Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Halmahera Timur merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki

Prospek dan potensi Sumber Daya Mineral yang cukup banyak. Sesuai Dengan

perkembangan dinamika Perkonomian, pembangunan, dan pertumbuhan

kependudukan yang berkelanjutan, dewasa ini membuat semakin meningkatnya

pula kebutuhan akan sumber daya mineral tersebut. Hal ini menarik perhatian para

investor Asing maupun daerah sehingga tidak segan-segan mengelolah sumber

daya alam terutama dalam sektor pertambangan yang menjadi tolok ukur sebagai

salah satu sektor utama dalam perdagangan bebas.

Pertambangan merupakan suatu kegiatan pengambilan endapan mineral

dari dalam kulit bumi, baik penggaliannya dilakukan di permukaan maupun di

bawah permukaan. Mengingat bahan galian yang diambil merupakan kekayaan

alam yang tidak dapat diperbaharui dan karena terjadinya suatu endapan bahan

galian memerlukan waktu yang cukup lama, maka dalam pemanfaatannya

diusahakan semaksimal mungkin.

Endapan laterit terbentuk dari hasil pelapukan dari batuan induk dari jenis

ultrabasa. Kegiatan eksplorasi merupakan tahapan yang menentukan untuk

kegiatan eksplorasi.

1
PT. Aditha Nikel Indonesia, adalah salah satu perusahaan pertambangan

Swasta yang memproduksi endapan bijih nikel laterit di Desa Soagimalaha

Kecamatan Kota Maba, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara

yang menggunakan sistem penambangan terbuka dengan metode open cast.

Dewasa ini penggunaan logam nikel diberbagai sektor industri di dunia

semakin meningkat, bagi Indonesia nikel merupakan salah satu komoditi tambang

yang utama hingga saat ini masih menjadi komoditi penghasil devisa cukup besar

bagi Negara, sehingga nikel laterit merupakan cadangan yang strategis, khususnya

bagi Negara kita yang mempunyai cadangan nikel laterit yang cukup besar untuk

dapat memberikan konstribusi memasok kebutuhan nickel di dunia. (Nickel Later

it, PT. Antam Tbk. Unit Gamin, 2003).

Atas dasar latar belakang inilah yang mendorong saya untuk melakukan

Kerja Praktek (KP) dengan judul“Studi Pentahapan Metode Eksplorasi Pada

Kegiatan Eksplorasi Endapan Nikel Laterit”.

II.2 Ruang Lingkup Kerja Praktek

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat

dalam kerja praktek ini, saya melakukan kegiatan eksplorasi untuk mengetahui

kualitas dan kuantitas nikel laterit di daerah tersebut.

2
I.3 Tujuan Kerja Praktek

Tujuan dalam melakukan kerja praktek ini adalah Untuk mengetahui

tahapan-tahapan dalam kegiatan eksplorasi endapan nikel laterit di PT Aditha

Nikel di daerah eksplorasi kecamata maba.

I.4 Manfaat Kerja Praktek

1. Manfaat Bagi mahasiswa, untuk menamba pengetahuan dan wawasan

bagi peneliti khususnya tentang kegiatan eksplorasi endapa nikel laterit.

2. Manfaat Bagi Akademisi, hasil penelitian ini merupakan salah satu

bahan masukan kepada pihak lembaga pendidikan.

3. Manfaat Bagi perusahaan,Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan masukan bagi pihak perusahaan terutama di PT. Adita

Nikel Indonesia.

3
BAB II

TINJAUAN UMUM

II.1 Lokasi Kesampaian Daerah

Lokasi kegiatan penambangan nikel laterit PT.Aditha Nikel Indonesia

terletak di dusun Tewil desa Soagimalaha Kecamatan Kota Maba Kabupaten

Halmahera Timur, Propinsi Maluku Utara. letak geografis wilayah KP, PT. Aditha

Nikel Indonesia berada pada 128020’14” bujur timur dan 00030’31” lintang

selatan. (Lihat gambar II.1). Untuk mencapai lokasi tersebut dapat ditempuh

dengan rute sebagai berikut :

Ternate – Sofifi

Ternate - Sofifi, dicapai dengan mengunakan transportasi laut (Speed Bout)

dengan waktu tempuh kurang lebih 45 menit.

Sofifi – Buli

Sofifi – Buli, dicapai dengan mengunakan kendaraan roda empat dengan waktu

tempuh kurang lebih 5-6/ jam.

Buli – Maba

Buli – Maba, dicapai dengan mengunakan transportasi darat ( Long Bout ) dengan

dengan waktu tempuh kurang lebih 1-2/ Jam.

Ternate – Buli

Ternate – Buli, dapat dicapai dengan mengunakan pesawat udara dengan waktu

tempuh kurang lebih 25 menit.

4
Sumber : Peta Administrasi Maluku Utara

Gambar II.1. Peta Lokasi Daerah Penelitian

5
II.2 Geologi Daerah Penelitian

Daerah Maluku bagian Utara merupakan daerah strategis untuk prospek

cebakan sumber daya mineral dan energi kecuali batu bara dan gambut.

Pembentukan bahan galian logam di daerah ini sangat dipengaruhi oleh lempeng

Pasifik yang dikenal sangat kaya membawa endapan bahan galian logam.

