Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Data Kementerian ESDM tahun 2010, menyatakan bahwa sumber daya
bauksit di Indonesia sebanyak 726.585.010 juta ton bijih dan cadangan
111.791.676 juta ton bijih. Penyebaran daerah tambang bauksit salah satunya
adalah daerah Kalimantan Barat yng didukung dengan batuan dasar yang bersifat
asam-intermediet (seperti Sienit, Diorit kuarsa, Granodiorit dan Nefelin) sehingga
kaya dengan komposisi unsur Al berumur Pra-tersier (kapur) yang didukung
dengan iklim tropis, curah hujan yang tinggi dan mekanisme proses pelapukan
untuk terjadinya proses lateritisasi pembentukan endapan dan karakterisitik
bauksit yang dihasilkan.
Bauksit merupakan mineral sekunder yang dihasilkan melalui proses
pelapukan (lateritisasi) yang terjadi selama berjuta juta tahun yang lampau pada
batuan beku misalnya granit.
ini permintaan pasar internasional (terutama china) akan mineral bijih
khususnya bijih bauksit semakin meningkat. Hal ini perlu direspon dengan cara
melakukan eksplorasi pada beberapa tempat yang mempunyai potensi sumberdaya
dan atau cadangan bauksit.
Apabila sistem penambangan terbuka yang akan diaplikasikan terhadap
cadangan bauksit di atas, maka agar dapat ditambang dengan aman perlu
dilakukan kajian geoteknik khususnya kestabilan lereng jenjang penambangan.
Salah satu faktor penyebab ketidakstabilan lereng jenjang adalah nilai besaran
sudut kemiringan lereng tunggal dan atau total. Berbagai nilai besaran sudut
kemiringan lereng disimulasikan berdasarkan karanteristik lapisan pembentuk
kelerengan jenjang, yang pada akhirnya ditentukan nilai besaran sudut kemiringan
lereng yang masih aman untuk dilakukan penambangan (ultimate pit slope) Akibat
1

dari penentuan ultimate pit slope adalah cadangan yang terambil (mineable
reserve) menjadi terbatas, dan apabila disinergikan dengan harga bauksit dan
biaya penambangan per satuan berat diharapkan didapatkan cadangan yang
optimal, baik dikaji dari segi teknik maupun segi ekonomi.

1.2 Tujuan
Tujuan dalam Tugas besar ( Mineralisasi : Endapan Bauksit Laterit ) ini adalah :
1. Memaparkan apa hubungan pergerakan lempeng dengan terbentuknya
endapan bauksit laterit.
2. Mempelajari dan memahami mengenai permodelan pembentukan dari
Bauksit laterit.
3. Untuk memahami mengenai ganesa pembentukan dari bauksit laterit.

1.3 Manfaat
Tugas besar ( Mineralisasi : Endapan Bauksit Laterit ) ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui hubungan pergerakan lempeng dengan terbentuknya
endapan bauksit laterit.
2. Dapat mengerti permodelan pembentukan dari bauksit laterit.
3. Dapat mengetahui lebih jelas mengenai genesa pembentukan bauksit
laterit.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengaruh Tektonik Lempeng


Mineral bijih seperi bauksit sebagai hasil proses pelapukan juga
merupakan topik yang sangat menarik untuk dikaji. Karena wilayah Indoesia
mempunyai iklim yang sangat dinamis dengan kondisi geologinya yang
sedemikian kompleks, sehingga pembentukan mineral biji tersebut sangat
berpotensi di Indonesia. Kerak di indonesia tidak stabil sehingga mempermudah
proses laterisasi ( pelapukan ). Faktor di atas dapat kita kategorikan sebagai faktor
eksternal yaitu proses yng berasal dari luar bumi antarlain termasuk di dalamnya
perubahan iklim dan lain lain.Faktor internal dapat juga menggangu
kesetimbangan lingkungan. Faktor internal yang dimaksud yaitu kegiatan
vulkanik, tektonik, dan keterdapatan sumber daya mineral dan energi.
Proses laterisasi berhubungan erat dengan tektonik lempeng karena dengan
pergerakan lempeng tersebut, dapat mempermudah proses laterisasi ( pelapukan )
batuan bauksit, sehingga biasanya bauksit terbentuk di dekat kerak yang tidak
stabil.
Bauksit laterit dapat terbentuk pada kompleks ophiolit phaneorozoic,
banyak endapan terdapat di area cretaceous hingga miocene yang makin melebar.
Kompleks tersebut biasanya berupa patahan ( fault ) dan kekar ( joint ) dan
dipengaruhi oleh pengangkatan tektonik yang menaikan topografi dan
menurunkan permukaan air tanah, yang mengakibatkan peningkatan aliran air dan
intensitas pelapukan.
Di kedua daerah tersebut, zona pengkayaan ( enrichment ) terdalam
dengan kadar tertinggi umumnya berasosiasi dengan patahan curam dan shear.
Sebaliknya patahan thrust besar yang berasosiasi dengan pengisian ( emplacement
) kompleks ophiolit dan dengan platform olivine yang stabil cenderung
membentuk zona serpentin mylonitik atau batuan ultrafamik talc-karbonat

