Anda di halaman 1dari 22

BAB VI

STUDI FRAKSINASI LATERIT NIKEL PULAU GAG

6.1. Latar Belakang

Endapan laterit merupakan sumber utama logam nikel di Indonesia yang telah

ditambang dan diolah dengan menggunakan teknik peleburan konvensional. Keterdapatan

endapan laterit nikel di Indonesia yang tersebar di wilayah zona khatulistiwa tersebut

berkaitan dengan distribusi jalur global tektonik ofiolit berumur Mesozoikum-

Kenozoikum Sirkum Pasifik.

Distribusi ofiolit tersebut melintasi Indonesia bagian timur dimana

keterdapatannya adalah sebagai obduksi batuan ultrabasa. Distribusi batuan ultramafik

dan potensi laterit nikel di Indonesia terdapat di beberapa daerah di bagian timur

Indonesia, diantaranya yaitu:

1. Sulawesi bagian timur (Sorowako, Bahodopi, Pomalaa);

2. Halmahera bagian timur (Gebe, Sangaji, Buli, Pulau Pakal);

3. Irian Jaya bagian utara (Waigeo, Gag, Sentani).

Saat ini PT. Gag Nikel sebuah anak perusahaan PT Antam, Tbk. telah dan

sedang melaksanakan persiapan penambangan bijih nikel laterit di pulau Gag, Kepulauan

Waigeo Barat, Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat. Sejak awal eksplorasi

hingga ke tahap persiapan eksploitasi (penambangan) penulis terlibat secara langsung

maupun tidak langsung di dalam eksplorasi bijih nikel KK - PT. Gag Nikel yang terdapat

di Pulau Gag, Kepulauan Waigeo Barat, Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang fraksinasi laterit nikel yang terdapat di Pulau Gag, Kepulauan Waigeo

Barat, Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat

67
6.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari studi fraksinasi laterit nikel di pulau Gag, Kepulauan Waigeo Barat,

Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat adalah:

1. Untuk mengetahui potensi kadar nikel yang ada dalam laterit nikel berdasarkan

ukuran butirnya.

2. Dapat dipakai sebagai data pembanding terhadap data eksplorasi nikel pemboran

single tube.

6.3. Letak dan Kesampaian Daerah Penelitian

Secara administrasi, Pulau Gag terletak di Kepulauan Waigeo Barat yang

termasuk dalam wilayah Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat dan letak posisi

geografis Pulau Gag berada pada 129°53’00” Bujur Timur dan 0°25’00” Lintang Selatan.

Gambar 6.1. Letak dan Posisi Pulau Gag Sebagai Daerah Penelitian

Pulau Gag terletak kurang lebih 160 Km dari Kota Sorong, Propinsi Papua Barat

dan akses menuju pulau Gag dapat ditempuh dari Kota Sorong dengan menggunakan

perahu motor (speed boat) dengan waktu tempuh selama 3,5 - 4 jam perjalanan dan

apabila menggunakan perahu panjang (Long Boat) memakan waktu sekitar 5,5 - 7 jam.
68
Akses menuju ke Pulau Gag juga dapat dilakukan dengan menggunakan Kapal Reguler

yang jadwalnya tertentu dan memakan waktu lebih lama yaitu sekitar kurang lebih 12 jam

perjalanan.

6.4. Kondisi Geografis, Batas Wilayah dan Demografi Pulau Gag

Pulau Gag merupakan salah satu pulau pada gugusan kepulauan Waigeo Barat

Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat dan terletak di bagian barat Kepala Burung

dengan luas sekitar 6.237 Ha.

Fisiografi pulau Gag terdiri dari dataran rendah pantai, rawa pantai dan muara

sungai, kaki gunung dan lembah kecil serta dataran tinggi. Secara umum wilayah pulau

Gag beriklim tropis dengan temperatur udara rata-rata 29,2o C - 35,7o C dan kelembaban

udara relatif tinggi. Iklim Tropis ini dipengaruhi oleh angin pasat timur laut yang terjadi

pada bulan Desember sampai bulan April dan angin pasat selatan pada bulan Juli sampai

September. Pulau Gag mempunyai curah hujan yang cukup tinggi, yaitu berkisar 200 mm

- 600 mm per bulan dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret.

