Anda di halaman 1dari 33

Karya Referat

Analisis Geostatistik Metode Kriging Unsur


Tanah Jarang Pada Endapan Laterit
Oleh:
Ghiffary Riza Ramadhan
17/413636/TK/46076

Dosen Pembimbing:
Dr. rer. nat. Arifudin Idrus, S.T., M.T.
Outline

Estimasi
Unsur Tanah Analisis Sumberdaya UTJ Kesimpulan &
Pendahuluan Endapan Laterit
Jarang Geostatistik dengan Metode Daftar Pustaka
Kriging
Pendahuluan
Latar Belakang

Perkembangan teknologi menuntut kebutuhan Unsur Tanah


1 Jarang (UTJ) yang semakin meningkat

2 Indonesia kaya akan sumberdaya dan berada di iklim tropis

Diperlukan pemodelan yang akurat dalam menentukan estimasi


3 sumberdaya guna tepat dalam perencanaan tambang
Maksud dan Tujuan
• Maksud: Untuk melaksanakan studi literatur mengenai analisis geostatistik metode
kriging terhadap kelimpahan unsur tanah jarang pada endapan laterit.
• Tujuan:
1. Memahami proses pengayaan unsur tanah jarang pada endapan laterit
2. Memahami analisis geostatistik metode kriging dalam estimasi unsur tanah jarang pada
endapan laterit
Unsur Tanah Jarang
Unsur Tanah Jarang
• Unsur tanah jarang (UTJ) sesuai namanya merupakan unsur yang sangat langka atau keterdapatannya
sangat sedikit di alam. Terdapat 17 unsur tanah jarang, 15 diantaranya dalam kelompok kimia disebut
dengan lanthanides, ditambah yttrium dan scandium. Kelompok lanthanides terdiri atas unsur lan
• Tanah jarang berlimpah di kerak bumi, beberapa bahkan lebih banyak daripada tembaga, timah, emas, dan
platinum. Sementara sisanya lebih banyak daripada banyak mineral lain, sebagian besar UTJ tidak cukup
terkonsentrasi untuk membuatnya mudah dieksploitasi secara ekonomis (Humphries, 2013).
Pembagian UTJ

