Anda di halaman 1dari 23

PROFIL ENDAPAN NIKEL LATERIT POMALAA

Hashari Kamaruddin1, Riko Ardiansyah I.K.1,


Mega F. Rosana2, Nana Sulaksana2, Euis Tintin Y.2.
1 PT. Aneka Tambang Tbk., Pasca Sarjana Teknik Geologi Universitas Padjajaran;
e-mail:hashari.kamaruddin@antam.com; riko.kusuma@antam.com
2 Pasca Sarjana Teknik Geologi Universitas Padjajaran;
e-mail:mega.fatimah.rosana@unpad.ac.id; n.sulaksana@unpad.ac.id;
etintiny@yahoo.com

SARI

Geologi daerah Pomalaa merupakan bagian dari batuan ultramafik Ofiolit Sulawesi
Timur di lengan tenggara Sulawesi. Endapan laterit nikel Pomalaa terbentuk dari
pelapukan batuan asal ultramafik yang didominasi oleh harzburgit yang
terserpentinisasi dan memiliki ciri-ciri tipe endapan laterit nikel Hydrous Mg Silicate.
Lateritisasi terbentuk pada morfologi perbukitan bergelombang rendah dengan sudut
kelerengan berkisar 10-25°. Proses lateritisasi berlangsung dengan baik terutama
pada topografi yang cenderung lebih landai, yaitu 10-15 °, yang memungkinkan
terbentuknya lateritisasi yang cukup dalam dengan zona saprolit yang tebal.
Zonasi profil laterit secara spasial dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu: Blok
Utara, Blok Tengah dan Blok Selatan. Perbedaan profil di ketiga blok tersebut turut
dipengaruhi oleh proses pengayaan (enrichment) Ni yang dialami. Di Blok Utara
pengayaan Ni terjadi tepat di bawah batas tengah muka air tanah sedangkan di Blok
Tengah dan Selatan pengayaan Ni terbentuk 2-3 meter di bawah garis tersebut atau
mendekati batas terbawah muka air tanah. Penciri utama yang membedakan Blok
Selatan dengan laterit Pomalaa Blok Utara dan Tengah, adalah kelimpahan boulder-
boulder dengan ukuran mencapai lebih dari 2 meter pada zona saprolit.

Kata kunci: Pomalaa, Laterit, Nikel, Profil, Zonasi.

ABSTRACT
The geology of Pomalaa is a part of the ultramafic rocks of East Sulawesi Ophiolite in
Southeast arm of Sulawesi. The deposit was developed by weathering of ultramafic
rocks which is dominated by serpentinized harzburgite as the source rock and exhibit
the characteristics of Hydrous Mg Silicate nickel laterite deposit.. Lateritization is found
on the morphology of rolling hills with a slope angle 10-25 °. The laterite formation are
takes place on gentle topographic rather than the steep one, the gentle slope allows
the formation of deep laterite profile that likely will developed thicker saprolite zones.
The laterite profile classified into 3 (three) blocks, namely: North Block, Central Block
and South Block. It was influenced by thedifferential enrichment process of Ni in each
block. In North Blocks the Ni enrichment formed just below the middle boundary of the
groundwater level while in the Central and South Blocks the Ni enrichment were
formed 2-3 meters below the line or near the bottom of the groundwater level. The
main identifier that distinguishes the Southern Block with the North and Central
Pomalaa Blocks, is the boulders abundance of more than 2 meters in the saprolite
zone.

Keywords: Pomalaa, Laterite,Nickel, Profile, Zonation.


PENDAHULUAN sumberdaya dan cadangan laterit nikel
Publikasi ilmiah tentang endapan laterit di Pomalaa (Indrakusumah dkk., 2015).
nikel di Sulawesi didominasi oleh hasil Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk
penelitian endapan nikel di daerah mengetahui zonasi laterit endapan nikel
Soroako setidaknya sejak akhir 70-an Pomalaa baik secara lateral maupun
(Golightly dkk., 1979) hingga akhir-akhir vertikal. Letak geografis daerah
ini (Ilyas dkk. 2012 & 2016; Sufriadin Pomalaa merupakan daerah tropis
dkk. (2011-2012). Penelitian yang berada di lengan tenggara Sulawesi
dilakukan, secara berurutan terletak di dekat garis khatulistiwa pada
menguraikan tentang profil laterite nikel garis lintang 3O30’ - 4O30’ Lintang
Soroako, karakterisasi distribusi Ni Selatan dan 120O - 122O Bujur Timur.
berdasarkan analisis geostatistik, Secara administratif daerah Pomalaa
topografi dan airtanah-purba, termasuk ke dalam wilayah Kabupaten
pemodelan distribusi kadar bijih nikel Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara
terutama mengacu kepada karaketrisasi yang terletak di sebelah barat Kendari,
geomorfologi, mineralogi dan kimiawi ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara
bijih saprolit dan implikasinya terhadap dengan jarak sekitar 200 km (Gambar
pengolahan bijih. 1).
Penelitian endapan laterit nikel ini Daerah tersebut secara geologi masuk
dilakukan di wilayah IUP PT. ANTAM, ke dalam kompleks ofiolit di Lengan
Tbk. (ANTAM). Meskipun merupakan Tenggara Sulawesi yang merupakan
salah satu endapan laterit nikel yang bagian dari Ofiolit Sulawesi Timur. Ofiolit
telah lama diketahui keberadaannya, sendiri yang berasal dari bahasa
belum terdapat hasil penelitian yang Yunani, merupakan terminologi yang
menuliskan secara keseluruhan tentang telah lama digunakan pada batuan
zonasi dan profil endapan laterit nikel ultramafik. Pada awalnya ofiolit (ophi =
Pomalaa. Publikasi ilmiah terkini ular) digunakan untuk batuan serpentinit
menguraikan tentang update yang menunjukkan kilap menyerupai
sisik kulit ular. Kemudian secara lebih

Gambar 1. Geologi regional, lokasi dan kesampaian daerah Pomalaa.


