Anda di halaman 1dari 13

Karakteristik Mineralogi pada Endapan Nikel Laterit

Blok Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara

Fahrudin Sahid (2) Jeha Kunramadi dan (3) Wateman Sulistya Bargawa
(1)

Program Magister Teknik Pertambangan


Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Jl. Swk 104 (Lingkar Utara) Condong Catur, Yogyakarta
*Email: fahrudin.sahid357@gmail.com

Abstrak
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya nikel laterit
terbesar, hal ini membuat Indonesia berpeluang menjadi pemain sentral dalam
mata rantai produksi kendaraan listrik dunia di masa yang akan datang. Oleh
karena itu, kegiatan eksplorasi, penambangan serta pengolahan dan pemurnian
sangat intensif dilakukan dengan adanya permintaan ekspor dan harga nikel yang
tinggi. Penelitian ini dilakukan langsung di lapangan daerah penelitian, dengan
menggunakan sampel hasil pemboran eksplorasi, dan identifikasi mineral pada
setiap sampel dengan dilakukan secara megaskopis dan mikroskopis
menggunakan mikroskop binokuler serta didukung data hasil analisis XRF
terhadap sampel yang mewakili daerah penelitian. Batuan ultramafik pembawa Ni
pada daerah penelitian ada 3 jenis, yaitu satuan dunit, satuan peridotit dan satuan
serpentinite. Zona limonit dibagi menjadi dua subpopulasi yaitu tipe-1 dan tipe-2.
Limonit tipe-1 (red limonit), memiliki kandungan Fe2O3 berkisar 28,56% -
63,65%, Co berkisar 0,03% - 0,20%, dan SiO2 berkisar 8.82% - 44.21%. Limonit
tipe-2 (yellow limonit), memiliki kandungan Fe2O3 berkisar 17,80% - 69,69%, Co
berkisar 0,03% - 0,53%, dan SiO2 berkisar 6.51% - 57.44%. Zona Saprolit dibagi
menjadi 2, yaitu; zona (saprolite non-ore) bagian utara memliliki kandungan Ni
berkisar 0.09% - 0.36%, Fe2O3 berkisar 6,26% - 14,53%, MgO berkisar 9,78 -
39,82, dan SiO2 berkisar 35,63% - 49,49%. Kedua zona (saprolite ore) memliliki
kandungan Ni berkisar 0,20% - 3,38%, Fe2O3 berkisar 6,12% - 26,11%, MgO
berkisar 14,98% - 39,29%, dan SiO2 berkisar 34,85% - 47,41%.

Kata kunci : Nikel laterit, karakteristik, mineralogi dan geokimia.

1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya nikel
laterit terbesar, hal ini membuat Indonesia berpeluang menjadi pemain sentral
dalam mata rantai produksi kendaraan listrik dunia di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, kegiatan eksplorasi, penambangan serta pengolahan dan
pemurnian sangat intensif dilakukan dengan adanya permintaan ekspor dan harga
nikel yang tinggi.
Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik
(dunit, peridotit) dan ubahannya (serpentinit). Proses laterisasi ini berlangsung
selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik tersingkap di permukaan

1
bumi. Salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan endapan nikel laterit
adalah batuan asal/induk. Proses laterisasi juga ikut didukung oleh laju pelapukan;
struktur geologi, iklim, topografi, reagen-reagen kimia, vegetasi dan waktu. Kadar
endapan nikel laterit dikendalikan oleh interaksi litologi, dan pola
mineraslisasinya.
Proses pelapukan sangat berperan penting, untuk mengubah komposisi mineral di
setiap zonasi laterit (topsoil, limonit dan saprolit).
Penelitian ini dilakukan langsung di lapangan daerah penelitian, dengan
menggunakan sampel hasil pemboran eksplorasi, dan identifikasi mineral pada
setiap sampel dengan dilakukan secara megaskopis dan mikroskopis
menggunakan mikroskop binokuler serta didukung data hasil analisis XRF
terhadap sampel yang mewakili daerah penelitian.

2. METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Kondisi Geologi Lokal


Sebagian wilayah halmahera timur merupakan batuan ultrabasa yang
menjadi sumber pelapukan laterit, termasuk daerah penelitian yang berada di blok
wailukum, (Gambar 1). Kompleks batuan ultrabasa ini terdiri dari serpentinit,
piroksen, peridotit dan dunit (Apandi dan Sudana, 1980). Menurut Apandi dan
Sudana (1980) mandala geologi halmahera timur terutama dibentuk oleh satuan
batuan ultrabasa (Ub). Batuan sedimen berumur kapur (Kd) dan Paleosen-Eosen
(Tped, Tpec dan Tpel) diendapkan tidak selaras di atas batuan ultrabasa.

