasi dapat mengubah ukuran
batuan atau partikel batuan menjadi semakin kecil. Perubahan ukuran batuan
yang semakin kecil ini menyebabkan luas permukaan batuan yang mengalami
kontak dengan agen-agen proses laterisasi menjadi semakin luas sehingga
jumlah laterit yang dihasilkan juga semakin besar.
Oleh karena itu, pendekatan dari konsep eksplorasi endapan ini secara umum
dipahami bahwa endapan ini berasosiasi terhadap batuan-batuan ultramafik
yang kaya akan mineral-mineral ferromagnesian yang mengandung nikel. Bentuk
bentangan alam (morphology) dan struktur gelologi yang berkembang serta
kondisi iklim merupakan satu informasi yang sangat penting untuk bagi para
explorer (geologist) untuk menindak lanjuti potensi keterdapan endapan nikel
laterit tersebut.
Dari bahasan sebelumnya, disimpulkan bahwa endapan nikel yang banyak terbentuk
di daerah Sorowako, Bahodopi dan Pomalaa karena sangat didukung oleh kondisi
geologi dimana batuan penyusun daerah terdiri dari batuan ultramafik yang
mengandung nikel. Endapan nikel dari hasil pelapukan batuan tersebut banyak
mengalami proses pengayaan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti
cuaca dan topografi serta kondisi fisik batuan yang terpengaruh oleh adanya struktur
geologi yang berkembang cukup intensif di daerah ini. Masing-masing faktor ini akan
memberikan kontribusi yang cukup signifikan dengan proporsi yang berbeda dan
kompleks sehingga akan meghasilkan penampang laterit sangat bervariasi untuk suatu
daerah maupun dengan daerah yang lain.
Pendekatan explorasi yang dilakukan oleh para geologist dengan melakukan pemetaan
geologi untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi batuan penyusun, bentuk
topography dan struktur geologi akan memberikan informasi awal tentang potensi
endapan nikel laterit dari suatu daerah yang diteliti.