spesifik digunakan untuk batuan sejumlah contoh singkapan untuk
ultramafik terserpentinisasi sebelum analisis petrogafi dan mineragrafi serta
akhirnya digunakan sebagai terminologi geokimia. Hasil pemetaan kemudian
asosiasi kerabat batuan mafik, dikompilasi dengan data-data pemboran
ultramafik dan sedimen laut dalam untuk mengetahui kemenerusan zonasi
(pelagic sediments) yang didominasi laterit secara vertikal.
ultramafik dengan dominasi utama Analisis petrografi dan mineragrafi
selalu berupa peridotit (serpentin) menggunakan mikroskop optik
bersama subordinat gabro, diabas atau dilakukan untuk mengidentifikasi
norit maupun batuan-batuan yang komposisi mineral penyusun serta
berhubungan lainnya (Waheed, 2008; ubahan yang dialami oleh batuan dasar
Leeuwen & Pieters, 2011; Martosuwiryo, di Pomalaa akibat latertisasi. Analisis
2012, Surono, 2013).. dilakukan di Laboratorium Fisik Unit
Penelitian mengenai pembentukan Geomin, ANTAM menggunakan
endapan nikel laterit telah banyak mikroskop polarisasi Nikon tipe
dilakukan diantaranya oleh Golightly ECLIPSE LV.100.POL. Analisa
(1981); Brand dkk. (1998); Freysinnet geokimia data pemboran menggunakan
dkk. (2005), Waheed (2008), Thorne data hasil eksplorasi ANTAM yang
dkk. (2012); dan Butt & Cluzel (2013). dilakukan dengan metode XRF dan ICP-
Endapan nikel laterit didefinisikan OES.
sebagai sisa tanah/residu dari hasil
proses pelapukan panjang, melalui GEOLOGI
proses pelapukan kimiawi dan
pengayaan supergen, utamanya dari Fisiografi.
batuan ultramafik di bawah kondisi suhu
yang cukup panas dan curah hujan yang Pulau Sulawesi terdiri dari empat
cukup tinggi dan dikontrol oleh semenanjung sempit yang terdiri atas
pergerakan fluktuatif muka air tanah lengan-lengan, leher dan batang yang
pada saat pembentukannya. Pencucian dikelilingi oleh teluk dalam dan marginal
unsur bergerak/mobile dalam batuan cekungan laut marginal. Lengan-lengan
ultramafik seperti silika dan magnesium tersebut terdiri dari lengan selatan,
menyebabkan konsentrasi sisa/residu lengan utara, lengan timur dan lengan
pada unsur tidak bergerak/immobile tenggara. Pada bagian leher dan batang
seperti besi, nikel dan kobalt. merupakan kemenerusan dari lengan
Hasil penelitian ini diharapkan akan utara yang membelok tajam ~ 90o ke
menjelaskan profil dan zonasi endapan arah selatan (leher) melewati bagian
laterit nikel Pomalaa baik secara lateral tengah (batang) yang menghubungkan
maupun vertikal, sehingga dapat dan menjadi titik pertemuan ketiga
menjadi acuan dalam mengembangkan lengan lainnya. Sebagian besar wilayah
penelitian dan pemanfaatan endapan Sulawesi merupakan pegunungan
laterit nikel di Pomalaa khususnya dan dengan ketinggian di atas 500 m,
lengan tenggara Sulawesi. bahkan 20% dari luas total yang
memiliki ketinggian 1000 m terutama di
METODOLOGI Sulawesi Tengah dan bagian Utara
Lengan selatan. Puncak tertinggi
Penelitian dilakukan dengan melakukan terdapat pada gunung non-vulkanik
pemetaan dan pengamatan singkapan Gunung Latimojong yang memiliki
laterit, analisa petrografi dan mineragrafi puncak ketinggian 3450 m. Pada daerah
serta analisis geokimia. dataran rendah terdapat di bagian
Pemetaan dengan menggunakan GPS tengah lengan selatan-barat, dekat
bertujuan untuk memetakan sebaran Teluk Bone dan bagian selatan Lengan
zonasi laterit dan batuan dasar. Tenggara. Paling tidak terdapat 17
Pemetaan disertai pengambilan (tujuh belas) gunung berapi ada
dijumpai di Lengan Utara serta 1 (satu) Satuan morfologi pegunungan
gunung berapi lainnya di Teluk Tomini menempati bagian terluas di kawasan
(Gambar 2). Daerah Pomalaa sendiri ini, terdiri atas rangkaian pegunungan
terletak di Lengan Tenggara Pulau yang mempunyai ketinggian tertinggi
Sulawesi yang memiliki fisiografi dataran hingga 2790 mdpl di Gunung
rendah. Simanjuntak dkk. (1993) Mekongga. Satuan morfologi ini
selanjutnya membagi morfologi Lengan mempunyai topografi yang kasar
Tenggara Sulawesi ke dalam 5 (lima ) dengan kemiringan lereng tinggi dan
satuan morfologi, yaitu morfologi mempunyai pola yang hampir sejajar
pegunungan, morfologi perbukitan berarah barat laut–tenggara sejajar
tinggi, morfologi perbukitan rendah, dengan pola struktur sesar regional di
morfologi pedataran dan morfologi karst. kawasan ini sebagai cerminan bentuk
morfologi erat hubungannya dengan
Morfologi pegunungan. sesar regional. Satuan pegunungan
terutama dibentuk oleh batuan malihan

Gambar 2. Klasifikasi morfologi lengan tenggara Sulawesi.


dan setempat oleh batuan ofiolit. cekungan marjinal, fragmen benua dan
Pegunungan yang dibentuk oleh batuan ophiolit yang tercampur oleh pengaturan
malihan, memiliki rangkaian punggung batas lempeng yang berulang di
gunung rendah yang seolah terputus Indonesia bagian Timur (Gambar 3).
tidak menerus dengan lereng yang tidak Konvergensi lempeng Indo-Australia
rata walaupun bersudut tajam. dari baratdaya sebagian besar telah
Sementara itu, pegunungan yang diserap sepanjang sistem parit busur
disusun oleh batuan ofiolit mempunyai Sunda, sedangkan konvergensi
punggung gunung yang panjang dan lempeng Pasifik dari timur telah
lurus dengan lereng relatif lebih rata, berkembang oleh pergerakan
serta kemiringan yang tajam. sekuensial di sepanjang deretan zona
subduksi dan pusat penyebaran yang
a. Morfologi perbukitan tinggi berumur pendek membentuk kompleks
Morfologi perbukitan tinggi menempati pertemuan antar lempeng di wilayah ini.
bagian selatan Lengan Tenggara, Terletak di bagian paling barat wilayah
terutama di selatan Kendari. Satuan ini Indonesia bagian Timur, Sulawesi
terdiri atas bukit-bukit yang mencapai memiliki bentuk yang khas menyerupai
ketinggian 500 mdpl dengan morfologi huruf “K” terdiri atas empat
kasar. Batuan penyusun morfologi ini semenanjung yang disebut “lengan-
berupa batuan sediman klastika lengan” yang terpisahkan oleh teluk
Mesozoikum dan Tersier. yang dalam dan bergabung di bagian
tengah Sulawesi. Bentuk menyerupai
b. Morfologi perbukitan rendah huruf-K tersebut diyakini merupakan
Morfologi perbukitan rendah melampar bentukan hasil tumbukan dan akresi
luas di Utara Kendari dan ujung selatan mikroblok yang berasal dari timur
Lengan Tenggara Sulawesi. Satuan ini dengan tepi Eurasian yang
terdiri atas bukit kecil dan rendah mengikutinya.
dengan morfologi yang bergelombang. Penelitian tentang latar tektonik dan
Batuan penyusun satuan ini terutama kaitannya dengan pembentukan sabuk
batuan sedimen klastika Mesozoikum ofiolit di Pulau Sulawesi telah banyak
dan Tersier disertai batuan ultramafik. dilakukan oleh sejumlah peneliti
diantaranya Hamilton, (1979); Silver
c. Morfologi pedataran dkk. (1983); Monnier dkk. (1995);
Morfologi dataran rendah dijumpai di Parkinson (1998); Kadarusman dkk.
bagian tengah ujung selatan Lengan (2004); Leeuwen & Pieters (2011);
Tenggara Sulawesi. Tepi selatan Martosuwiryo (2012). Secara umum
Dataran Wawotobi dan Dataran Pulau Sulawesi dapat dibagi menjadi
Sampara berbatasan langsung dengan empat provinsi geologi dan metalogeni
morfologi pegunungan. Penyebaran yaitu (i) provinsi Sulawesi Bagian Utara,
morfologi ini tampak sangat dipengaruhi (ii) Bagian Barat dan (iii) Bagian Timur
oleh sesar geser mengiri (Sesar Kolaka serta (iv) provinsi Banggai Sula.
dan Sistem Sesar Konawe).
Terletak relatif di bagian utara sebelah
barat dari lengan Tenggara, daerah
Pomalaa masuk ke dalam satuan
wilayah fisiografi perbukitan rendah.

Tektonik dan Geologi Regional.

Pertemuan antara tiga lempeng Indo-


Australia, Pasifik dan Asia menghasilkan
kumpulan kompleks kepulauan,
Gambar 3. Peta tektonik wilayah Indonesia bagian timur yang dipengaruhi oleh
tumbukan lempeng Indo-Australia, Pasifik dan Asia (dimodifikasi oleh Harris, 2003
dari Hamilton, 1979).
Provinsi Bagian Utara dan Bagian Barat Mesozoik, busur vulkanik Kapur Akhir-
Sulawesi dianggap sebagai sebuah unit Eosen Tengah, sekuen non-vulkanik
stratigrafi-tektonik atau lithotektonik batuan karbonat Eosen Atas - Miosen
yang disebut Busur Vulkano-Plutonik Bawah dan busur vulkanik Miosen -
Sulawesi Barat, sedangkan provinsi Kuarter. Fase Neogen vulkanik tersebar
Sulawesi Bagian Timur umumnya dibagi di bagian barat Sulawesi.
2 (dua) menjadi Sabuk Metamorfik (ii). Sabuk Metamorfik Sulawesi Tengah
Sulawesi Tengah dan Sabuk Ofiolit merupakan sabuk batuan metamorfik
Sulawesi bagian Timur; sedangkan yang berkembang di Sulawesi bagian
provinsi Banggai-Sula yang juga Tengah dan bagian Lengan tenggara.
meliputi Tukang Besi dan Buton juga Sabuk metamorfik tersebut terdiri atas
dikenal sebagai Allochtonous kumpulan facies metamorfik sekis hijau
Continental Terannes yang tidak dan sekis biru, dengan sekis biru
diklasifikasikan sebagai sebuah meningkat kelimpahannya ke arah
stratigrafi-lithotektonik sehingga Pulau barat. Tepi bagian barat sabuk ini
Sulawesi dari tinjauan stratigrafi-tektonik merupakan tempat kumpulan batuan
terbagi menjadi 3 (tiga) lithotektonik tekanan tinggi terpisahkan dari batuan-
(Gambar 4). batuan sekis temperatur-tinggi, gneis
Ketiga lithotektonik hadir di Pulau dan granitik.
Sulawesi berupa: (iii). Kompleks batuan ofiolit yang
(i). Busur Vulkano-Plutonik Sulawesi dikenal sebagai Ofiolit Sulawesi bagian
Barat merupakan material akresi pra- Timur - OST (Eastern Sulawesi
Kapur di bagian barat Sulawesi yang Ophiolite) berkembang di lengan bagian
kemudian berkembang menjadi busur timur dan menerus hingga lengan
vulkanik Neogen; Busur vulkanik terdiri bagian tenggara Sulawesi. Kompleks
atas kompleks batuan-dasar mid- tersebut didominasi oleh ofiolit bertubuh
besar yang telah terganggu dan (ii). Sebagai lapisan-lapisan terimbrikasi
mengalami peristiwa tektonik. mengikuti pola-pola umum struktur zona
melange subduksi.
OST terpisahkan secara geografi ke (iii). Berupa tubuh-tubuh kecil ultramafik
segmen bagian utara dan selatan. tidak beraturan dan terisolir yang
Segmen bagian utara muncul di lengan umumnya muncul secara terbatas yang
bagian timur Sulawesi dan mengandung memanjang mengikuti kemenerusan
ofiolit yang cukup lengkap meskipun regional berarah timurlaut seperti di
telah mengalami peristiwa tektonik. Sua-sua, Pao-pao dan Pomalaa
Pada segmen bagian selatan hanya (Gambar 5).
dijumpai pada kontak sesar dengan
batuan kristalin utamanya terdiri atas Batuan ultramafik di kompleks ofiolit
harzburgit dan harzburgit tersebut didominasi disusun oleh
terserpentinisasi. harzburgit, dunit, werlit, lherzolit,
Singkapan batuan ultramafik pada websterit, serpentinit dan piroksenit.
kelompok Lengan Timur dan Tenggara Batuan ultramafik pada ofiolit tersebut
Sulawesi hadir dalam tiga bentuk merupakan sumber yang baik untuk
(Leeuwen & Pieters, 2012), yaitu: pembentukan laterit sebagaimana yang
(i). Sebagai sebuah tubuh besar dengan dijumpai di Pomalaa. Batuan ultramafik
bentuk tidak beraturan yang mencapai di daerah Pomalaa didominasi oleh
ratusan kilometer. Yang terbesar adalah peridotit yang umumnya berupa
daerah-daerah danau masif yang harzburgit dan dunit yang sebagian
menutupi beberapa ratus kilometer telah mengalami serpentinisasi.
bujursangkar daerah ultramafik.

Gambar 4. Geologi Regional Pulau Sulawesi yang menunjukkan sebaran Ofiolit


Sulawesi Timur (Kadarusman dkk. 2004)
Gambar 5. Geologi regional Lengan Tenggara Sulawesi yang menunjukkan tubuh-tubuh kecil
ultramafik tidak beraturan dan terisolir yang muncul secara terbatas secara memanjang mengikuti
kemenerusan regional berarah timurlaut (Simanjuntak dkk. 1993).

Komposisi mineral penyusun batuan


peridotit didominasi oleh olivin, HASIL DAN PEMBAHASAN
klinopiroksen, orthopiroksen, kadang-
kadang disertai oleh kromit. Kandungan Geomorfologi
olivin pada harzburgit yang Geomorfologi pada daerah penelitian
terserpentinisasi tersebut merupakan dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian,
sumber yang baik untuk terbentuknya yaitu: (i) dataran aluvial; (ii) perbukitan
endapan laterit nikel. Hampir seluruh bergelombang rendah; (iii) perbukitan
litologi di daerah ini telah mengalami bergelombang tinggi.
lateritisasi dengan morfologi Dataran aluvial berkembang terutama di
bergelombang yang ikut dikontrol oleh sekitar Sungai Komoro yang mengalir ke
struktur-struktur geologi dengan struktur arah baratlaut dengan topografi yang
utama berupa sesar geser kiri berarah relatif datar menempati sekitar 10 %
umum N 305 oE yang merupakan bagian daerah penelitian. Sedangkan morfologi
dari Sesar Kolaka. perbukitan bergelombang rendah
menempati sebagian besar daerah
Secara umum disampaikan kondisi penelitian (~ 70 %) berupa perbukitan
geologi secara regional atau geologi kecil dengan kelerengan landai 10-25O.
lokasi penelitian yang berkaitan dengan Morfologi ini memanjang timurlaut-
topik tulisan (termasuk peta yang baratdaya dan dipotong oleh dataran
berkaitan). aluvial di sekitar Sungai Komoro pada
bagian tengah, serta mengelilingi
perbukitan bergelombang tinggi yang perbukitan bergelombang relatif datar
mengelompok di bagian tengah daerah daerah perbukitan bergelombang
penelitian. Perbukitan bergelombang dengan kelerengan berkisar 10-15O
tinggi tersebut menempati hampir 20% zona laterit berkembang lebih baik
daerah penelitian memiliki kelerengan (Gambar 6). Di zona perbukitan
yang terjal hingga 70O di beberapa bergelombang tinggi lateritisasi juga
tempat. tidak dapat berkembang dengan baik.
Bentukan morfologi daerah Pomalaa Bahkan di beberapa tempat dapat
turut mempengaruhi ketebalan dari zona dijumpai singkapan batuan dasar yang
laterit yang terbentuk. Pada dataran muncul ke permukaan. Namun
aluvial laterit tidak berkembang, hanya demikian, di dataran yang relatif landai
dijumpai erosi laterit yang tertransportasi pada zona perbukitan bergelombang
ke daerah tersebut. Pada bagian lereng tinggi tersebut masih dapat dijumpai
bukit morfologi perbukitan lateritisasi berkembang secara terbatas
bergelombang dengan kelerengan > 20O sebagaimana terlihat di bagian tengah
umumnya keterdapatan zona lateritnya daerah Pomalaa.
relatif tipis, akan tetapi pada bagian
Gambar 6. Penampang Morfologi Daerah Pomalaa di overlay dengan Kuantitas Tebal Zona Saprolit.

endapan laterit nikel Pomalaa relatif


Lateritisasi Nikel Pomalaa. dikendalikan oleh bentuk geomorfik area
Endapan laterit nikel Pomalaa secara setempat dimana pada kondisi lereng
keseluruhan memiliki 5 (lima) zonasi dengan gradien >25 %, tanah laterit
perlapisan. Dari atas ke bawah zonasi dijumpai relatif tipis, dengan kehadiran
tersebut terbagi menjadi: pedolit/tanah bedrock dipermukaan, sebaliknya pada
tutupan (top soil), limonitik, transisi, morfologi bergelombang landai,
saprolit dan batuan dasar. Namun zona perkembangan laterit berkembang
transisi hanya berkembang di bagian dengan baik.
utara Pomalaa berupa yellow limonite
yang terdapat diantara zona limonit (red 2. Zona limonit:
limonite) dan zona saprolit. Merupakan zona yang mengandung
pengayaan besi residual pada profil
laterit yang utamanya disusun oleh
1. Tanah penutup:
oksida besi terhidrasi (Gambar 7).
Disusun oleh material lepas berukuran
Materialnya sangat lunak dan
pasir-lempung yang umumnya berwarna
didominasi oleh mineral lempung.
coklat dengan kandungan organik yang
Bagian atas umumnya berwarna
tinggi dan oksida besi berupa nodul-
kehitaman dan mengandung hematit.
nodul Fe maupun tanah. Ketebalan
Nikel dapat terikat pada struktur
tanah tutupan berkisar 1-2 m dan
geothite bersama sejumlah unsur
umumnya tidak mengandung nikel yang
seperti alumunium, mangan dan
berarti. Variasi ketebalan laterit di
kromium. Hasil analisa geokimia

Gambar 7. Zona limonit endapan laterit Pomalaa yang tersingkap di permukaan dicirikan oleh dominasi
oksida besi terhidrasi yang memberikan ciri warna coklat kemerahan hingga kehitaman
menunjukkan zona ini memiliki kadar secara setempat pada bagian yang
nikel pada kisaran 0,4-1,2 % Ni dengan belum runtuh. Ketebalan zona transisi
ketebalan rata-rata 3-7 meter, namun berkisar antara 1-2 meter. Hasil analisa
pada beberapa tempat ketebalannnya geokimia menunjukkan kandungan nikel
mencapai ~ 24 meter. Ketebalan zona zona transisi berkisar antara 1,5-2 % Ni,
limonit berkisar ±2-7 m di blok Utara dan lebih tinggi dibandingkan zona red
Tengah sedangkan di blok Selatan limonite di atasnya.
dapat mencapai 25 m.
4. Zona Saprolit:
3. Zona transisi: Zona ini umumnya terdapat di bawah
Dijumpai secara setempat pada profil zona limonit atau di bawah zona transisi
laterit di bagian utara endapan nikel di blok utara laterit Pomala. Berwarna
laterit Pomalaa berupa yellow limonite. kekuningan hingga coklat kehijauan

Gambar 8. (A) Zona saprolit yang menunjukkan relict batuan dasarnya (rocky saprolit) dengan zonasi
rekahan yang telah terisi oleh garnierit dan silika; (B) vein-vein silika membentuk tekstur boxwork
mengisi rekahan-rekahan struktur batuan asalnya pada zona saprolit yang dijumpai di bagian Tengah
laterit Pomalaa, (C) zona saprolit dengan relict batuan asal dan rekahan-rekahan yang terisi oleh
krisopras dan garnierit; (D) Kenampakan silika (pada singkapan saling berpotongan membentuk tekstur
boxwork) yang ke arah luar seringkali berangsur berubah menjadi krisopras.

