Anda di halaman 1dari 6

Endapan Nikel Laterit Pomalaa

Pengertian Nikel Laterit


Istilah “laterite” atau laterit berasal dari bahasa Latin “later” yang berarti bata. Istilah ini pertama
kali diperkenalkan oleh Buchanan Hamilton pada tahun 1807 untuk bongkahan-bongkahan tanah
(earthy iron crust) yang telah dipotong menjadi bata (bricks) untuk bangunan dari orang Malabar
– South Central India. Masyarakat Malabar mengenali material ini dalam bahasa mereka sebagai
“brickstone”ataubatubata (dikutip dari Waheed Ahmad, 2006).
Sekarang ini, istilah “laterite” digunakan untuk pengertian residu tanah yang kaya akan senyawa
oksida besi (sesquioxsides of iron) yang terbentuk dari akibat pelapukan kimia dengan kondisi
air tanah tertentu. Untuk residu tanah yang kaya dengan oksida alumina (hydrated aluminium
oxides) dinamakan “bauxite” atau bauksit. Jadi secara umum dapat dipahami bahwa batuan-
batuan mafik yang mana mengandung lebih banyak Fe daripada Al cenderung akan membentuk
laterit sedangkan batuan-batuan granitik dan argillik sebaliknya cendrung akan membentuk
endapan bauksit karena kandungan Al lebih banyak dari Fe-nya.

Secara umum, nikel laterit diartikan sebagai suatu endapan bijih nikel yang terbentuk dari
proses laterisasi pada batuan ultramafik (peridotit, dunit dan serpentinit) yang mengandung
Ni dengan kadar yang tinggi, yang pada umumnya terbentuk pada daerah tropis dan sub
tropis. Kandungan Ni di batuan asal berkisar 0.28 % dapat mengalami kenaikan menjadi 1 % Ni
sebagai konsentrasi sisa (residual concentration) pada zona limonit (Waheed Ahmad, 2006).
Proses laterit ini selanjutnya dapat berkembang menjadi proses pengayaan nickel (supergene
enrichment) pada zona saprolit sehingga dapat meningkatkan kandungan nikel menjadi lebih
besar dari 2 %.

Sebetulnya, disamping endapan nikel laterit, terdapat juga type endapan lain seperti yang dikenal
dengan nama nikel sulfida yang mana terbentuk dari proses hidrothermal sehingga membentuk
suatu cebakan/ endapan nikel dalam bentuk urat-urat (veins). Salah satu contoh dari type
endapan ini bisa ditemukan di tambang Sudbury-Kanada. Namun demikian, untuk tulisan ini kita
hanya ingin mengenal lebih jauh tentang nikel laterit itu sendiri, yang mana tersebar banyak di
daerah Sorowako, Bahodopi dan Pomalaa.

Faktor Pembentuk Nikel Laterit


Menurut P Golightly, endapan nikel laterit berasal dari batuan beku yang kaya akan mineral
olivin seperti batuan peridotit dan dunit. Nikel ini dihasilkan dari hasil pelapukan mineral olivin
atau serpentin sebagai komposisi mineral utama dari batuan tersebut, atau bahkan magnetite
yang mengandung nikel. Jumlah kandungan nikel yang paling tinggi ditemukan dalam mineral
olivine (Mg,Fe,Ni)2SiO4 yang mana berkisar 0.3 % nikel.
Beberapa faktor yang dianggap sangat mempengaruhi proses penbentukan endapan nikel laterit
ini adalah:

 Kandungan dari batuan peridotite dan pola tektoniknya


 Iklim
 Topografi
 Proses geomorfologi (bentuk bentangan alam)
Kesemua faktor ini berkaitan begitu kompleks dimana peranan secara individu dari masing-
masing faktor sangat susah dibedakan. Kesemuanya bisa mempengaruhi bentuk profil pelapukan
secara individual berbeda, bentuk topografi dari “ore body” pada batuan peridotitnya dan bentuk
secara umum dari residu nikel laterit tersebut.

Bentuk topografi/morfologi yang tidak curam tingkat kelerengannya, dimana endapan laterit
masih mampu untuk ditopang oleh permukaaan topografi sehingga nikel laterit tersebut tidak
hilang oleh proses erosi maupun ketidakstabilan lereng. Adanya tumbuhan penutup yang
berfungsi untuk mengurangi tingkat intensitas erosi endapan laterit menyebakan endapan laterit
tersebut relatif tidak terganggu.