Cebakan-cebakan bahan galian logam yang potensial di daerah ini seperti nikel

(Ni), kobal (Co), krom (Cr), tembaga (Cu), emas (Au), perak (Ag) dan mangan

(Mn). Terdapatnya batuan ultrabasa di Halmahera, Pulau Gebe, dan pulau-pulau

kecil lainnya telah menghasilkan endapan laterit nikel mengandung kobal yang

sangat potensial. Temuan tembaga porfiri di Pulau Bacan dan beberapa indikasi

daerah prospek di Halmahera dan pulau lainnya telah memperkuat dugaan adanya

sabuk tembaga porfiri Pasifik yang membentang mulai dari Amerika bagian barat,

Filipina, Maluku bagian utara, Irian Jaya bagian utara, Papua Nugini sampai

kepulauan Solomon. Temuan cebakan emas epitermal di beberapa tempat di Pulau

Halmahera dan Pulau Obi erat kaitannya dengan batuan vulkanik di sepanjang

busur Halmahera.

Cekungan daerah Halmahera Timur ini terisi oleh batuan-batuan ultrabasa

dan batu gamping tersier, batu pasir, dan serpih. Data seismik memperlihatkan

pula keberadaan batuan karbonat Mio-Pliosen dan batuan klastik berbutir halus

berumur Plio-Kuarter. Sedimen-sedimen tersebut dipengaruhi oleh kompresi

tektonik yang ditunjukkan oleh struktur antiklin asimetri.

6
Batuan induk sebagai sumber nikel di daerah ini umumnya berupa Dunit

dan Harzburgit dimana batuan ini telah mengalami perubahan dan pelapukan yang

intensif. Hal ini ditunjukkan dengan adanya mineral Garnierit, Krisopas dan

proses laterisasinya cukup baik. Penyebaran laterit cukup luas dengan ciri

berwarna coklat muda kekuningan, lengket/sticky, homogen mengandung

fragmen garnierit di permukaan. Kemudian lingkungan pengendapan batuan

sedimen tersier di daerah Maluku bagian utara umumnya marin, namun sedimen

marin dangkal dan brackish berulang kali mengalami perlipatan kuat.

II.2.1 Morfologi

Secara morfologi P. Halmahera dapat dibagi menjadi 3 satuan morfologi

yaitu satuan morfologi pegunungan terjal, menempati bagian tengah, satuan

morfologi perbukitan bergelombang dengan ketinggian 50 m – 500 m dpl,

disepanjang pantai mengelilingi dan satuan morfologi dataran menempati daerah

tepi pantai dan sungai terutama pantai bagian Timur.

II.2.2 Topografi

Daerah penambangan nikel PT.Aditha Nikel Indonesia merupakan

rangkaian pegunungan dan perbukitan yang memanjang dari utara keselatan,

mempunyai ketinggian 50 m – 500 m diatas permukaan laut. Kondisi daerah

tersebut merupakan perbukitan yang ditutupi hasil pelapukan batuan dan tumbuh–

tumbuhan yang ada berupa semak–semak belukar.

7
Sumber Peta Rupa Bumi Indonesia Digital Bakosurtanal Tahun 2009

Gambar II.2. Peta Topografi Daerah Penelitian

8
II.2.3 Stratigrafi

Berdasarkan geologi Halmahera Timur terutama dibentuk oleh satuan

ultrabasa yang sebarannya cukup luas. Batuan sedimen berumur kapur (Kd) dan

berumur Paleosen-Eosen (Tped, Tpee, dan Tpe) diendapkan tak selaras di atas

batuan ultrabasa.

Setelah rumpang pengendapan sejak Eosen Akhir hingga Oligosen awal,

kegiatan gunungapi terjadi selama Oligosen Atas-Miosen bawah, dan membentuk

rempah-rempah yang disatukan sebagai formasi bacan(Tomb) ini terlampar luas

baik di mandala halmahera timur maupun mandala Halmahera Barat. Bersamaan

dengan itu terbentuk pula batuan karbonat, yaitu batu gamping formasi tutuli

(Tomt). Setelah itu terjadi rumpang dalam pengendapan selama Miosen Bawah

bagian atas sampai yang pliosen. Di atas, terbentuklah cekungan luas yang

berkembang sejak miosen atas sampai pliosen. Di dalam cekungan itu di

endapkan batu pasir berselingan dengan napal, tufa, konglomerat yang

membentuk formasi weda (Tmpw),batuan konglomerat yang membentuk satuan

Tmpc, dan batuan karbonat yang membentuk formasi tingteng (Tmpt).

Pengangkatan terjadi pada zaman kuarter sebagaimana ditunjukkan oleh batu

gamping terumbu di pantai daerah lengan timur Halmahera.

Batuan tertua di daerah geologi halmahera barat berupa batuan gunung api

Oligon-Plison tersebar luas di mandala ini; kebanyakan sedimennya bersifat

tufaan. Selain itu di bagian utaranya ditemukan pula batuan gunung api kuarter

(Qpk dan Qht).(Gambar II. 3).

9
Deretan pulau yang mementuk busur kepulauan gunung api di barat

halmahera, sebagian besar tertutup rempah-rempah gunung api Holosen. Hanya di

pulau kayoa, di selatan, tersingkap batuan gunung api Oligo-Miosen formasi

Bacan,yang tertindih batu gamping koral (QI).

II.2.4 Litologi

Pada umumnya Litologi endapan nikel didaerah ini hampir seluruhnya

berasal dari pelapukan batuan ultra basa yang lebih dikenal dengan sebutan

endapan bijih nikel laterit : harzburgit merupakan batuan asal penghasil nikel

tersebut, secara umum disusun oleh mineral-mineral olivine dan ortopiroksine.

Olivine itu sendiri mengandung nikel dalam jumlah kecil ± 0,25%, kemudian

mengalami pengayaan hingga mencapai kadar bijih tertentu. Proses pelapukan

pada batuan ultra mafik tersebut antara lain oleh pensesaran, perlipatan, dan

pengkekaran yang terjadi dalam waktu yang cukup lama dan berulang-ulang

sehingga mineral penyusunnya mengalami desintegrasi dan dekomposis.

Mengenai adanya endapan nikel secara geologi dapat disebutkan bahwa

pelapukan batuan ultra basa membentuk lapisan laterit yang menghasilkan

residual serta pengkayaan nikel yang tidak mudah larut dan membentuk endapan

nikel (Ni) dan Magnesium (Mg) dalam bentuk garnierite (Ni Mg)3 SiO2 Os (OH)4

pada lapisan saprolit terbentuk pula mineral himatit (Fe2 O3 ) pada lapisan laterit.

Singkapan batuan ultra basa umumnya telah mengalami pelapukan berwarna

kuning kecoklatan berbentuk hitam atau abu-abu putih dengan warna kehijauan

pada bagian tepi atau pinggir.

10
Sumber: Pusat Sumber Daya Geologi (Inventarisasi Bahan Galian Hal-Tim)

Gambar II.3. Peta Geologi Regional Daerah Halmahera Timur

11
Tampak pula batuan ultra basa pada penelitian ini telah mengalami proses

serpentinisasi yang cukup kuat selain oleh keadaan morfologi. Pembentukan

endapan bijih nikel laterit brecia sangat banyak pula terpengaruh oleh tektonik

lempeng. Pelapukan batuan pada hakekatnya dipermudah karena adanya bagian

yang lemah seperti perakahan, retakan, sesar dan sebagiannya. Pada lapangan

terlihat bahwa banyak rekahan-rekahan kecil yang umumnya telah terisi oleh

mineral-mineral sekunder (silica dan magnetit).

5 Iklim dan Curah Hujan

PT. Aditha Nikel indonesiaterletak di daerah garis khatulistiwa sehingga

beriklim tropis dengan 2 musim yaitu musim hujan dan kemarau. Musim kemarau

hampir terjadi sepanjang tahun. Berdasarkan data curah hujan dari tahun 2010-

2016 yang ada pada lembar lampiran, rata-rata curah hujan pertahun adalah

2812.20 mm, dengan musim hujan antara bulan Mei – Juni dan musim kemarau

antara bulan Agustus – November. Di antara dua musim tersebut terjadi musim

pancaroba. Bila dilihat dengan seksama data curah hujan di daerah penelitian,

maka daerah ini memiliki curah hujan yang sangat tinggi serta menjadi salah satu

indikasi pernah terjadi pelapukan yang intensif di daerah tersebut.

12
400

350

300
Intensitas Hujan (mm)

250

200

150

100

50

0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Bulan

Sumber: PT. Aditha Nikel Indonesia 2016

Gambar 2.4.Grafik Curah Hujan Daerah Kerja Praktek Dari Tahun

2012-2016

6 Vegetasi daerah penelitian

Daerah penelitian ini terdapat bebatuan yang mengandung mineral

Fe,Ni,Co dan lain-lain. Pepohonan yang tumbuh di daerah penilitian ini berupa

pohon kaswari dan pohon tunggal serta semak-semak belukar yang menyebar

luas.

13
BAB III

LANDASAN TEORI

III.1 Pengertian Eksplorasi Dan Endapan Nikel Laterit

III.1.1 Pengertian Eksplorasi

Secara umum pengertian eksplorasi adalah mengetahui, mencari dan

menilai suatu endapan mineral. Menurut Dhadar (1980), eksplorasi bahan galian

didefinisikan sebagai penyelidikan yang dilakukan untuk mendapatkan suatu

keterangan mengenai letak, sifat-sifat, bentuk, cadangan, mutu serta nilai

ekonomis dari endapan bahan galian.

Koesoemadinata (1995) berpendapat bahwa eksplorasi adalah suatu

aktivitas untuk mencari tahu keadaan suatu daerah, ruang ataupun realm yang

sebelumnya tidak diketahui keberadaannya, sedangkan istilah eksplorasi geologi

adalah mencari tahu tentang keadaan suatu objek geologi yang umumnya berupa

cebakan mineral.

Koesoemadinata (1995) mengibaratkan eksplorasi dengan sebuah

perburuan. Seorang ahli geologi atau seorang ahli eksplorasi dipersamakan

dengan pemburu. Pemburu tersebutharus dapat memperhatikan model binatang

yang diburu, habitat di mana buruan ituhidup, petunjuk-petunjuk atau jejak-jejak

yang ditinggalkannya, kelemahan dan kekuatan dari binatang tersebut, senjata

yang ampuh untuk merobohkannya, serta strategi untuk dapat sampai mendekati

sasaran dalam jarak tembak.

14
III.1.2 Tujuan Eksplorasi

Tujuan dari eksplorasi adalah untuk menemukan serta mendapatkan

sejumlah maksimum dari cebakan mineral ekonomis baru dengan biaya dan waktu

seminimal mungkin (to find and acquire a maximum number of new economic

mineral deposits within a minimum cost and in a minimum time (Baily, 1968

dalam Koesoemadinata 1995)

III.1.3 Kegiatan Eksplorasi

Eksplorasi merupakan suatu kegitan lanjutan yang merupakan

rekomendasi dari tahap awal dari kegiatan pertambangan, yakni setelah tahap

prospeksi. Tahap eksplorasi ini terdiri dari : Eksplorasi Pendahuluan, Eksplorasi

Rinci ( Detail ) dan Eksplorasi Lanjutan.

1. Tahap Eksplorasi Pendahuluan

Merupakan tahap awal kegiatan eksplorasi sebagai kelanjutan kegiatan

prospeksi yang mempunyai tujuan atau sasaran utuk melokalisasir daerah jalur

mineral. Kegiatan lapangan tahap ini bersifat strategis dimana terus di upayakan

untuk menemukan dan mengetahui bentuk satu dimensi bahan galian yang

nampak dipermukaan. Jenis penyelidikan yang dilakukan adalah penyelidikan

geokimia detail, pemetaan gejala minerallisasi, pemetaan geologi detail, serta

pembuatan peta dasar.

Menurut White (1997), dalam tahap eksplorasi pendahuluan ini tingkat

ketelitian yang diperlukan masih kecil sehingga peta-peta yang digunakan dalam

15
eksplorasi pendahuluan juga berskala kecil 1 : 50.000 sampai 1 : 25.000. Adapun

langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah :

a. Studi Literatur

Dalam tahap ini, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi dilakukan studi

terhadap data dan peta-peta yang sudah ada (dari survei-survei terdahulu), catatan-

catatan lama, laporan-laporan temuan dll, lalu dipilih daerah yang akan disurvei.

Setelah pemilihan lokasi ditentukan langkah berikutnya, studi faktor-faktor

geologi regional dan provinsi metalografi dari peta geologi regional sangat

penting untuk memilih daerah eksplorasi, karena pembentukan endapan bahan

galian dipengaruhi dan tergantung pada proses-proses geologi yang pernah terjadi,

dan tanda-tandanya dapat dilihat di lapangan.

b. Survei Dan Pemetaan

Jika peta dasar (peta topografi) dari daerah eksplorasi sudah tersedia, maka

survei dan pemetaan singkapan (outcrop) atau gejala geologi lainnya sudah dapat

dimulai (peta topografi skala 1 : 50.000 atau 1 : 25.000). Tetapi jika belum ada,

maka perlu dilakukan pemetaan topografi lebih dahulu. Kalau di daerah tersebut

sudah ada peta geologi, maka hal ini sangat menguntungkan, karena survei bisa

langsung ditujukan untuk mencari tanda-tanda endapan yang dicari (singkapan),

melengkapi peta geologi dan mengambil conto dari singkapan-singkapan yang

penting.

Selain singkapan-singkapan batuan pembawa bahan galian atau batubara

(sasaran langsung), yang perlu juga diperhatikan adalah perubahan/batas batuan,

orientasi lapisan batuan sedimen (jurus dan kemiringan), orientasi sesar dan

16
tanda-tanda lainnya. Hal-hal penting tersebut harus diplot pada peta dasar dengan

bantuan alat-alat seperti kompas geologi, inklinometer, altimeter, serta tanda-

tanda alami seperti bukit, lembah, belokan sungai, jalan, kampung, dll. Dengan

demikian peta geologi dapat dilengkapi atau dibuat baru (peta singkapan).

Tanda-tanda yang sudah diplot pada peta tersebut kemudian digabungkan

dan dibuat penampang tegak atau model penyebarannya (model geologi). Dengan

model geologi hepatitik tersebut kemudian dirancang pengambilan conto dengan

cara acak, pembuatan sumur uji (test pit), pembuatan paritan (trenching), dan jika

diperlukan dilakukan pemboran. Lokasi-lokasi tersebut kemudian harus diplot

dengan tepat di peta (dengan bantuan alat ukur, teodolit, BTM, dll.). Dari kegiatan

ini akan dihasilkan model geologi, model penyebaran endapan, gambaran

mengenai cadangan geologi, kadar awal, dll. dipakai untuk menetapkan apakah

daerah survei yang bersangkutan memberikan harapan baik (prospek) atau tidak.

Kalau daerah tersebut mempunyai prospek yang baik maka dapat diteruskan

dengan tahap eksplorasi selanjutnya.

2. Eksplorasi tindak lanjut

Kegiatan yang dilakukan setelah kegiatan penyelidikan pendahuluan

dengan sasaran mengetahui sebaran endapan mineral secara menyeluruh dan pasti

dipermukaan. Kegiatan penyelidikan bersifat taktis dimana objek penyelidikan

dipilih pada tempat-tempat tertentu, terutama pada daerah yang mempunyai

anomali bahan galian dan atau mineralisasi. Dalam tahap ini biasanya pembuatan

treching lebih banyak dilakukan untuk penyelidikan bahan galian logam

17
dibandingkan non logam. Perkiraan sumberdaya sudah dapat dilakukan dengan

jenis sumber daya (tereka).

3. Tahap Eksplorasi Detail

Upaya untuk mengetahui kelanjutan onggokan bahan galian dibawah

permukaan sebagai kelanjutan eksplorasi tindak lanjut. Jenis kegiatan yang

dilakukan adalah kegiatan pemboran. Yang tujuannya adalah untuk mengetahui

sebaran bahan galian dibawah permukaan, membuat peta surface dan mengetahui

kadar rata-rata sebaran mineralisasi pada titik bor. Kegiatn pemboran dilakuaknan

dengan pola teratur (grid pattern) dengan jarak antara titik bor yang satu dengan

yang lainnya 25 – 50 m.

4. Tahap Eksplorasi Dalam Penambangan

Tahapan Eksplorasi adalah tahapan yang kedua dilakukan dalam

prosespenambanganbahan galian setelah tahapan Prospeksi.Disini Akan dibahas

lebih lanjut tentang definisi Eksplorasi.Materi juga diambil dari makalah yang

saya buat dan bersumber dari internet.

III.1.4 krateria Geologi Dalam Eksplorasi

Kriteria geologi merupakan gejala yang mengendalikan terdapatnya

endapan mineral dan pengetahuan ini bertujuan melokalisir daerah yang

mempunyai indikasi kuat akan terdapatnya mineral. Kriteria geologi meliputi

kriteria stratigrafi, litologi, struktur, magmatogenik, geomorfologi, paleogeografi,

paleoklimat, dan historis.

18
Perencanaan eksplorasi hanya bisa dilakukan jika diketahui beberapa hal

terlebih dahulu, yaitu :

1.Apa yang dicari (formulasi obyektif serta spesifikasinya)

2.Dimana harus dicarinya (pada lingkungan geologi yang bagaimana)

3.Bagaimana cara mencarinya (strategi pentahapan serta metoda yang

dipakai).

Dalam pencarian deposit mineral adalah tidak mungkin untuk memeriksa

secara detail setiapluas daerah. Di suatu daerah yang terdapat indikasi kuat adanya

sumberdaya mineral, maka dapat dilakukan pembatasan daerah prospek dengan

memanfaatkan kriteria geologi. Menurut Kuzvart and Bohmer (1986), kriteria

geologi secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan dugaan

adanya keberadaan sumberdaya mineral yang ekonomis. Beberapa kriteria geologi

tersebut adalah kriteria stratigrafi, litologi, struktur, magmatogenik,

metamorfogenik, geomorfologi, paleogeografi, iklim purba, dan sejarah geologi.

1. Kriteria stratigrafi

Kriteria stratigrafi digunakan jika suatu endapan mineral ditemukan dalam

lapisan stratigrafi. Tugas utama dalam tahap prospeksi yaitu menentukan secara

stratigrafi kedudukan endapan mineral, seperti determinasi singkapan dan

menentukan luas horison (singkapan horison diikuti sepanjang strike dan dip),

kemudian dipetakan secara detail. Kriteria stratigrafi penting artinya untuk

mencari endapan sedimen dan endapan hipogene yang berasosiasi dengan lapisan

sedimen, seperti batubara, bijih tembaga sedimen, uranium,bauksit, endapan

placer, lempung, karbonat dan garam.

19
2. Kriteria litologi

Kriteria litologi terbagi menjadi dua, pada endapan primer dan pada

endapan sekunder. Pada endapan primer, dilihat secara genetik (dari komposisi

endapan mineral yang terbentuk). Pada endapan sekunder, contohnya seperti

endapan placer, litologi batuan sangat penting karena variasi litologi awal yang

tererosi akan mempengaruhi produk/akumulasi mineral berat yang terbentuk.

3. Kriteria struktur

Struktur pada kerak bumi sering merupakan faktor pengontrol dalam

formasi endapan mineral (seperti perlipatan yang diiringi dengan intrusi). Smirnov

(1957) dalam Kuzvart and Bohmer (1986) membagi struktur mineralisasi menjadi

6 grup, yaitu :

1.Struktur konkordan dari lapisanbatuan

2.Endapan mineral yang berasosiasi dengan sesar

3.Endapan mineral dalam zona stress akibat tektonik

4.Endapan mineral pada kontak dengan batuan beku

5.Endapan mineral dalam kombinasi struktur

6.Endapan mineral dalam intrus

4. Kriteria magmatogenik

Kriteria magmatogenik terbagi menjadi :

a.Hubungan antara deposit dengan komposisi magma

b.Hubungan antara deposit dengan diferensiasi magma dan kristalisasi

c.Hubungan antara endapan/deposit dengan alterasi batuan

d.Hubungan antara deposit dengan ukuran butir batuan.

20
5. Kriteria geomorfologi

Kriteria geomorfologi memiliki peranan yang penting pula, sebagai contoh

dalam prospeksi endapan placer/letakan.

6. Kriteria paleogeografi

Kriteria paleogeografi dapat diterapkan pada eksplorasi endapan placer,

nikel laterit dan sebagainya. Sebagai contoh untuk mengetahui perkembangan

lembah.

7. Kriteria paleoklimat

Kriteria paleoklimat diterapkan pada endapan mineral yang mengalami

pengkayaan akibat pelapukan. Contoh, kaolin yang merupakan hasil lapukan

batuan feldspatik, dan timah sekunder di P. Bangka.

8. Kriteria historis

Kriteria sejarah meliputi laporan tambang tua, peta terdahulu, bekas-bekas

penambangan, dan nama-nama/sebutan masyarakat lokal untuk endapan mineral

tersebut.Petunjuk ke arah bijih.

Kata bijih (ore) pada awalnya hanya terbatas untuk mendefinisikan

material yang dapat mengandung logam yang bernilai ekonomis. Suatu endapan

bijih yang ekonomis sering disebut sebagai tubuh bijih (orebody). Kedua istilah

ini (bijih dan tubuh bijih) sering memberikan kerancuan, meskipun masih tetap

digunakan oleh ahli geologi (ekonomi). Mineral bijih dapat diartikan sebagai

suatu mineral yang dapat diekstraksi menjadi logam.

21
Mineral industri telah didefinisikan sebagai suatu batuan, mineral atau

bahan alam yang lain yang memiliki nilai ekonomis tinggi, selain mineral bijih,

minyak bumi dan batupermata. Sehingga yang termasuk dalam kategori ini

misalnya asbes, barit, atau oksida atau ikatan kimia yang lain yang dihasilkan dari

mineral yang dapat digunakan untuk industri (pengguna). Ini termasuk granit,

pasir, kerikil, batugamping yang dapat digunakan untuk bahan konstruksi (yang

sering disebut sebagai agregat bahan bangunan), begitu juga mineral-mineral yang

memiliki sifat kimia dan fisika yang khusus, seperti florit, fosfat, kaolinit dan

perlit. Mineral industri sering disebut sebagai mineral bukan logam (non-

metallics).Sekarang ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam industri

pertambangan.

Menurut Taylor (1989) dalam Evans (1993) mendefinisikan bijih sebagai

batuan yang diharapkan dapat ditambang dan darinya suatu logam yang bernilai

dapat diekstraksi. Bijih juga didefinisikan sebagai suatu agregat mineral dalam

bentuk padat yang terbentuk secara alamiah, yang dengan keinginan ekonomis

suatu bahan ternilai dapat diekstraksi melalui suatu perlakuan.

Bahan lain yang dapat diperoleh pada eksploitasi mineral bijih adalah

mineral pengotor (gangue), yang kadang-kadang bisa mempunyai nilai ekonomis,

misalnya pada eksploitasi logam emas pada endapan epitermal dan urat kuarsa

yang kadar emasnya rendahdapat dipergunakan sebagai bahan baku perhiasan

(gemstone).

22
Untuk mengetahui dan menilai ekonomis tidaknya suatu cebakan mineral

perlu dilakukan penyelidikan lapangan atau eksplorasi geologi. Eksplorasi ini

dilakukan secara bertahap dari penyelidikan yangbersifat umum atau sepintas

sampai terperinci (detail). Berbagai tahap eksplorasi yang dilakukan bergantung

kepada jenis dan sifat cebakan yang diselidiki (Sudrajat, 1982).

Darijanto (1992) menyebutkan faktor utama yang perlu diperhatikan

dalam mencari adalah asosiasi batuan, dimana setiap jenis batuan akan

memberikan lingkungan pengendapan unsur/endapan bahan galian tertentu,

seperti :

a. Pada batuan asam, mineral-mineral sulfida yang ada umumnya mengandug

logam-logam berharga seperti tembaga (Cu),timbal (Pb),seng(Zn), air

raksa(Hg),emas(Au), perak (Ag). Selain itu terdapat pula mineral-mineral

oksida seperti timah(Sn) dan mineral-mineral hidroksida seperti alumunium

(Al).

b. Batuan intermediet umumnya mengandung emas (Au) dan perak (Ag).

c. Batuan basa atau ultra basa akan memberikanlingkungan pengendapan yang

baik untuk intan, nikel (Ni), kobalt (Co), platina (Pt), kromit (Cr) serta

beberapa jenis batupermata seperti garnet dan lain-lain.

d. Pada batuan metamorf (malihan) memungkinkan ditemukan endapan marmer,

asbes, batupermata dan lain-lain.

e. Batuan sedimen dapat menghasilkan asosiasi dengan karbonat (CaCO3 ataupun

MnCO3),sedangkan pada endapan aluvial dapat memberikan endapan bijih

yang relatif tahan terhadap perlapukan seperti timah (kasiterit/SnO2), emas (Au

23
dalam bentuk nugget), perak (Ag), pasir besi (Fe). Sedangkan untuk endapan

laut dapat dijumpai antara lain nodul nikel atau Ca/Gips.

III.1.5 Prongram Eksplorasi

Tahapan eksplorasi

Pentahapan dalam eksplorasi mutlak dilakukan untuk meminimalkan

kerugian/resiko kegagalan karena eksplorasi merupakan aktivitas yang berisiko

tinggi. Pentahapan dalam eksplorasi harus dilakukan sesuai dengan karakteristik

tiap endapan mineral untuk mengurangi resiko kegagalan (kerugian) yang lebih

besar dalam menemukan endapan mineral tersebut. Setelah suatu tahapan

eksplorasi selesai dilakukan, perlu adanya evaluasi untuk pengambilan keputusan

yang akan dilakukan selanjutnya.

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam merancang suatu kegiatan

eksplorasi adalah :

a. Efektifitas, yaitu mengenai sasaran dengan metoda dan strategi yang tepat

b. Efisiensi, dengan usaha (biaya dan waktu) yang seminimal mungkin untuk

mendapatkan hasil yang optimal

c. Unsur ekonomi, biaya eksplorasi harus sesuai dengan hasil yang diharapkan

dengan memperhitungkan resiko. Hal ini disebabkan karena lebih tinggi resiko

maka keuntungan yang dicapai makin berlipat ganda.

24
Eksplorasi dapat dibagi menjadi sejumlah tahap yang saling berhubungan

dan teratur. Tahap-tahap penting di dalam industri pertambangan suatu endapan

bijih meliputi:

a. Eksplorasi mineral: untuk menemukan tubuh bijih;

b. Studi kelayakan: untuk menentukan apakah secara komersial memenuhi;

c. Pengembangan tambang: membangun seluruh infrastruktur pada lokasi

tambang;

d. Penambangan: ekstraksi bijih dari lapisan pembawa bijih;

e Pengolahan mineral: penghancuran dan penggilingan bijih, pemisahan mineral

bijih dari mineral penyerta/pengotor,pemisahan bijih menjadi konsentrat,

seperti pada konsentrat tembaga;

f. Pemisahan logam: pengambilan logam dari konsentrat mineral;

g. Pemurnian: memurnikan logam dari logam ikutannya;

h. Pemasaran: pengiriman produk tambang (konsentrat logam, jika

tidakdipisahkan atau dimurnikan di lokasi tambang) ke pembeli.

25
Khusus kegiatan eksplorasi, beberapa tahapan harus dilakukan

sebagaimana terlihat pada Gambar III.1

TAHAPAN EKSPLORASI

STUDI PENDAHULUAN

SURVEI TINJAU

Daerah Prospeksi

PROSPEKSI

Daerah Sasaran

EKSPLORASI UMUM

Daerah target

EKSPLORASI RINCI

STUDI KELAYAKAN
(Feasibility Study)

Gambar III.1. Tahapan Eksplorasi

26
Tujuan dari eksplorasiadalah untuk mengidentifikasi ada tidaknyacebakan

mineral bijih primer pada suatu daerah. Pemilihan daerah prospekdidasarkan pada

kajian data sekunder, interpretasi model-model genetikgeologi dan mineralisasi.

Tahap pendahuluan ini dapat dibagimenjadi dua tahap, yaitu survei tinjau dan

prospeksi.

survei tinjau bertujuan untuk mendapatkan data geologi tinjau dan

indikasi mineralisasi. Pada tahap inidilakukan pemetaan geologi dan geokimia

regional. Prospeksi bertujuan untuk mendelineasi daerah anomali dan daerah

pengaruh mineralis.

1. Studi pendahuluan.

Pada studi pendahuluan yang dilakukan persiapan lapangan sebelum

menuju ke tempat yang akan diselidiki. Dalam hal ini dilakukan pengumpulan

data-data yang dapat berupa literatur keadaan geologi regional maupun lokal

daerah yang ingin di eksplorasi, studi citra landsat / foto udara, data laboratorium

yang mendukung, eksplorasi geofisika maupun eksplorasi geokimia.

2. Survei tinjau.

Tahap survei tinjau mulai dilakukan pembuatan peta geologi berskala

kecil ( 1 : 100.000 –1: 200.000), selain itu terkadang dilakukan pula pengambilan

sampel stream sediment dan survei aeromagnetic/airborne radiometric Data yang

didapat pada survei tinjau masih bersifat umum, hasil yang didapat digunakan

untuk menentukan daerah tertentu yang dianggap memiliki prospek.

27
3. Prospeksi.

Tahap prospeksi membutuhkan pembuatan peta geologi daerah prospek

yang lebih terperinci, peta yang diperlukan berskala (1: 50.000 –1 : 25.000). Pada

tahap ini akan dikumpulkan data mengenai keadaan dan jenis batuan, struktur,

stratigrafi (dilakukan MS sepanjang lintasan tertentu) dan pengumpulan sampel

lapangan yang dilakukan secara lebih sistematik.Di tahap ini juga umumnya

dilakukan land atau aero magnetic/radioactivity, survei seismik dan survei

gravitasi, juga pengambilan sampel stream sediment.Seluruh data di tahap ini

akan digunakan untuk menentukan daerah sasaran.

4. Eksplorasi umum.

Tahap eksplorasi umum dilakukan pada peta berskala 1 : 10.000 –1 :

5.000. Pemetaan yang dilakukan ditunjang pula dengan pekerjaan pembuatan

paritan (trench), pembuatan sumur uji (test pit), pengukuran geofisika detail,

pengambilan sampel geokimia detail (soil samplingdan hidrokimia) serta

pemborandangkal. Data yang diharapkandalam tahap eksplorasi ini adalah

mengetahui penyebaran lateral dan vertikal secara umum endapan mineral, juga

kualitas dan kuantitasnya

5. Eksplorasi rinci/detail.

Eksplorasi rinci dilakukan pada peta dengan skala 1 : 2.000 –1: 200. Pada

tahap ini jugadilakukan pula pemetaan geologi detail bawah permukaan (studi

struktur geologi tubuh deposit) juga programpemboran dan pengambilan sampel

yang terperinci dan sistematis untuk estimasi cadangan terukur dan perencanaan

penambangan.

28
III.1.6 Pengertian Nikel Laterit.

Batuan induk bijih nikel adalah batuan peridotit. Menurut Vinogradov

batuan ultra basa rata-rata mempunyai kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur

nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan piroksin, sebagai

hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses terjadinya substitusi antara Ni,

Fe dan Mg dapat diterangkan karena radius ion dan muatan ion yang hampir

bersamaan diantara unsur-unsur tersebut. Proses serpentinisasi yang terjadi pada

batuan peridotit akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan merubah batuan

peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan serpentinit peroditit. Sedangkan

proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas dingin yang bekerja

kontinu, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk.

Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal

dari udara dan pembusukan tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang

tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan ultra basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni

yang larut; Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang

sangat halus. Didalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-

hydroksida, akhirnya membentuk mineral-mineral seperti geothit, limonit, dan

haematit dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur

cobalt dalam jumlah kecil.

Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama

larutannya bersifat asam, hingga pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral

akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan, maka ada kecenderungan untuk

membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau

29
hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut akan mengendap

pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan

krisopras. Sedangkan larutan residunya akan membentuk suatu senyawa yang

disebut saprolit yang berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur lainnya

seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa kebawah sampai

batas pelapukan dan akan diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa

mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan pada batuan induk. Dilapangan urat-

urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan

segar yang disebut dengan akar pelapukan (Root of weathering).

III.1.7 Pembentukan Nikel Laterit

Proses pembentukan nikel laterite dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

batuan dasar, iklim, topografi, struktur, waktu dan kondisi lingkungan yang

berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral. Indonesia termasuk negara yang

beriklim tropis sehingga termasuk penghasil nikel terbasar didunia.Beberapa

faktor batuan dasar yaitu:

1. Batuan asal

Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan

nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada

batuan ultra basa tersebut: – terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara

batuan lainnya – mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak

stabil, seperti olivin dan piroksin – mempunyai komponen-komponen yang mudah

larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.

30
2. Iklim

Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi

kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya

proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup

besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-

rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada

batuan.

3. Reagen-reagen kimia dan vegetas

Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan

senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah

yang mengandung CO2 memegang peranan penting didalam proses pelapukan

kimia. Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah

pH larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan vegetasi daerah. Dalam

hal ini, vegetasi akan mengakibatkan:

a. Penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar

pohon-pohonan

b. Akumulasi air hujan akan lebih banyak

c. Humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana

hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang

lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi

untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.