teralterasi yang bersifat kurang permeabel ( dapat ditembus )dan dapat


membentuk penghalang hidromorfik yang mencegah kosentrasi Al.
2.2 Permodelan
Pada umumnya Bauksit yang terbentuk adalah jenis gibsit yang terbentuk
pada lapisan tanah andosol dan catena, termasuk endapan bauksit residu hasil
pelapukan batuan (insitu). Setiap batuan dasar memiliki karakteristik bauksit
tertentu diantaranya Granodiorit menghasilkan tanah laterit berwarna merah bata
dengan tekstur bauksit agak kasar terdapat mineral kuarsa berukuran 1-3mm
dengan ketebalan lapisan saprolit 7-10m, Diorit kuarsa membentuk endapan tanah
laterit berwarna kuning keorange-an dengan kondisi batuan/sampel lebih halus
dengan mineral yang cenderung lepas dengan ketebalan lapisan saprolit 4-8m, dan
Diorit menghasil kan warna tanah cenderung coklat hingga coklat gelap dengan
tanah laterit berwarna kuning. Sering ditemukan rembesan air, boulder fresh rock,
lempung dan pasir silikaan pada bagian bawah dengan ketebalan lapisan saprolit
relatif lebih variatif yaitu antara 2-8m
Horizon dibagi menjadi Humus (padat vegetasi), tanah (laterit I, biasanya
ditandai dengan butiran halus dan lepas serta batuan dasar yang ada dibawahnya),
Lapisan ferikrit hitam (iron cap), Ore/saprolit (biji bauksit), dan batuan dasar

Gambar 1. Profil Dinding Testpit, a. Contoh gossan ,b. dan c. Contoh bauksit

Text

Gambar 2. Model statigrafi endapan laterit


Horison tanahadalah lapisan tanah atau bahan tanah yang kurang lebih
sejajar dengan permukaan tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan
tanah dan berbeda dengan lapisan disebelh atas ataupun bawahnya yang secara
genetik ada kaitannya. Yang biasanya disebut sebagai tanah penutup ( OB ) atau
lapisan awal yang biasanya berwarna coklat.
Tanah Lateritatau sering disebut juga dengan tanah merah merupakan
tanah yang berwarna merah hingga coklat yang terbentuk pada ligkungan yang
lembab, dingin, dan mugkin genangan-genangan air, Secara spesifik tanah merah
memiliki profil tanah yang dalam,mudah menyerap air memiliki kandungan bahan
organik yang sedang dan pH netral hingga asam dan banyak mengandung zat besi
dan aluminium sehingga baik digunakan pondasi bangunan karena mudah
menyerap air.
Gossan yaitu zona atau lapisan yang terjadi karena pelapukan ( laterisasi)
yang mengakibatkan rongga-rongga kosong yang dapat dimasuki air sehingga
mempercepat proses pelapukan, tetapi pada zona ini hanya sedikit yang
terkandung bauksit laterit dibadingkan pada zona saprolit.

Saprolit yaitu zona dimana mengandung bauksit laterit yang sangat tinggi
kadar aluminiumnya, sehingga penambangan bauksit dilakukan pada zona ini
yang mana ketebalannya berkisar 2-8 m.
Pembentukan ketebalan bauksit ini sangat tergantung kepada morfologi
dimana penebalan pada bagian miring dengan kelerengan 25o, sedangkan pada
lembah dan puncak bukit mengalami penipisan.