Meskipun komposisi batuan asal memegang peran penting untuk menghasilkan endapan laterit,
kondisi iklim yang ada dan sejarah geologi yang berkenaan dengan proses pembentukan soil
akhirnya memegang peranan penting dalam mengontrol komposisi akhir dari soil residu tersebut.
Pelapukan dari batuan mafik pada kondisi iklim dingin cenderung akan membentuk endapan clay
(lempung) sementara pada pelapukan yang tinggi dengan kondisi iklim panas dan lembab akan
menyebakan laterit berkembang dengan baik.

Oleh karena itu, agar laterit tersebut dapat berkembang dengan baik, menurut Waheed Ahmad
(2006), maka dibutuhkan beberapa kondisi seperti:

 Keberadaan batuan yang mengandung besi Relatively high temperature (to aid in chemical
attack)
 Air tanah yang bersifat agak asam (slightly acidic) untuk membantu dalam reaksi kimia
 Curah hujan yang tinggi untuk membantu pelapukan kimia dan menghilangkan unsure-unsur
yang mudah larut (mobile elements)
 Lingkungan oksidasi yang kuat (untuk mengubah Fe2+ (FeO) menjadi Fe3+ (Fe2O3)
 Proses pengayaan (supergene enrichments) untuk menghasilkan konsentrasi nikel dalam
jumlah yang cukup tinggi.
 Bentuk topografi yang sedang untuk melindungi laterit dari proses erosi
 Waktu yang cukup untuk agar laterit terakumulasi untuk ketebalan yang baik.
Penampang Laterit
Pembentukan penampang lapisan laterit sebagai hasil dari proses laterisasi
memperlihatkan urutan laterit yang tertua dari atas ke bawah. Secara umum penampang
laterit dapat dikategorikan menjadi:

1. Zona limonit pada bagian atas


2. Zona saprolit pada bagian tengah, dan
3. Zona batuan dasar (bedrock) pada bagian bawah.

Gambar 1. Bentuk sederhana penampang laterit (Waheed Ahmad, 2006).

Gambar 2. Bentuk ragam dari penampang laterit hubungannya dengan iklim

dan topografi (Waheed Ahmad, 2006).

Menurut Golithly, endapan laterit yang berkembang baik di daerah Sorowako dapat
dibedakan atas dua kategory yaitu:

1. Endapat laterit yang berkembang pada batuan dasar (bedrock) yang tidak mengalami
serpentinisasi (unserpentinized) yang dikenal dengan West type, dan
2. Endapan laterit yang berkembang pada batuan dasar yang mengalami serpentinisasi 20% samapi
80% pada mineral olivinnya (East type).
Akibat dari perbedaan kedua kondisi lingkungan tersebut mengakibatkan pekembangan
bentuk penampang laterit yang berbeda pula (lihat gambar 3.).
Gambar 3. Penampang laterit Sorowako East Block dan West Block

secara lengkap (Waheed Ahmad, 2006).

Kondisi Geologi dan Pola Tektonik Endapan


Daerah Sorowako, bahodopi, Pomalaa dan sekitarnya merupakan bagian mandala Sulawesi
Timur yang tersusun oleh kompleks ofiolit, batuan metamorf, kompleks mélange dan batuan
sediment pelagis. Kompleks ofiolit memanjang dari utara Pegunungan balantak ke arah
tenggara Pegunungan Verbeek, yang disusun oleh batuan dunit, hazburgit, lerzolit,
serpentinit, werlit, gabro, diabas, basalt dan diorite. Geologi regional dari pulau Sulawesi
ini dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Peta geologi dan struktur regional Sulawesi (Kadarusman dkk, 2004).

Batuan yang merupakan anggota Lajur Ofiolit Sulawesi Timur berupa batuan ultrabasa
(Mtosu) yang terdapat di sekitar danau Matano, terdiri atas dunit, harzburgit, lherzolit,
wehrlit, websterit dan serpentinit. Jenis batuan yang menyusun daerah Sorowako dan
sekitarnya ini sangat mempengaruhi keterdapatan dan penyebaran nikel laterit. Batuan
dasar penyusun Sorowako dan sekitarnya ini merupakan batuan ultramafik yang mengandung
nikel, cobal, besi, magnesium, dan silika. Jika batuan ini mengalami proses lateritisasi maka
konsentrasi kadar nikel, kobal, basi, magnesium dan silica akan meningkat dalam zona
laterit tertentu.