Demografi penduduk Pulau Gag dihuni oleh sekitar 1000 jiwa dengan mata

pencaharian dan pola hidup yang berbeda-beda, struktur sosial masyarakat yang beragam,

sebagai akibat dari proses-proses adaptasi terhadap lingkungan alamnya. Kondisi

fisiografi dengan zona ekosistem yang beragam memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap matapencaharian, tingkah laku dan mobilitas penduduk.

6.5. Geologi Umum Pulau Gag, Kepulauan Waigeo Barat

6.5.1. Fisiografi dan Posisi Tektonik Pulau Gag

Fisiografi pulau Gag terdiri dari dataran rendah pantai, rawa pantai dan muara

sungai, kaki gunung dan lembah kecil serta dataran tinggi. Pulau Gag secara fisiografi

regional merupakan bagian dari mandala Halmahera Timur-Waigeo (Eastern Halmahera -

Waigeo Province ) dari lempeng tektonik yang memanjang dari Barat, melintasi Pulau

69
Halmahera, Pulau Waigeo dan terus menuju ke Timur. Lempeng tersebut di kenal sebagai

Sub-lempeng Halmahera (Hall dkk, 1988). Sub-lempeng tersebut di sebelah Barat dibatasi

oleh suatu east dipping subduction zone, dan di sebelah Selatan dibatasi oleh major

sinistral strike-slip Sorong-Sulu Fault.

Sejarah tektonik Pulau Gag dimulai 50 juta tahun yang lalu (Hall, 1996).

Lempeng Hindia-Australia yang bergerak ke utara bertumbukan dengan lempeng Eurasia,

hasil dari pergerakan ini mengakibatkan zona penunjaman sepanjang Sumatera, Jawa dan

sebagian Sulawesi. Di bagian utara, Lempeng Philipina terdesak lepeng Pasifik yang

bergerak kearah barat, pergerakan ini mengakibatkan pergerakan searah jarum jam pada

lempeng Philipina.

Sesar Palu Sorong merupakan sesar mendatar dengan bagian barat yang

menerus hingga Pulau Halmahera. Akibat dari pergerakan sesar mendatar ini membentuk

rangkaian kepulauan dan cekungan sepanjang zona Sesar Sorong.

Gambar 6.2. Posisi Tektonik Pulau Gag, Kepulauan Waigeo Barat

6.5.2. Nikel Laterit

Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik.

Proses lateritisasi berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

70
tersingkap di permukaan bumi sampai menghasilkan berupa residu nikel yang diakibatkan

oleh faktor laju pelapukan, struktur geologi, iklim, topografi, reagen-reagen kimia dan

vegetasi, dan waktu.

Pengaruh iklim tropis di Indonesia mengakibatkan proses pelapukan yang intensif

didukung oleh pecahan bentukan geologi methamorphic belt di Timur dan Tenggara.

Selain itu kondisi ini juga tidak terlepas oleh iklim, reaksi kimia, struktur, dan topografi

yang cocok terhadap pembentukan nikel laterit. Pelapukan pada batuan dunit dan peridotit

menyebabkan unsur-unsur bermobilitas rendah sampai immobile seperti Ni, Fe dan Cr

mengalami pengayaan secara residu dan sekunder (Burger, 1996).

Berdasarkan proses pembentukannya endapan nikel laterit terbagi menjadi

beberapa zona dengan ketebalan dan kadar yang bervariasi. Daerah yang mempunyai

intensitas pengkekaran yang intensif akan mempunyai profil lebih tebal dibandingkan

dengan yang pengkekarannya kurang begitu intensif. Batuan ultramafik yang berada di

wilayah bercurah hujan tinggi, bersuhu hangat, topografi yang landai, banyak vegetasi

(melimpahnya humus), akan mengalami pelapukan membentuk endapan laterit nikel.

Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan piroksen,

sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses serpentinisasi yang terjadi pada

batuan peridotit akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan merubah batuan peridotit

menjadi batuan serpentinit atau batuan serpentinit peridotit. Sedangkan proses kimia dan

fisika dari udara, air serta pergantian suhu panas dan dingin yang bekerja kontinu,

menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk. Logam nikel banyak

dimanfaatkan untuk pembuatan baja tahan karat (stainless steel). Nikel merupakan logam

berwarna kelabu perak yang memiliki sifat fisik antara lain:

1. Kekuatan dan kekerasan nikel menyerupai kekuatan dan kekerasan besi

2. Mempunyai sifat daya tahan terhadap karat dan korosi

71
3. Pada udara terbuka memiliki sifat yang lebih stabil daripada besi.

Istilah laterit berasal dari bahasa latin yaitu later, yang artinya bata (membentuk

bongkah-bongkah yang tersusun seperti bata yang berwarna merah bata) (Guilbert, 1986).

Berdasarkan kandungan mineralnya endapan nikel laterit dapat diklasifikasikan

menjadi 3 tipe (Brand et. al, 1998), yaitu:

1. Endapan Oksida (Oxyde Deposite)

Disebut juga endapan limonit, didominasi oleh FeO(OH), goetit membentuk zona

saprolit bagian tengah dan bagian atas. Pada endapan ini kadar MgO umumnya

tinggi dan terjadi pengayaan pada unsur Co maupun Ni, kadar nikel rata – rata 1%

- 1,6%.

2. Endapan Mg - Silika Hidrosa (Mg Silicate Deposit)

Memiliki kandungan nikel paling tinggi. Terbentuk dari peridotit–harzburgit.

Horizon bijih utama pada endapan ini terletak dibagian bawah zona saprolit (lower

saprolit).

3. Endapan lempung - silika (clay silicate deposit)

Didominasi oleh mineral smektit yang kaya akan unsur nikel. Ciri khas dari tipe

endapan ini adalah struktur yang relatif lebih jelas dan zona transisi antara

ferroginous saprolit dan zona saprolit tidak terjadi penurunan Mg yang sangat

tajam. Secara umum kadar nikel 1% - 1,5% berat.

6.5.3. Genesa Pembentukan Nikel Laterit

Proses pembentukan nikel laterit diawali dari proses pelapukan batuan ultrabasa,

dalam hal ini adalah batuan harzburgit. Batuan ini banyak mengandung

olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi. Mineral-mineral tersebut tidak stabil dan

mudah mengalami proses pelapukan. Proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik

(peridotit, dunit, serpentinit), dimana batuan ini banyak mengandung mineral olivin,

72
piroksen, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya mengandung 0,30 %

nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik (Boldt ,1967).

Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika

dari profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam, hangat dan lembab serta

membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al,

Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002).

Menurut Hasanudin,dkk. (1992), air permukaan yang mengandung CO2 dari

atmosfir dan terkayakan kembali oleh material-material organis di permukaan meresap ke

bawah permukaan tanah sampai pada zona pelindian, dimana fluktuasi air tanah

berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya CO2 akan kontak dengan zona

saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral-mineral yang tidak

stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai

dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral-mineral baru pada proses

pengendapan kembali. Endapan besi yang bersenyawa dengan oksida akan terakumulasi

dekat dengan permukaan tanah, sedangkan magnesium, nikel dan silika akan tetap

tertinggal di dalam larutan dan bergerak turun selama suplai air yang masuk ke dalam

tanah terus berlangsung. Rangkaian proses ini merupakan proses pelapukan dan

pelindihan/leaching.

Pada proses pelapukan lebih lanjut magnesium (Mg), Silika (Si), dan Nikel (Ni)

akan tertinggal di dalam larutan selama air masih bersifat asam . Tetapi jika dinetralisasi

karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah, maka zat – zat tersebut akan cenderung

mengendap sebagai mineral hidrosilikat (Ni-magnesium hidrosilicate) yang disebut

mineral garnierit [(Ni,Mg)6Si4O10(OH)8] atau mineral pembawa Ni (Boldt, 1967).

