Anda di halaman 1dari 43

Wira Natanael U (12015007)

Budianto Santoso (12016016)


Arda Bagus Manggadyta (12016023)
LATAR BELAKANG

TUJUAN

GEOLOGI REGIONAL

METODE

HASIL DAN DISKUSI

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
 Gua Pawon berada di Kawasan perbukitan batugamping Citatah - Padalarang dan
terletak sekitar 25 km sebelah barat Kota Bandung.
 Gua Pawon merupakan salah satu situs geoarkeologi yang belum terlalu popular,
walaupun dalam beberapa tahun ke belakang telah ditemukan manusia purba
yang cukup tua ( diperkirakan generasi pertama Manusia Mongoloid ).
 Bukan hanya manusia purba, tetapi juga artefak-artefak seperti peralatan batu,
tulang-tulang binatang, cangkang siput, dan gerabah. Fakta ini menandakan bahwa
kemungkinan ada kehidupan di masa silam.
 Mengetahui sejarah terbentuknya Gua Pawon.
 Mengetahui artefak-artefak yang ada di Gua Pawon
 Mengetahui potensi wisata Gua Pawon
 Metoda penulisan yang digunakan adalah Studi Literatur. Studi literatur adalah cara
yang dipakai untuk menghimpun data-data atau sumber-sumber yang
berhubungan dengan topik yang diangkat dalam suatu penelitian. Studi literatur
bisa didapat dari berbagai sumber, jurnal, buku dokumentasi, internet dan
pustaka.
 Secara geografis Gua Pawon terletak di Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat,
Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, atau sekitar 25 km arah barat Kota Bandung.
Terletak di Ketinggian 716 diatas permukaan laut.
 Formasi Rajamandala tersingkap di bagian Selatan Jawa Barat mulai daerah
Padalarang sampai Sukabumi (Siregar, M. Safei, 2007)
 Di daerah Padalarang yakni mulai daerah Cikamuning (dibagian timur) sampai
Sanghiang Tikoro (barat), formasi ini dibagi menjadi dua satuan yaitu Anggota
Batugamping dan Anggota Lempung – Napal yang saling menjari.

Gambar 1. Peta Lokasi Formasi Rajamandala di


Padalarang (Siregar, M. Safei, 2007)
Gambar 2. Susunan Stratigrafi Daerah Rajamandala
(Siregar, M. Safei, 2007)
1. Fasies Planktonic Packstone –wackestone
 Terusun oleh batugamping packstone-wackestone
 Butir bioklastik utama berupa foraminifera plankton.
 Terdapat sisipan napal yang mengandung foraminifera plankton berumur Oligosen Akhir-
Miosen Awal
 Fasies Planktonic packstone – wackestone diperkirakan terbentuk pada toe of slope
 Ditemukan didaerah Cikamuning-Tagogapu

2. Fasies Lepidocyclina packstone


 Tersusun oleh batugamping bertekstur packstone
 Memiliki butiran bioklastik utama berupa foraminifera besar Lepidocyclina
 Terbentuk pada reef slope
 Tersingkap di Pr. Bengkung dan sebelah timur G. Hawu
3. Fasies Rudstone
 Tersusun oleh lapisan rudstone
 Komponen utama berupa koral massif dan koral bercabang
 Matriks bertekstur packstone, terdapat cangkang foram besar dan bentos
 Struktur berupa slump dan load cast
 Lingkungan terbentuk pada reef slope dan toe of slope
 Tersingkap di Cikamuning dan Pr. Bengkung

4. Fasies Boundstone
 Terbentuk oleh 20 Koral utama yang bertipe subfasies boundstone berupa framestone,
bafflestone dan bindstone
 Fasies ini terbentuk mulai dari lingkungan reef crest-reef front
 Tersingkap di G. Hawu, Pasir Pawon, Pr. Bende, Pr. Tanggulan dan Pr. Batununggal
5. Fasies Miliolid packstone
 Tersusun oleh lapisan-lapisan packstone
 Butiran foraminifera adalah Miliollid, Alveolinid dan Orbitoid
 Terbentuk dari lingkungan surge channel, lagoon sampai back reef
 Tersingkap di G. Masigit, Pr. Lampegan dan G. Manik