Berdasarkan variasi radius ion dan susunan elektron, UTJ dibagi menjadi dua sub-kelompok:
• Unsur tanah jarang ringan, atau sub-kelompok cerium yang meliputi lanthanum hingga europium
• Unsur tanah jarang berat, atau sub-kelompok yttrium yang meliputi gadolinium hingga lutetium dan yttrium
Pembentukan UTJ
• Sebagian unsur tanah jarang terkandung dalam mineral pembentuk
batuan (rock-forming minerals) tempat dimana mereka menggantikan
ion utama dari suatu mineral. Konsentrasi yang tinggi diperlukan untuk
membentuk mineral sendiri (Möller, 1986).
Pembentukan UTJ
• Lingkungan tempat UTJ diperkaya secara luas dapat dibagi menjadi dua kategori: endapan primer yang
terkait dengan proses beku dan hidrotermal; dan endapan sekunder terkonsentrasi oleh proses sedimentasi
dan pelapukan.
• Endapan Primer
 Endapan berasosiasi dengan Carbonatite
Karbonatit adalah batuan beku yang mengandung lebih dari 50% mineral karbonat yang diperkirakan asalnya
berasal dari magma kaya akan karbondioksida dan miskin akan silika dari mantel atas. Karbonatit sering berasosiasi
dengan provinces dari batuan beku alkalin dan umumnya muncul pada stable craton.
UTJ dalam carbonatites hampir seluruhnya UTJ ringan (LREE) yang muncul pada mineral seperti bastnäsite,
allanite, apatite dan monazite (Gupta dan Krishnamurthy, 2005). Mineral REE umumnya berkembang pada tahap
akhir penempatan karbonatit. Ini membuat sulit dalam menentukan apakah mineral diendapkan langsung dari magma
carbonatite atau dari cairan hidrotermal (Wall and Mariano, 1996).
Pembentukan UTJ
 Endapan berasosiasi dengan batuan beku alkali
Batuan alkali terbentuk dari magma yang diperkaya dengan alkali sehingga mengendapkan mineral
yang mengandung natrium dan kalium (seperti feldspathoids, alkali pyroxenes, dan amphiboles). Batuan
alkali dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai peralkalin jika mereka memiliki proporsi molekul yang
lebih tinggi dari gabungan natrium dan kalium dibandingkan aluminium. Batuan peralkalin yang penting
biasanya ditandai dengan pengayaan ekstrim dalam logam alkali (natrium, kalium), elemen kekuatan
medan tinggi (HFSE) seperti zirkonium, titanium, yttrium, niobium dan UTJ. Endapan UTJ yang
berasosiasi dengan batuan peralkalin biasanya relatif berkadar rendah, meskipun mereka umumnya
diperkaya dalam itrium dan UTJ berat (HREE) (Castor dan Hedrick, 2006).
Pembentukan UTJ
• Endapan Sekunder
 Endapan Placer
Endapan placer adalah hasil dari konsentrasi mineral yang berat dan resisten yang tertransport dan
terendapkan bersamaan dengan pasir dan kerikil oleh sungai dan/atau pantai. Mineral detrital ini berasal dari
berbagai sumber dan seringkali termasuk mineral yang kaya akan titanium, zirkonium, dan unsur tanah jarang
 Endapan Laterit
Laterit adalah endapan residu in situ yang berasal dari pelapukan yang berkepanjangan dan mengarah pada
penguraian mineral, pencucian unsur-unsur tertentu (mis. Kalsium dan magnesium) dan pengayaan residu unsur-
unsur yang immobile (mis. Besi dan aluminium). Dalam kondisi tertentu dan di mana batuan induk diperkaya oleh
UTJ, seperti dalam carbonatites, UTJ dapat diperkaya untuk membentuk deposit yang ekonomis.
Kegunaan UTJ
• Neomagnet
• Nuklir
• Penguat baja
• Bahan katalis
• Komponen perangkat elektronik
• Dll.
Endapan Laterit
Endapan Laterit
• Laterit merupakan produk dari hasil pelapukan yang terjadi dalam kondisi
lembab, hangat dan terjadi di daerah tropis yang dicirikan oleh melimpahnya
unsur besi dan aluminium (Robb, 2005).
• Pelapukan merupakan proses rusaknya material-material batuan yang dekat
permukaan bumi dan membentuk produk yang baru (Ollier, 1969).
• Proses laterisasi berawal dari infiltrasi air hujan yang bersifat asam yang
masuk ke dalam zona retakan, kemudian melarutkan mineral - mineral yang
mudah larut pada batuan dasar. Mineral dengan berat jenis yang tinggi akan
tertinggal di permukaan membentuk pengkayaan residual, sedangkan mineral
yang mudah larut akan turun ke bawah membentuk zona akumulasi dengan
pengkayaan supergene.
Profil Endapan Laterit
• Golightly (1979) dan Elias (2003), secara umum membagi profil
laterit menjadi 4 zonasi, lapisan tanah penutup atau top soil,