2
Gambar 1. Peta Geologi Regional Penelitian (Modifikasi Apandi dkk, 1980)

2.2 Genesa Endapan Nikel Laterit


Nikel laterit merupakan proses residu hasil pelapukan kimia pada batuan
ultramafik (dunit, peridotit, serpentinit) yang banyak mengandung mineral olivin,
piroksin, magnesia silikat dan besi silikat dengan kandungan nikel berkisar
0.30%. Proses laterisasi pada endapan nikel laterit diartikan sebagai proses
pencucian pada mineral yang mudah larut dan mineral silika dari profil laterit
pada lingkungan yang bersifat asam, hangat, dan lembab, serta membentuk
konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada Fe, Cr, Al, Co dan
Ni.
Air permukaan yang mengandung Co2 dari atmosfer dan terkayakan
kembali oleh material-material organik dipermukaan meresap ke bawah
permukaan tanah sampai pada zona pelindian (leaching zona), tempat terjadinya
fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi air ini, air tanah yang kaya akan
Co2 akan mengalami kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan
asal dan melarutkan mineral-mineral yang tidak stabil seperti olivin/serpentin dan
piroksin. Unsur Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air
tanah dan akan membentuk mineral-mineral baru pada proses pengendapan
kembali. Endapan besi yang bersenyawa dengan oksida akan terakumulasi dekat
dengan permukaan tanah (unsur nonmobile), sedangkan magnesium, nikel, dan
silika akan tetap tertinggal dalam larutan dan bergerak turun selama suplai air
yang masuk ke dalam tanah terus berlangsung (unsur mobile).

Gambar 2. Genesa endapan nikel laterit (Kadarusman, 2001)

2.3 Profil Laterit

3
Proses pelapukan kimia pada akhirnya akan menghasilkan pembentukan
profil laterit dengan urutan laterit termuda pada bagian bawah dan laterit tertua
pada bagian atas menurut (Ahmad, 2006). Profil laterit dapat di lihat pada
(Gambar 2). Profil laterit antara lain :
 Tanah Pucuk (Top Soil)
Zona ini berada paling atas pada profil laterit dengan warna merah, coklat
kehitaman, tersusun oleh humus dan material organik.
 Zona Limonit (Red Limonite)
Zona ini berada di bawa top soil dengan warna merah-coklat, Mineral-
mineral penyusunya adalah limonit, hematit, goethit, tremolit dan
manganoksida. Material penyusun zona ini berukuran halus clay-sand
(lempung-lanau) dan sering di jumpai mineral stabil seperti spinel, magnetit
dan kromit.

 Yellow Limonit (Medium Grade Nikel Ore)


Dominan hematit dan yellow limonite, lapisan ini agak lunak dengan warna
dominan kuning-coklat. Mineral penyusunnya goethit, terkadang talk,
mangan oksida, quaetz, gibsite, magnetit.

 Zona Saprolit (High Grade Nikel Ore)


Lapisan ini merupakan zona bijih (high grade ore) yang bernilai ekonomis
untuk ditambang, umunya berwarna kuning-hijau, coklat-hijau dan tersusun
atas fragmen-fragmen batuan induk teralterasi, sehingga mineral penyusun,
tekstur dan struktur batuan dapat diketahui.
Derajat serpentinisasi batuan asal laterit akan mempengaruhi pembentukan
zona saprolit, dimana peridotit yang sedikit terserpentinisasi akan
memberikan zona saprolit dengan batuan sisa yang keras, pengisian celah
oleh mineral-mineral garnierit, kalsedon-nikel dan kuarsa. Sedangkan
serpentinit akan menghasilkan zona saprolit yang relatif homogen dengan
sedikit kuarsa dan sedikit garnierit. Terdapat silica boxwork, bentukan dari
suatu zona transisi dari limonit ke bedrock. Terkadang terdapat mineral
kuarsa yang mengisi rekahan. Mineral-mineral penyusun yang terlapukan
seperti ; serpentin, goethit, kuarsa, clorite, garnierit dll.

