By : Group 4
1. Ade Rizal
2. Bachrain Arief
3. Garin Aulia Gaffar
4. Naurah Ma’aayisya
5. Riswanda Syahputra Harahap
6. Yoga Mulya Saputra
7. Zatsiatus Sya’diah
BAUKSIT
MINERAL BAUKSIT
Bauksit merupakan mineral bijih utama alumunium yang
terdiri atas hydrous alumunium oksida dan alumunium
hidoksida yakni mineral gibbsite Al(OH)3, boehmite y-ALO(OH)
dan dispore a-ALO(OH) bersama-sama dengan oksida besi
geothite dan bijih besi, mineral tanah liat kaolinit dan sejumlah
kecil anatase Tio2. dan mineral ini ditemukan pertamakali pada
tahun 1821 oleh geolog yang bernama piere berthier. Nama
mineral ini merupakah nama dari desa les baux di selatan
Perancis.
GENESA BAUKSIT
• Temperatur tahunan +- 22°C dan curah hujan tahuan > 1.200 mm.
• Batuan-batuan asal akan mengalami proses laterisasi, yaitu proses
yang terjadi karena pergantian temperatur sehingga batuan
mengalami pelapukan dan terpecah-pecah. Pada musim hujan, air
memasuki rekahan-rekahan dan menghanyutkan unsur-unsur yang
mudah larut, sementara unsur-unsur yang sukar larut tertinggal di
batuan induk. Kelembapan menjadi faktor penting juga.
• Selanjutnya unsur-unsur yang mudah larut seperti Na, K, Mg, dan
Ca dihanyutkan oleh air, residu yang ditinggalkan (laterit) menjadi
kaya dengan hidro oksida aluminium (Al(OH)₃) yang kemudian oleh
proses dehidrasi akan mengeras menjadi bauksit.
• Relief terlalu landai mengakibatkan laju infiltrasi rendah, sehingga
laterisasi kurang intens, relief berbukit (maksimal 200m) sangat
mendukung adanya vertical infiltration.
FAKTOR PENGONTROL PEMBENTUKAN
ENDAPAN BAUKSIT
a. Litologi Bedrock
o Bauksit dapat terbentuk dari berbagai macam batuan primer.
o Kandungan Al awal pada batuan induk:
30-35 % untuk batuan sedimen kaolinit.
10-15% untuk granit dan basal.
Batuan dengan kandungan Al kurang dari 15% dapat membentuk
bauksit.
o Proses pengayaan Al terutama dikontrol oleh rasio Al, Si dan
kecepatan pelapukan.
o Kandungan rendah Fe juga merupakan faktor penting, dimana Fe
yang tinggi dapat membentuk formasi laterit ferruginous.
FAKTOR PENGONTROL PEMBENTUKAN
ENDAPAN BAUKSIT
b. Geomorfologi
o Seting geomorfologi merupakan hal yang perlu diperhatikan
dalam bentang laterit yang luas sebagai hasil dari pelapukan dan
erosi yang terus menerus.
o Bauksit laterit pada masa lampau terbentuk pada permukaan
datar dan ditemukan sebagai bagian dari dataran tinggi pada masa
kini.
o Dataran tinggi bauksit merupakan sisa dari permukaan datar
pada masa lampau yang memiliki kemiringan 1° - 5°, sehingga
secara regional paleo-surface yang sama mungkin terjadi pada
ketinggian yang berbeda.
FAKTOR PENGONTROL PEMBENTUKAN
ENDAPAN BAUKSIT
c. Kondisi iklim dan paleo-climate
o Bauksitisasi adalah proses laterisasi yang ekstrem, dimana terjadi
pelindian silika dan pengayaan Al secara kuat.
o Paragenesis mineralogi dari bagian atas profil pelapukan
dikontrol oleh kelembaban atmosfer dalam jangka waktu yang
lama.
o Bauksitisasi terjadi pada kondisi temperatur ± 22ºC, curah hujan
rata-rata 1.200 mm (Bardossy dan Aleva, 1990).
o Jika terjadi musim kering yang lama, maka orthobauxite tidak
akan terbentuk dimana yang akan terbentuk yaitu alumino-
ferruginous duricrust (Tardy, 1997).
KLASIFIKASI BAUKSIT
Bauksit dapat diklasifikasikan berdasarkan
genesanya dari sisi host rocknya
a. Bauksit pada batuan klastik yang kasar
Jenis ini berasal dari batuan beku yang telah berubah menjadi metamorf di
daerah yang beriklim tropis dan berumur Tersier Awal. Permukaan
daerahnya telah mengalami erosi dan dijumpai bauksit dalam bentuk
boulder. Tekstur pisolitik dan bentuknya menyudut dengan kadar bauksit
tinggi dalam bohmit dengan posisi letaknya sesuai dengan kemiringan
lereng.
b. Bauksit pada terrarosa
Jenis terrrarosa banyak terdapat di sekitar Mediterranian di Eropa
yang merupakan fraksi-fraksi dari hasil pelapukan batukapur atau
dolomite dan sebagian diaspor (Al₂O₃H₂O). Jenis ini mempunyai ikatan
monohidrat, karena itulah endapan jenis terarosa mempunyai kadar
alumina yang besar dibandingkan endapan jenis laterit.