Struktur geologi banyak dijumpai pada daerah Sorowako dan sekitarnya, baik berupa
sesar, lipatan maupun kekar (Gambar 4). Secara umum sesar yang terdapat di daerah ini
berupa sesar naik, sesar sungkup, sesar geser dan sesar turun; yang diperkirakan mulai
terbentuk sejak Mesozoikum. Sesar matano dan sesar Palu Koro merupakan sesar utama
yang terdapat pada daerah ini.

Kondisi Iklim
Daerah Sorowako, Bahodopi, dan Pomalaa juga merupakan daerah yang
mengalami perubahan temperature yang kontras dan bercurah hujan yang
tinggi, sehingga batuan penyusunnya mudah mengalami pelapukan mekanis.
Pelapukan mekanis atau disebut juga disintegrasi dapat mengubah ukuran
batuan atau partikel batuan menjadi semakin kecil. Perubahan ukuran batuan
yang semakin kecil ini menyebabkan luas permukaan batuan yang mengalami
kontak dengan agen-agen proses laterisasi menjadi semakin luas sehingga
jumlah laterit yang dihasilkan juga semakin besar.

Keberadaaan nikel laterit di daerah Sorowako dan sekitarnya juga sangat


dipengaruhi oleh pelapukan kimia dan sirkulasi air tanah. Semakin tinggi tingkat
pelapukan kimia dan sirkulasi air tanahnya maka jumlah lateritpun akan
semakin besar. Menurut Ollier, 1966, pelapukan kimia yang berhubungan
dengan proses laterisasi terdiri atas pelarutan, oksidasi-reduksi, hidrasi,
karbonasi, hidrolisis dan desilisikasi. Proses pelapukan kimia dan sirkulasi air
tanah terutama yang bersifat asam pada batuan ultramafik, akan menyebabkan
terjadinya penguraian magnesium, nikel, besi, dan silica pada mineral olivin,
piroksin, maupun serpentin yang membentuk larutan yang kaya dengan unsur-
unsur tersebut (Waheed Ahmad, 2006).
Penyebaran Endapan dan Pendekatan Konsep Ekplorasi
Pulau Sulawesi dengan kondisi geografis, iklim, topografi, geologi dan tektonik
memiliki potensi sebaran nikel laterit dibeberapa daerah di lengan timur
Sulawesi. Dapat dipahami bahwa keberadaan endapan ini terkait dengan
beberapa faktor tersebut diatas. Pada Kenyataannya, proses pengkayaan nikel
dari hingga menjadi suatu endapan yang bernilai ekonomis sangat tergantung
berbagai macam kombinasi faktor yang cukup kompleks.

Oleh karena itu, pendekatan dari konsep eksplorasi endapan ini secara umum
dipahami bahwa endapan ini berasosiasi terhadap batuan-batuan ultramafik
yang kaya akan mineral-mineral ferromagnesian yang mengandung nikel. Bentuk
bentangan alam (morphology) dan struktur gelologi yang berkembang serta
kondisi iklim merupakan satu informasi yang sangat penting untuk bagi para
explorer (geologist) untuk menindak lanjuti potensi keterdapan endapan nikel
laterit tersebut.

Dari bahasan sebelumnya, disimpulkan bahwa endapan nikel yang banyak terbentuk
di daerah Sorowako, Bahodopi dan Pomalaa karena sangat didukung oleh kondisi
geologi dimana batuan penyusun daerah terdiri dari batuan ultramafik yang
mengandung nikel. Endapan nikel dari hasil pelapukan batuan tersebut banyak
mengalami proses pengayaan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti
cuaca dan topografi serta kondisi fisik batuan yang terpengaruh oleh adanya struktur
geologi yang berkembang cukup intensif di daerah ini. Masing-masing faktor ini akan
memberikan kontribusi yang cukup signifikan dengan proporsi yang berbeda dan
kompleks sehingga akan meghasilkan penampang laterit sangat bervariasi untuk suatu
daerah maupun dengan daerah yang lain.

Pendekatan explorasi yang dilakukan oleh para geologist dengan melakukan pemetaan
geologi untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi batuan penyusun, bentuk
topography dan struktur geologi akan memberikan informasi awal tentang potensi
endapan nikel laterit dari suatu daerah yang diteliti.

Standar Prosedur Eksplorasi Nikel Laterit

Anda mungkin juga menyukai