 Zona Batuan Induk (Bed Rock)


Bagian terbawah pada profil laterit, lapisan ini merupakan batuan (peridotit,
dunit, serpentinit) yang tidak atau belum mengalami pelapukan. Blok batuan
dasar secara umum tidak mengandung mineral bernilai ekonomis lagi (kadar
logam sudah mendekati atau sama dengan kadar di batuan dasar). Batuan ini
berwarna kuning pucat, abu-abu kehijaun, abu-kehitaman. Zona ini
terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral garnierit dan
silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zona
yaitu zona high grade Ni di batuan asal ini, akan tetapi posisinya
tersembunyi dan jarang ditemukan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

4
3.1 Analisis Petrografi pada Batuan Dasar (Bed Rock)
Pengamatan dan analisis petrografi pada bongkahan batuan dasar ini,
dilakukan dengan pengelompokan tiga parameter untuk membedakan tiap sayatan
sebagaimana terlihat pada (Tabel 1).

Tabel 1. Tingkat alterasi pada bedrock (batuan ultramafik)


No Tingkat Alterasi Deskripsi
Secara megaskopis dan mikroskopis, dominasi
mineral olivin masih terlihat, relatif masih segar
1 Teralterasi Lemah
dan sedikit yang mengalami ubahan.

Secara megaskopis, batuan telah mengalami


perubahan warna pada bagian tertentu pada batuan,
terutama berwarna agak terang atau kecoklatan.
2 Teralterasi Sedang
Dibawah mikroskopis, terlihat sebagian mineral
olivin sudah mengalami ubahan menjadi serpentin.

Sampel yang sudah teralterasi kuat ini biasanya


sudah mengalami banyak perubahan, baik dari
kenampakan megaskopis maupun kenampakan dari
mikroskopis.
3 Teralterasi Tinggi Secara megaskopis batuan asal batuan asal sudah
mengalami perubahan warna yang cukup signifikan
dan hampir warna dasarnya hilang. Secara
mikroskopis sebagian atau seluruh mineral olivin
sudah mengalami perubahan menjadi serpentin.

1. Batuan Dunit
Batuan dunit (Gambar 3) memiliki ciri ciri warna segar hijau keabuan,
warna lapuk coklat, struktur masif, holokristalin, fanerik halus-kasar,
euhedral-subhedral, equigranular, high serpentinize¸tersusun atas mineral
utama olivin yang sebagian telah terubah menjadi serpentin (90%), mineral
piroksen (2-4%), dan mineral sekunder yang mengisi rekahan berupa silika.

5
Gambar 3. Handspeciment dan perbesaran binokuler sampel dunit.
Gambar 4 hasil analisis petrografi sampel dunit menunjukkan batuan
penyusun Daerah penelitian (blok wailukum) adalah dunit terserpentinisasi
kuat yang termineralisasi oleh kromit, pentlandit, hematit, dan goethit.

Gambar 4. Hasil analisis petrografi-mineragrafi sampel dunit


2. Batuan Peridotit
Peridotit secara umum memiliki kenampakan warna segar abu hingga
hitam kehijauan, warna lapuk coklat, masif, fanerik, equigranular, dengan
tingkat pelapukan yang kuat dan tingkat serpentinisasi sedang-tinggi.
Komposisi mineral berupa olivin 50%, piroksen 10%, goetit 10%, dan
serpentin 20% (Gambar 5). Gambar 6 hasil analisis petrografi dan mineragrafi
pada batuan peridotit di daerah blok Wailukum termasuk ke dalam batuan
harzburgit terserpentinisasi kuat. Serpentin ditemukan mengubah
ortopiroksen, dan iddingsite mengubah olivin, ditemukan mineralisasi berupa
kromit dan magnetit.

6
Gambar 5. Handspeciment dan perbesaran binokuler sampel peridotit

Gambar 6. Hasil analisis petrografi-mineragrafi sampel peridotit

3. Batuan Serpentinit
Batuan serpentinite (Gambar 7) memiliki ciri-ciri berwarna segar abu-abu
sampai hitam kehijauan, warna lapuk kecoklatan, tekstur idioblastik, bentuk
mineral cenderung lepidoblastik-nematoblastik, dan struktur berupa foliasi.
Komposisi mineral meliputi serpentin 60%, piroksen 20%, dan silika 15%,
dan talk 5%. Arah foliasi serpentinit cenderung NE-SW. Litologi serpentinit
diperkirakan berasal dari protolit ultramafik yang mengalami ubahan akibat
proses metamorfik.

Gambar 7. Handspeciment dan perbesaran binokuler sampel serpentinit


Gambar 8 hasil analisis petrografi dan mineragrafi batuan serpentinit di daerah
penelitian menunjukkan olivin yang telah terubah sepenuhnya menjadi

7
serpentin. Serpentin ini berasosiasi dengan mineral opak berupa magnetit dan
kromit.

