Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Profil PT. Hengjaya Mineralindo

Nikel merupakan salah satu unsur kimia yang memiliki rumus Ni, terdapat
didalam batuan ultramafik dan batuan sebagai akibat proses magmatisme yang
selanjutnya dikenal dengan nickel sulfida. Nikel tersedia dalam jumlah yang cukup
banyak di dunia, walaupun tidak tersebar secara merata. Bahwa tidak semua daerah di
dunia ini memiliki batuan sumber nikel dengan persentase kadar kandungan nikel yang
sama.
Secara fisik, terdapatnya nikel di Indonesia secara umum merupakan nikel
laterit yang berasal dari pelapukan batuan ultramafik dan memiliki kadar rata-rata nikel
yang relatif lebih tinggi dibanding negara produsen lainnya. Karena sifat lateritik ini,
biaya penambangan menjadi lebih murah dan sangat kompetitif dibanding pada jenis
nikel sulfide yang umumnya berasal dari efek aktifitas magmatis.
Sejalan dengan pergerakan penggunaan dan harga nikel dunia yang akhir-
akhir ini menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu, hal ini merupakan peluang
yang sangat baik bagi PT. HENGJAYA MINERALINDO untuk melakukan
penambangan dengan memproduksi raw material guna melakukan penetrasi pasar
bahkan berupaya langsung kepada end user dari nikel laterit di wilayah konsesi Ijin
Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT. HENGJAYA MINERALINDO No.
540.3/SK.001/DESDM/VI/2011 dengan target produksi sebesar 500.000 WMT/bulan
pada lahan seluas 200 Ha.
PT. Hengjaya Mineralindo didirikan di Jakarta pada tahun 2009, PT.
Hengjaya Mineralindo adalah perusahaan penanaman modal Asing (PMA) dengan Nickel
Mine Limited dari Australia yang bergerak di dalam bidang pertambangan Nickel.
Sejalan dengan pergerakan penggunaan dan harga Nickel dunia yang akhir-
akhir ini menunjukan peningkatan, maka ini merupakan peluan bagi PT. Hengjaya
Mineralindo untuk melakukan ekspansi bisnis.
Saat ini total jumlah karyawan PT. Hengjaya Mineralindo berjumlah sekitar
150 orang untuk kantor pusat di Jakarta dan site di Sulawesi tengah. Jumlah karyawan ini
akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya produksi.

Tinjauan Pustaka - 10
Realisasi kerja di tahun 2011 banyak terhambat oleh adanya waktu hujan
dan kondisi prasarana jalan umum yang rusak yang mengakibatkan banyak
kemunduran waktu kedatanagan alat berat maupun alat pendukung kerja di camp site
Tangofa. Adapun pekerjaan di tahun 2011 sebagai tahun yang memiliki kinerja yang
kurang produktif kususnya pada pembangunan prasarana tambang. Sedangkan
pemboran eksplorasi dapat berjalan cukup memuaskan. Rencana kerja pada tahun 2011
hingga 2012 dapat dilihat pada lampiran table di bawah ini.

Tabel 2.1.a. Rencana kerja pada tahun 2011 hingga 2012

Luas IUP PT HM adalah 6.249 Ha, termasuk pada wilayah kecamatan


Bungku Pesisir dan Bahodopi yang mencakup 2 desa utama yaitu desa Tangofa dan
desa Bete-bete. Wilayah ini disusun oleh batuan ultramafik dan batuan sedimen.
Batuan ultramafik menempati wilayah +/- 60% dan sisanya batuan sedimen seluas +/-
40%.
Tingkat lateritisasi didalam penyebaran batuan ultramafik sangat berbeda-
beda demikian halnya dengan variasi batuan ultramafiknya juga bervariasi terbukti
adanya batuan-batuan serpentinite di beberapa tempat yang pasti mempengaruhi
derajat kualitas laterit. Gambaran profil laterit secara visual dapat dilihat pada area
sepanjang jalan propinsi yang memotong area IUP PT HM terutama pada bagian sisi
selatan. Dengan berbagai pertimbangan secara visual dari karakter lateritisasi dan
morfologi maka wilayah yang layak untuk dilakukan pemboran eksplorasi seluas
2.447 Ha
Dengan adanya informasi perkembangan teknologi dan biaya investasi
yang terbaru akan memberikan alternatif yang semakin luas bagi PT. HENGJAYA
MINERALINDO untuk tujuan membangun strategi meningkatkan value added dari

