Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Profil PT. Hengjaya Mineralindo

Nikel merupakan salah satu unsur kimia yang memiliki rumus Ni, terdapat
didalam batuan ultramafik dan batuan sebagai akibat proses magmatisme yang
selanjutnya dikenal dengan nikel sulfida. Nikel tersedia dalam jumlah yang cukup
banyak di dunia, walaupun tidak tersebar secara merata. Bahwa tidak semua daerah
di dunia ini memiliki batuan sumber nikel dengan persentase kadar kandungan nikel
yang sama.
Secara fisik, terdapatnya nikel di Indonesia secara umum merupakan nikel
laterit yang berasal dari pelapukan batuan ultramafik dan memiliki kadar rata-rata
nikel yang relatif lebih tinggi dibanding negara produsen lainnya. Karena sifat
lateritik ini, biaya penambangan menjadi lebih murah dan sangat kompetitif
dibanding pada jenis nikel sulfida yang umumnya berasal dari efek aktifitas
magmatis.
Sejalan dengan pergerakan penggunaan dan harga nikel dunia yang akhir-
akhir ini menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu, hal ini merupakan peluang
yang sangat baik bagi PT. Hengjay Mineralindo untuk melakukan penambangan
dengan memproduksi raw material guna melakukan penetrasi pasar bahkan
berupaya langsung kepada end user dari nikel laterit di wilayah konsesi Ijin Usaha
Pertambangan Operasi Produksi PT. Hengaya Mineralindo No.
540.3/SK.001/DESDM/VI/2011 dengan target produksi sebesar 55.000 WMT/bulan
pada lahan seluas 200 Ha.
PT. Hengjaya Mineralindo didirikan di Jakarta pada tahun 2009, PT. Hengjaya
Mineralindo adalah perusahaan penanaman modal Asing (PMA) dengan Nikel Mine
Limited dari Australia yang bergerak di dalam bidang pertambangan Nikel.
Saat ini total jumlah karyawan PT. Hengjaya Mineralindo berjumlah sekitar 150
orang untuk kantor pusat di Jakarta dan site di Sulawesi tengah. Jumlah karyawan ini
akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya produksi.
Luas IUP PT. Hengjaya Mineralindo adalah 6.249 Ha, termasuk pada wilayah
kecamatan Bungku Pesisir dan Bahodopi yang mencakup 2 desa utama yaitu desa

Tinjauan Pustaka-4
Tangofa dan desa Bete-bete. Wilayah ini disusun oleh batuan ultramafik dan batuan
sedimen. Batuan ultramafik menempati wilayah +/- 60% dan sisanya batuan sedimen
seluas +/- 40%.
Tingkat lateritisasi didalam penyebaran batuan ultramafik sangat berbeda-
beda demikian halnya dengan variasi batuan ultramafiknya juga bervariasi terbukti
adanya batuan-batuan serpentinit di beberapa tempat yang pasti mempengaruhi
derajat kualitas laterit. Gambaran profil laterit secara visual dapat dilihat pada area
sepanjang jalan propinsi yang memotong area IUP PT. Hengjaya Mineralindo
terutama pada bagian sisi Selatan. Dengan berbagai pertimbangan secara visual dari
karakter lateritisasi dan morfologi maka wilayah yang layak untuk dilakukan
pemboran eksplorasi seluas 2.447 Ha.
Lokasi Ijin Usaha Pertambangan PT. Hengjaya Mineralindo tepatnya berada
di Desa Tangofa dan Pungkeu, Kecamatan Bungku Pesisir, dan Desa Bete-Bete,
Kecamatan Bahudopi, Kabupaten Morowali, Propinsi Sulawesi Tengah.

Gambar 2.1 Letak Konsesi PT. Hengjaya Mineralindo (PT. Hengjaya


Mineralindo, 2007).

