KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami ucapkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa bahwa atas berkah,
rahmatserta hidayah-Nya, Kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi mata kuliah
Permodelan dan Estimasi Cadanagn dan juga sebagai salah satu Tugas Besar
( MINERALISASI ) mengenai Studi Kasus ENDAPAN BAUKSIT LATERIT
Tidak lupa pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih
kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Permodelan dan Estimasi Cadangan yang
telah membimbimg kami dalam menyelesaikan Makalah kami dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, atau masih banyak
kesalahan dan kekurangan, baik dalam penyajian maupun penyusunan serta segala
sesuatunya. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun sebagai perbaikan atau penyempurnaan pada laporan ini.
Kami berharap agar laporan Kuliah Lapangan ini dapat diterima dan bermanfaat
dengan semestinya.
Akhir kata Kami mengucapkan terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data Kementerian ESDM tahun 2010, menyatakan bahwa sumber daya bauksit di
Indonesia sebanyak 726.585.010 juta ton bijih dan cadangan 111.791.676 juta ton
bijih. Penyebaran daerah tambang bauksit salah satunya adalah daerah Kalimantan
Barat yng didukung dengan batuan dasar yang bersifat asam-intermediet (seperti
Sienit, Diorit kuarsa, Granodiorit dan Nefelin) sehingga kaya dengan komposisi
unsur Al berumur Pra-tersier (kapur) yang didukung dengan iklim tropis, curah
hujan yang tinggi dan mekanisme proses pelapukan untuk terjadinya proses
lateritisasi pembentukan endapan dan karakterisitik bauksit yang dihasilkan.
Bauksit merupakan mineral sekunder yang dihasilkan melalui proses pelapukan
(lateritisasi) yang terjadi selama berjuta juta tahun yang lampau pada batuan beku
misalnya granit. Pada saat
ini permintaan pasar internasional (terutama china) akan mineral bijih khususnya
bijih bauksit semakin meningkat. Hal ini perlu direspon dengan cara melakukan
eksplorasi pada beberapa tempat yang mempunyai potensi sumberdaya dan atau
cadangan bauksit.
Apabila sistem penambangan terbuka yang akan diaplikasikan terhadap cadangan
bauksit di atas, maka agar dapat ditambang dengan aman perlu dilakukan kajian
geoteknik khususnya kestabilan lereng jenjang penambangan. Salah satu faktor
penyebab ketidakstabilan lereng jenjang adalah nilai besaran sudut kemiringan
lereng tunggal dan atau total. Berbagai nilai besaran sudut kemiringan lereng
disimulasikan berdasarkan karanteristik lapisan pembentuk kelerengan jenjang,
yang pada akhirnya ditentukan nilai besaran sudut kemiringan lereng yang masih
aman untuk dilakukan penambangan (ultimate pit slope) Akibat dari
penentuan ultimate pit slope adalah cadangan yang terambil (mineable reserve)
menjadi terbatas, dan apabila disinergikan dengan harga bauksit dan biaya
penambangan per satuan berat diharapkan didapatkan cadangan yang optimal, baik
dikaji dari segi teknik maupun segi ekonomi.
Tujuan
Tujuan dalam Tugas besar ( Mineralisasi : Endapan Bauksit Laterit ) ini
adalah :
1.
Memaparkan apa hubungan pergerakan lempeng dengan terbentuknya
endapan bauksit laterit.
2.
Mempelajari dan memahami mengenai permodelan pembentukan dari
Bauksit laterit.
3.
Untuk memahami mengenai ganesa pembentukan dari bauksit laterit.