Tinjauan Pustaka - 11
raw material menjadi barang jadi atau setengah jadi dengan cara membangun pabrik
dengan teknologi yang murah dan ramah lingkungan.

2.2 Kondisi Geologi


Supriatna, Hakim and Apandi (1995) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa batuan ultramafik yang tersingkap di Desa Tangofa dan sekitarnya, Kecamatan
Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali, terbentuk kurang lebih 148 juta tahun yang lalu
atau berumur Jura, Sedangkan T.O. Simanjuntak, Surono, dan J.B. Supandjono, 1997,
menyatakan bahwa bagian timur-selatan dari pulau Sulawesi ini terdapat tiga mandala
geologi, yang memiliki cirri batuan dan sejarah terbentuknya yang berbeda, yaitu:
1. Mandala Sulawesi Timur
2. Mandala Sulawesi Barat
3. Mandala Banggai Sula di bagian paling Timur.
Dimana sejarah tektonik yang menyatukan ketiga mendala tersebut di
mulai pada jaman Kapur, dengan uraian yaitu; saat Mandala Sulawesi Timur bergerak
ke barat mengikuti gerak penunjaman yang relative landai, dibagian timur Mandala
Sulawesi Barat. Penunjaman ini menyebabkan terbentuknya Bencuh Tektonik dan
Skiss Glokofan. Fase Tektonik berikutnya pada oligosen, yaitu saat benua mikro
Banggai Sula bergerak ke barat seiring terjadinya sesar besar mendatar (sesar
sorong), sementara penunjaman di bagian timur Mandala Sulawesi Barat masih
berlanjut. Pada Miosen Tengah ketiga mendala geologi tersebut menyatu dengan
kontak tektonik, dan sebagian batuan dari bagian timur Mandala Sulawesi mencuat ke
atas Mandala Banggai-Sula. Pada akhir Miosen Tengah sampai Pliosen terjadi
pengendapan sedimen molasa secara tak selaras di atas ketiga mandala tersebut, serta
terjadi batuan terobosan granit di Mendala sulawesi Barat. Pada Plio-Plistosen seluruh
daerah tersebut mengalami pengangkatan serta penerobosan oleh granit yang
sebelumnya hanya terjadi di Mandala Sulawesi-Barat. Setelah itu diikuti pengangkatan
di seluruh daerah hingga menghasilkan penampakan bentang alam seperti saat ini.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bungku terdapat 8 Formasi batuan,
dengan kisaran umur sebelum Trias sampai dengan Holosen (T.O Simanjuntak, E.
Rusmana, 1993). Secara geologi, lembar Bungku terdiri dari Mandala Geologi
Sulawesi Tenggara, Mandala Geologi Sulawesi Tengah, dan Jalur Ofiolit (Obduction
Zone). Mandala Geologi tersebut mempunyai perbedaan jenis batuan dan tektonik
pembentuknya.

Tinjauan Pustaka - 12
2.2.1 Kondisi Geografis

Secara geografis wilayah IUP PT. HENGJAYA MINERALINDO pada


bagian selatan, utara dan barat dibatasi oleh hutan, sebelah timur dibatasi oleh
pemukiman penduduk Desa Tangofa. Kondisi geografis wilayah IUP PT. HENGJAYA
MINERALINDO dan Ijin Usaha Pertambangan disekitarnya merupakan bagian
tatanan bentang alam Pulau Sulawesi Bagian Tengah dan termasuk dalam bagian
rangkaian perbukitan yang membentang Tenggara Barat Daya dan berjarak 17 Km
dari garis pantai timur Sulawesi Tengah. Dengan elevasi antara 4 s/d 418 m dari
permukaan air laut (pal), sedangkan aktifitas eksplorasi dan rencana target wilayah
penambangan berada pada level 200 m hingga 430 m.
Musim tahunan, pada wilayah geografis ini memiliki dua musim dalam
setahun, yaitu musim kering/kemarau dan musim penghujan, masing-masing memiliki
waktu selama enam bulan. Menurut data curah hujan meteorolgi dan geofisika, bahwa
sepanjang tahun pada beberapa tahun terakhir menunjukkan curah hujan relatif dapat
dikatakan surplus.
Dalam hal penyikapan terhadap data curah hujan tersebut, merupakan hal
penting terhadap proses penambangan bijih nikel, karena air itu sendiri akan dapat
menyebabkan beberapa aspek penting, antara lain :
1. Longsoran lereng akibat resapan air dapat menghentikan produksi dan merusak
front penambangan, perolehan bijih rendah, atau mungkin terjadinya kecelakaan
tambang.
2. Mengurangi efisiensi kerja karyawan, peralatan dan menghambat penanganan
material.
3. Menghasilkan lumpur dan dapat membuat produk tidak dapat diterima oleh proses
berikutnya.

2.2.2 Stratigrafi Regional

Adanya beberapa fase tektonik yang terjadi selama dan sesudah proses
penyatuan ketiga Mendala geologi menyebabkan terbentuknya struktur geologi yang
cukup rumit di daerah tersebut. Sesar, lipatan, maupun stuktur geologi lainnya
dihasilkan dalam beberapa generasi yang berbeda. Dimana terjadi struktur struktur
geologi di Sulawesi bagian Timur Selatan dapat diilustrasikan sebagai berikut :

Tinjauan Pustaka - 13
Gambar 2.2.2.a. Ilustrasi Pergerakan Tektonik yang Menyebabkan Pola Struktur di
Daerah Sulawesi bagian Timur Selatan.

Sesar naik utama yang diamati di daerah ini adalah sesar naik berarah
relatif utara-selatan, termasuk sesar yang memisahkan Mendala Sulawesi Barat dengan
Mendala Sulawesi Timur,yang dalam hal ini lebih dikenal dalam sesar poso, dan juga
sesar naik Wakuli. Disamping itu juga dijumpai zona sesar mendatar besar yang
disebut zona Sesar Palu Koro dengan arah relatif barat laut tenggara, sesar ini
banyak ahli yang menduga masih aktif hingga saat ini. Dari begitu banyaknya
pencacahan yang berbeda-beda terhadap daerah ini, maka lipatan yang terbentuk pun
memberikan bentukan dan pola yang berbedabeda dari lipatan yang tegak hingga ke
lipatan yang relatif lebih landai, bahkan membentuk lipatan rebah, yang membetuk
polapola tertutup hingga terbuka, ada 4 (Empat) generasi pembentukan lipatan
lipatan pada daerah tersebut.
Menurut T.O Simanjuntak, E. Rusmana,1993, bentuk struktur daerah
Tangofa dan Bete-bete kurang lebih berarah Timur Laut Barat Daya. Berdasarkan
data peta regional Lembar Ternate struktur geologi yang terdapat pada daerah
penelitian, yaitu sesar naik. Diperkirakan bahwa sesar naik ini tebentuk sekitar Akhir
Kapur Paleosen pada kontak batuan antara Kompleks Batuan Ultrabasa dan Formasi
Tokala.