lapisan limonit, transisi, lapisan saprolit, dan bedrock (batuan
dasar).
• Lapisan Tanah: Lapisan tanah penutup biasa disebut iron
capping. Material lapisan berukuran lempung, berwarna coklat
kemerahan dan biasanya terdapat juga sisa-sisa tumbuhan.
Pengkayaan Fe terjadi pada zona ini karena terdiri dari konkresi
Fe-Oksida yaitu mineral hematite dan goethite dengan
kandungan nikel relatif rendah.
• Limonit: Merupakan lapisan berwarna coklat muda, ukuran
butir lempung sampai pasir, tekstur batuan asal mulai dapat
diamati walaupun masih sangat sulit. Zona ini didominasi oleh
mineral goethit, disamping itu juga terdapat magnetit, hematit,
kromit, serta kuarsa sekunder.
Profil Endapan Laterit
• Transisi: Lapisan ini merupakan zona peralihan antara
limonit bagian bawah dan saprolit bagian atas.
Mengandung mineral smectit (nontronite). Tekstur batuan
induk (protolith) masih terlihat. Ukuran butir cenderung
lempung dan impermeable.
• Saprolit: Merupakan lapisan dari batuan dasar yang sudah
lapuk, berupa bongkah-bongkah lunak berwarna coklat
kekuningan sampai kehijauan. Struktur dan tekstur batuan
asal masih terlihat.
• Bedrock: Merupakan bagian terbawah dari profil laterit,
berwarna hitam kehijauan, terdiri dari bongkah – bongkah
batuan dasar dan secara umum sudah tidak mengandung
mineral ekonomis. Kadar mineral mendekati atau sama
dengan batuan asal.
Faktor Pengontrol
• Topologi dan Morfologi
• Batuan Dasar
• Air Tanah
• Iklim
• Struktur Geologi
• Vegetasi
Analisis Geostatistik
Data Spasial
• Data spasial merupakan data yang disajikan dalam posisi
geografis dari suatu obyek, berkaitan dengan lokasi, bentuk
dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi.
• Pada ilmu geologi, data terletak pada 3 dimensi, yaitu
terletak pada koordinat x (absis), y (ordinat) dan z
(elevasi/ketinggian). Dalam hal ini, u merupakan suatu lokasi
spasial, yang selanjutnya disebut dengan titik, dan Z(u) pada
lokasi spasial u berupa nilai acak dari lokasi spasial u.
• Menurut Cressie (1993) dalam pernyataannya disebutkan
bahwa berdasarkan jenis data, terdapat 3 tipe mendasar
data spasial yaitu data geostatistik (geostatistical data), data
area (lattice area), dan pola titik (point pattern).
Data Geostatistik
• Prinsip dasar geostatistika adalah bahwa area yang saling berdekatan
cenderung memiliki bobot nilai yang tidak jauh berbeda jika dibandingkan
dengan area yang tidak berdekatan (berjauhan).
• Data geostatistik mengarah pada data sampel yang berupa titik, baik
beraturan (regular) atau tak beraturan (irregular) dari suatu distribusi spasial
kontinu (Cressie, 1993).
Data Area
• Data area (lattice data) terdiri dari dua bentuk, yaitu berupa unit regular dan unit irregular
yang didukung pula oleh informasi lingkungan dan dihubungkan dengan batas-batas tertentu.
• Data area sendiri berhubungan dengan wilayah spasial, merupakan kumpulan data atribut
diskrit yang merupakan hasil pengukuran pada wilayah tertentu (Cressie, 1993).
• Data area merupakan sebuah konsep dari garis tepi dan persekitaran (neighbor) yang dapat
diilustrasikan sebagai berikut
Data Titik
• Pola titik (point pattern) adalah pola yang muncul dari variabel yang dianalisis
pada lokasi kejadian (Cressie, 1993).
• Berfungsi untuk mengetahui hubungan ketergantungan antar titik. Maksudnya
adalah untuk mengetahui apakah lokasi titik-titik yang menjadi objek penelitian
membentuk kluster atau regular, sehingga dapat dilihat apakah terjadi
ketergantungan antar titik atau tidak.
Stasioneritas
• Dalam analisis data geostatistika stasioneritas dibagi menjadi tiga yaitu
strictly stationarity, second order stationarity, dan intrinsic stationarity.
(Cressie, 1993)
• Strictly Stationary: Variabel random Z(u) dikatakan strict stationarity jika
fungsi distribusi (kumulatif) dari (z(u1), z(u2), …, z(ut)) dan (z(u1+h), z(u2+h),
…, z(ut+h)) sama untuk sebarang nilai h, dengan h merupakan suatu
konstanta dan t adalah pengamatan.
Stasioneritas
• Second Order Stationery: Pada Second Order Stationerity, diasumsikan bahwa E(Z(u)) = m. Berarti nilai
ekspektasi akan konstan untuk semua lokasi u, sehingga akan mengakibatkan E(Z(u)) = E(Z(u+h) dan
kovariansi hanya bergantung pada jarak h dan tidak bergantung pada lokasi u.