Luas IUP PT. Hengjaya Mineralindo adalah 6.249 Ha, termasuk pada wilayah
kecamatan Bungku Pesisir dan Bahodopi yang mencakup 2 desa utama yaitu desa

Tinjauan Pustaka-5
Tangofa dan desa Bete-bete. Wilayah ini disusun oleh batuan ultramafik dan batuan
sedimen.
Batuan ultramafik menempati wilayah +/- 60% dan sisanya batuan sedimen
seluas +/- 40%.
Tingkat lateritisasi didalam penyebaran batuan ultramafik sangat berbeda-
beda demikian halnya dengan variasi batuan ultramafiknya juga bervariasi terbukti
adanya batuan-batuan serpentinit di beberapa tempat yang pasti mempengaruhi
derajat kualitas laterit. Gambaran profil laterit secara visual dapat dilihat pada area
sepanjang jalan propinsi yang memotong area IUP PT. Hengjaya Mineralindo
terutama pada bagian sisi Selatan. Dengan berbagai pertimbangan secara visual dari
karakter lateritisasi dan morfologi maka wilayah yang layak untuk dilakukan
pemboran eksplorasi seluas 2.447 Ha.
Dengan adanya informasi perkembangan teknologi dan biaya investasi yang
terbaru akan memberikan alternatif yang semakin luas bagi PT. Hengjaya
Mineralindo untuk tujuan membangun strategi meningkatkan value added dari raw
material menjadi barang jadi atau setengah jadi dengan cara membangun pabrik
dengan teknologi yang murah dan ramah lingkungan.

2.2 Endapan Nikel Laterit

Suatu endapan nikel laterit yang merupakan endapan hasil proses pelapukan
lateritik batuan induk ultramafik (peridotit, dunit dan serpentinit) yang mengandung
Ni dengan kadar tinggi yang memiliki sifat tahan karat, agen pelapukan tersebut
berupa air hujan, suhu, kelembaban, topografi, dan lain-lain. Umumnya
pembentukan endapan nikel laterit terjadi pada daerah tropis atau sub-tropis
(Waheed, 2002).

Laterit berasal dari bahasa latin yaitu later, yang artinya bata (membentuk
bongkahbongkah yang tersusun seperti bata yang berwarna merah bata). Hal ini
dikarenakan tanah laterit tersusun oleh fragmenfragmen batuan yang mengambang
diantara matriks, seperti bata diantara semen. Dalam keadaan murni, nikel bersifat
lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya, dapat
membentuk baja tahan akan karat kuat dan keras. Perpaduan nikel, krom dan besi
menghasilkan baja tahan karat stainless steel yang banyak diaplikasikan pada

Tinjauan Pustaka-6
peralatan dapur (sendok, dan peralatan memasak), ornament-ornament rumah dan
gedung, serta komponen industri (Waheed, 2002).

2.2.1 Genesa Endapan Nikel Laterit

Proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentinit),


dimana batuan ini banyak mengandung mineral olivin, piroksen, magnesium silikat
dan besi silikat, yang pada umumnya mengandung 0,30% nikel. Batuan tersebut
sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Proses laterisasi adalah proses
pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika dari profil laterit pada
lingkungan yang bersifat asam, hangat dan lembab serta membentuk konsentrasi
endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co. Air
permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfir dan terkayakan kembali oleh
materialmaterial organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah sampai
pada zona pelindian, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air
tanah yang kaya CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung
batuan asal dan melarutkan mineralmineral yang tidak stabil seperti olivin,
serpentin serta piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran
air tanah dan akan memberikan mineralmineral baru pada proses pengendapan
kembali. Endapan besi yang bersenyawa dengan oksida akan terakumulasi dekat
dengan permukaan tanah, sedangkan magnesium, nikel dan silika akan tetap
tertinggal di dalam larutan dan bergerak turun selama suplai air yang masuk ke
dalam tanah terus berlangsung. Rangkaian proses ini merupakan proses pelapukan
(Waheed, 2002).