Pada bagian atas zona transisi terdapat dengan tekstur halus hingga kasar.
zona red limonite, sedangkan di bagian Disusun oleh butiran halus-kasar
bawahnya terdapat zona saprolit. (earthy saprolite) dengan relik mineral
Seacara megaskopis zona transisi penyusun batuan masih dapat teramati
didominasi oleh limonit berwarna kuning (rocky saprolite) tergantikan oleh
kemerahan yang mengandung mineral- mineral sekunder produk pelapukan,
mineral smektit, hematit dan silika. Relik vein garnierit dan vein silika dengan
tekstur batuan asal masih tersimpan tekstur boxwork berkembang dengan
baik yang memperlihatkan jejak struktur intensitas rekahan sangat tinggi
batuan asalnya (Gambar 8 A-C). berwarna abu kehijauan agak kusam,
Ketebalan berkisar 2-7 meter meski tekstur kasar-sedang, kompak, tersusun
secara setempat memiliki ketebalan oleh mineral olivin, piroksen serta layer
lebih dari 10 meter dengan kadar nikel halus mineral serpentin. Vein silika dan
umumnya berkisar 1,8 - 2,2 % Ni. Silica garnierit umumnya berkembang mengisi
boxwork tersebut tersusun menyerupai rekahan pada zona ini.
lembaran silang-siur saling berpotongan Pengamatan mikroskopis menunjukkan
yang membentuk rongga-rongga. Di bahwa harzburgit utamanya disusun
bagian terluar, umumnya silika oleh olivin disertai piroksen, baik klino
berangsur menjadi kehijauan piroksen maupun orthopiroksen
membentuk chrysoprase (Gambar 8 D). (Gambar 10 A-H). Sejumlah mineral
berat residual seperti kromit juga dapat
5. Zona Batuan Dasar: dijumpai (Gambar 10 C & D).
Secara umum zona ini menunjukkan Batuan harzburgit tersebut umumnya
intensitas rekahan yang tinggi. telah mengalami serpentinisasi dengan
Berwarna abu-abu kecoklatan, dengan intensitas yang berbeda. Serpentinisasi
tekstur batuan yang cenderung kasar umumnya dimulai dengan pengisian
disusun oleh olivin-piroksen dan rekahan antar butir olivin dengan
serpentin (Gambar 9). Bagian atas penggantian oleh serpentin sehingga
terdapat boulder peridotit yang telah membentuk mesh tekstur. Butiran olivin
mengalami pelapukan pada bagian tepi. juga secara perlahan mengalami
Rekahan-rekahan berbentuk tidak ubahan oleh serpentin berupa idingsit
teratur dan sebagian terisi berupa vein meskipun masih meninggalkan relik
oleh silika dan garnierit. Dari inti bor bentuk olivin. Pada klino-piroksen
diketahui kedalaman batuan dasar dari nampak belum mengalami
permukaan berkisar 30 meter. Secara serpentinisasi yang berarti (Gambar 10.
umum batuan dasar memperlihatkan A-B).

Gambar 9. Batuan dasar yang tersingkap di bagian Utara endapan laterit Pomalaa: (A) menunjukkan
batuan telah mengalami pelapukan kuat meski masih menunjukkan komponen batuan asalnya dengan
rekahan-rekahan yang terisi oleh silika; (B) menunjukkan batuan relatif tidak mengalami pelapukan dan
masih menunjukkan komposisi asli peridotit namun terselubungi oleh silika.
Lebih lanjut ubahan pada klinopiroksen dapat dijumpai di endapan nikel
juga diawali oleh penggantian pada Pomalaa (Gambar sebagaimana
rekahan bagian dalam yang sejajar. disebutkan di atas, yaitu: zona tanah
Serpentin dan brusit semakin intens penutup, zona limonit (red limonite),
mengisi rekahan. Tekstur bastit juga zona transisi, zona saprolit dan batuan
nampak terbentuk sebagai akaibat dari dasar (Gambar 11). Penciri utama Blok
ubahan. Seiring peningkatan intensitas Utara adalah kehadiran zona transisi
lateritisasi, magnetit pun mulai muncul berupa yellow limonite yang tidak
mengisi rekahan-rekahan yang terputus ditemukan pada profil laterit di blok
(Gambar 10 C-D). lainnya.
Pada intergrowth olivin dan piroksen
proses serpentinisasi juga lebih 2. Profil Laterit Blok Tengah.
dominan terjadi pada rekahan antar Pada zona laterit bagian tengah (Blok
mineral yang terkadang memotong Tengah) terdapat 4 (empat) zonasi profil
serpentin (Gambar 10. E-F). laterit, yaitu: zona tanah penutup, zona
Orthopiroksen yang muncul setempat, limonit, zona saprolit dan batuan dasar
umumnya lebih stabil dibandingkan (Gambar 12) tanpa kehadiran zona
olivin. Meskipun olivin telah mengalami transisi. Penciri utama Blok Tengah
serpentinisasi pada rekahan antar butir adalah vein-vein silika dengan tekstur
yang telah meluas dan juga butiran boxwork yang sangat mencolok
olivin telah mengalami ubahan, namun berkembang Blok Tengah di bandingkan
terlihat orthopiroksen belum mengalami blok utara maupun selatan.
serpentinisasi (Gambar 10. G-H).
3. Profil Laterit Blok Selatan.
Profil zonasi laterit Pomalaa. Sebagaimana di Blok Tengah, endapan
Secara fisik, endapan nikel laterit yang laterit Pomalaa di bagian Selatan (Blok
berkembang pada blok Tambang Utara, Selatan) terdapat 4 (empat) zonasi profil
Tambang Tengah dan Tambang Selatan laterit, yaitu: zona tanah penutup, zona
memperlihatkan ketebalan yang limonit, zona saprolit dan batuan dasar
bervariasi, berdasarkan kenampakan (Gambar 13) tanpa kehadiran zona
fisik, warna, tekstur dan mineralnya. transisi. Namun berbeda dengan Blok
Berdasarkan lokasi keterdapatan dan Tengah, silika boxwork tidak
karakteristik zonasi lateritnya, profil berkembang luas di Blok Selatan.
laterit endapan Pomalaa selanjutnya Adapun penciri utama yang
dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: Blok Utara, membedakan Blok Selatan dengan
Blok Tengah dan Blok Selatan. laterit Pomalaa Blok Utara dan Tengah,
adalah kelimpahan boulder-boulder
dengan ukuran mencapai lebih dari 2
1. Profil Laterit Blok Utara. meter pada zona saprolitnya.
Endapan laterit Pomalaa di bagian utara
(Blok Utara) memiliki profil laterit yang
memiliki kelima zona lateritisasi yang

A B
A B

C D

E F

G H

Gambar 10. Foto pengamatan mikroskop optik memotong (A-C-E-G) dan sejajar nikol (B-D-F-H)
batuan harzburgit yang dijumpai di Pomalaa. Keterangan lebih lanjut pada uraian teks.
Gambar 11. Profil zonasi laterit Blok Utara daerah Pomalaa.

Gambar 12. Profil zonasi laterit Blok Tengah daerah Pomalaa.


Gambar 13. Profil zonasi laterit Blok Selatan daerah Pomalaa.