Gambar 8. Hasil analisis petrografi-mineragrafi serpentinit

3.2 Karakteristik Endapan Laterit Daerah Wailukum


Endapan laterit di blok Wailukum bagian utara hingga selatan cenderung
tidak homogen secara horizontal diakibatkan litologi yang bervariasi. Pengeboran
eksplorasi dilakukan berurutan mulai dari top soil sampai bedrock dengan tujuan
mengetahui semua karakteristik dan keprospekan di setiap zonasinya. Singkapan
zona laterit daerah blok wailukum dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Zona laterit daerah blok wailukum yang tersingkap

 Zona top soil (tanah penutup)

8
Tanah penutup di lokasi penelitian memiliki variasi ketebalan 0-2 meter,
namun dibeberapa tempat sangat tipis atau bahkan tidak dijumpai sama
sekali. Memiliki warna bervariasi mulai dari coklat-kehitaman, merah-
kecoklatan hingga merah. Tanah penutup kaya akan unsur unsur Fe yang
merupakan unsur yang tidak larut dalam air selama terjadinya pelapukan
dengan kandungan Fe mencapai lebih dari 50%.
Ukuran butir penyusun zona berkisar antara ukuran butir lempung hingga
pasir kasar, dengan komposisi penyusun berupa akar-akar vegetasi dengan
oksida besi yang melimpah. Sampel bor zona top soil dapat dilihat pada
gambar 10.

Gambar 10. Zona top soil


 Zona limonit
Karakteristik limonit pada daerah Wailukum berdasarkan dari hasil
pengamatan sampel pengeboran dan hasil data analisis assay dibagi
menjadi dua subpopulasi yaitu limonit tipe-1, limonit tipe-2 :
1. Limonit tipe-1 (Red limonit)
Mempunyai warna coklat hingga coklat-kemerahan dan ditemukan
mulai dari 0-3 meter. Mineral yang ditemukan di zona ini yaitu ;
limonit, hematit, goetit dan mangan oksida yang berukuran lempung.
Zona ini memiliki kandungan Fe2O3 berkisar 28,56% hingga 63,65%,
Co berkisar 0,03% hingga 0,20%, dan SiO 2 berkisar 8.82% hingga
44.21%.
2. Limonit tipe-2 (Yellow limonit)
Memiliki warna coklat-kekuningan serta coklat-kemerahan ditemukan
mulai dari 0-11 meter cenderung seragam dan tipis,hanya di beberapa
tempat terjadi pengumpulan zona limonit. Mineral yang ditemukan di
zona ini diantaranya limonit, goetit, hematit dan mangan oksida yang
berukuran lempung. Sampel bor zona limonit dapat dilihat pada
gambar 11.

Red limonit

Yellow limonit
Gambar 11. Zona limonit

9
Zona yellow limonit berada diatas saprolite ore, zonasi ini memiliki
kandungan Fe2O3 berkisar 17,80% hingga 69,69%, Co berkisar 0,03%
hingga 0,53%, dan SiO2 berkisar 6.51% hingga 57.44%.

 Zona saprolit
Karakteristik saprolit di daerah Wailukum dibagi menjadi dua, yaitu
saprolite non-ore bagian utara dan saprolite ore bagian selatan
berdasarkan batuan asalnya, ditemukan mulai dari 0 meter sampai 53
meter dengan rata-rata ketebalan saprolit mencapai 13,81 meter.
Saprolite non-ore
Karakteristik saprolite non-ore memiliki warna abu-abu ditemukan
mulai dari 0 meter sampai kedalaman 39 meter. Saprolit ini merupakan
saprolit non-ore karena lokasi pengeboran terletak pada litologi gabro
dan serpentinit. Mineral yang ditemukan di zona ini diantaranya
montmorilonit, talk, dan serpentin (Gambar 12).
Batas lateral antara saprolit non-ore dan saprolit ore sendiri masih
belum dapat dipastikan, karna data bor yang masih sedikit. Namun
diperkirakan litologi serpentinit dan batuan campuran yang matriksnya
lempung hingga pasiran yang lapukannya menghasilkan jenis saprolit
non-ore ini.

Gambar 12. Zona saprolit non-ore

Zona saprolite non-ore bagian utara daerah Sangaji Tenggara


memliliki kandungan Ni berkisar 0.09% hingga 0.36%, Fe2O3
berkisar 6,26% hingga 14,53%, MgO berkisar 9,78 hingga 39,82, dan
SiO2 berkisar 35,63% hingga 49,49%.

