Anda di halaman 1dari 8

Bijih bauksit terbentuk di daerah tropis dan subtropis yang dapat memungkinkan pelapukan

yang sangat kuat.Bauksit terbentuk dari hasil pelapukan intensif dari batuan asal dengan
kadar Al tinggi, kadar Fe rendah dan kadar SiO2 rendah atau tidak ada sama sekali.
Bentuknya menyerupai cellular atau tanah liat dan kadang kadang berstruktur pisolitic. Secara
makroskopis bauksit berbentuk amorf. Kekerasan bauksit berkisar antara 1 – 3 skala Mohs
dan berat jenis berkisar antara 2,5 – 2,6.

Batuan asal dapat berupa batuan basal, nephelin-syenite, hornfels yang mengalami laterisasi.
Secara umum dikenal dua jenis bauksit yaitu :
a. Terarosa, jenis bauksit yang merupakan fraksi-fraksi yang larut dari seluruh masa batuan
dolomit dan terdapat di daerah Mediteran dengan kandungan utama diaspore.
b. Laterite, jenis bauksit yang banyak mengandung aluminium di daerah tropis dalam bentuk
gibbsite.

Syarat-syarat terbentuknya laterit adalah :


1. Adanya batuan yang mudah larut dan menghasilkan batuan sisa yang
kaya alumunium dan Adanya reaksi kimia bagi proses penghancuran batuan.
2. Batuan asal yang memenuhi syarat bagi terbentuknya endapan bauksit berupa batuan
intermediet.
3. Adanya perbedaan ketinggian dari permukaan batuan sehingga mobilisasi hasil pelapukan
dapat berlangsung dengan baik.
4. Porositas batuan yang tinggi, sehingga sirkulasi air berjalan dengan
mudah
5. Adanya vegetasi dan bakteri yang mempercepat proses pelapukan.
6. Adanya pergantian musim (cuaca) hujan dan kemarau (kering)
7. Tersedianya waktu yang cukup lama, dengan iklim tropis hingga subtropis.
8. Relief (bentuk permukaan) yang relatif rata, yang mana memungkinkan
terjadinya pergerakan air dengan tingkat erosi minimum
9. ph tanah 5 – 7.

Batuan-batuan asal akan mengalami proses laterisasi yang tejadi karena pergantian
temperatur secara terus menerus sehingga batuan mengalami pelapukan pada permulaan
pelapukan, alkali tanah serta sebagian silikat dilitifikasi, silikat pada tanah dengan ph 5
sampai 7 akan larut secara baik. Demikian juga dengan kaolin bebas akan larut dalam air
yang bersifat asam. Proses ini meninggalkan basa-basa lemah (komponen laterit) dari
aluminium besi dan titan yang kemudian membentuk endapan aluvial.

Selanjutnya unsur-unsur yang mudah larut seperti Na, K, Mg, dan Ca dihanyutkan oleh air,
maka warna hidroksida besi lambat laun berubah dari hitam menjadi coklat kemerahan dan
akhirnya menjadi merah. Lithifikasi selanjutnya akan membentuk laterit, dan laterit
mengalami suatu proses pemerkayaan hidroksida aluminium (A12(OH)3), dilanjutkan
dengan proses dehidrasi sehingga mengeras menjadi bauksit.

Bauksit yang terdapat di Pulau Bintan dan pulau-pulau sekitamya menurut R. W. Van
Bemellen berasal dari batuan hornfels yaitu sejenis batuan yang berwarna hitam afanitik,
dimana batuan ini terbreksikan, selain itu ada juga granit, andesit, dolerite, gabro, basalt,
hornfels, schist, slate, kaolinitic, shale, limestone dan phonolite
Di daerah tropis, pada kondisi tertentu batuan yang terbentuk dari mineral silikat dan
lempung akan terpecah-pecah dan silikanya terpisahkan sedangkan oksida alumunium dan
oksida besi terkonsentrasi sebagai residu. Proses ini berlangsung terus dalam waktu yang
cukup dan produk pelapukan terhindar dari erosi, akan menghasilkan endapan lateritik.

Kandungan alumunium yang tinggi di batuan asal bukan merupakan syarat utama dalam
pembentukan bauksit, tetapi yang lebih penting adalah intensitas dan lamanya proses
laterisasi.

Untuk mengetahui susunan lapisan batuan mulai dari permukaan sampai dengan batuan
asalnya (dasar) yang belum lapuk, Nederland Indische Bauxiet Exploitatie Maatschappij
(NIBEM) tahun 1935 telah membuat sumur uji di sungai Kolak dengan kedalaman total 54
meter yang terdiri dari empat zona, yaitu :
• Zona I (0-7 meter), endapan bauksit (kondisi Al dan konkresi Fe dengan Schist lempung
(clay schit).
• Zona II ( 7-27 meter), tanah liat yang tidak mengandung batuan asal.
• Zona III (27-52 meter), tanah liat disertai potongan batu asal yang belum lapuk.
• Zona IV (>52 meter), batuan asal yang belum lapuk sama sekali.

Kondisi Sumber Daya Dan Cadangan


Bauksit merupakan bahan yang heterogen, yang mempunyai mineral dengan susunan
terutama dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al2O3H2O) dan mineral
gibsit (Al2O3 .3H2O). Secara umum bauksit mengandung :
1)Al2O3 sebanyak 45 – 65%,
2)SiO2 1 – 12%,
3)Fe2O3 2 – 25%,
4)TiO2 >3%,
5)H2O 14 – 36%.

Di Indonesia bauksit diketemukan di Pulau Bintandan sekitarnya, Pulau Bangka dan


Kalimantan Barat.Sampai saat ini penambangan bauksit di Pulau Bintansatu-satunya yang
terbesar di Indonesia. Beberapa tempat antara lain:
o Sumatera utara : Kota Pinang (kandungan Al2O3 =15,05 – 58,10%).

o Riau : P.Bulan, P.Bintan (kandungan SiO2 = 4,9%,Fe2O3 = 10,2%, TiO2 = 0,8%, Al2O3
=54,4%),

o P.Lobang (kepulauan Riau), P.Kijang (kandungan SiO2= 2,5%, Fe2O3 = 2,5%, TiO2 =
0,25%, Al2O3 =61,5%, H2O = 33%), merupakan akhir pelapukan lateritic setempat, selain
ditempat tersebut terdapat juga diwilayah lain yaitu, Galang, Wacokek, Tanah
Merah,dan daerah searang.

o Kalimantan Barat : Tayan Menukung, Sandai, Pantus, Balai Berkuah, Kendawangan


dan Munggu Besar.

o Bangka Belitung : Sigembir.


Gambar bauksit (Al2O3.nH2O)

Potensi Bauksit di Indonesia [Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara,
2005].

Bauksit di daerah penelitian menunjukkan karakteristik tekstur yang berbeda berdasarkan


perbedaan batuan induk :

1)Batuan induk gabro (bauksit gabro, batuan beku plutonik basa)


Bauksit gabro memiliki bentukan tekstur konkresi dengan mineral penyusun dominan berupa
mineral aluminium hidroksida, mineral besi oksida dan mineral opak. Tekstur konkresi bauksit
gabro memiliki semen berupa aluminium hidroksida yang dominan. Hal ini dapat diinterpretasikan
pada saat proses pembentukan bauksit sirkulasi air yang melarutkan unsur-unsur mobile bekerja
sangat dominan sehingga laterit yang dihasilkan akan mengandung mineral aluminium hidroksida
yang melimpah.
2) Batuan induk granodiorit (bauksit granodiorit, batuan beku plutonik intermediet yang
cenderung kaya silika)
bauksit granodiorit memperlihatkan kenampakkan tekstur konkresi sayatan tipis berupa semen
mineral besi oksida dan terdapat mineral kuarsa dengan ukuran kristal yang kasar serta
jumlah yang dominan. Tekstur bauksit granodiorit memiliki mineral penyusun yang dominan
kuarsa dan mineral besi oksida, sedangkan aluminium hidroksida memiliki kelimpahan yang
sedikit.