Gambar 3. Profil Selatan-Utara laterit bauksit

Gambar 4. Profil Barat daya-Timur Laut laterit bauksit

2.3 Genesa dan Faktor Pembentukan Endapan Laterit Bauksit


Unsur senyawa yang diperhatikan merupakan ikatan pengayaan unsur
tunggal yang bereaksi terhadap media air dan mengendapkan senyawa baru,
dalam pertambangan bauksit senyawa tersebut adalah Aluminium trihidrat
(Al2O3), Besi trihidrat (Fe2O3), Silikat oksida (SiO2), Titanium oksida (TiO2)
dan Total silikat (R-SiO2). Intensifnya perkembangan laterit di daerah tropis
basah menyebabkan terbentuknya tanah laterit.
Pada umumnya proses laterisasi pada bauksit terdiri dari beberapa tahapan,
yaitu pelarutan, transportasi, dan pengendapan kembali mineral. Faktor yang
terpenting pada pelarutan adalah pH, solubility, dan kestabilan mineral. Faktor
yang berpengaruh pada transportasi dan pengendapan kembali mineral adalah
iklim, topografi, morfologi, dan mobilitas unsur. Hasil pelapukan akan
ditransportasikan oleh airtanah atau air hujan, kemudian diendapkan kembali.
Proses terjadi dengan baik pada permukaan tanah landai dengan kemiringan
tertentu, keadaan morfologi dan topografi yang cenderung bergelombang miring.
Beberapa unsur yang sangat penting dalam endapan laterit bauksit adalah
Al, Fe, Si dan Ti. Perbandingan antara nilai Al dan Si merupakan patokan
keekonomisan tambang bauksit. Pada iklim tropis, Ca, Ni, Si dan Ti mengalami
pelindian terlebih dahulu dan lebih mobile dibanding dengan Al dan Fe.Pelarutan
dan penguraian plagioklas, alkali feldspar, besi, aluminium dan silika dalam
larutan akan membentuk suspensi koloid. Pada larutan, besi akan bersenyawa
dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini
akan menghilangkan air dengan membentuk mineral geothit FeO(OH), hematit
(Fe2O3), dan kobalt (Co) dalam jumlah kecil, sedangkan Al akan mengendap
menjadi endapan bauksit Al2O3.2H2O (dalam hal ini bauksit secara umum).
Pengendapan dikontrol pH sebagai penetralisir reaksi kimia oleh tanah. Jika
konsentrasi air berkurang pada saat pengendapan laterit bauksit, maka buhmit dan
diaspor dapat terbentuk.

Selain itu, pengayaan unsur lainnya yang terikat bauksit adalah R-Si.
Unsur ini merupakan unsur terpisah dari Si yang terbentuk pada laterit bauksit,
serta usnsur yang dipertimbangkan dalam penambangan bauksit. Hal ini
disebabkan karena untuk menguraikan senyawa bauksit nantinya, perlunya
penambahan NaOH untuk mendapatkan bauksit murni. Proses pengayaan dan
pengendapan laterit bauksit paling baik pada topografi miring yang mana proses
mobilitas unsur yang rendah, karena pada bagian puncak cenderung untuk
mengalirkan hasil erosi dan respirasi air meteorik. Sedangkan pada bagian
lembah, lebih banyak membentuk endapan laterit Fe seperti hematit dan limonit
sebagai hasil akumulasi material sedimen serta peresapan larutan. Kehadiran
kekar ataupun rekahan akan mempercepat proses respirasi dan penghancuran
batuan sehingga mempengaruhi pembentukan zona deposit.
Faktor yang terlibat dalam mempengaruhi ketebalan lapisan saprolit diantaranya :
2.3.1

Waktu dan Perubahan Iklim

Batuan berumur Kapur-Holosen dengan rentang waktu 143 juta tahun


dimana batuan beku dipastikan hadir pada saat 25 juta tahun lalu dengan intensitas
lapukan batuan dimulai 10 juta dimana kedudukan pulau Kalimantan telah stabil.
Kalimantan setiap tahunnya memiliki nilai curah hujan yang tinggi, yaitu sekitar
401-500 mm perbulan dengan temperatur daerah penelitian diperkirakan 32-40o
C, biasanya sangat panas disiang hari dan dingin dimalam hari. Rentang waktu
yang sangat lama dan kondisi perubahan iklim yang tidak menentu dengan
intensitas hujan sangat tinggi mengakibatkan endapan laterit bauksit dapat
terbentuk menyesuaikan jenis batuan serta rekahan struktur geologi.