73
Air hujan kaya CO 2
dari atmosfir

Sedikit pelindian zone limonit


di musim hujan

ZONE LIMONIT
Penguapan, pengen-
Konsentrasi residu
dapan Si, Al selama
dari Fe dan khromit
musim kering
Fe-hidroksida (+Ni,Al)
Al-hidroksida
naiknya air tanah
mineral lempung
akibat gaya kapiler
Mn-hidroksida (+Co)
Cr-spinel

Pengu- Penam-
rangan ZONE PELINDIAN bahan
larutan pem- silikat yang mengandung nikel terurai larutan pem-
bawa Ni, Mg, Si, dan Ni larut bawa Ni,
Mg, Si Mg, Si
SAPROLIT

Pengendapan kembali sebagian


ZONE

Ni, Mg, Si, pada rekahan


mis. sebagai : - garnierit
- krisopras
BATUAN ASAL

Sebagian Mg mengendap
kembali pada rekahan
di batuan asal
mis. : - gel magnesit PERIDOTIT-SERPENTINIT
- serpentin

Serpentinisasi

BATUAN ULTRAMAFIK

Gambar 6.3. Skema Pembentukan Nikel laterit (Darijanto, 1998)

Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, dalam hal berupa kekar, maka

Ni yang terbawa oleh air turun ke bawah, lambat laun akan terkumpul di zona air sudah

tidak dapat turun lagi dan tidak dapat menembus batuan dasar(bedrock). Ikatan dari Ni

yang berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan membentuk mineral garnierit dengan rumus

kimia (Ni, Mg) Si4O5(OH)4. Apabila proses ini berlangsung terus menerus, maka yang

akan terjadi adalah proses pengkayaan supergen/supergen enrichment. Zona pengkayaan

supergen ini terbentuk di zona Saprolit.

74
Dalam satu penampang vertikal profil laterit dapat juga terbentuk zona

pengkayaan yang lebih dari satu, hal tersebut dapat terjadi karena muka air tanah yang

selalu berubah-ubah, terutama tergantung dari perubahan musim. Di bawah zona

pengkayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer yang tidak terpengaruh oleh

proses oksidasi maupun pelindihan, yang sering disebut sebagai zona batuan dasar (bed

rock). Biasanya berupa batuan ultramafik seperti Peridotit atau Dunit.

6.5.4. Faktor yang mempengaruhi pembentukan laterit nikel

Pembentukan nikel laterit sangat dipengaruhi oleh 6 faktor utama, yaitu: a).

Batuan asal; b). Iklim; c). Reagen-reagen kimia dan vegetasi; d). Struktur geologi; e).

Topografi; dan f). Waktu.

a. Batuan asal. Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya

endapan nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini

pada batuan ultra basa tersebut: - terdapat elemen Ni yang paling banyak di antara

batuan lainnya - mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak

stabil, seperti olivin dan piroksin - mempunyai komponen-komponen yang mudah

larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.

b. Iklim. Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi

kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya

proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup

besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-

rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada

batuan.

c. Reagen-reagen kimia dan vegetasi. Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia

adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses

pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan penting di dalam

75
proses pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan

dapat mengubah pH larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan vegetasi

daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan: penetrasi air dapat lebih dalam

dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan, akumulasi air hujan

akan lebih banyak , humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk,

dimana hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang

lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk

menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.

d. Struktur. Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Penelitian ini adalah

struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui,

batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga

penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih

memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif.

e. Topografi. Keadaan topografi setempat akan sangat memengaruhi sirkulasi air

beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak

perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi

lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi andapan

umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini

menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah

yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak daripada

air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.

f. Waktu. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif

karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.

76
Gambar 6.4. : Proses pembentukan nikel melalui kekar-kekar batuan

Gambar 6.5. Proses Pelapukan Batuan Asal menjadi Laterit Nikel

6.6. Nikel Laterit Daerah Penelitian

Batuan yang menyusun Pulau Gag terdiri dari 2 (dua) jenis batuan, bagian

selatan didominasi oleh batuan ultrabasa jenis harzburgite berumur Miosen, sedangkan di

bagian utara tersusun oleh batuan vulkanik jenis andesit yang berumur Tersier dan sedikit

batugamping yang berada di pesisir pantai. Keberadaan Pulau Gag banyak dipengaruhi

77
oleh struktur geologi yang cukup komplek sebagai akibat dari letak pulau yang berada

pada zona sesar Sorong yang cukup aktif.

Endapan nikel laterit yang dijumpai di pulau Gag berasal dari batuan ultra basa

yang telah mengalami pelapukan dan menghasilkan bijih nikel yang terikat dengan silika.

Karena proses pelapukan, maka ikatan tersebut terurai sehingga akan terjadi penghilangan

silikat di satu sisi dan terjadi pengkayaan nikel pada lapisan atau horison tertentu pada

hasil pelapukan batuan tersebut.

Soil, terletak di bagian paling atas zona pelapukan, Ketebalan bervariasi


0,75 - 1 meter. Kandungan Fe antara 40-43%, Al203 antara 6-8%.
Limonite, terdapat mineral hematite, Fe dengan kadar sedang sampai
tinggi, terdapat goethite. Kandungan Fe antara 43-45%, Al203.antara 5-7%.

Ferroginous Saprolite (FESA), urat-urat kuarsa yang mengisi rekahan-


rekahan, Fe antara 20-42%, Nikel mulai hadir 1,2-1,72 %.

Saprolite, nampak bolder-bolder batuan dasar yang telah mengalami


pelapukan 20 - 50%, Zona Nikel 1,7 - 1,8 %. Rekahan terisi kuarsa dan
mineral Garnerite.

Bedrock, berupa batuan harzburgite, dunit, maupun peridotite. Rekahan-


rekahan terisi oleh kuarsa dan mineral Garneirite kandungan Ni dan Co
sangat sedikit, kandungan MgO dan SiO2 mulai melimpah antara 35 - 38%
karena itu tidak ekonomis lagi.

Gambar 6.6. Profil Nikel Laterit Pulau Gag

6.6.1 Lokasi Sampling.

Kriteria lokasi sampel yang akan dianalisa harus memenuhi syarat sebagai

berikut:

 Lokasi pengambilan mewakili daerah yang berpotensi mengandung bijih nikel

dengan melihat penyebaran laterit pada batuan ultrabasa.

 Conto fraksi diambil pada daerah yang sudah terbuka / dinding bukaan tambang

atau pada lubang test pit zona litologi saprolit yang sudah terekspose untuk

memudahkan pengambilan material dengan berbagai ukuran.

78
 Pengambilan conto fraksi dilakukan secara vertikal disesuaikan dengan pola

penyebaran laterit nikel.

TP-16

TP-17

TP-18
TP-19

Lokasi pengambilan sample fraksi

Gambar 6.7. Lokasi sampel untuk fraksinasi

Gambar 6.3 merupakan lokasi tempat pengambilan sample fraksinasi pada daerah

penelitian sebanyak 4 titik yaitu TP-16, TP-17, TP-18 dan TP-19. Lokasi tersebut telah

melalui kriteria lokasi titik pengambilan sampel.

79
6.6.2. Metode Penelitian (Uji Fraksinasi)

Metode penelitian dilakukan dengan melakukan pengambilan conto, preparasi lapangan

serta analisa laoratorium (Gambar 6.4).

Gambar 6.8. Bagan Alir Metode Uji fraksinasi

6.6.3. Model Screen dengan Hasil Uji Fraksi

Screen/pemilahan bertujuan untuk menyaring dan memilah fraksi/butiran sesuai dengan

ukuran yang telah ditetapkan. Pada uji screen pada sampel fraksinasi di dalam penelitian

ini dilakukan dengan 6 ukuran screen, yaitu #20, #10, #2,5, #1, #0,5, dan #<0,5. Ukuran

screen dari atas ke bawah menunjukkan ukuran screen semakin halus, hal ini bertujuan

untuk menyaring dan mengelompokan ukuran butir boulder, kerikil dan pasir (Gambar

6.5).

80
Gambar 6.5. Bagan Alir Metode Uji fraksinasi

Hasil uji fraksinasi yang dilakukan menunjukkan bahwa :

1. Zona pengkayaan terjadi pada ukuran butir yang tertangkap pada screen 2.5 cm

dan screen 20 cm ( boulder ukuran >20cm ).

2. Pada zona saprolit dengan ukuran butir 2.5-10 dan ukuran butir >20cm (boulder)

masih menunjukan adanya potensi Ni dengan kadar Ni = 2.17%, Fe=6.11 %, MgO

= 33.42% dan SiO₂ = 39.08 %.

6.6.4 Metode Pengambilan Conto Uji Fraksinasi

Metode pengambilan conto dibuat dan dilakukan guna mendapatkan suatu data yang valid

dan benar sesuai dengan prosedur kerja. Tahapan pengambilan conto ini dapat dibagi

menjadi 6 langkah (Gambar 6.6 dan 6.7), yaitu :

81
1. Persiapan Lokasi pengambilan conto/material.

a) Lokasi pengambilan sample uji fraksi overlaping dengan titik bor ekplorasi

dengan ukuran panjang 1.10 m dan lebar 1.0 m atau disesuaikan dengan ruang

gerak penggali test pit.

b) Ukuran test pit tidak lebih besar 1.1. x 1.0 m mengingat tingkat kestabilan laterit

pada zona limonit cukup rentan.

c) Pengambilan material uji fraksi dimulai dari lapisan paling atas (iron cap) sampai

pada zona bed rock untuk mendapatkan besar butir yang maksimal.

d) Pemilihan lubang test pit mengacu pada kedalaman lubang bor existing guna

mendapatkan penyebaran laterit yang dangkal.

2. Pengambilan material uji fraksi.

Pengambilan sample/material uji fraksi, dilakukan dengan hati-hati agar tidak

terjadi longsor, penggali dilenggapi dengan alat pelindung diri seperti safety helmet,

safety belt, tali, sepatu, serta membawa perlengkapan lainnya seperti kamera untuk

mengambil dokumen penyebaran laterit di setiap zonasi dan alat penggali seperti

cangkul, linggis, dan ember.

3. Penimbangan dan Penyaringan.

a) Sebelum dilakukan penyaringan di screen atau ayakan material terlebih dahulu

ditimbang untuk mendapatkan berat basah.

b) Setelah ditimbang material dimasukan ke dalam screen dengan ukuran besar

paling atas, ukuran yang digunakan adalah screen ukuran 0.5cm, 1cm, 2.5cm,

10cm dan screen 20cm.

c) Material yang tertahan pada screen paling atas adalah material dengan ukuran +

20 cm, yang tertahan pada ukuran screen 10cm adalah material dengan ukuran

82
butir 10 -20 cm dan seterusnya sampai di dapat ukuran butir di bawah ukuran 0.5

cm yaitu material yang pada ukuran screen paling bawah.

4. Pengelompokkan Ukuran Butir.

a) Material yang sudah disaring dipisahkan secara berkelompok berdasarkan

ukurannya masing-masing dan diberi label atau tanda untuk menghindari

kesalahan pada pemberian identitas pada masing-masing ukuran ketika akan

diproses selanjutnya.

b) Sedangkan material dengan ukuran butir lebih dari 20 cm dipecah menggunakan

palu untuk mendapatkan ukuran yang memungkinkan bisa masuk jaw crusher

(alat pemecah batu di laboratorium preparasi).

5. Coning dan Quartering.

a) Untuk mendapatkan conto/material yang dapat mewakili bagian atau kelompok

ukuran butir tertentu, dilakukan mixing atau pencampuran butir yang sama

sampai tercampur/homogen.

b) Setelah material tercampur makan pengambilan conto dilakukan dengan metoda

quartering dengan komposisi “A” dan “B” di pisah (tidak diambil) sedang

kelompok “C” dan “D” adalah kelompok yang diambil sebagai perwakilan

material ukuran tertentu.

Identitas Material Fraksi.

a) Hasil mixing dan quartering dari ukuran butir yang sama ditempatkan pada alas

bersih yang tidak terkontaminasi material lain.

b) Material siap untuk dikirim ke laboratorium preprasi conto dengan terlebih

dahulu memberi identitas pada tiap-tiap sample/material sesuai ukurannya antara

lain : kode lobang / test pit, ukuran butir, dan berat butir dalam satuan kg.

83
c) Pemberian identitas pada material menggunakan aluminium tag yang ditandai

dengan spidol permanen agar tidak terhapus.

1. Lokasi sumuran sampling harus overlap (1) Pengambilan sampel dimulai dari bagian
dengan titik bor eksplorasi. atas (iron cap) sampai bagian bed rock.

(2) Pengamanan (safety) pada persiapan 2. Pengambilan sampel hingga bagian bawah
pengambilan sampel. (bed rock) pada sumuran uji.

3. Proses penimbangan sampel sebelum (3) Proses penyaringan sampel dengan ukuran
dilakukan penyaringan. ayakan bertingkat dengan ukuran lubang
mulai 20 cm hingga 0.5 cm.

84
(4) Pemisahan dan pengelompokan ukuran butir. 4. Ukuran butir berdimensi diatas 20 cm di
pecah menjadi lebih kecil.
Gambar 6.6. (1) Persiapan Lokasi pengambilan conto/material dan (2) Pengambilan
material uji fraksi.

5. Proses mixing atau proses pencampuran (5) Pengambilan contoh dengan metoda
butiran yang untuk mendapatkan sebaran quartering dengan cara sampel dibagi 4
butir yang seragam (homogen). dan diambil sampel yang berhadapan.

(6) Sampel hasil proses mixing dan quatering 6. Proses labeling menggunakan plat
kemudian di beri kode dan label untuk di alumunium (aluminium tag) dan spidol.
analisa di laboratorium.

Gambar 6.7. (3) Penimbangan dan Penyaringan, (4) Pengelompokkan Ukuran Butir,
(5)Coning dan Quartering dan (6) Identitas Material Fraksi.

6.6.5. Hasil Analisa Conto Tiap Fraksi

Dari hasil analisa unsur kimia menggambarkan laju kenaikan kadar Ni pada ukuran

butir 2.5 – 10cm hingga ukuran butir 10-20cm, hal ini menunjukkan bahwa terjadinya

pelapukan yang intensif pada zona saprolit dengan boulder ukuran sedang (Tabel 6.1.).

85
Pada boulder dengan ukuran di atas 20 cm juga masih menunjukan adanya

pelapukan ditunjukkan dengan nilai kadar Ni pada ukuran tersebut masih menunjukkan

angka yang cukup ekonomis (Gambar 6.8)

Tabel 6.1. Hasil Analisa Unsur Kimia.

Scatter Diagram Besaran Unsur Fraksi

Ukuran Fraksi (cm)

Gambar 6.10. Scatter Diagram Besaran Unsur Fraksi.

Hasil dari uji fraksinasi dapat disimpulkan bahwa :

1. Potensi nikel laterit pada zona bedrock dengan ukuran butir >20 cm masih

menunjukkan nilai yang ekonomis dengan rata-rata kadar Ni = 1.96%, Fe=8.73 %,

MgO = 33.42% dan SiO₂ = 39.08 %.

2. Perlu di lakukan treatment terhadap boulder dengan ukuran butir > 20 cm untuk

menghindari kerugian pada perhitungan cadangan (proved reserves) yang siap tambang

dan untuk meningkatkan nilai tambah pada saat dilakukannya operasi penambangan

(ekploitasi).

86
Gambar 6.11. Interpolasi kadar Ni dari ukuran fraksi > 20 cm

87
Gambar 6.12. Penampang Korelasi Sebaran Laterit Nikel Bor Single Tube

88

Anda mungkin juga menyukai