Endapan nikel laterit merupakan endapan hasil proses pelapukan lateritik


batuan induk utrabasa (peridotit, dunit dan serpentinit) yang mengandung Ni
dengan kadar tinggi. Umumnya pembentukan endapan nikel laterit terjadi pada
daerah tropis atau sub-tropis. Pada proses pelapukan lebih lanjut magnesium (Mg),
Silika (Si), dan Nikel (Ni) akan tertinggal di dalam larutan selama air masih bersifat
asam. Tetapi jika dinetralisasi karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah, maka
zatzat tersebut akan cenderung mengendap sebagai mineral hidrosilikat (Ni-
magnesium hidrosilicate) yang disebut mineral garnierit [(Ni,Mg)6Si4O10(OH)8] atau
mineral pembawa Ni (Anonim, 1985).

Tinjauan Pustaka-7
Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, dalam hal berupa kekar,
maka Ni yang terbawa oleh air turun ke bawah, lambat laun akan terkumpul di zona
air sudah tidak dapat turun lagi dan tidak dapat menembus batuan dasar (bedrock).
Ikatan dari Ni yang berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan membentuk mineral
garnierit dengan rumus kimia (Ni, Mg) Si4O5(OH)4. Apabila proses ini berlangsung
terus menerus, maka yang akan terjadi adalah proses pengkayaan supergen/supergen
enrichment. Zona pengkayaan supergen ini terbentuk di zona Saprolit. Dalam satu
penampang vertikal profil laterit dapat juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih
dari satu, hal tersebut dapat terjadi karena muka air tanah yang selalu berubah-ubah,
terutama tergantung dari perubahan musim (Hasanudin, 1992).
Biji nikel berdasarkan mineralnya terdiri dari dua jenis yaitu:
1. Sulfida
Sulfida termasuk dalam proses magnetik dan proses andogen jenis ini terdapat
di kanada (sudburi), Australia, Afrika Selatan (bush veld), British, Kolumbia, Rusia
(neriklas), Monager dan lain-lain. Cadangan yang diperkirakan 18% dari cadangan
nikel dunia.
2. Laterit
Laterit terbentuk dari hasil pelapukan laterisasi bantuan ultra basa periodit
(batu induk), jenis nikel ini terdapat di beberapa negara yaitu; Phikipina cuba,
Indonesia; Kalimantan, Halmahera Tengah (pulau gebe), Irian Jaya dan lain-lain.
Endapan biji nikel yang ditemukan didaerah morowali adalah termasuk endapan biji
nikel laterit yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan ultra basa. Tampak pula
bahwa batuan ultra basa pomalaa ini telah melalui banyak proses serpentinisasi yang
cukup kuat (Hasanudin,1992).

2.2.2 Kondisi Geologi

Supriatna, dkk (1995), dalam penelitiannya menyatakan bahwa batuan


ultramafik yang tersingkap di Desa Tangofa dan sekitarnya, Kecamatan Bungku
Pesisir, Kabupaten Morowali, terbentuk kurang lebih 148 juta tahun yang lalu atau
berumur Jura, Sedangkan Simanjuntak, Surono, dkk (1997), menyatakan bahwa
bagian Timur-Selatan dari pulau Sulawesi ini terdapat tiga mandala geologi, yang
memiliki cirri batuan dan sejarah terbentuknya yang berbeda, yaitu:

Tinjauan Pustaka-8
1. Mandala Sulawesi Timur.
2. Mandala Sulawesi Barat.
3. Mandala BanggaiSula di bagian paling Timur.
Dimana sejarah tektonik yang menyatukan ketiga mendala tersebut di mulai
pada jaman Kapur, dengan uraian yaitu; saat Mandala Sulawesi Timur bergerak ke
Barat mengikuti gerak penunjaman yang relative landai, dibagian Timur Mandala
Sulawesi Barat. Penunjaman ini menyebabkan terbentuknya Bencuh Tektonik dan
Skiss Glokofan. Fase Tektonik berikutnya pada oligosen, yaitu saat benua mikro
BanggaiSula bergerak ke Barat seiring terjadinya sesar besar mendatar (sesar
sorong), sementara penunjaman di bagian Timur Mandala Sulawesi Barat masih
berlanjut. Pada Miosen Tengah ketiga mendala geologi tersebut menyatu dengan
kontak tektonik, dan sebagian batuan dari bagian Timur Mandala Sulawesi mencuat
ke atas Mandala Banggai-Sula. Pada akhir Miosen Tengah sampai Pliosen terjadi
pengendapan sedimen molasa secara tak selaras di atas ketiga mandala tersebut, serta
terjadi batuan terobosan granit di Mendala sulawesi Barat. Pada Plio-Plistosen
seluruh daerah tersebut mengalami pengangkatan serta penerobosan oleh granit yang
sebelumnya hanya terjadi di Mandala Sulawesi-Barat. Setelah itu diikuti
pengangkatan di seluruh daerah hingga menghasilkan penampakan bentang alam
seperti saat ini.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bungku terdapat 8 Formasi batuan, dengan
kisaran umur sebelum Trias sampai dengan Holosen ( Simanjuntak dan E. Rusmana,
1993). Secara geologi, lembar Bungku terdiri dari Mandala Geologi Sulawesi
Tenggara, Mandala Geologi Sulawesi Tengah, dan Jalur Ofiolit (Obduction Zone).
Mandala Geologi tersebut mempunyai perbedaan jenis batuan dan tektonik
pembentuknya.
Sulawesi terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng besar, yang menyebabkan
kondisi tektoniknya sangat kompleks dimana kumpulan busur kepulauan, batuan
bancuh, ofiolit dan bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama proses
penunjaman, tubrukan, serta proses tektonik lainnya.

2.3 Stratigrafi Regional

Adanya beberapa fase tektonik yang terjadi selama dan sesudah proses
penyatuan ketiga Mendala geologi menyebabkan terbentuknya struktur geologi yang

Tinjauan Pustaka-9
cukup rumit di daerah tersebut. Sesar, lipatan, maupun stuktur geologi lainnya
dihasilkan dalam beberapa generasi yang berbeda. Dimana terjadi strukturstruktur
geologi di Sulawesi bagian TimurSelatan dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Ilustrasi Pergerakan Tektonik yang Menyebabkan Pola


Struktur di daerah Sulawesi Bagian TimurSelatan (Moina dan
Taponnier, 1997).

Sesar naik utama yang diamati di daerah ini adalah sesar naik berarah relatif
utara-Selatan, termasuk sesar yang memisahkan Mendala Sulawesi Barat dengan
Mendala Sulawesi Timur, yang dalam hal ini lebih dikenal dalam sesar Poso, dan
juga sesar naik Wakuli. Disamping itu juga dijumpai zona sesar mendatar besar yang
disebut zona Sesar PaluKoro dengan arah relatif Barat lautTenggara, sesar ini
banyak ahli yang menduga masih aktif hingga saat ini. Dari begitu banyaknya
pencacahan yang berbeda-beda terhadap daerah ini, maka lipatan yang terbentuk pun
memberikan bentukan dan pola yang berbedabeda dari lipatan yang tegak hingga ke
lipatan yang relatif lebih landai, bahkan membentuk lipatan rebah, yang membetuk
polapola tertutup hingga terbuka, ada 4 (Empat) generasi pembentukan lipatan
lipatan pada daerah tersebut.
Menurut Simanjuntak dan E. Rusmana,1993, bentuk struktur daerah Tangofa
dan Bete-bete kurang lebih berarah Timur LautBarat Daya. Berdasarkan data peta
regional Lembar Ternate struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian, yaitu
sesar naik. Diperkirakan bahwa sesar naik ini tebentuk sekitar Akhir Kapur

Tinjauan Pustaka-10
Paleosen pada kontak batuan antara Kompleks Batuan Ultra basa dan Formasi
Tokala.
Kehadiran struktur geologi di lapangan diindikasikan dengan kenampakan
kekarkekar terdapat pada batuan yang ada (dapat dilihat pada Gambar 2.3).
Kenampakan kekar pada batuan ini menjadi salah satu faktor intensnya proses
pelapukan pada daerah penelitian.

Gambar 2.3 Kenampakan Kekar-kekar Pada Batuan Ultramafik (PT.


Hengjaya Mineralindo, 2007).