31
4. Struktur

yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah struktur

kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan

beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi

air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih

memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif

5. Topografi

Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air

beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak

perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan

penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi

andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan

sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk

topografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run

off) lebih banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan

kurang intensif

6. Waktu

Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup

intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.

32
III.1.8 Profil Endapan Nikel Laterit

Profil endapan nikel laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradsi sebagai

berikut:

1. Iron Capping

Berwarna merah tua, merupakan kumpulan massa goethite dan limonite.

Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah.

Terkadang terdapat mineral-mineral hematite, chromiferous.

2. Limonite Layer

Berwarna merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit soil

menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat

hilang karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral

manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite,

chromiferous, quartz, gibsite, maghemite.

3. Silika Boxwork

Berwarna putih – orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan

sebagian menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite,

sebagian mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat

mineral opal, magnesite. Akumulasi dari garnierite-pimelite di dalam boxwork

mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika. Zona boxwork jarang terdapat

pada bedrock yang serpentinized.

33
4. Saprolite

Merupakan campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite,

saprolitic rims, vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan

pada beberapa kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu zona transisi

dari limonite ke bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi

rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di

lapangan biasanya diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih atau kurang

nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.

5. Bedrock

Merupakan bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang

lebih besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah

tidak mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama

dengan batuan dasar). Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh

mineral garnierite dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab

adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.

Gambar Profil Nikel Lateri

34
BAB IV

METODE KERJA PRAKTEK

IV.1 Tempat dan Waktu Kerja Praktek

Kerja Praktek ini dilakukan di Desa Soagimalaha Kecamatan Kota Maba,

Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara Kerja Praktek ini dilakukan

pada Tanggal…… Oktober …… November 2017.

IV.1.2 Metode Pengambilan Data

Untuk melaksanakan Kerja Praktek ini, disusun beberapa langka kerja

untuk memudahkan dan merinci kegiatan yang harus dilakukan demi mencapai

hasil yang optimal.

Metode pengambilan data yang digunakan dalam Kerja Praktek ini, adalah

sebagai berikut:

1. Observasi

Teknik pengambilan data dengan secara langsung melakukan pengamatan

terhadap segala aktivitas yang berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan

Kerja.

2. Wawancara

Teknik pengambilan data, dilakukan dengan mewawancari karyawan dan

manager yang berkompeten, sesuai dengan objek Kerja Praktek.

35
3. Dokumentasi

Teknik pengambilan data dengan studi terhadap dokumen perusahaan yang

relefansi dengan objek yang dilakukan Kerja Praktek.

IV.1.3 Sumber Data

a. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan baik melalui observasi

(pengamatan) maupun wawancara. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan

data antara lain : tahapan-tahapan eksplorasi, metode, peralatan yang

digunakan, serta hasil akhir dari kegiatan eksplorasi. Sedangkan wawancara

dilakukan dilapangan terhadap teknisi dilapangan untuk mengumpulkan

informasi-informasi yang begkaitan dengan kegiatan eksplorasi.

b. Data sekunder, data yang diperloleh dari hasil pengumpulan beberapa daftar

bacaan yang berhubungan dengan permasalahan yang ada, antara lain : lokasi

dan kesampaian daerah, kondisi geologi, iklim dan curah hujan, jurnal terlebih

dahulu serta vegetasi dan topografi

IV.1.4 Metode Pengolahan Data

Data yang sudah diperoleh, akan diolah dengan berpedoman pada landasan

teori pada Bab III dan artikel-artikel terkait serta analisa secara visual di lapangan

36
IV.1.5 Alat Pendukung Kerja Praktek

Sebagai langkah untuk melancarkan Kerja Praktek, maka penulis

menggunakan beberapa alat pendukung kerja praktek diantaranya.

1. Proposal Kerja Praktek

2. Notebook

3. Kertas HVS atau Kuarto (A4)

4. Alat Tulis

5. Kamera

37
IV.1.6 Bagan Alir Kerja Praktek

Studi Pentahapan Metode Eksplorasi Pada Kegiatan Eksplorasi


Endapan Nikel Laterit Pada PT. Aditha Nikel Indonesia Di Desa
Soagimalaha Kabupaten Halmahera Timur Propinsi Maluku Utara

Ruang Lingkup Kerja Praktek

melakukan kegiatan eksplorasi untuk mengetahui kualitas dan


kuantitas nikel laterit di daerah tersebut.

Pengambilan Data

Data Primer Data Sekunder

 Tahapan dan Prosedur  Peta topografi lokasi


Eksplorasi Nikel Laterit penelitian
 Metode eksplorasi Yang  Peta geologi regional
Diterapkan  Data curah hujan
 Peralatan yang di gunakan  Jurnal terdahulu
 Mengumpulkan informasi  Peta kesampayan daera
yang berkaitan dengan
kegiatan eksplorasi

Pengolahan Data

pembahasan

kesimpulan

Gambar IV.1. Bagan Alir Kerja Praktek

38
4.1.7 JADWAL KEGIATAN KERJA PRAKTEK

WAKTU Desember – Januari

Kegiatan
I II III IV I II III IV
Lapangan

Studi Literatur

Pembuatan Proposal Kerja

Praktek

Tiba Dilokasi

Observasi Lapangan

Pengambilan Data

Pengolahan Data

Kembali Dari Lokasi

Penyusunan Laporan Kerja

Praktek

Rencana Ujian Kerja Praktek

Sumber : Rencana Jadwal Kerja Praktek

39

Anda mungkin juga menyukai