Manfaat
BAB II
2.1 Pengaruh Tektonik Lempeng
mineral bijih seperi bauksit sebagai hasil proses pelapukan juga merupakan
topik yang sangat menarik untuk dikaji. Karena wilayah Indoesia mempunyai iklim
yang sangat dinamis dengan kondisi geologinya yang sedemikian kompleks, sehingga
pembentukan mineral biji tersebut sangat berpotensi di Indonesia. Kerak di
2.2 Permodelan
Pada umumnya Bauksit yang terbentuk adalah jenis gibsit yang terbentuk pada
lapisan tanah andosol dan catena, termasuk endapan bauksit residu hasil pelapukan
batuan (insitu). Setiap batuan dasar memiliki karakteristik bauksit tertentu
diantaranya Granodiorit menghasilkan tanah laterit berwarna merah bata dengan
tekstur bauksit agak kasar terdapat mineral kuarsa berukuran 1-3mm dengan
ketebalan lapisan saprolit 7-10m, Diorit kuarsa membentuk endapan tanah laterit
berwarna kuning keorange-an dengan kondisi batuan/sampel lebih halus dengan
mineral yang cenderung lepas dengan ketebalan lapisan saprolit 4-8m, dan Diorit
menghasil kan warna tanah cenderung coklat hingga coklat gelap dengan tanah
laterit berwarna kuning. Sering ditemukan rembesan air, boulder fresh rock,
lempung dan pasir silikaan pada bagian bawah dengan ketebalan lapisan saprolit
relatif lebih variatif yaitu antara 2-8m
Gambar 1. Profil Dinding Testpit, a. Contoh gossan ,b. dan c. Contoh bauksit
Gambar 2. Model statigrafi endapan laterit
1.
Horison tanahadalah lapisan tanah atau bahan tanah yang kurang lebih
sejajar dengan permukaan tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan
tanah dan berbeda dengan lapisan disebelh atas ataupun bawahnya yang secara
genetik ada kaitannya. Yang biasanya disebut sebagai tanah penutup ( OB ) atau
lapisan awal yang biasanya berwarna coklat.
2.
Tanah Lateritatau sering disebut juga dengan tanah merah merupakan
tanah yang berwarna merah hingga coklat yang terbentuk pada ligkungan yang
lembab, dingin, dan mugkin genangan-genangan air, Secara spesifik tanah merah
memiliki profil tanah yang dalam,mudah menyerap air memiliki kandungan
bahan organik yang sedang dan pH netral hingga asam dan banyak mengandung
zat besi dan aluminium sehingga baik digunakan pondasi bangunan karena
mudah menyerap air.
3.
Gossan yaitu zona atau lapisan yang terjadi karena pelapukan ( laterisasi)
yang mengakibatkan rongga-rongga kosong yang dapat dimasuki air sehingga
mempercepat proses pelapukan, tetapi pada zona ini hanya sedikit yang
terkandung bauksit laterit dibadingkan pada zona saprolit.
4.
Saprolit yaitu zona dimana mengandung bauksit laterit yang sangat tinggi
kadar aluminiumnya, sehingga penambangan bauksit dilakukan pada zona ini
yang mana ketebalannya berkisar 2-8 m.
Pembentukan ketebalan bauksit ini sangat tergantung kepada morfologi
dimana penebalan pada bagian miring dengan kelerengan 25o,
sedangkan pada lembah dan puncak bukit mengalami penipisan.
Gambar 3. Profil Selatan-Utara laterit bauksit
Gambar 4. Profil Barat daya-Timur Laut laterit bauksit
Pada umumnya proses laterisasi pada bauksit terdiri dari beberapa tahapan, yaitu
pelarutan, transportasi, dan pengendapan kembali mineral. Faktor yang terpenting
pada pelarutan adalah pH, solubility, dan kestabilan mineral. Faktor yang
berpengaruh pada transportasi dan pengendapan kembali mineral adalah iklim,
topografi, morfologi, dan mobilitas unsur. Hasil pelapukan akan ditransportasikan
oleh airtanah atau air hujan, kemudian diendapkan kembali. Proses terjadi dengan
baik pada permukaan tanah landai dengan kemiringan tertentu, keadaan morfologi
dan topografi yang cenderung bergelombang miring.
Beberapa unsur yang sangat penting dalam endapan laterit bauksit adalah Al, Fe, Si
dan Ti. Perbandingan antara nilai Al dan Si merupakan patokan keekonomisan
tambang bauksit. Pada iklim tropis, Ca, Ni, Si dan Ti mengalami pelindian terlebih
dahulu dan lebih mobile dibanding dengan Al dan Fe.Pelarutan dan penguraian
plagioklas, alkali feldspar, besi, aluminium dan silika dalam larutan akan
membentuk suspensi koloid. Pada larutan, besi akan bersenyawa dengan oksida dan
mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air
dengan membentuk mineral geothit FeO(OH), hematit (Fe2O3), dan kobalt (Co)
dalam jumlah kecil, sedangkan Al akan mengendap menjadi endapan bauksit
Al2O3.2H2O (dalam hal ini bauksit secara umum). Pengendapan dikontrol pH
sebagai penetralisir reaksi kimia oleh tanah. Jika konsentrasi air berkurang pada
saat pengendapan laterit bauksit, maka buhmit dan diaspor dapat terbentuk.