Tektonik daerah tangofa dan sekitarnya diawali oleh pemekaran (spreading)


Samudra Pasifik pada Akhir Kapur. Pemekaran tersebut mengakibatkan
tersingkapnya Kompleks Batuan Ultramafik (Ku) yang berasal dari kerak samudra.
Kompleks batuan Ultra basa ini terdiri dari: harzburgite, serpentinit dan peridotit.
Kemudian proses tektonik terus berlanjut dari laut dalam sampai pada laut
dangkal yang kemudian mengendapkan Formasi Salodik (Tems) yang terbentuk
sekitar akhir Eosenawal Paleosen. Formasi ini terdiri dari batupasir gampingan,
kalsilutite, napal dan sisipan rijang. Aktifitas tektonik terus berlanjut sehingga
membentuk sesar setelah pengendapan Formasi Tomata (Tmpt). Dan pada umur
Holosen terendapkan Aluvium dan Endapan pantai (Qa), yang terdiri dari lempung,
pasir, dan kerikilkerakal.
Menurut (Simanjuntak dan E. Rusmana, 1993), satuan batuan di daerah
Tangofa dan sekitarnya yang ditemui di lapangan terdiri dari batuan beku, batuan

Tinjauan Pustaka-11
sedimen, dan endapan aluvium. Susunan batuan yang terdapat di daerah Tangofa dan
Bete-bete terdiri dari:
1. Batuan Beku terdiri dari Kompleks Ultramafic (Ku): Harzburgite, lezorlite,
wherlite, websterit, serpentinit, dunit, diabas, gabro.
2. Batuan Sedimen Formasi Tokala (Trjt): perselingan batugamping klastika,
batupasir sela wake, serpih, napal, lempung pasiran dan sisipan argilit.
3. Aluvium dan Endapan Pantai (Qa): lempung, pasir, breksi dan kerikil.
Daerah Tangofa didominasi oleh Kompleks Batuan Ultra basa, dimana
kompleks batuan ini termasuk dalam bagian ofiolit. Menurut Hutchison (1983),
ofiolit merupakan kumpulan khusus dari batuan mafik-ultramafik dengan batuan
beku sedikit asam sodium yang berassosiasi dengan batuan sedimen laut dalam.
Dalam perkembangan lengkap ofiolit, maka susunan ideal ofiolit terdiri dari
rangkaian beberapa karakteristik batuan, yang tersusun dari bawah ke atas, yaitu:
1. Kompleks ultramafik, terdiri atas: harzburgit, lherzolit, dan dunit, dan biasanya
dengan batuan metamorfik akibat tektonik (umumnya serpentinit).
2. Kompleks gabro, biasanya membentuk lapisan lapisan dengan tekstur kumulus,
terdiri dari peridotit kumulus dan piroksenit dan lebih terubah dibandingkan
dengan kompleks ultramafik.
3. Kompleks dike, terdiri atas dike diabas membentuk zona pemisah pada dasar
plagiogranit sampai gabro dan saling bertampalan dengan ekstrusif lava bantal
(kompleks dike tidak selalu hadir).
4. Kompleks vulkanik mafik, umumnya terdiri dari lava bantal.
5. Bagian atas dari ofiolit, kemudian berassosiasi dengan batuan sedimen pelagis
yang secara khas meliputi fasies laut dalam seperti rijang, serpih, dan
batugamping mikrit.
Secara megaskopis pengamatan batuan di daerah penelitian baik yang
tersingkap di daerah penelitian menunjukkan jenis batuan beku ultramafik (batuan
dasar peridotite dan harzburgite). Pengamatan batuan ultramafik di daerah penelitian
hanya dapat dilakukan secara megaskopis berdasarkan kesamaan ciri fisik saja, ini
dikarenakan keterbatasan alat pengamatan yang digunakan serta keberadaan kondisi
batuan yang diamati tidak representatif karena sulitnya memperoleh batuan yang
masih segar.