Tinjauan Pustaka - 14
Kehadiran struktur geologi di lapangan diindikasikan dengan kenampakan
kekarkekar terdapat pada batuan yang ada (dapat dilihat pada Gambar 5.2.).
Kenampakan kekar pada batuan ini menjadi salah satu faktor intensnya proses
pelapukan pada daerah penelitian.

Gambar 5.2. Kenampakan Kekar-kekar pada Batuan Ultramafik

Tektonik daerah tangofa dan sekitarnya diawali oleh pemekaran (spreading)


Samudra Pasifik pada Akhir Kapur. Pemekaran tersebut mengakibatkan tersingkapnya
Kompleks Batuan Ultramafik (Ku) yang berasal dari kerak samudra. Kompleks batuan
Ultrabasa ini terdiri dari : harzburgite, serpentinit dan peridotit.
Kemudian proses tektonik terus berlanjut dari laut dalam sampai pada laut
dangkal yang kemudian mengendapkan Formasi Salodik (Tems) yang terbentuk sekitar
Akhir Eosen Awal Paleosen. Formasi ini terdiri dari batupasir gampingan, kalsilutite,
napal dan sisipan rijang. Aktifitas tektonik terus berlanjut sehingga membentuk sesar
setelah pengendapan Formasi Tomata (Tmpt). Dan pada umur Holosen terendapkan
Aluvium dan Endapan pantai (Qa), yang terdiri dari lempung, pasir, dan kerikil
kerakal.

2.2.3 Geologi Umum Daerah Tangofa

Menurut (T.O Simanjuntak, E. Rusmana, 1993). satuan batuan di daerah


Tangofa dan sekitarnya yang ditemui di lapangan terdiri dari batuan beku, batuan

Tinjauan Pustaka - 15
sedimen, dan endapan aluvium. Susunan batuan yang terdapat di daerah Tangofa dan
Bete-bete terdiri dari :
1. Batuan Beku terdiri dari Kompleks Ultramafic (Ku) : Harzburgite, lezorlite,
wherlite, websterit, serpentinit, dunit, diabas, gabro
2. Batuan Sedimen Formasi Tokala (Trjt): Perselingan batugamping klastika,
batupasir sela wake, serpih, napal, lempung pasiran dan sisipan argilit
3. Aluvium dan Endapan Pantai (Qa) : lempung, pasir, breksi dan kerikil
Daerah Tangofa didominasi oleh Kompleks Batuan Ultrabasa, dimana
kompleks batuan ini termasuk dalam bagian ofiolit. Menurut Hutchison (1983), ofiolit
merupakan kumpulan khusus dari batuan mafik-ultramafik dengan batuan beku sedikit
asam sodium yang berassosiasi dengan batuan sedimen laut dalam. Dalam
perkembangan lengkap ofiolit, maka susunan ideal ofiolit terdiri dari rangkaian
beberapa karakteristik batuan (dapat dilihat pada Gambar 5.4.), yang tersusun dari
bawah ke atas, yaitu :
1. Kompleks ultramafik, terdiri atas : harzburgit, lherzolit, dan dunit, dan biasanya
dengan batuan metamorfik akibat tektonik (umumnya serpentinit)
2. Kompleks gabro, biasanya membentuk lapisan lapisan dengan tekstur kumulus,
terdiri dari peridotit kumulus dan piroksenit dan lebih terubah dibandingkan
dengan kompleks ultramafik
3. Kompleks dike, terdiri atas dike diabas membentuk zona pemisah pada dasar
plagiogranit sampai gabro dan saling bertampalan dengan ekstrusif lava bantal
(kompleks dike tidak selalu hadir)
4. Kompleks vulkanik mafik, umumnya terdiri dari lava bantal
5. Bagian atas dari ofiolit, kemudian berassosiasi dengan batuan sedimen pelagis
yang secara khas meliputi fasies laut dalam seperti rijang, serpih, dan batugamping
mikrit.