Selain itu, pengayaan unsur lainnya yang terikat bauksit adalah R-Si. Unsur ini
merupakan unsur terpisah dari Si yang terbentuk pada laterit bauksit, serta usnsur
yang dipertimbangkan dalam penambangan bauksit. Hal ini disebabkan karena
untuk menguraikan senyawa bauksit nantinya, perlunya penambahan NaOH untuk
mendapatkan bauksit murni. Proses pengayaan dan pengendapan laterit bauksit
paling baik pada topografi miring yang mana proses mobilitas unsur yang rendah,
karena pada bagian puncak cenderung untuk mengalirkan hasil erosi dan respirasi
air meteorik. Sedangkan pada bagian lembah, lebih banyak membentuk endapan
laterit Fe seperti hematit dan limonit sebagai hasil akumulasi material sedimen serta
peresapan larutan. Kehadiran kekar ataupun rekahan akan mempercepat proses
respirasi dan penghancuran batuan sehingga mempengaruhi pembentukan zona
deposit.
1.
Vegetasi dan Proses Pelapukan
Daerah penelitian dominan hutan, tetapi sebagian telah difungsikan sebagai
perkebunan. Sebagai salah satu daerah tropis, perkembangan tumbuhan yang
ditunjang curah hujan yang cukup menjadi faktor utama pelapukan batuan yang ada.
Hal ini ditunjukan dengan terbentuknya horizon tanah penutup setebal 20-30cm.
Pada daerah yang dominan vegetasi, sangat sulit untuk ditemukan batuan dasarnya.
Tanaman yang mati menghasilkan larutan asam humus yang menyebabkan
dekomposisi batuan dan mengubah pH larutan dalam tanah. vegetasi akan
mengakibatkan penetrasi air lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur
akar pohon-pohonan, akumulasi air hujan akan lebih banyak sehingga tanah humus
akan lebih tebal.
1.
Muka Air Tanah dan Morfologi
Berdasarkan pengamatan data testpit, beberapa menunjukkan ketinggian air bawah
permukaan dengan merembesnya air dilubang testpit. Kedalaman rata-rata mata air
ditemukan adalah 10-15m dengan ketinggian 105m dari permukaan laut mengikuti
morfologi yang terbentuk. Bauksit terdiri dari unsur senyawa seperti Al dan Fe yang
tidak mobile sehingga terendapkan kebawah permukaan dimana sumber unsur
tersebut. Media yang paling berpengaruh dalam proses pelindian dan pengendapan
kembali mineral adalah air. Ketika pada suatu daerah memiliki kondisi muka air
tanah yang tidak stabil (masih cenderung naik turun), maka akan mengganggu
proses ikatan senyawa yang ada dan proses lateritisasi akan terus terjadi. Maka dari
itu diperlukan kondisi muka air tanah yang tenang untuk membentuk lapisan
endapan laterit bauksit yang ideal.
BAB III
3.1 Metode Penambangan Bauksit Laterit
Metoda penambangan bauksit dilakukan dengan metoda tambang terbuka sistem
open pit dimana open pit ini diterapkan untuk endapan bijih yang mengandung
logam. Open pit dan open cut dapat dibedakan dari arah penambangannya,
penambangan dengan metoda open pit dilakukan dari permukaan yang relatif
mendatar ke bawah mengikuti endapan bijih, sedangkan open cut dilakukan pada
lereng suatu bukit. Jadi penerapan open pit dan open cut sangat tergantung pada
letak dan bentuk endapan bijih yang akan ditambang.
Dalam sistem penambangan dibatasi oleh beberapa faktor faktor kendala antara
lain ;
1.
1.
Pengupasantanahpenutupmerupakanlangkahawaldimana proses
penambanganendapanbahantambangakandilakukan,
kegiataninidimulaidaripembersihantempatkerjadarisemak semak, pohon
pohonbesardankecil, kemudianmembuangtanahataubatuan yang
menghalangipekerjaan pekerjaanselanjutnya. Setelahpekerjaan di
atasselesaiselanjutnyadilakukanpekerjaanpembabatanataupenebasan yang
meliputi ;meratakan, membuatjalandaruratuntuklewatnyaalat-alatmekanis.