Tinjauan Pustaka-12
Dalam kaitannya terhadap pembentukan bijih nikel, pelapukan batuan berikut
reagennya merupakan media leaching dan enrichment karena Ni sebagai elemen
yang bebas dan karena gravitasi maka terjadi pengkayaan pada zona pelapukan
batuan bagian bawah (supergene). Dengan demikian maka wilayah dengan
kelerengan rendah akan mencerminkan suatu keadaan dimana pelapukan dapat
terkonsentrasi dengan baik dan menghasilkan zona laterit yang tebal dan
memungkinkan terjadinya sekuen laterit yang lengkap.

2.3.1 Profil Endapan Nikel Laterit

Daerah penelitian dari hasil pengamatan Survey Geologi banyak dijumpai


blok-blok/spot area yang merupakan zona laterit, dengan ketebalan rata-rata 10 m.
Kenampakan laterit secara visual terutama dari sisi warna permukaan memiliki
perubahan-perubahan yang cukup drastis, hal ini sebagai akibat adanya perbedaan
derajat serpentinisasi pada batuan ultramafik di wilayah tersebut. Sedangkan
keberadaan mineral bearing nikel seperti garnierite dan chrysophas berada pada
rekah-rekah batuan/boulder dan membentuk zona serta jalur-jalur tertentu dalam satu
satuan zona vein. Kondisi ini menyebabkan tingginya kandungan silica (SiO2).
Sebagai representatifnya, kondisi ini dapat di lihat pada lereng sepanjang jalan trans
Sulawesi yang melintasi Wilayah IUP Produksi PT. Hengjaya Mineralindo.
Pada blok-blok tersebut sudah dilakukan pemboran detail dengan grid 100 m
25 m, terdapat singkapan saprolit yang cukup meyakinkan, adanya indikasi mineral-
mineral garnierite yang berkembang ke arah Utara dan selebihnya perkembangan
kearah Timur, terjadi perubahan kualitas menjadi batuan ultramafik (serpentinit)
yang masih fresh.
Berdasarkan hasil penggalian tespit pada Block B, maka ratarata kedalaman
laterit yang diperoleh antara 3-6 m. Lithologi yang didapatkan masih Ferruginous
saprolite. Hal ini disebabkan kondisi batuan peridotit yang terserpentinisasi memiliki
tingkat serpentinisasi yang berbeda-beda sehingga menghasilkan profil laterite yang
bervariasi.
Ketebalan dari masing-masing lapisan tidak merata, tergantung dari morfologi
dan relief, umumnya endapan laterit terakumulasi banyak pada bagian bawah bukit
dengan relief yang landai. Sedang relief yang terjal endapan semakin menipis, di
samping adanya kecenderungan akumulasi mineral yang berkadar tinggi dijumpai

Tinjauan Pustaka-13
pada zona-zona retakan, zona sesar dan rekahan pada batuan (Osborne & Waraspati,
1986).

Gambar 2.4 Profil Umum Pada Zona Bijih Nikel (Waheed, 2005).

Profil laterit dapat dibagi menjadi beberapa zona .Profil nikel laterit tersebut
didiskripsikan dan diterangkan oleh daya larut mineral dan kondisi aliran air tanah
(Waheed, 2002).
1. Top Soil
Lapisan ini terletak di bagian atas permukaan ,lunak dan berwarna coklat
kemerahan hingga gelap dengan kadar air antara 25% sampai 35%, kadar nikel
maksimal 1,3% dan di permukaan atas biasanya dijumpai lapisan iron capping.
Lapisan ini mempunyai ketebalan berkisar antara 1-3 m, merupakan kumpulan
massa goethite dan limonite. Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi
kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite,
chromiferous.

2. Lapisan Limonit
Lapisan ini terletak di bawah lapisan tanah penutup Fine grained, merah
coklat atau kuning, agak lunak, berkadar air antara 30%-40%, kadar nikel 1,5%,
Fe 44%, MgO 3%, SiO2%, lapisan kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh
area dengan ketebalan rata-rata 3 m. Lapisan ini tipis pada lereng yang terjal, dan
setempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam
mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc,
Tinjauan Pustaka-14
tremolite, chromiferous, Quartz, gibsite, maghemite. Limonite di daerah west
block (unserpentinized) umumnya mempunyai nikel lebih tingi di bandingkan
dengan limonite di daerah East block (Serpentinized). Limonit dibedakan menjadi
2, yaitu: Red limonit yang biasa disebut hematit dan Yellow limonit yang disebut
geothit. Biasanya pada geothit nikel berasosiasi dengan Fe dan mengganti unsur
Fe sehingga pada zona limonit terjadi pengayaan unsur Ni.