Untuk h = 0
Stasioneritas
• Intrinsic Stationery: Suatu variabel random dikatakan Intrinsic Stationerity apabila memenuhi persamaan
berikut:

• Dengan menggunakan asumsi second order stationerity, dan intrinsic stationerity yang diasumsikan, maka
dapat dituliskan hubungan antara variogram, dengan simbol 2γ, dan kovariansinya sebagai berikut:

Dari penjabaran di samping diperoleh hubungan semivariogram,


dengan simbol γ, dan kovariansinya adalah sebagai berikut

karena
maka diperoleh
Korelasi Spasial
• Korelasi mencerminkan hubungan antara satu data dengan data lain. Sedangkan
autokorelasi adalah korelasi diri. Ada 2 macam fungsi autokorelasi yakni correlogram dan
semivariogram.
• Correlogram merupakan korelasi antara dua variabel random yang dipisahkan oleh suatu
jarak tertentu.
• Semivariogram adalah perangkat untuk visualisasi, pemodelan dan eksploitasi
autokorelasi spasial dari variabel teregionalisasi. Semivariogram dipakai untuk
menentukan jarak dimana nilai-nilai data pengamatan menjadi saling tidak tergantung
atau tidak ada korelasinya.
Variogram & Semivariogram Eksperimental
• Variogram merupakan grafik variansi terhadap jarak • Dengan (h) merupakan banyaknya pasangan data
(lag). Hipotesa yang digunakan untuk menentukan untuk jarak. Tingkah laku variogram yang penting
variogram berdasarkan pada sifat intrinsic diamati adalah sebagai berikut:
stationarity taksiran variogram eksperimental • Nilai variogram disekitar titik awal mencerminkan
adalah pada jarak h adalah: kontinuitas lokal dan variabilitas dari data random
yang ada. Bila nilai variogram pada h = 0 tidak
bernilai 0 maka dapat dikatakan bahwa variogram
mempunyai efek nugget. Nugget mencerminkan
adanya data skala kecil yang tidak dikorelasikan.
• (Cressie, 1993) Sedangkan semivariogram adalah setengah dari • Sill adalah nilai semivariogram pada saat tidak terjadi
kuantitas (h). Semivariogram dapat digunakan untuk mengukur peningkatan yang signifikan (saat semivariogram
korelasi spasial berupa variansi beda pengamatan pada lokasi 𝑠 + cenderung mencapai nilai yang stabil). Nilai ini sama
h dan 𝑠. dengan nilai variansi dari data tersebut.
• Partial sill adalah nilai selisih antara sill dan efek
• Taksiran semivariogram eksperimental pada jarak h, dapat nugget.
dituliskan sebagai berikut: • Range merupakan jarak (h) dimana nilai mencapai
sill.
Variogram & Semivariogram Teoritis
• Variogram teoritis mempunyai bentuk kurva yang paling 2. Model Eksponensial (Exponential Model)
mendekati variogram eksperimental. Sehingga, untuk Pada model eksponensial terjadi peningkatan dalam
keperluan analisis lebih lanjut variogram eksperimental harus semivariogram yang sangat curam dan mencapai nilai sill secara
diganti dengan variogram teoritis. Terdapat beberapa jenis asimtotik, dirumuskan sebagai berikut:
variogram teoritis yang sering digunakan, yaitu:
1. Model Bola (Spherical Model)
Bentuk variogram ini diumuskan sebagai berikut 3. Model Gauss (Gaussian Model)
Model Gauss merupakan bentuk kuadrat dari eksponensial
sehingga menghasilkan bentuk parabolik pada jarak yang dekat.
Model Gauss dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
a. h adalah jarak lokasi antar sampel
b. C adalah sill, yaitu nilai variogram untuk jarak pada saat
besarnya konstan. Nilai ini sama dengan nilai variansi data.
c. 𝑎 adalah range, yaitu jarak pada saat nilai variogram
mencapai sill.
Kriging
• Secara umum, kriging merupakan suatu metode untuk menganalisis data geostatistik untuk menginterpolasi suatu nilai
kandungan mineral berdasarkan data sampel. Data sampel pada ilmu kebumian biasanya diambil di tempat-tempat yang
tidak beraturan.
• Dengan kata lain, metode ini digunakan untuk mengestimasi besarnya nilai karakteristik Ẑ pada titik tidak tersampel
berdasarkan informasi dari karakteristik titik-titik tersampel yang berada di sekitarnya dengan mempertimbangkan
korelasi spasial yang ada dalam data tersebut.
• Estimator kriging Ẑ(u) dapat dituliskan sebagai berikut (Bohling, 2005)
u, uα : vektor lokasi untuk estimasi dan salah satu dari data
yang berdekatan, dinyatakan sebagai α
m(u) : nilai ekspektasi dari Z(u)
m(uα) : nilai ekspektasi dari Z(uα)
λα(u) : Nilai Z(uα) untuk estimasi lokasi u. nilai Z(uα) yang
sama akan memiliki nilai yang berbeda untuk estimasi
pada lokasi berbeda
n : banyaknya data sampel yang digunakan untuk estimasi.
Ordinary Kriging
• Ordinary kriging (OK) adalah metode kriging paling sederhana yang terdapat pada geostatistika. Pada metode ini,
memiliki asumsi bahwa rata-rata (mean) tidak diketahui dan bernilai konstan. Pada ordinary kriging, m(u) merupakan
mean dari Z(u) yaitu m(u)=E(Z(u))=µ
• Pada Cressie (1993) dijelaskan bahwa ordinary kriging berhubungan dengan prediksi spasial dengan dua asumsi:

Asumsi Model:

Asumsi Prediksi:

dengan
δ(u): nilai error pada Z(u)
n : banyaknya data sampel yang digunakan untuk estimasi
Ordinary Kriging
• Ordinary kriging (OK) adalah metode kriging paling sederhana yang terdapat pada geostatistika. Pada metode ini,
memiliki asumsi bahwa rata-rata (mean) tidak diketahui dan bernilai konstan. Pada ordinary kriging, m(u) merupakan
mean dari Z(u) yaitu m(u)=E(Z(u))=µ
• Pada Cressie (1993) dijelaskan bahwa ordinary kriging berhubungan dengan prediksi spasial dengan dua asumsi:

Asumsi Model:

Asumsi Prediksi:

dengan
δ(u): nilai error pada Z(u)
n : banyaknya data sampel yang digunakan untuk estimasi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai