Anda di halaman 1dari 6

Nama

: Teguh Nofri Kurniawan


Stambuk : 093 2012 0019
Kelas
: TB7.2D

HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN TOPOGRAFI


TERHADAP KETEBALAN HORIZON ENDAPAN
NIKEL LATERIT

Sari
Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik pembawa NiSilikat, dan umumny terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai dengan subtropis. Proses
pembentukan endapan nikel laterit dikendalikan oleh beberapa faktor, antara lain jenis batuan
dasar, iklim, topografi, airtanah, stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan yang
berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral. Dari sisi geomorfologi dan geologi struktur
terlihat bahwa pada daerah dengan kemiringan yang sangat landai, horizon yang akan terbentuk
adalah top soil serta dijumpai perulangan profil. Pada daerah dengan kondisi topografi yang
sangat terjal, sedikit sekali ditemukan keberadaan laterit yang disebabkan oleh intensifnya
pengikisan profil laterit oleh erosi air. Morfologi daerah yang paling ideal sebagai tempat
pembentukan endapan nikel laterit adalah daerah dengan kondisi kemiringan topografi antara
35% sampai 52%.

I. PENDAHULUAN
Endapan nikel laterit merupakan produk dari proses pelapukan lanjut pada batuan
ultramafik pembawa Ni-Silikat, umumnya terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai
dengan subtropis. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara utama penghasil bahan
galian di dunia, termasuk nikel. Berdasarkan karakteristik geologi dan tatanan tektoniknya,
beberapa lokasi endapan nikel laterit yang potensial di Indonesia umumnya tersebar di
wilayah Indonesia bagian timur. Fokus utama dalam pembahasan ini adalah identifikasi
keberadaan profil umum (zona) endapan laterit, yaitu zona top soil, zona limonit, zona low
saprolit ore zone (LSOZ), zona high saprolit ore zone (HSOZ) dan zona bedrock.
Selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui pola hubungan antar parameter utama
yang mempengaruhi pembentukan endapan nikel laterit khususnya morfologi (pola

topografi), struktur lokal (dalam hal ini rekahan), iklim, vegetasi dan yang tidak kalah
pentingnya adalah pola hubungan kadar. Masing-masing parameter tersebut diperkirakan
berkaitan erat satu sama lain dan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, sehingga
dengan mempelajari pola hubungan antar elemen ini diharapkan dapat diketahui kontrol
utama pembentukan nikel laterit sehingga dapat dimanfaatkan dalam kegiatan eksplorasi.
II. PENENTUAN HORIZON LATERIT
Penentuan zona laterit pada endapan nikel laterit didasarkan atas komposisi kadar
Ni dan Fe dengan asumsi sebagai berikut: top soil (kadar Ni < 1% dan Fe < 30%), zona
limonit (kadar 1,0% < Ni < 1,4% dan Fe > 40%), low saprolit ore zone (LSOZ, kadar 1,4%
< Ni < 1,8% dan Fe < 40%) serta high saprolit ore zone (HSOZ, kadar Ni > 1,8% dan Fe <
30%). Zona limonit dan LSOZ tebalnya berkisar antara 1 m hingga 10 m, sedangkan zona
HSOZ data terdistribusi secara merata hingga ketebalan 20 m.
III.

HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DENGAN PROFIL HORIZON


LATERIT
Pada kondisi kemiringan topografi berbeda akan terbentuk ketebalan endapan yang

berbeda-beda. Perilaku ini disebabkan oleh kondisi lingkungan pembentukan yang berbeda
akibat perbedaan kemiringan topografi. Hubungan persen lereng dengan ketebalan zona
endapan laterit memperlihatkan bahwa ketebalan zona limonit akan berbanding terbalik
dengan kondisi kemiringan topografi. Hal ini dikarenakan oleh aktivitas utama yang terjadi
pada daerah dengan kemiringan topografi terjal ada pengikisan (erosi) sehingga unsurunsur penyusun limonit tidak akan terakumulasi melainkan tererosi sehingga zona limonit
tidak akan terbentuk. Kondisi yang sama terjadi pada LSOZ dan HSOZ dimana ketebalan
zona ini akan berbanding terbalik dengan kondisi kemiringan topografi. Pembentukan
masing-masing zona pada endapan nikel laterit berada pada daerah dengan kemiringan
lereng yang moderat. Pada daerah dengan kemiringan lereng yang sangat landai (0% 35%) besar kemungkinan tidak akan terbentuk zona yang umum terdapat pada endapan
nikel laterit, walau tidak menutup kemungkinan terbentuknya horizon ini. Artinya pada
daerah dengan kemiringan lereng yang berkisar antara 0% sampai 35% dapat terbentuk
masing-masing zona namun dapat pula tidak ditemukan adanya zona-zona umum yang
berada pada endapan nikel laterit. Sementara untuk daerah dengan kemiringan yang

berkisar antara 18% sampai 52% maka sangat besar kemungkinan terbentuknya zona-zona
yang terdapat pada endapan nikel laterit. Sehingga untuk dapat menentukan kemiringan
topografi yang paling prospek sebagai tempat pembentukan endapan nikel maka dilakukan
dengan cara mengiriskan batasan kemiringan dimana zona endapan nikel laterit tidak
terbentuk dan kemiringan dimana zona endapan nikel laterit akan terbentuk. Hal ini
dilakukan sebagai solusi yang diambil mengingat ditemukannya kenyataan bahwa pada
kemiringan yang berkisar antara 0% sampai 35% dapat terbentuk endapan nikel laterit,
namun dapat pula tidak ditemukan endapan nikel laterit. Sebagai hasil dari irisan ini maka
didapatkan suatu kemiringan topografi sebagai tempat yang paling ideal untuk
terbentuknya suatu endapan nikel laterit yakni pada kemiringan antara 35% sampai 52%.
IV. KONDISI PEMBENTUKAN ENDAPAN NIKEL LATERIT PADA
TOPOGRAFI LANDAI
Endapan nikel laterit akan terbentuk pada daerah yang pada permukaan tanahnya
tidak mengalir air permukaan yang cukup kencang, karena bila hal ini terjadi maka besar
kemungkinan bahwa air tidak memiliki waktu yang cukup lama untuk dapat melakukan
penetrasi kearah bawah. Penetrasi inilah yang menyebabkan unsur - unsur mobile akan
terbawa bersama aliran air dan akhirnya akan terakumulsi pada suatu tempat yang cukup
ideal. Namun bila aliran air permukaan cukup kecil, maka air permukaan yang dapat
berasal dari air hujan akan memiliki waktu yang cukup banyak untuk dapat melakukan
penetarasi ke arah bawah. Bersamaan dengan aktivitas penetrasi tersebut maka unsur unsur mobile yang cukup penting sebagai unsur pembentuk endapan nikel laterit dapat
terakumulsi pada suatu tempat yang cukup ideal. Namun dari hasil analisis lainnya
diperoleh suatu kesimpulan bahwa pada daerah dengan kemiringan lereng yang cukup
kecil/landai maka endapan nikel laterit juga tidak terbentuk secara optimal. Pada kondisi
topografi yang berkisar antara 0 % - 35 % endapan nikel laterit tidak dapat terbentuk.
Penyebab utama yang sangat mempengaruhi adalah bagaimana kemampuan air untuk
dapat melakukan penetrasi kebagian bawahnya. Komposisi tanah penutup (top soil) yang
sebahagian besar didominasi oleh material berupa lempung mengindikasikan bahwa proses
laterisasi berlangsung intensif pada kuantitas air yang cukup, sehingga menyebabkan
terbentuk akumulasi lempung.

V. PERULANGAN PROFIL LATERIT


Pada kegiatan eksplorasi di lapangan seringkali ditemukan profil endapan nikel
laterit yang tidak terbentuk secara ideal dan sempurna, artinya pada satu lubang bor tidak
ditemukan profil yang berurut dari top soil sampai bed rock. Pada banyak lubang bor
ditemukan suatu profil yang berulang, dimana berdasarkan aktivitas pembentukan yang
terjadi maka tidak mungkin terbentuk profil yang berulang. Sebagai contoh: Pada bagian
atas suatu log bor ditemukan profil limonit, selanjutnya pada bagian bawah terbentuk profil
low saprolit ore zone. Namun setelah profil low saprolit ore zone ini ditemukan kembali
profil yang berupa limonit. Berdasarkan proses pembentukannya maka kasus ini tidak
mungkin terjadi, karena profil yang terbentuk pada endapan nikel laterit seharusnya berurut
dari top soil sampai bedock. Sedangkan pada kenyataanya kondisi ideal seperti ini tidak
selalu ditemukan di lapangan. Besar kemungkinan bahwa daerah yang dibor ini merupakan
endapan hasil transportasi dari berbagai tempat. Setelah endapan limonit diendapkan
selanjutnya dari daerah lain diendapkan pula low saprolit ore zone. Namun setelah endapan
low saprolit ore zone ini diendapkan, limonit yang merupakan hasil transportasi dari
daerah lain kembali diendapkan. Hal inilah yang sering membuat terjadinya kerancuan
deskripsi profil pada endapan nikel laterit dan kasus ini dapat terjadi pada semua profil/
zona yang terdapat pada endapan nikel laterit. Hal ini disebabkan pada daerah landai
terakumulasi semua jenis horizon yang berasal dari daerah lain melalui proses transportasi.
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa lubang bor yang menunjukkan perulangan akan
terletak pada daerah dengan kondisi topografi yang sangat landai dan horizon yang
terbentuk bukan merupakan endapan insitu melainkan hasil akumulasi dan sedimentasi
pada saat proses pembentukannya.
VI. IDENTIFIKASI KONTROL STRUKTUR
Pada beberapa lokasi ditemukan kadar Ni yang relatif sangat tinggi dibandingkan
dengan kadar Ni yang ada lokasi di sekitarnya. Keberadaan kadar Ni yang relatif sangat
tinggi ini diperkirakan akibat intensitas keberadaan mineral garnierit. Apabila rekahan
yang terdapat pada suatu lokasi menunjukkan suatu pola kelurusan. Pada zona rekahan
kadar Ni yang terkandung sangat besar karena pada zona ini banyak terdapat garnierit yang
memiliki kandungan Ni yang sangat besar. Seperti telah diketahui bahwa batuan beku
memiliki porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air akan sangat

sulit. Oleh karena itu dengan hadirnya rekahan-rekahan akan lebih memudahkan masuknya
air dan mengakibatkan proses pelapukan akan lebih intensif. Selain itu struktur yang ada
(terutama rekahan) akan menjadi tempat terakumulasinya unsur-unsur Ni sehingga akan
mengakibatkan terbentuknya mineral-mineral garnierit. Unsur-unsur Ni yang mengalami
pencucian (leaching) akan bergerak dari atas menuju arah bawah sampai pada suatu
kondisi yang paling ideal dimana unsur-unsur Ni yang tertransport tadi akan terakumulasi
membentuk mineral garnierit [(Ni,Mg)6Si4O10(OH)6]. Selain garnierit, pada rekahan juga
akan terbentuk banyak mineral krisopras. Unsur-unsur Si yang mengalami sedikit
pencucian dari atas kebawah akan terendapkan berupa Si dengan ukuran yang sangat halus
dan membentuk mineral krisopras. Unsur-unsur Si yang mengalami pelarutan akan
kembali terakumulasi pada rekahan berupa material pengisi (filling material) dan
selanjutnya membentuk krisopras. Secara umum, bila pada suatu daerah ditemukan mineral
dengan kadar unsur Ni yang sangat tinggi maka kemungkinan besar mineral tersebut
adalah garnierit, karena kandungan unsur Ni yang terdapat pada mineral garnierit bisa
mencapai 10%. Sementara mineral-mineral pembawa unsur Ni yang berupa hasil leaching
dari mineral-mineral serpentin dan peridotit tidak akan memiliki kandungan unsur Ni yang
sangat besar seperti yang terdapat pada garnierit. Dengan kata lain kehadiran mineral
garnierit akan membuat rentang kadar Ni yang terdapat pada suatu daerah akan semakin
besar, sehingga bila rekahan ini terdapat pada suatu lubang bor maka akan mengakibatkan
data yang muncul/diperoleh akan menjadi sangat eratik.
VII. KESIMPULAN
Semakin besar persen lereng (kemiringan) suatu daerah maka ketebalan endapan
yang terbentuk akan semakin tipis, sebaliknya bila besar persen lereng suatu daerah lebih
kecil (landai) maka ketebalan endapan yang terbentuk akan semakin besar (tebal).
Sementara kondisi kemiringan lereng yang paling ideal sebagai tempat pembentukan
endapan nikel laterit berada pada daerah dengan kemiringan lereng yang sedang, artinya
tidak terlalu landai dan juga tidak terlalu terjal (antara 35% - 52%).
Semakin banyak jumlah kekar (baik kecil maupun besar) maka sebaran kadar dan
ketebalan endapan yang terbentuk pada daerah tersebut akan semakin besar, karena pada
daerah kekar maka mineral-mineral garnierit yang memiliki unsur Ni yang sangat tinggi
akan banyak terendapkan.

Profil laterit berulang merupakan lokasi dimana terjadi pengendapan secara silih
berganti oleh profil laterit yang sebelumnya sudah terbentuk pada tempat lain, sehingga
sering muncul urutan yang berulang (tidak sesuai dengan proses pembentukan endapan
nikel laterit yang terjadi pada umumnya).

Referensi :
Syafrizal, dkk.2009. Hubungan Kemiringan Lereng Dan Morfologi Dalam Distribusi
Ketebalan Horizon Laterit Pada Endapan Nikel Laterit : Studi Kasus Endapan Nikel
Laterit Di Pulau Gee Dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, Maluku Utara. Kelompok
Keahlian Eksplorasi Sumberdaya Bumi (KK-ESDB), FTTM ITB:Bandung.
Syafrizal, dkk.2011 .Karakterisasi Mineralogi Endapan Nikel Laterit Di Daerah
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan,Sulawesi Tengggara. Kelompok Keilmuan
Eksplorasi Sumberdaya Bumi, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan,
Institut Teknologi Bandung:Bandung.
Tonggiroh, adi.2001.karakteristik Ni-Co Pada Endapan Nikel Laterit Sorowako.
Universitas Hasanuddin: Makassar.

Anda mungkin juga menyukai