Tinjauan Pustaka - 16
Gambar 2.2.3.a. Susunan Ideal Ofiolit pada Lembah Limassol di Bagian Barat Cyprus
(Panayiotou, 1978 dalam Hutchison, 1983)

Secara megaskopis pengamatan batuan di daerah penelitian baik yang


tersingkap di daerah penelitian menunjukkan jenis batuan beku ultramafik (batuan
dasar peridotite dan harzburgite). Pengamatan batuan ultramafik di daerah penelitian
hanya dapat dilakukan secara megaskopis berdasarkan kesamaan ciri fisik saja, ini
dikarenakan keterbatasan alat pengamatan yang digunakan serta keberadaan kondisi
batuan yang diamati tidak representatif karena sulitnya memperoleh batuan yang masih
segar.

2.3. Profil Laterit

Daerah penelitian dari hasil pengamatan Survey Geologi banyak dijumpai


blok-blok/spot area yang merupakan zona laterit, dengan ketebalan rata-rata 10 meter.
Kenampakan laterit secara visual terutama dari sisi warna permukaan memiliki
perubahan-perubahan yang cukup drastis, hal ini sebagai akibat adanya perbedaan
derajat serpentinisasi pada batuan ultramafik di wilayah tersebut. Sedangkan
keberadaan mineral bearing nikel seperti garnierite dan chrysophas berada pada rekah-
rekah batuan/boulder dan membentuk zona serta jalur-jalur tertentu dalam satu satuan
zona vein. Kondisi ini menyebabkan tingginya kandungan silica (SiO2). Sebagai
representatifnya, Kondisi ini dapat di lihat pada lereng sepanjang jalan trans Sulawesi

Tinjauan Pustaka - 17
yang melintasi Wilayah IUP Produksi PT. HENGJAYA MINERALINDO, dapat dilihat
pada Gambar 5.6.
Pada blok-blok tersebut sudah dilakukan pemboran detail dengan grid 100
m 25 m, terdapat singkapan saprolit yang cukup meyakinkan, adanya indikasi
mineral-mineral garnierite yang berkembang ke arah utara dan selebihnya
perkembangan kearah timur, terjadi perubahan kualitas menjadi batuan ultramafik
(serpentinit) yang masih fresh.
Berdasarkan hasil penggalian tespit pada Block B, maka ratarata
kedalaman laterit yang diperoleh antara 3 - 6 m. Lithologi yang didapatkan masih
Ferruginous saprolite. Hal ini disebabkan kondisi batuan peridotit yang
terserpentinisasi memiliki tingkat serpentinisasi yang berbeda-beda sehingga
menghasilkan profil laterite yang bervariasi
Pada umumnya daerah penelitian merupakan silicates laterite dengan
ditandai banyaknya pisolit dan hematite dipermukaan. Keadaan permukaan tanah
seperti ini dapat menghasilkan tespit yang cukup dalam. Keberadaan butiran pisolite
yang melimpah di permukaan merupakan salah satu ciri keberadaan silicates laterite
pada suatu daerah. Berdasarkan kenampakan visual tespit menghasilkan profile limonit
ferruginous saprolite yang cukup bagus, dengan ditandai adanya manganese oxide
dan chromite streaks. Ferruginous saprolite dapat terus berkembang hingga kedalaman
10 11 m.

Gambar 2.3.a. Profil umum pada zona bijih nikel (Waheed, 2005).

Ketebalan dari masing-masing lapisan tidak merata, tergantung dari


morfologi dan relief, umumnya endapan laterit terakumulasi banyak pada bagian

Tinjauan Pustaka - 18
bawah bukit dengan relief yang landai. Sedang relief yang terjal endapan semakin
menipis, di samping adanya kecenderungan akumulasi mineral yang berkadar tinggi
dijumpai pada zona-zona retakan, zona sesar dan rekahan pada batuan (Osborne &
Waraspati, 1986).

Tinjauan Pustaka - 19

Anda mungkin juga menyukai