3. Lapisan Bijih (Saprolit).


Lapisan ini merupakan hasil pelapukan batuan peridotit, berwarna kuning
kecoklatan agak kemerahan, terletak di bagian bawah dari lapisan limonite
berkedalamant tengah, dengan ketebalan rata-rata 7 m.Campuran dari sisa-sisa
batuan, butiran halus limonite, saprolitic rims, vein dari endapan garnierit,
nikeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silica boxwork,
bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke bedrock. Terkadang terdapat
mineral kuarsa yang mengisirekahan, mineral-mineral primer yang terlapukan,
clorite. Garnierit dilapangan biasanya diidentifikasikan sebagai colloidal talc
dengan lebih atau kurang nikel ferrous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal
masih terlihat. Lapisan ini terdapat bersama batuan yang keras atau rapuh dan
sebagian saprolite. Kadar Ni 1,85%, Fe 16%, MgO 25%, SiO2 35%. Lapisan ini
merupakan lapisan yang bernilai ekonomis untuk ditambang sebagai bijih.
4. Lapisan Batuan Dasar (Bed Rock)
Bagian terbawah dari profil laterit Lapisan ini merupakan batuan peridotit
sesar yang tidak atau belum mengalami pelapukan. Blok peridotit (batuan dasar)
dan secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis lagi (kadar logam
sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Berwarna kuning pucat sampai
abu-abu kehijauan. Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh
mineral garnierit dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab
adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.

Ketebalan dari masing-masing lapisan tidak merata, tergantung dari


morfologi dan relief, umumnya endapan laterit terakumulasi banyak pada bagian
bawah bukit dengan relief yang landai. Sedangkan relief yang terjal endapan
semakin menipis, di samping adanya kecenderungan akumulasi mineral yang

Tinjauan Pustaka-15
berkadar tinggi dijumpai pada zona-zona retakan, zona sesar dan rekahan pada
batuan (Waheed, 2002).

2.3.2 Preparasi Sample Nikel Laterit

Preparasi sample adalah pengurangan massa dan ukuran dari gross sample
sampai pada massa dan ukuran yang cocok untuk analisa di Laboratorium. Bagian ini
berfungsi untuk mempersiapkan sampel yang diambil dari front penambangan,
stockpile dan lain-lain untuk diteliti di laboratorium.
Kesalahan yang terjadi pada proses preparasi akan sangat mempengaruhi hasil
analisis kadar nikel, terutama pada tahapan mixing, jika dilakukan dengan kurang
baik maka sampel yang kita akan analisis tidak bersifat representatif atau benar-benar
mewakili kadar bijih yang lainnya.
Kemurnian sampel sangat mempengaruhi adanya perubahan kadar dari suatu
bijih yang akan diteliti. Apabila sampel tidak murni atau utuh sesuai dengan
kenyataan di lapangan baik itu di front penambangan, maupun di stockpile, maka
akan berdampak pada persentase kadar yang dihasilkan.
Homogenitas dari sampel sangat mempengaruhi kadar yang diteliti. Karena
dengan homogennya sampel yang akan diteliti maka akan mewakili kadar
keseluruhan dari besarnya tumpukan tersebut. Pada proses pencampuran sampel
yang sama harus benar-benar homogen.
Keseragaman ukuran sangat penting untuk proses penyamplingan. Dengan
seragamnya ukuran maka mudah untuk mengambil sampel yang akan diteliti
kadarnya dan lebih terwakili dari seluruh sampel. Jika ukuran tidak seragam, ini akan
mengakibatkan adanya sampel yang tidak terwakili sehingga kadar dari seluruh
tumpukan tidak sesuai dengan yang diteliti.

Tinjauan Pustaka-16

Anda mungkin juga menyukai