Persebaran mineral besi oksida cukup mendominasi jika dilihat pada kenampakan sayatan
tipis karena mineral besi oksida merupakan semen pada tekstur konkresi. Mineral besi oksida
dan kuarsa menunjukkan tahap pelarutan mineral-mineral mobile pada proses pembentukkan
bauksit belum berlangsung secara efektif. Kehadiran mineral aluminium hidroksida yang
sedikit menunjukkan sirkulasi air pada proses pembentukkan bauksit tidak bekerja secara
dominan.

hasil analisis XRD semi-kuantitatif. Mineralogi penyusun bauksit dari kedua batuan induk yang
berbeda, memiliki variasi kelimpahan yang berbeda juga :

1) Batuan induk gabro (bauksit gabro)


Analisis XRD secara kualitatif menunjukkan mineralogi penyusun bauksit berupa haloisit,
ilit, kaolinit, buhmit, diaspor, gibsit, goetit, hematit serta kuarsa. Analisis XRD secara
kuantitatif bauksit gabro memiliki persentase rerata mineral berupa :
haloisit sebesar 43,7 %,
ilit 24,35 %,
buhmit 10,1 %,
diaspor 8,15 %,
gibsit 7,8 %,
goetit 9,1 %,
hematit 3 %.

Bauksit gabro mengandung mineral aluminium hidroksida berupa buhmit dan goetit yang
dominan. Mineral buhmit yang dominan menandakan pada proses pembentukkan bauksit,
sirkulasi air telah mengalami penurunan, sehingga dari awal mula aluminium hidroksida
yang terbentuk gibsit, telah mengalami dehidrasi sehingga mengalami pengerasan dan
membentuk mineral buhmit. Hadirnya mineral goetit yang menggambarkan sirkulasi air
yang dominan saat proses pembentukkan bauksit.

2) Batuan induk granodiorit (bauksit granodiorit)


Bauksit granodiorit memiliki mineral penyusun berupa haloisit, ilit, kaolinit, buhmit,
diaspor, gibsit, goetit, hematit dan kuarsa. Bauksit yang berasal dari batuan induk
granodiorit memiliki mineral aluminium hidroksida yang dominan berupa gibsit dan
diaspor, sedangkan mineral besi oksida yang dominan berupa hematit. Dominasi mineral
aluminium hidroksida berupa gibsit menandakan pada proses pembentukkan bauksit
sirkulasi air berperan dominan dalam pelapukan kimia sehingga membentuk mineral
gibsit.

Hadirnya mineral diaspor menggambarkan proses lanjutan dari mineral aluminium


hidroksida yang telah terbentuk sebelumnya. Kemudian mineral aluminium hidroksida
tersebut mengalamai proses dehidrasi dan pengerasan dari awalnya terbentuk mineral
gibsit, menjadi mineral diaspor. Mineral besi oksida yang dominan terbentuk hematit dan
goetit.
Hematit yang dominan menggambarkan proses pembentukkan bauksit berada pada
lingkungan oksidasi. Goetit menggambarkan faktor sirkulasi air yang dominan pada proses
pembentukkan bauksit.

Geokimia bauksit pada penelitian ini diketahui melalui analisis XRF. Bauksit pada daerah
penelitian yang berasal dari dua batuan induk yang berbeda akan menghasilkan karakteristik
geokimia yang juga berbeda :

1) Batuan induk gabro (bauksit gabro)


Geokimia bauksit gabro memiliki unsur geokimia yang dominan berupa Al 2O3 dan FeO yang
dominan. Salah satu faktor yang mengontrol kelimpahan unsur geokimia bauksit adalah komposisi
dari batuan induk penyusun bauksit tersebut. Batuan induk gabro memiliki komposisi kimia SiO 2 yang
rendah, namun FeO yang tinggi. Akibatnya jika terjadi proses pembentukkan bauksit dimungkinkan
bauksit yang terbentuk memiliki unsur kimia yang dominan berupa Al 2O3 dan FeO. Dominasi unsur
Al2O3 dan FeO pada bauksit dapat dilihat dari mineral penyusun bauksit berupa buhmit dan diaspor,
serta goetit. Pada tekstur bauksit yang terbentuk, mineral aluminium hidroksida dominan hadir
sebagai semen pada tekstur konkresi.

2) Batuan induk granodiorit (bauksit granodiorit)


Bauksit granodiorit memiliki kelimpahan unsur geokimia khususnya SiO2 dan Al2O3.
Dominasi unsur SiO2 dan Al2O3 pada bauksit granodiorit, karena batuan induknya termasuk
dalam batuan beku intermediet yang memiliki komposisi SiO2 yang cukup dominan. Unsur
geokimia SiO2 dan Al2O3 yang dominan mengakibatkan karakteristik mineralogi penyusun
bauksit yang dominan berupa gibsit dan kuarsa.