Gambar 5. Profil pembentukan tanah

2.3.2

Vegetasi dan Proses Pelapukan

Daerah penelitian dominan hutan, tetapi sebagian telah difungsikan sebagai


perkebunan. Sebagai salah satu daerah tropis, perkembangan tumbuhan yang
ditunjang curah hujan yang cukup menjadi faktor utama pelapukan batuan yang
ada. Hal ini ditunjukan dengan terbentuknya horizon tanah penutup setebal 2030cm. Pada daerah yang dominan vegetasi, sangat sulit untuk ditemukan batuan
dasarnya. Tanaman yang mati menghasilkan larutan asam humus yang
menyebabkan dekomposisi batuan dan mengubah pH larutan dalam tanah.
vegetasi akan mengakibatkan penetrasi air lebih dalam dan lebih mudah dengan
mengikuti jalur akar pohon-pohonan, akumulasi air hujan akan lebih banyak
sehingga tanah humus akan lebih tebal.

Gambar 6. Pembentukan tanah sesuai iklim

2.3.3 Muka Air Tanah dan Morfologi


Berdasarkan pengamatan data testpit, beberapa menunjukkan ketinggian air
bawah permukaan dengan merembesnya air dilubang testpit. Kedalaman rata-rata
mata air ditemukan adalah 10-15m dengan ketinggian 105m dari permukaan laut
mengikuti morfologi yang terbentuk. Bauksit terdiri dari unsur senyawa seperti Al
dan Fe yang tidak mobile sehingga terendapkan kebawah permukaan dimana
sumber unsur tersebut. Media yang paling berpengaruh dalam proses pelindian
dan pengendapan kembali mineral adalah air. Ketika pada suatu daerah memiliki
kondisi muka air tanah yang tidak stabil (masih cenderung naik turun), maka akan
mengganggu proses ikatan senyawa yang ada dan proses lateritisasi akan terus
terjadi. Maka dari itu diperlukan kondisi muka air tanah yang tenang untuk
membentuk lapisan endapan laterit bauksit yang ideal.

10

2.4 Metode Penambangan Bauksit Laterit


Metoda penambangan bauksit dilakukan dengan metoda tambang terbuka
sistem open pit dimana open pit ini diterapkan untuk endapan bijih yang
mengandung logam. Open pit dan open cut dapat dibedakan dari arah
penambangannya, penambangan dengan metoda open pit dilakukan dari
permukaan yang relatif mendatar ke bawah mengikuti endapan bijih, sedangkan
open cut dilakukan pada lereng suatu bukit. Jadi penerapan open pit dan open cut
sangat tergantung pada letak dan bentuk endapan bijih yang akan ditambang.
Dalam sistem penambangan dibatasi oleh beberapa faktor faktor kendala antara
lain ;
1. Faktor teknik ekonomi yang diwujudkan dalam usaha mendapatkan
perolehan tambang semaksimal mungkin dengan biaya yang sekecil
mungkin.
2. Faktor keamanan dan keselamatan kerja yang diwujudkan dalam usaha
memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan dalam melaksanakan
kegiatan penambangan
3. Faktor keserasian lingkungan hidup yang diwujudkan dalam usaha
mencegah terjadinya perusakan alam, serta pencemaran lingkungan yang
diakibatkan oleh kegiatan penambangan
Metoda yang digunakan dalam pelaksanaan penambangan endapan bauksit
adalah menggunakan metoda tambang terbuka (surface mining) sebab kita dapat
ketahui bahwa endapan bauksit berada di permukaan dengan over burden yang
tidak terlalu dalam pengupasannya.