Dalampekerjaanini yang
harusselaludiperhatikanialahmempergunakankeuntungandarigayaberat.
1.
Penggalianadalahsuatukegiatan yang
dilakukanuntukmembongkardanmelepaskanendapanbahantambangdaribatuanindu
knyaataubatuansamping. Beberapaalatgali yang
dapatdigunakandalampenggalianyaitu Power Shovel, Back Hoe, dan lain lain.
Setelahpenggaliandilakukanmaka material ataubahantambang yang
telahditambangdimuat.
Untuk material yang tidak tertentu keras, kegiatan pembongkaran dilakukan dengan
menggunakan ripper. Alat ini pada hakekatnya sebuah bajak yang gigi giginya
terbuat dari baja yang keras. Sehingga kepadanya dapat diberikan tekanan yang
cukup besar untuk lebih memaksakannya ke dalam tanah / batuan.
Untuk menghitung produksi ripper, perhitungan yang digunakan adalah dengan
cross section, yang dapat menentukan volume pekerjaan ripping ini, kemudian
mencatat waktu yang diperlukan, setelah pekerjaan ripping selesai. Volume ripping
dibagi dengan waktu ripping adalah produksi ripping.
Pemuatan (Loading) adalah serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk
mengambil dan memuat material hasil pembongkaran ke dalam alat angkut.
Material hasil pembongkaran tersebar di lantai jenjang dan dikumpulkan dengan
alat wheel loader agar dapat dimuat. Dalam pemilihan alat muat yang digunakan
harus sesuai dengan beberapa faktor diantaranya
1.
Kapasitas alat angkut
2.
Besar produksi yang diiginkan
3.
Keadaan lapangan
4.
5.
6.
1.
Pengangkutan (Hauling)
Material hasil pembongkaran yang telah dimuat kembali diangkut ke lokasi
pengolahan (Crushing Plant) untuk dimasukkan ke mesin penghancur. Operator
pengangkutan material produktivitasnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ;
1.
Kondisi jalan dari tempat penambangan ke Crushing Plant
2.
Jarak angkut dari lokasi penambangan
3.
Digging Resistance
4.
Waktu Edar alat angkut
5.
Waktu Kerja efektif pengangkutan
6.
Produksi alat angkut
7.
Jumlah alat angkut
Dari alumunium tersebut akan di buat berbagai perlatan yang dibutuhkan manusia
sehari-harinya seperti.
1.
2.
3.
4.
Selain tu sifat yang dimiliki alumunium adalah memiliki berat yang ringan namun
memiliki kerapatan yang cukup baik, secara kekuatan juga besar. Sehingga di
gunakan untuk pembuatan teknologi di zaman modern ini, seperti.
4.
5.
1.
Selain pemanfaat utama untuk dijadikan alumunium, bauksit juga memiliki banyak
kegunaan untuk industry lainnya. Biji bauksit bisa di ubah menjadi sesuatu yang
selama ini ada di sekitar kita, seperti:
6.
7.
BAB IV
KESIMPULAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
DAFTAR PUSTAKA
Clay symposium, 1952. Problem of Clay and Laterit Genesis. New York : The
America Institute of Mining and Metallurgical Engineers.
Dhadar, J.R., 1983. Eksplorasi Endapan Bahan Galian. Bandung: G.S.B Bandung
Dominique L. Butty and Claude A. Chapallaz. 1984. Bauxite Genesis. Senior
Geologists, Billiton International Metals B.V. Leidschendam, The Netherlands.
Chapter 7.
Guilbert, J.M. dan Park, C.F. Jr., 1986, The Geology of Ore Deposits. W.H.Freeman
and Company: New York.
Priyadi bambang. 2009. PPT Chapter 4 GKExp Unsoed 2010 Weathering. Bandung :
Institut Teknologi Bandung (Tidak dipublikasikan : Materi Kuliah).
Priyadi bambang. 2009. PPT Chapter 5 GKExp Unsoed 2010 Soil Formation.
Bandung : Institut Teknologi Bandung (Tidak dipublikasikan : Materi Kuliah)
2012. ANTAM Unit Geomin, 2012. Laporan Tahunan Site Landak. Pontianak
(unpublished)
2013. R. Anand, R. J. Gilkes, G. I. D. Roach. 1991. Geochemical and Mineralogical
Characteristics Of Bauxites, Darling Range, Western Australia. Applied
Geochemistry. Vol. 6. pp. 233-248.