Saprolite ore
Karakteristik saprolit ore mempunyai warna coklat hingga cokelat
kehijauan ditemukan mulai dari 0 meter sampai kedalaman 53 meter.
Saprolit ini merupakan saprolit hasil dari perlapukan dunit
terserpentinisasi. Saprolit ore ini terdiri jenis earthy saprolite dan
rocky saprolite. Mineral yang ditemukan di zona ini diantaranya
goetit, silika, serpentin dan garnierit (Gambar 13).

10
a

b
Gambar 13. Zona saprolit ore (a) earty saprolit (b) rocky saprolit

Zona saprolite ore memliliki kandungan Ni berkisar 0,20% hingga


3,38%, Fe2O3 berkisar 6,12% hingga 26,11%, MgO berkisar 14,98%
hingga 39,29%, dan SiO2 berkisar 34,85% hingga 47,41%. Adanya
pengayaan unsur Ni hingga 3,38% diperkirakan hasil dari pelapukan
batuan dunit sebagai bedrock yang kaya akan unsur Ni.
Distribusi ketebalan zona saprolit daerah Wailukum cenderung sangat
beragam, pada bagian punggungan di beberapa lokasi tidak terlalu
tebal dikarenakan lateritisasi belum berkembang, masih banyak
bedrcok yang segar tersingkap di bagian punggungan dekat lereng.
Area yang memiliki ketebalan zona saprolit yang tebal, diperkirakan
intensitas struktur rekahan daerah ini sangat banyak.

Pembagian zona dan karakteristik endapan laterit daerah wailukum dapat


dapat diringkas menjadi Gambar 14 dibawah in.

11
Gambar 14. Profil laterit daerah blok Wailukum

4. KESIMPULAN

1. Batuan ultramafik pembawa Ni ada 3 jenis batuan, yaitu satuan dunit,


satuan peridotit dan satuan serpentinite.
2. Zona limonit dibagi menjadi dua subpopulasi yaitu tipe-1 dan tipe-2.
Limonit tipe-1 (Red limonit), memiliki kandungan Fe2O3 berkisar 28,56%
- 63,65%, Co berkisar 0,03% - 0,20%, dan SiO2 berkisar 8.82% - 44.21%.
Limonit tipe-2 (Yellow limonit), memiliki kandungan Fe2O3 berkisar
17,80% - 69,69%, Co berkisar 0,03% - 0,53%, dan SiO2 berkisar 6.51% -
57.44%.
3. Zona Saprolit dibagi menjadi dua. Pertaman zona saprolite non-ore bagian
utara memliliki kandungan Ni berkisar 0.09% - 0.36%, Fe2O3 berkisar
6,26% - 14,53%, MgO berkisar 9,78 - 39,82, dan SiO 2 berkisar 35,63% -
49,49%. Kedua Zona saprolite ore memliliki kandungan Ni berkisar 0,20%
- 3,38%, Fe2O3 berkisar 6,12% - 26,11%, MgO berkisar 14,98% - 39,29%,
dan SiO2 berkisar 34,85% - 47,41%.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

 Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Pak Andi Kurniawan


(Ketua Tim Eksplorasi) serta Pak Singgi dan Pak Hendrata selaku (Wakil
Ketua Tim Eksplorasi) Unit Geomin PT. Aneka Tambang Tbk. site
Halmahera.

12
 Kepada teman-teman diskusi S2 Program Magister Pertambangan UPN
“Veteran” Yogyakarta.

6. DAFTAR PUSTAKA

Laporan Eksplorasi 2018, PT. Aneka Tambang unit Geomin. LTMP Nikel Antam
2018. Unpublished.
Kadarusman, 2009. Karakteristik batuan asal endapan nikel laterit Pomala.
Ahmad, W. 2006. Fundamental of Nickel Laterite. INCO. Unpublished.
Kurniadi A. Dkk, 2017. Karakteristik batuan asal pembentukan endapan nikel
laterit di daerah Madang dan Serakaman Tengah, Paper Universitas
Padjadjaran.
Boldt., 1967. Genesa Bahan Galian Bijih Nikel Laterit. Indonesian Association of
Geologist. Bandung.
Hamilton, W., 1979. Tectonics of The Indonesian Region. Geological Survey
Proffesional Paper 1078. Washington.
Apandi, T. dan Sudana, D. 1980. Peta Geologi Lembar Ternate, Maluku Utara.
Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

13

Anda mungkin juga menyukai