Profil Geokimia. Blok Utara, Blok Tengah dan Blok


Profil geokimia endapan laterit Pomalaa Selatan.
merupakan cerminan dari suatu kondisi
bahwa perilaku/kecenderungan kimiawi 1. Profil Geokimia Blok Utara.
unsur ke arah dalam yang dipengaruhi Berdasarkan profil kimiawi batas zona
oleh proses lateritisasi. Perilaku tersebut Limonit dan Saprolit di Blok Utara
dipengaruhi oleh mobilitas kimiawi ditunjukkan oleh prosentase MgO yang
unsur-unsur pada profil laterit nikel yang meningkat tajam dari nilai rata-rata 2-4
diketahui dari tingkat di mana unsur % MgO pada zona limonit lalu
tertentu berpindah (removed) akibat meningkat tajam menjadi 7-8 %
aliran air. Perilaku yang terjadi selama kemudian stabil pada kisaran 20-24 %
proses lateritisasi berlangsung meliputi: MgO di zona saprolit (Gambar 14).
(i) pelindian (leaching) terutama Komposisi SiO2 di bagian atas
terhadap MgO, SiO2 dan Ca; (ii) proses menunjukkan fluktuasi kadar rata-rata
pengayaan (supergene) terutama yang relatif stabil pada kisaran 14-18 %
terhadap unsur Ni, Mn dan Co; (iii) serta SiO2 pada zona limonit, lalu meningkat
residual unsur yang terutama dialami tajam menuju 42% dan kemudian
oleh Fe, Cr dan Al. nampak berfluktuasi relatif stabil pada
Untuk mengetahui profil geokimia kisaran 41-44 % di zona saprolit.
Pomalaa maka digunakan kombinasi Sedangkan komposisi Fe di bagian atas
dari ketiga perilaku kimiawi baik laterit pada zona limonit memiliki
pelindian (SiO2 & MgO), pengayaan (Ni prosentase kadar rata-rata yang
& Co) serta residual (Fe, Cr dan Al). cenderung lebih tinggi yaitu pada
Selanjutnya parameter kimiawi tersebut kisaran 35-40 % Fe, lalu menurun
dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok drastis saat memasuki zona saprolit
berdasarkan kelimpahan kehadirannya dengan nilai rata-rata 25-26 % Fe,
(prosentase) dalam komposisi laterit kemudian akhirnya berfluktuasi stabil
menjadi elemen mayor (SiO2, MgO dan pada kisaran 9-12 % Fe di zona saprolit
Fe) dan minor (Ni, Co, Cr & Al). tersebut. Jelas terlihat bahwa profil SiO2
Sedangkan pembagian profil geokimia berbanding lurus dengan MgO; dan
endapan laterit Pomalaa dibagi menjadi profil SiO2 dan MgO berbanding terbalik
3 (tiga) mengikuti pembagian profil dengan Fe.
zonasi laterit yang telah dibagi menjadi
Gambar 14. Profil geokimia Blok Utara Gambar 15. Profil geokimia Blok Tengah
Pomalaa. Pomalaa.

2. Profil Geokimia Blok Tengah. 3. Profil Geokimia Blok Selatan.


Di Blok Tengah, perilaku MgO Di Blok Selatan perilaku MgO di bagian
sebagaimana yang terjadi di Blok Utara atas kadar rata-ratanya bergerak dari 4
kadar rata-ratanya berada pada kisaran % menuju 6 % kemudian perlahan turun
2-4 % lalu meningkat tajam menuju menjadi 2 % dan selanjutnya relatif
kisaran 20-23 % dengan perilaku stabil berfluktuasi pada kisaran 2-4 %.
penurunan lemah menuju 18% Kemudian komposisi MgO pada laterit
mendekat ke bagian bawah zona meningkat tajam menuju kisaran 24 %
saprolit. Berbanding lurus dengan dan berfluktuasi relatif stabil pada
perilaku SiO2 di bagian paling atas yang kisaran 24-29 % mendekat ke bagian
bergerak dari 18-22 kemudian menurun bawah zona saprolit (Gambar 16).
tajam menuju 14 % lalu berfluktuatif Berbanding lurus dengan perilaku SiO2
stabil kembali di antara 13-18 % di bagian paling atas yang kadar rata-
kemudian kembali meningkat signifikan ratanya bergerak turun dari 18%
menjadi 43 % dan selanjutnya bergerak menjadi 8 % dan meningkat kembali
naik perlahan pada kisaran 43-50 %. menjadi 26% yang kemudian berfuktuasi
Berbanding terbalik dengan MgO dan turun menjadi 16%. Selanjutnya
SiO2 perilaku Fe di bagian paling atas komposisi SiO2 pada laterit meningkat
kadar rata-ratanya bergerak perlahan tajam menjadi 41 % dan selanjutnya
dari 34 % menjadi 31 % kemudian bergerak naik perlahan pada kisaran 41-
kembali meningkat menjadi 36% 46 % SiO2.
sebelum berfluktuatif cukup stabil pada Berbanding terbalik Fe di bagian paling
kisaran 36-39 %. Selanjutnya kadar Fe atas bergerak perlahan dari 38 %
menurun drastis menjadi 12 % lalu menjadi 46 % dibagian paling atas
bergerak turun perlahan secara fluktuatif kemudian bergerak turun menjadi 30%
pada kisaran 9 – 12% (Gambar 15). sebelum berfluktuasi naik cukup stabil
pada kisaran 30-39 %. Selanjutnya
kadar Fe menurun drastis menjadi 12 %
lalu bergerak turun perlahan secara
fluktuatif pada kisaran 8 – 12% di
bagian bawah profil laterit.
dalam. Dengan kemiringan yang landai,
air hujan berpeluang untuk penetrasi ke
dalam soil.
Di bagian permukaan zona lateritisasi,
yaitu pada zona limonit, umumnya
didominasi oleh oksida-hidroksida besi.
Konsentrasi residual Fe melibatkan pula
pelindian komponen silikat nikel -
serpentin dan akan membentuk lebih
banyak gutit. Pada profil geokimia, hal
ini ditunjukkan oleh prosentase Fe yang
dominan tinggi dan cenderung stabil
pada zona limonit. Hal ini disebabkan
oleh perilaku Fe yang tidak terlarutkan
Gambar 16. Profil geokimia Blok Selatan
Pomalaa. oleh airtanah namun sangat mudah
berekasi dengan oksigen untuk
membentuk oksida besi, melalui reaksi:
DISKUSI
Topografi ikut mengontrol infiltrasi 4FeO + 3H2O + O2 → 2Fe2O3.3H2O.
airtanah melalui rekahan batuan yang
dibentuk melalui proses tektonik yang
Proses hidrasi oksida besi tersebut
panjang yang mempengaruhi suatu
dalam lingkungan reduksi akibat
daerah dan menghasilkan interaksi air
pelapukan umumnya akan
tanah dengan lapisan pembawa nikel.
menyebabkan pembentukan mineral
Kontrol topografi ikut meningkatkan
gutit oleh reaksi kimiawi:
pengisian (recharge), infiltrasi dan rekasi
air tanah dalam proses lateritisasi.
3Fe2O3.3H2O → 62FeO(OH)2 + O2
Lapisan menjadi lebih tebal sepanjang
wilayah aliran airtanah-purba dimana
interaksi air-batuan memiliki durasi
terpanjang. Proses tektonik yang terjadi
dalam waktu yang panjang tersebut
menyebabkan perkembangan rekahan
dan kekar yang memudahkan
peningkatan pelapukan olivin yang tidak
stabil pada kondisi pelapukan di dekat
permukaan (Ilyas dkk., 2016; Thorne
dkk., 2009; Waheed, 2008; Evans,
1987). Di Pomalaa laterisasi terbentuk
dengan baik daerah perbukitan
bergelombang dengan kelerengan
berkisar 10-15O zona laterit berkembang
lebih baik. Morfologi berbukit dengan
kemiringan lereng relatif landai tersebut
terbukti baik untuk terbentuknya
pelapukan kimiawi dengan pengayaan
supergen nikel yang tinggi.
Topografinya memungkinkan aliran
cepat (run-off) air hujan di permukaan
tidak berlebihan serta memiliki aliran
sub permukaan yang baik sehingga
memungkinkan air tanah yang
melarutkan nikel bergerak ke arah
Seiring proses pelapukan yang terjadi, (Myagkiy dkk. 2017). Berdasarkan hal
maka beberapa mineral utama terutama tersebut, batas naik turunnya muka air
olivin, serpentin dan juga piroksen tanah yang mengontrol endapan nikel
mengalami ketidakstabilan ikatan pada saprolit dapat ditunjukan oleh
kimiawi yang tinggi dan mengalami peningkatan tajam prosentase MgO
dekomposisi. Di zona saprolit, sebagai cerminan titik batas tertinggi
dekomposisi tersebut terutama muka air tanah yang mengontrol proses
ditunjukkan oleh pelarutan silikat laterisasi dan titik prosentase kestabilan
magnesia dan menyebabkan presipitasi baru dari prosentase kandungan MgO
Ni maupun penggantian ion Mg oleh Ni sebagai cerminan titik terendah muka air
pada serpentin. tanah tersebut. Titik tersebut menjadi
acuan penarikan garis batas tertinggi
Mg3Si2O5(OH)4+Ni2+= Mg2NiSi2O5(OH)4 muka air tanah yang di Blok Utara
+Mg2+ berada pada nilai MgO 5 % dan batas
terendah pada nilai MgO 20%.
Hal ini dapat terjadi disebabkan sifat Mg Sedangkan garis tersebut tengah muka
yang cenderung lebih stabil pada air soil air tanah dicerminkan oleh titik
(soil water) sedangkan Ni lebih stabil perpotongan garis profil SiO2 dan Fe.
pada serpentin dan didukung Profil geokimia SiO2 dan Fe sangat jelas
peningkatan pH ke arah dalam di zona menunjukkan cerminan bentuk yang
laterit (Golightly, 1981; Freysinnet bertolak belakang, dan titik perpotongan
dkk.,2005; Waheed, 2008; Butt & Cluzel, tersebut menjadi acuan penarikan garis
2013). Transisi antara zona saprolit dan tengah muka air tanah yang di Blok
zona limonit ditandai oleh peningkatan Utara berada pada nilai 11 % MgO yang
yang tajam pada kandungan MgO dari kemudian dijadikan titik nol.
kisaran 0 meningkat hingga 20 % wt