Temperatur Proses Bayer

Proses pemasakan bijih alumina dan NaOH membutuhkan temperatur yang tinggi untuk
melarutkan bauksit dalam larutan NaOH pada tahap ekstraksi (Seecharran, 1979). Tinggi dan
rendahnya temperatur proses ekstraksi tergantung dari komposisi mineral dari bauksit yang
digunakan (Cardarelli, 2008, dalam Amalia dan Aziz, 2011), seperti yang dijelaskan pada
Tabel 1. Tahap ekstraksi bauksit yaitu tahap melarutkan mineral aluminium hidroksida yang
terdapat pada bauksit dengan menggunakan larutan basa kuat atau larutan NaOH dan
temperatur tinggi.

Berdasarkan pemaparan sebelumnya, bauksit gabro memiliki komposisi mineral penyusun


berupa buhmit yang dominan sehingga akan memerlukan temperatur pelarutan pada tahap
ekstraksi dengan kisaran suhu 205 oC< T < 245 oC. Sedangkan bauksit yang berasal dari
batuan induk granodiorit memiliki mineral penyusun berupa gibsit, yang memerlukan
temperatur pelarutan pada tahapan ekstraksi yang lebih rendah, yaitu dengan kisaran suhu
140oC.

Penggunaan Larutan NaOH


Penggunaan larutan NaOH berfungsi untuk melarutkan mineral aluminium hidroksida berada
pada tahapan ekstraksi. Larutan NaOH akan bereaksi dengan unsur Al dan Si. Bauksit yang
mengandung SiO2 yang lebih dominan dibandingkan unsur Al.
Bauksit gabro memiliki karakteristik geokimia dengan unsur Al2O3 dan FeO yang dominan,
sedangkan kadar unsur SiO2 dan TiO2 kecil. Dapat diinterpretasikan penggunaan NaOH
dalam tahap ekstraksi proses Bayer akan efisien karena larutan NaOH akan maksimal
bereaksi untuk mengikat unsur Al yang terdapat pada mineral aluminium hidroksida.

Sedangkan bauksit yang berasal dari granodiorit akan memerlukan larutan NaOH yang cukup
banyak, namun pada tahapan ekstraksi proses Bayer penggunaan larutan NaOH kurang
efisien karena akan lebih bereaksi dengan unsur SiO2 dibandingkan unsur Al2O3.

Produk Larutan Sodium Aluminat


Tahapan ekstraksi proses Bayer menghasilkan produk larutan sodium aluminat yang berasal
dari pelarutan unsur Al2O3 dan SiO2. Tahap ekstraksi juga menghasilkan endapan yang
disebut red mud hasil dari pelarutan NaOH dengan unsur selain Al2O3 dan SiO2 seperti FeO
dan TiO2. Larutan sodium aluminat yang dihasilkan akan memiliki kualitas baik jika
mengandung komposisi Al2O3 yang cukup signifikan (Amalia dkk.,2013).

Bauksit gabro diinterpretasikan menghasilkan sodium aluminat yang mengandung kadar


Al2O3 yang tinggi, karena mengandung Al2O3 yang cukup dominan, sedangkan akan
mengandung produk red mud yang cukup signifikan karena mengandung Fe2O3 yang cukup
tinggi. Bauksit granodiorit memiliki kandungan unsur geokimia Al2O3 dan SiO2 yang
dominan akan menghasilkan kandungan SiO2 dan Al2O3 yang cukup signifikan pada larutan
sodium aluminat. Akibatnya larutan sodium aluminat yang dihasilkan dari bauksit dengan
batuan induk gabro akan lebih bernilai ekonomis dibandingkan bauksit yang berasal dari
batuan induk granodiorit.

Berdasarkan kadar silika dari kedua jenis batuan induk, meskipun bauksit dari gabro
mengandung silika yang lebih sedikit dibandingkan bauksit yang berasal dari granodiorit,
namun kadar silika pada kedua batuan induk termasuk dalam kategori bauksit dengan kadar
silika yang tinggi. Menurut Gow dan Gian, 1993 bauksit yang ekonomis untuk ditambang
menurut standar metalurgi memiliki komponen :
Al2O3 > 45%,
Fe2O3 < 20%,
SiO2 < 5%
Input Data Secara Computerized dan Perhitungan Cadangan

Setelah dilakukan pengukuran grid, penggalian , sampling, dan preparasi maka dilakukan
input data. Input data yang dilakukan di sini adalah input data secara manual (untuk laporan
harian) dan secara computerized (untuk data base). Data-data yang dimasukkan antara lain:

1. Data koordinat grid pengukuran


Data koordinat ini nantinya digunakan sebagai acuan untuk menentukan luas pengaruh/ luas
penyebaran bauksit pada suatu titik testpit.

2. Data hasil sampling dan penggalian test pit.


Data yang di masukan disini termasuk tebal OB (over bourden), tebal ore, tebal batas ore (bisa
berwujud clay, fresh rock atau mata air), data ini nantinya digunakan sebagai acuan untuk
menentukan rata-rata tebal ore pada suatu lokasi yang nantinya digunakan sebagai penghitungan
cadangan ore dan tebalnya over burden.

3. Data hasil preparasi


Data hasil preparasi ini berupa concresi factor (CF) yang merupakan perbandingan ore tercuci
dengan mineral pengotor berupa clay yang melekat pada ore tersebut. Rumus penghitungan CF
ini adalah :
CF = BERAT TERCUCI( BERAT KASAR + BERAT HALUS) : BERAT ASAL x 100 %

4. Penghitungan cadangan
Setelah dilakukan input data, baik secara manual maupun computerized, hasil data maka akan
dilakukan penghitungan cadangan untuk menghitung jumlah total ore tercuci (weight metric ton)
yang ada pada suatu lokasi eksplorasi. Rumus perhitungan ini adalah:
Cadangan = Luas Pengaruh x CF x Tebal Ore x Berat Jenis

Loss on ignition (LOI) adalah tes yang digunakan dalam kimia analitik anorganik dan ilmu
tanah, khususnya dalam analisis mineral dan susunan kimiawi tanah. Ini terdiri dari
pemanasan kuat ( "menyalakan" ) sampel material pada suhu tertentu, memungkinkan zat
yang mudah menguap keluar, sampai massanya berhenti berubah. Ini dapat dilakukan di
udara, atau di atmosfer reaktif atau inert lainnya.

Perhitungan Cut Of Grade (COG) mineral yang memiliki kadar, kadar rata rata dari
suatu mineral yang masih menguntungkan Perhitungan Cut Of Grade (COG) mineral
yang memiliki kadar, kadar rata rata dari suatu mineral yang masih menguntungkan
Data log bor bauksit yang dibutuhkan untuk membuat block model dibagi menjadi empat
yakni :
1)Data Collar
Data collar, merupakan data yang meliputi nama titik bor, koordinat titik bor, elevasi titik
bor, dan ke dalaman lubang bor bauksit yang didapat dari hasil pemboran.

2)Data geologi
Data Geologi merupakan data yang meliputi nama titik bor, batas kedalaman lapisan atas
(top), batas kedalaman lapisan bawah (bottom), ketebalan (thickness), nama kedudukan
batuan (Regolith Type) dengan nama lain yaitu stratigrafi, dan kode litologi. Pada kode
litologi terdapat keterangan top soil atau tanah pucuk, clay bauksit laterit, overburden dan
interburden.

3)Data Survey
Data survey, merupakan data yang meliputi nama titik bor, total kedalaman titik bor (max
depth), Kemiringan (dip) dan Azimuth. Pada lokasi penelitian, data pemboran yang diambil
semuanya tegak lurus atau vertikal.

4)Data Assay
Data Assay merupakan data analisis kualitas bauksit yang meliputi data tentang hasil analisis
laboratorium pada coring bauksit. Data kualitas bauksit terdiri dari nama titik bor (hole id),
batas kedalaman lapisan atas (top), batas kedalaman lapisan bawah (bottom), nomor sampel
bauksit, kadar Al2O3, kadar SiO2, kadar Fe2O3, kadar TiO2, kadar P2O3, dan concretion
factor atau faktor pengembang.

Anda mungkin juga menyukai