Bauksit dapat diklasifikasikan berdasarkan genesanya dari sisi host
rocknya
2. Pemetaan lapangan,
5. Pengambilan conto bauksit, batuan, pasir, tanah dengan paritan dan sumur uji,
6. Pengikatan titik koordinat pemercontoan, menggunakan GPS dan juga Total Station (TS),
7. Pemboran inti.
Setiap tahapan/proses eksplorasi harus dapat memenuhi strategi pengelolaan suatu proyek/pekerjaan
eksplorasi, antara lain:
b. Memungkinkan penghentian kegiatan sebelum meningkat pada tahapan selanjutnya jika dinilai
hasil yang diperoleh tidak menguntungkan,
d. Memungkinkan penganggaran biaya eksplorasi per setiap tahapan untuk membantu dalam
pengambilan keputusan.
PENAMBANGAN BAUKSIT
3. Pengangkutan (Hauling)
Selanjutnya diangkut ketempat pencucian guna menghilangkan tanah dan
lumpur. Operator pengangkutan material produktivitasnya dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu;
o Kondisi jalan
o Jarak angkut
o Digging Resistance
o Waktu Edar alat angkut
o Waktu Kerja efektif pengangkutan
o Produksi alat angkut
o Jumlah alat angkut
Setelah dicuci (desliming) yang berfungsi memisahkan bijih bauksit dari unsur
lain seperti pasir dan lempung pengotor, maka dilakukan proses penyaringan
(screening). Bersamaan dengan itu dilakukan pemecahan (size reduction) dari
butiran-butiran yang berukuran lebih dari 3 inchi dengan jaw cruscher yang
kemudian dimuat kembali ke dalam dump truck untuk diangkut ke kapal guna
pemasaran atau dibawa ke pabrik pengolahan bijih bauksit ke alumina.
PENGOLAHAN BIJIH BAUKSIT MENJADI
ALUMINA
Umumnya pengolahan bijih bauksit menjadi alumina menggunakan
proses Bayer, sesuai dengan nama penemunya, Karl Bayer. Jenis bauksit
terhidrat diolah dengan proses Bayer Amerika yang menggunakan suhu
rendah (140° - 170° C), sedangkan jenis monohidrat diolah dengan proses
Bayer Eropa yang menggunakan suhu tinggi (200° - 240° C). Seluruh
proses dilakukan dalam tangki yang disebut pencerna (digester). Larutan
natrium-aluminat yang tebentuk kemudian dipisahkan dari bagian yang
tidak larut (disebut juga red mud). Red mud dibuang sebagai bahan
buangan (tailing/waste), yang terdiri dari oksida besi, silika dan natrium-
alumunium-silika(Al₂O₃Na₂SiO₂) terbentuk karena silika yang berasal dari
kaolinit bereaksi dengan natrium aluminat.
Selanjutnya larutan NaAlO₂ didinginkan pada suhu 25°-35°C dan
diencerkan dengan air, sehingga terjadi pengendapan Al(OH)₃ yang
kemudian dikentalkan dan dicuci, lalu dimasukkan ke tangki kalsinasi
(calcining kiln) untuk dipanaskan pada suhu suhu 1200°C. Hasilnya berupa
Al₂O₃ (alumina) murni.
PENGOLAHAN ALUMINA MENJADI ALUMUNIUM
Sejumlah kecil titanium terbentuk hampir di setiap batuan. Titanium adalah konstituen penting pada
beberapa mineral yang cukup langka yang ada di permukaan bumi. Sekitar 90% titanium yang ada di
kerak bumi terdapat didalam mineral ilmenit .
Ilmenit merupakan titanium oksida besi dengan komposisi kimia FeTiO3. Selain dalam mineral ilmenit,
titanium juga dapat hadir pada beberapa mineral seperti anatase, brookite, leucoxene, perovskit, rutil,
dan sphene.
Titanium adalah logam paling banyak kesembilan di kerak Bumi. Titanium tidak ditemukan secara bebas
di alam tetapi ditemukan dalam mineral seperti rutile (titanium oksida), ilmenit (besi titanium oksida) dan
sphene (titanite atau kalsium titanium silikat).
Secara komersial, logam diisolasi menggunakan proses Kroll yang awalnya di buat dari titanium oksida
dari mineral ilmenite. TiO2 oksida kemudian diubah menjadi klorida (TiCl4) melalui karboklorinasi. Ini
kemudian dikondensasi dan dimurnikan dengan distilasi fraksional dan kemudian direduksi dengan
magnesium cair dalam atmosfer argon
SEJARAH PENEMUAN TITANIUM
Penemuan Titanium diumumkan pada 1791 oleh ahli geologi amatir
Pendeta William Gregor dari Cornwall, Inggris. (1), (2) Gregor
menemukan pasir hitam magnetik yang tampak seperti mesiu di
sungai di paroki Mannacan di Cornwall, Inggris. (Pasir ini sekarang
disebut sebagai ilmenit , ini merupakan campuran yang terutama
terdiri dari oksida besi dan titanium.)