Gambar 17. Profil endapan laterit nikel Pomalaa.


Titik peningkatan tajam MgO yang talc. Boulder – boulder batuan dasar
menjadi acuan penarikan garis batas juga dijumpai berada di zona limonit dan
tertinggi muka air tanah di Blok Tengah dominan pada zona saprolit bagian
berada pada nilai MgO 4 % dan batas bawah yang berbatasan dengan batuan
terendah pada nilai MgO 20 %. Pada dasar. Kadar rata-rata pada zona limonit
garis tengah muka air tanah di Blok untuk Ni 0.6-1.5%, Co 0.06 – 0.18%, Fe
Selatan berada sejajar dengan titik 35-50% dan MgO 0.5-15%. Zona
perpotongan SiO2 dan Fe sebagai titik saprolit memiliki kadar rata-rata Ni 1.5-
nol dengan komposisi MgO 11 %. 3%, Co 0.02-0.06%, Fe 10-25%, dan
Sementara titik peningkatan tajam MgO MgO 10-35%. Zona batuan dasar
yang menjadi acuan penarikan garis memiliki kadar rata-rata Ni 0.3-0.5%, Co
batas tertinggi muka air tanah di Blok 0.01%, Fe 5-7%, dan MgO 35-40%.
Selatan berada pada nilai MgO 4 % dan Berkaitan dengan kadar Fe/Ni >7
batas terendah pada nilai MgO 24 %. didalam proses pengolahan akan terjadi
Sedangkan garis tengah muka air tanah klinker yaitu penggumpalan besi di kiln,
di Blok Selatan berada sejajar dengan sehingga akan menyumbat proses di
titik perpotongan SiO2 dan Fe sebagai kiln. Jika Si/Mg >2.1 maka akan
titik nol dengan komposisi MgO 12 %. mengikis bagian di Furnace sehingga
Hal ini menunjukkan adanya perbedaan secara terus menerus akan
proses pengayaan (enrichment) Ni di mengakibatkan kebocoran pada dinding
ketiga blok. Di Blok Utara pengayaan Ni furnace. Kedua faktor tersebut jika
terjadi tepat di bawah batas tengah terjadi maka akan menghambat proses
muka air tanah sedangkan di Blok pengolahan yang sedang berlangsung.
Tengah dan Selatan pengayaan Ni
terbentuk 2-3 meter di bawah garis KESIMPULAN
tersebut atau mendekati batas terbawah
muka air tanah. Penciri utama yang Endapan laterit nikel Pomalaa terbentuk
membedakan Blok Selatan dengan dari pelapukan batuan asal ultramafik
laterit Pomalaa Blok Utara dan Tengah, yang didominasi oleh harzburgit yang
adalah kelimpahan boulder-boulder umumnya telah mengalami
dengan ukuran mencapai lebih dari 2 serpentinisasi dengan tingkat yang
meter pada zona saprolit. Kelimpahan berbeda. Proses lateritisasi di sini
boulder pada zona saprolit akan berlangsung dengan baik terutama pada
berpengaruh terhadap nilai kadar Si topografi yang cenderung lebih landai,
yang tinggi, nilai Fe rendah serta nilai yaitu 10-15O, yang memungkinkan
Mg yang tinggi dimana hal tersebut terbentuknya lateritisasi yang cukup
merupakan kriteria nilai unsur yang ideal dalam dengan zona saprolit yang tebal.
bagi proses di pengolahan selain Bentuk topografi tersebut mengontrol
kandungan kadar nikel >1.8%. sebaran endapan laterit terutama secara
Profil endapan laterit Pomalaa (Gambar lateral maupun vertikal.
17) di zona limonit didominasi oleh Secara vertikal lateritisasi membentuk
mineral hematit ± manganese oksida zonasi laterit yang lengkap yang terdiri
dan gutit. Zona saprolit dominan mineral atas (i) tanah penutup; (ii) zona red
serpentin – garnierit ± klinopiroksen, limonit; (iii) zona transisi (yellow limonit);
managnese oksida dan sedikit gutit, (iv) zona saprolit; dan (v) batuan dasar.
sedangkan pada zona batuan dasar Zona mineralisasi pengayaan nikel
dijumpai mineral klinopiroksen dan supergen utamanya dijumpai pada zona
serpentin. Silika boxwork dijumpai di saprolit dengan vein-vein garnierit dan
bagian bawah zona limonit ke arah zona boxwork silika. Zona ini memiliki
transisi hingga bagian atas di zona keisaran ketebalan 2-7 meter, setempat
saprolit, sedangkan mineral garnierit mencapai 10 meter dengan kisaran
dijumpai mengisi kekar-kekar ataupun kadar Ni 1,8 2,2 %. Ciri-ciri endapan
bersama alterasi mineral serpentin dan Pomalaa yang berasal dari batuan
harzburgit terserpentinisasi dengan Golightly, J.P. and Arancibia, O.N., 1979. The
kehadiran mineral garnierit tersebut chemical composition and infrared spectrum
of nickel-and iron-substituted serpentine
berdasarkan klasifikasi Butt & Cluzel from a nickeliferous laterite profile, Soroako,
(2013) merupakan penciri tipe deposit Indonesia. The Canadian Mineralogist,
nikel laterit hydrous Mg Silicate. 17(4), pp.719-728.
Hall, R., 2002, Cenozoic geological and plate
tectonic evolution of SE Asia and the SW
Berdasarkan karakteristik zonasinya, Pacific: computer-based reconstructions,
profil laterit di Pomalaa selanjutnya model and animations. Journal of Asian
dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok Earth Sciences, 20(4), 353-431.
berdasarkan sebaran keterdapatannya, Harris, R., Geodynamic patterns of ophiolites and
yaitu: Blok Utara, Blok Tengah dan Blok marginal basins in the Indonesia and New
Guinea regions, In: Y. Dilek and P.T.