11

Gambar 7. Metoda Penambangan Tambang Terbuka Sistem Open Pit


2.5 kegunaannya Bauksit Laterit
Utamanya biji bauksit akan di lelehkan dan kemudian di olah untuk
menjadi alumunium. Proses tersebut memakan proses yang panjang dan
memerlukan tenaga listrik yang banyak sekali. Sejauh ini Negara yang memproses
pengolahan bauksit menjadi alumunium adalah Australia. Negeri kanguru tersebut
menjadi produsen bauksit dan alumina terbesar di dunia.
Sejauh ini Negara tujuan yang membutuhkan alumunium dari Australia adalah
Negara-negara asia seperti jepang dan termasuk Indonesia. Cukup ironi memang,
mengingat kita memiliki bahan biji bauksit namun kita tidak mampu mengolahnya
dengan optimal untuk di jadikan alumunium. Sifat yang dimiliki alumunium
sangat khas yaitu mampu mengahantar panas dengan efisien.
4 Manfaat Bauksit bagi kehidupan sehari-hari sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Bahan utama pembuatan wajan


Pembuatan lapisan luar panci
bahan paling luar pada kaleng makanan
Pemanfaatan Untuk Industri

12

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Bauksit terbentuk dengan kadar aluminium ( Al ) yang tinggi , kadar besi
( Fe ) yang rendah serta sedikit mengandung kuarsa ( SiO2 ). Faktor yang terlibat
dalam mempengaruhi ketebalan lapisan saprolit ( bijih bauksit ) yaitu waktu dan
perubahan iklim, vegetasi dan proses pelapukan, muka air tanah dan morfologi.
2. Di indonesia terdapat banyak kerak yang tidak stabil sehingga mempermudah
proses laterisasi ( pelapukan ) dalam pembentukan bauksit laterit
3. Bauksit dengan kadar yang tinggi terdapat pada zona Saprolit dan pada zona
gossan keterdapatan bauksit masih sedikit dibadingkan pada zona saprolit yang
dominan lebih banyak.
4. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan penambangan endapan bauksit
adalah menggunakan metoda tambang terbuka (surface mining) sebab kita dapat
ketahui bahwa endapan bauksit berada di permukaan dengan over burden yang
tidak terlalu dalam pengupasannya
5. Beberapa manfaat yang dihasilkan dari bauksit laterit antara lain : Bahan utama
pembuatan wajan, Pembuatan lapisan luar panci, bahan paling luar pada kaleng
makanan, Pembuatan badan pesawat terbang, Pembuatan atap sebuah pabrik atau
rumah.

13

DAFTAR PUSTAKA

Clay symposium, 1952. Problem of Clay and Laterit Genesis. New York : The
America Institute of Mining and Metallurgical Engineers.
Dhadar, J.R., 1983. Eksplorasi Endapan Bahan Galian. Bandung: G.S.B Bandung
Dominique L. Butty and Claude A. Chapallaz. 1984. Bauxite Genesis. Senior
Geologists, Billiton International Metals B.V. Leidschendam, The Netherlands.
Chapter 7.
Guilbert, J.M. dan Park, C.F. Jr., 1986, The Geology of Ore Deposits.
W.H.Freeman and Company: New York.
Koesoemadinata, R.P. Geologi Eksplorasi. Bandung: ITB
Suwarna (GRDC) dan R.P. Langford (AGSO). 1993. Peta Geologi Regional
Lembar Singkawang skala 1 : 250.000. Bandung : Directorate General of Geology
and Development Center.
Priyadi bambang. 2009. PPT Chapter 4 GKExp Unsoed 2010 Weathering.
Bandung : Institut Teknologi Bandung (Tidak dipublikasikan : Materi Kuliah).
Priyadi bambang. 2009. PPT Chapter 5 GKExp Unsoed 2010 Soil Formation.
Bandung : Institut Teknologi Bandung (Tidak dipublikasikan : Materi Kuliah)
ANTAM Unit Geomin, 2012. Laporan Tahunan Site Landak. Pontianak
(unpublished)
R. Anand, R. J. Gilkes, G. I. D. Roach. 1991. Geochemical and Mineralogical
Characteristics Of Bauxites, Darling Range, Western Australia. Applied
Geochemistry. Vol. 6. pp. 233-248.
14

Anda mungkin juga menyukai