DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD DYOTA MAHARDHIKA
(22/497923/TK/54596)
ROMBONGAN B
KELOMPOK 22
ASISTEN KELOMPOK:
ANINDITA DWI RAHMEILIA PUTRI
ASISTEN ACARA:
YUSRIL FACHRIZAL AHNAN TU’ADUN
ANDRE OHLITA BERUTU
AL AINNA ASSYIFA S
ANISA NUR WULANDARI
APRILLIA MAURA ANIF
DWI NANDA RENALDY
YOGYAKARTA
SEPTEMBER
2023
A. Fosil Kali Ngalang
Fosil adalah sisa atau jejak yang merupakan bukti adanya kehidupan di masa lalu yang
terekam dan terawetkan dalam batuan oleh proses alam. Di alam, pada umumnya fosil berada di
perlapisan batuan sedimen. Dalam ilmu geologi, fosil dapat digunakan untuk mengetahui umur
suatu batuan di mana fosil itu terawetkan, di mana lokasi pengendapan dari batuan sedimen, dan
proses geologi apa saja yang terjadi selama pengendapan batuan sedimen. Berdasarkan proses
pengawetannya, fosil yang terdapat di Kali Ngalang merupakan jenis fosil yang mengalami
proses pengawetan sisa-sisa kehidupan atau jejak kehidupan. Fosil yang ditemukan di Kali
Ngalang berwujud fosil jejak atau trace fossil, yaitu fosil rekaman aktivitas organisme di masa
lalu. Dalam sudut pandang petrologi batuan sedimen, struktur yang terbentuk di Kali Ngalang ini
merupakan struktur bioturbasi. Struktur bioturbasi adalah struktur pada batuan sedimen yang
dibentuk oleh aktivitas organisme di masa lalu. Bentuk dari trace fossil dapat berupa track, trail,
burrow, dan boring. Burrow merupakan pengawetan yang terbentuk ketika organisme menggali
lubang pada sedimen yang masih lunak. Sementara itu, boring merupakan pengawetan yang
terbentuk ketika organisme menggali lubang pada sedimen yang telah mengalami pembatuan.
Ichnofacies merupakan penggunaan semua aspek dari endapan sedimen purba dan fosil jejak
yang ditemukan di dalam sedimen untuk menginterpretasikan setting pengendapan aslinya.
Dengan mengetahui ichnofacies batuan sedimen, dapat diketahui lingkungan pengendapan
batuan sedimen tersebut.
Di Kali Ngalang, dapat ditemukan trace fossil dari beberapa organisme. Beberapa
organisme yang trace fossil-nya ditemukan di Kali Ngalang antara lain Chondrites, Skolithos,
Planolites, Arenicolites, Thalassinoides, Psilonichnus, dan Oldhamia. Dari beberapa fosil
tersebut, dibagi kedalam beberapa fasies untuk menentukan lingkungan pengendapannya.
1. Fasies Scoyenia - Skolithos
Fasies Scoyenia mencirikan lingkungan pengendapan non marine hingga
terestrial. Sementara itu, skolithos mencirikan lingkungan pengendapan garis pantai
berpasir dan kemungkinan menjorok ke laut dangkal. Sehingga perubahan dari kedua
fasies tersebut mencirikan daerah tersebut mengalami perubahan kedalaman dan
mengalami perubahan pengendapan sehingga dapat diinterpretasikan bahwa lingkungan
pengendapannya adalah daerah transisi yang kerap mengalami pasang surut.
2. Fasies Cruziana
Fasies cruziana merupakan fasies yang mencirikan daerah marine pada
lingkungan continental shelf, lebih tepatnya pada neritik zone. Sehingga daerah ini
diinterpretasikan mengalami perubahan menjadi zona neritik yang dicirikan dengan slope
landai dan arus lemah.
3. Fasies Scoyenia
Fasies ini mencirikan lingkungan non marine hingga terrestrial. Hal ini
menunjukkan bahwa daerah ini mengalami perubahan kedalaman atau pendangkalan,
yang sebelumnya termasuk zona neritik menjadi tidal zone.
4. Fasies Skolithos
Fasies ini dicirikan dengan dominasi fosil genus skolithos. Fasies ini mencirikan
lingkungan pengendapan berubah menjadi zona pasang surut.
5. Fasies Zoophycos
Fasies zoophycos menjadi penciri lingkungan pengendapan continental slope and
apron, tepatnya pada bathyal zone. Sehingga dapat diinterpretasikan daerah tersebut
mengalami perubahan dari zona pasang surut menjadi zona bathyal.
6. Fasies Skolithos
Fasies skolithos merupakan fasies penciri lingkungan tidal zone. Dari hal tersebut
dapat diinterpretasikan bahwa daerah tersebut berubah dari lingkungan zona bathyal
menjadi zona tidal dengan energi yang tinggi.
Bila singkapan tidak rata atau bila lapisan bertemu dengan permukaan
tanah pada sudut mendekati 90 derajat, pita meteran dapat digunakan sebagai
tongkat Jacob untuk mengukur ketebalan lapisan sesungguhnya secara langsung
dan ketebalan ini dicatat sebagai ketebalan yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, W. V., Novian, M. I., & Utama, R. W. 2014. Stratigrafi Formasi Semilir di Dusun
Krakitan, Desa Candirejo, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta: Prosiding Seminar Kebumian ke-7 dan Simposium Pendidikan
Nasional 2014.
Nopriansah, J., Kamela, C., & Ratuarat, N. 2019. Analisis Stratigrafi Kali Ngalang , Kecamatan
Gedangsari, Kabupaten GunungKidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta: Institut
Teknologi Nasional Yogyakarta
Pramunita, S. W., Pandita, H., & Rizqi, A. H. F. 2020. Analsis Kepadatan Fosil Jejak Sebagai
Parameter Tingkat Kandungan Oksigen dan Perubahan Lingkungan Pengendapan di
Kali Ngalang, Gedangsari, Gunungkidul, DIY: GEODA, v. 01, no. 02., p. 1-18
Wiley, J. & Sons, 1962, Field Work with Sedimentary Rocks, in Manual of Field Geology: New
York-London, Stanford University, p. 237-239