Selatan. Robinson (Editors), Ophiolite in Earth
Dari profil geokimia masing-masing blok History. Geological Society Special
maka diduga pengayaan (enrichment) Publication, London, pp. 481-505 (2003).
Ni di Blok Utara terjadi tepat di bawah Ilyas, Asran; Kashiwaya, Koki; Koike, Katsuaki,
2016; Ni grade distribution in laterite
batas tengah muka air tanah sedangkan characterized from geostatistics, topography
di Blok Tengah dan Selatan pengayaan and the paleo-groundwater system in
Ni terbentuk 2-3 meter di bawah garis Sorowako, Indonesia; Journal of
tersebut atau mendekati batas terbawah Geochemical Exploration 165, p. 174-188.
muka air tanah. Kematangan lateritisasi Ilyas, A. and Koike, K., 2012. Geostatistical
modeling of ore grade distribution from
diduga meningkat dari selatan ke arah geomorphic characterization in a laterite
utara. nickel deposit. Natural resources research,
21(2), pp.177-191.
UCAPAN TERIMA KASIH Indra Kusuma, IK., Hashari K., Romzi R.W., M.
Kamil., 2015, Geological Prospect,
Resource and Ore Reserve Estimation in
Penulis menyampaikan terima kasih Pomalaa, Kolaka, Southeast Sulawesi,
kepada PT. Aneka Tambang, Tbk. atas Indonesia. Discovery to inventory, MGEI,
persetujuan yang diberikan untuk Balikpapan.
penulisan artikel ini. Kadarusman, A., Miyashita, S., Maruyama, S.,
Parkinson, C. D., & Ishikawa, A., 2004,
Juga kepada personil Tim Eksplorasi Petrology, geochemistry and
Nikel Pomalaa: Dedi Sunjaya, paleogeographic reconstruction of the East
Muhammad Hamdhani Astas, Sulawesi Ophiolite, Indonesia.
Muhammad El Zahir, Nadia Soraya dan Tectonophysics, 392(1-4), 55-83.
Martosuwito, S., 2012. Tectonostratigraphy of the
Naafiakra Nouval Wibowo atas Eastern Part Of Sulawesi, Indonesia, in
dukungan dan bantuannya yang relation to the terrane origins, Jurnal
diberikan dalam pelaksanaan penelitian Geologi dan Sumberdaya Mineral, 22(4),
ini. pp.199-207.
Monnier, C., Girardeau, J., Maury, R. C., &
Cotten, J., 1995, Back-arc basin origin for
DAFTAR PUSTAKA the East Sulawesi ophiolite (eastern
Indonesia). Geology, 23(9), 851-854.
Brand, N.W., Butt, C.R.M., & Elias, M., 1998, Myagkiy, A., Truche, L., Cathelineau, M. and
Nickel laterites: Classification and features, Golfier, F., 2017. Revealing the
AGSO Journal of Australian Geology and conditions of Ni mineralization in the
Geophysics, v. 17, p. 81–88.
Butt, C.R. and Cluzel, D., 2013. Nickel laterite ore
laterite profiles of New Caledonia:
deposits: weathered serpentinites, Insights from reactive geochemical
Elements, 9(2), pp.123-128. transport modelling. Chemical
Freysinnet, PH., Butt, C.R.M., Morris, R.C., & Geology, 466, pp.274-284.
Piantone P.; 2005, Ore-Forming Processes Parkinson, C., 1998. Emplacement of the East
Related to Lateritic Weathering (Lateritic Sulawesi Ophiolite: evidence from
Nickel Deposits); Society of Economic subophiolite metamorphic rocks. Journal of
Geologists, Inc.; Economic Geology 100th Asian Earth Sciences, 16(1), pp.13-28.
Anniversary Volumepp. 681-722 (687-699). Silver, E.A., McCaffrey, R., Joyodiwiryo, Y. and
Golightly J. P., 1981, Nickeliferous Laterite Stevens, S., 1983. Ophiolite emplacement
Deposits, Economic Geology, 75th by collision between the Sula Platform and
Anniversary Volume, pp. 710-735. the Sulawesi island arc, Indonesia. Journal
of Geophysical Research: Solid nickel ores from Soroako, Sulawesi,
Earth, 88(B11), pp.9419-9435. Indonesia: Implication for the lateritic ore
Simandjuntak, dkk, 1993, Peta Geologi Lembar processing. Journal of Applied Geology,
Kolaka, Sulawesi, Pusat Penelitian dan 3(1).
Pengembangan Geologi, Bandung. Thorne, R., Herrington, R. and Roberts, S., 2009.
Surono, 2013, Geologi Lengan Tenggara Composition and origin of the Çaldağ oxide
Sulawesi, Badan Geologi Kementerian nickel laterite, W. Turkey. Mineralium
ESDM, hal. 25-35 & 93-147, Bandung, Deposita, 44(5), p.581.
Indonesia. Thorne, R.L., Roberts, S. and Herrington, R.,
Sufriadin, S., Idrus, A., Pramumijoyo, S., 2012. Climate change and the formation of
Warmada, I.W., Nur, I., Imai, A., Imran, A.M. nickel laterite deposits. Geology, 40(4),
and Kaharuddin, K., 2012. Thermal and pp.331-334.
Infrared Studies of Garnierite from the Waheed Ahmad, 2008, Nickel Laterite:
Soroako Nickeliferous Laterite Deposit, Fundamentals of chemistry, mineralogy,
Sulawesi, Indonesia. Indonesian Journal on weathering processes, formation, and
Geoscience, 7(2), pp.77-85. exploration, Vale Inco, 330 halaman.
Sufriadin, S., Idrus, A., Pramumijoyo, S., Van Leeuwen, T. and Pieters, P.E., 2011. Mineral
Warmada, I.W. and Imai, A., 2011. Study on deposits of sulawesi. Proceedings of the
mineralogy and chemistry of the saprolitic Sulawesi mineral Resources MGEI-IAGI.

Anda mungkin juga menyukai