Berdasarkan tipe fasies dan pola sebarannya anggota batugamping Formasi


Rajamandala diperkirakan terbentuk sebagai barrier reef dengan lereng terumbu
terletak di sebelah Utara
Gambar 3. Sebaran Fasies dan Lingkungan Pengendapan Terumbu Formasi Rajamandala
(Siregar, M. Safei, 2007)
 Pr. Pawon merupakan salah satu perbukitan di Kawasan kars Citatah. Pada Pr.
Pawon terdapat beberapa gua, diantaranya adalah Gua Pawon, Gua Ketuk, dan Gua
Sanghyang Tikoro.
 Puncak Pr. Pawon memberikan warisan yang luar biasa, berupa gejalan mikro-kars
yang membentuk bongkah-bongkah menonjol dari permukaan tanah, yang
sekarang lebih dikenal sebagai Stone Garden.
 Awal mula penelitian tentang Gua Pawon digagas oleh Kelompok Riset Cekungan
Bandung (KRCB).
 Pada tanggal 9 Desember 2000 dilakukan penggalian pertama di salah satu ruang
gua, yang bernama Gua Anak/Gua Kopi, ditemukan artefak seperti peralatan batu,
tulang-tulang binatang, cangkang siput, gerabah, sampai buah kemiri. Hal ini
menandakan bahwa Gua Pawon mungkin pernah dihuni oleh manusia pada masa
silam.
 Pada bulan Juli-Oktober 2003, tim Balai Arkeologi Bandung (BAB) melakukan
penggalian pada petak berukuran 2 x 2 m di dalam Gua Kopi. Ditemukan empat
kerangka manusia beserta sejumlah serpihan-serpihan tulang, baik manusia
maupun hewan.
Gambar 4. Peta Gua Pawon
 Tahap 1: Tahap awal, terbentuknya mata air
 Tahap 2: Pelarutan yang intensif
 Tahap 3: Keruntuhan tebing utara
 Tahap 4: Pembesaran lubang-lubang gua
 Tahap 5: Keruntuhan atap gua dan terbentuknya ruang terbuka Gua Kopi
 Tahap 6: Terendapkan hasil letusan besar gunungapi

Gambar 5. Tahap Pembentukan Gua Pawon


GOA PAWON

GEOLOGI

ARKEOLOGI

GEOARKEOLOGI
• Peran proses geologi dalam
Geologi pembentukan goa

• Identifikasi artefak dan


Kebudayaan pengaruhnya terhadap kebudayaan

• Penggabungan nilai estetika dan


Wisata ekonomis
Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB) melakukan survei geologi dengan
menggunakan alat geomagnetik dan menemukan anomali di lapisan tanah lantai
gua:
 Terdiri atas beberapa ruang yang tersebar dari barat ke timur
 Bagian paling barat terdapat ruang yang memiliki bagian atas tembus
(Koesomadinata, 1959). Agak ke tengah kontur tanah meninggi dan terdapat
beberapa ruang agak sempit dengan bentuk permukaan lantai yang miring ke
utara. Bagian atap dan dinding tengah gua sudah banyak berubah ditandai banyak
runtuhan batu bongkahan.
 Ke arah sisi timur kontur tanah makin menurun dan curam
Penelitian dilakukan pada 2003, 2004 dan 2005 oleh Balai Arkeologi Bandung di bagian tengah. Terdapat
lima lapisan tanah dengan kode A, B, C, D.
1. Lapisan A
 Lapisan agak teraduk.
 Ditemukan sisa budaya masa lalu berupa serpih obsidian, kalsedon, alat tulang, fragmen tulang
hewan, fragmen keramik, sisa moluska, sisa budaya masa kini berupa pecahan kaca, paku dan tutup
botol.
 Ketebalan tidak sama dengan ketebalan 20-35 cm dari permukaan tanah

2. Lapisan B
 Lapisan lempung kehitaman bercampur kerikil.
 Fragmen keramik makin menghilang
 Diteukan fragmen tulang hewan, alat tulang, serpih, perkutor, dan moluska
 Kedalaman sekitar 35-70 cm dari permukaan tanah
3. Lapisan C
 Lapisan lempung pasiran bercampur blok gamping dibagian bawah dan kumpulan tanah campuran
fosfat
 Ditemukan fragmen tembikar hingga kedalaman 65 cm
 Terdapat sisa-sisa arang pada kedalaman 70-100 cm
 Temuan lain hamper serupa dengan lapisan B ditambah jasper dan batu hijau

4. Lapisan D
 Batulempung halus terdapat banyak bongkahan lepas batugamping
 Terdapat dua rangka yang sudah rapuh tapi masih dapat dilihat masing-masing bagiannya
 Rangka manusia ketiga relative utuh pada kedalaman 143 cm terkubur dengan orientasi utara-selatan
dengan kepala disisi selatan
 Dibagian bawah terdapat lapisan tanah bercampur fosfat
Berdasarkan analisis C-14 dengan sampel R-I, R-II, R-III dan R-IV (R adalah rangka)
(Yondri, 2005) :
 R-I dan R-II menghasilkan pertanggalan 5660 + 170 BP
 R-III menghasilkan pertanggalan 7320 + 180 BP
 R-IV menghasilkan pertanggalan 9525 + 200 BP
Gambar 6. Stratigrafi kotak ekskavasi di Gua Pawon (Dok. Lutfi Yondri, 2005)
 Obsidian merupakan gelas volkanik alami yang secara luas digunakan selama
masa prasejarah untuk memotong. Hal ini karena obsidian berkilau dan atraktif dan
dapat diolah menjadi benda tajam.
 Obsidian terbentuk akibat pembekuan yang cepat dari lava dome bersilika tinggi
yang mengalir.
 Sangat jarang ditemukan dan berharga sebagai alat pertukaran atau jual-beli saat
masa pra-sejarah.
 Artefak obsidian ditemukan di beberapa daerah Cekungan Bandung termasuk di
Gua Pawon
 Di Gua Pawon, hasil dating menunjukkan umur obsidian 5600 BP dan 9500 BP
(Yondri, 2004,2005)
Gambar 7. Beberapa bentuk artefak obsidian hasil analisis Bandi, 1950 (Heekeren, 1972
1. Penelitian dilakukan oleh pada 26 sampel obsidian dimana 21 dari artefak dan 5
merupakan sumber obsidian. 21 sampel artefak berasal dari :
 Gua Pawon (12 sampel)
 Dago (5 sampel)
 Bukit Karsamanik (4 sampel)
2. Sampel sumber obsidian berasal dari Gunung Kendan (Nagreg) dan Kampung
Rejeng (Garut)
3. Metode yang dilakukan yaitu membandingkan artefak dengan sumber obsidian
dari hasil analisis SEM di University of Science, Penang, Malaysia. Beberapa sampel
dianalisis menggunakan Cameca MBX Electron Microprobe di University of Malaya,
Kuala Lumpur.
 Berdasarkan hasil statistik data element obsidian pada penelitian, element-elemen
obsidian di Gua Pawon sangat tersebar dan overlap di bawah data Gunung Kendan
di Nagreg dan Kampung Rejen di Garut.
 Hal ini menunjukkan adanya kesamaan komposisi kimia yang tidak dapat
dibedakan
 Diduga ada kemungkinan artefak Gua Pawon berasal dari Nagreg atau Garut atau
keduanya.
 Kemungkinan lain masih sangat banyak dikarenakan sampel sumber obsidian
yang digunakan hanya dari dua tempat.
 Metode Trace element sangat dianjurkan untuk dapat membedakan komposisi
kimia secara lebih detail
Grafik 1. Plot Bivariat Al vs Ca (Yondri, dkk., 2007)
Grafik 2. Plot Bivariat Al vs Na (Yondri, dkk., 2007)
Grafik 3. Plot Bivariat Al vs Si (Yondri, dkk., 2007)
Gambar 7. Distribusi artefak obsidian dan sumbernya di Cekungan Bandung
 Gua Pawon Terletak di Formasi Rajamandala pada fasies batugamping boundstone
 Gua Pawon terbentuk
 Penemuan Gua Pawon berdasarkan anomali bawah permukaan dari hasil
geomagnetic
 Terdapat 4 lapisan tanah yaitu lapisan A, B, C, dan D
 Umur kerangka adalah R-I dan R-II 5660 + 170 BP; R-III menghasilkan pertanggalan
7320 + 180 BP; R-IV menghasilkan pertanggalan 9525 + 200 BP
 Artefak Obsidian yang ada di Gua Pawon sama dengan yang ada di Nagreg dan
Garut (diduga berasal dari sana)
 Begitulah warisan yang dititipkan alam kepada kita untuk kita jaga Bersama.
Bentang alam kars Citatah telah memberikan kehidupan sejak dari masa
prasejarah yang kehidupan manusianya sangat bergantung kepada kemurahan
alam, sampai masa kini pada suatu masa yang kehidupan manusianya membuat
alam ternyata begitu murah! Apakah kita akan selalu tidak peduli dan selalu
mengingkari atas kemurahan yang telah selama ini diberikan alam? Amanat alam
sebenarnya adalah amanat Sang Maha Pencipta. Namun masih banyak dari kita
yang berani mengingkarinya. – Budi Brahmantyo

Anda mungkin juga menyukai