Gregor menganalisa pasir, menemukan itu adalah sebagian besar
magnetit (Fe3O4) dan oksida yang agak tidak murni dari logam baru,
yang ia gambarkan sebagai ‘kapur kemerahan coklat.’
Kapur ini menjadi kuning ketika dilarutkan dalam asam sulfat dan ungu
ketika direduksi dengan besi, timah atau seng. Gregor menyimpulkan
bahwa dia berurusan dengan logam baru, yang dia namakan
manaccanite untuk menghormati paroki Mannacan. Setelah
menemukan logam baru, Gregor kembali ke tugas pastoralnya.
SEJARAH PENEMUAN TITANIUM
Sedikit lebih banyak terjadi dalam cerita kami sampai 1795,
ketika ahli kimia Jerman terkenal Martin Klaproth mengalami
getaran menemukan unsur logam baru. Klaproth disebut
titanium logam baru, setelah Titans, putra-putra dewi Bumi
dalam mitologi Yunani.
Klaproth menemukan titanium dalam rutil mineral rutile,
dari Boinik, Hongaria. Sama seperti kapur Gregor, rutile nya
berwarna merah. Pada 1797 Klaproth membaca akun Gregor
dari 1791 dan menyadari bahwa oksida merah di mana dia telah
menemukan titanium dan oksida merah di mana Gregor telah
menemukan manaccanite ternyata sama; titanium dan
maccanite adalah elemen yang sama dan Gregor adalah penemu
sejati elemen tersebut.
PEMBENTUKAN TITANIUM
Sebagian besar titanium yang ada di dunia dihasilkan dari pertambangan pasir
mineral berat (heavy mineral sand). Pasir mineral yang banyak mengandung
mineral-mineral titanium ini terbentuk dari hasil pelapukan massa batuan beku
seperti gabro, norite, serta anorthosite. Batuan-batuan tersebut mengandung
mineral titanium bearing seperti ilmenit, anatase, brookite, leucoxene, perovskit,
rutil, juga sphene.
Ketika batuan-batuan yang mengandung titanium bearing tersebut mengalami
pelapukan dan erosi, hanya titanium yang mampu bertahan. Kemampuan titanium untuk
bertahan dari proses tersebut dikarenakan sifatnya yang cenderung lebih resisten
dibandingkan mineral lainnya di dalam batuan tersebut.
Setelah terdisintegrasi dari batuan induknya, mineral pembawa titanium akan
diangkut ke hilir oleh aktivitas air dalam bentuk butiran pasir dan lumpur. Selanjutnya,
pasir dan lumpur akan terdeposit sebagai endapan placer di sepanjang garis pantai.
Deposit placer titanium inilah yang biasanya dikeruk atau ditambang.
Deposit titanium juga dapat terjadi di sebuah lingkungan dimana mineral titanium
diendapkan selama periode permukaan laut lebih tinggi dari sekarang atau biasa dikenal
dengan istilah progradasi endapan pantai. Pasir mineral berat kemungkinan akan
mengandung beberapa persen berat ilmenit serta mineral titanium bearing lainnya
KARAKTERISTIK
1. Titanium murni adalah logam yang ringan, berwarna putih
keperakan, keras, dan berkilau. Logam ini memiliki kekuatan
yang sangat baik dan ketahanan korosi dan juga memiliki rasio
kekuatan terhadap berat yang tinggi.
2. Laju korosi Titanium sangat rendah sehingga setelah 4000
tahun di air laut, korosi hanya akan menembus logam hingga
ketebalan selembar kertas tipis. (3)
3. Pada suhu tinggi, logam terbakar di udara ,dan luar biasa,
titanium juga terbakar dalam nitrogen murni.
4. Titanium ulet dan mudah dibentuk saat dipanaskan.
5. Logam ini tidak larut dalam air, tetapi larut dalam asam pekat.
Penggunaan Titanium
1. Logam titanium digunakan sebagai agen paduan dengan logam lain
termasuk aluminium, besi, molibdenum dan mangan. Paduan titanium
terutama digunakan di ruang angkasa, pesawat terbang dan mesin di
mana diperlukan material yang kuat, ringan, dan tahan suhu.
2. Sebagai hasil dari ketahanannya terhadap air laut, (lihat di atas)
titanium digunakan untuk lambung kapal, poros baling-baling dan
struktur lain yang terkena laut.
3. Titanium juga digunakan dalam penggantian sendi implan, seperti
sendi pinggul ball-and-socket.
4. Sekitar 95% dari produksi titanium berada pada titanium dioksida
(titania). Pigmen ini sangat putih, dengan indeks bias tinggi dan
penyerapan sinar UV yang kuat, digunakan dalam cat putih, pewarna
makanan, pasta gigi, plastik dan tabir surya.
5. Titanium digunakan dalam beberapa produk sehari-hari seperti mata
bor, sepeda, tongkat golf, jam tangan dan komputer laptop