Anda di halaman 1dari 10

Korelasi Lithofasies Dan Ichnofasies Sebagai Parameter Identifikasi Fasies

Gunungapi Purba Pada Sistem Lingkungan Pengendapan Formasi


Sambipitu, Daerah Ngalang, Yogyakarta

Ongki Ari Prayoga1, Hill Gendoet Hartono2


Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

Ongki_bumi@yahoo.com

Sari

Studi stratigrafi dilakukan pada Formasi Sambipitu bagian bawah hingga tengah yang merupakan bagian dari Zona
Pegunungan Selatan Jawa Timur. Pengambilan data di lapangan dilakukan di sepanjang aliran Sungai Ngalang, Kecamatan
Gedang Sari, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Formasi Sambipitu memiliki karakteristik parasekuen yang menarik
dikarenakan kehadiran fosil jejak yang melimpah serta fasies penyusun formasi ini merupakan material hasil percampuran
antara material vulkanik dan karbonat. Studi yang dilakukan mencakup analisis lithofasies dan ichnofasies dengan melakukan
measuring section di sepanjang Sungai Ngalang dengan ketebalan sekitar 155 m. Formasi Sambipitu tersusun oleh batuan-
batuan yang terendapkan oleh mekanisme aliran gravitasi. Berdasarkan aspek stratigrafi secara vertikal, pada daerah
penelitian tersusun oleh 5 asosiasi fasies yaitu asosiasi fasies I : slope to basin on upper fan, asosiasi fasies II : meandering
channel on upper fan, asosiasi fasies III : channeled portion of suprafan lobes on midle fan, asosiasi IV : channeled to
smooth portion of suprafan lobes on midle fan, dan asosiasi fasies V : thin bedded sediment on levee (Walker, 1978).
Beberapa fosil jejak dapat dijumpai pada daerah penelitian yaitu Thallasinoides, Skolithos, Ophiomorpha, Psilonichus,
Beaconites, Cruziana, Scolicia, Rhyzocorallium, Diplocraterion, Planolites, Areniculites, dan Chondrites. Formasi
Sambipitu dapat dibagi menjadi 3 fasies berdasarkan asosiasi spesies fosil jejak yaitu Skolithos-Cruziana Ichnofacies I,
Skolithos-Cruziana Ichnofacies II, dan Cruziana Ichnofacies. Berdasarkan kajian dari beberapa parameter, Formasi
Sambipitu terendapkan pada sistem cekungan intra arc basin pada fasies proksimal luar pada lingkungan laut dangkal. Hal
ini didukung oleh kehadiran lava andesit pada bagian bawah Formasi Sambipitu. Pada sistem lingkungan pengendapannya
suplai material utama berasal dari kegiatan vulkanisme dari Gunungapi yang sebagian tubuhnya berada di bawah muka air
laut. Sehingga diinterpretasikan perubahan fasies pada Formasi Sambipitu lebih dikontrol oleh kegiatan vulkanisme
dibandingkan eustasi muka air laut.

Kata kunci : RETII, Geologi, Sambipitu, Fasies, Fosil jejak

PENDAHULUAN terendapkan pada suatu sistem tubuh gunungapi.


Suyoto dan Santoso (1986) pada penelitiannya
Latar Belakang menyebutkan bahwa Formasi Sambipitu
Pegunungan Selatan terhampar memanjang diendapkan pada lingkungan laut terbuka oleh
dari barat hingga ketimur pada bagian selatan Pulau mekanisme aliran gravitasi berupa arus turbidit.
Jawa. Zona Pegunungan Selatan sendiri memiliki Formasi Sambipitu pada daerah penelitian memiliki
karakteristik yang sangat menarik terkait data keunikan yang khas yaitu dijumpainya kehadiran
stratigrafi, tektonik, vulkanisme dan lainnya yang fosil jejak dengan internsitas yang sangat
sampai saat ini masih diperdebatkan. Menurut melimpah. Pembahasan mengenai stratigrafi dan
Surono (2009) Zona Pegunungan Selatan sendiri sejarah geologi pengendapan Formasi Sambipitu
terbagi menjadi 3 periode vulkanisme diantaranya sendiri telah banyak dilakukan namun sedikit sekali
periode pravulkanisme, periode vulkanisme dan pembahasan yang menyangkut mengenai
periode pascavulkanisme (periode karbonat) keberadaan fosil jejak, sehingga fungsi akan
sehingga pada zona ini dijumpai adanya batuan keberadaanya pada formasi ini kurang
volkanik dan batuan karbonat. dimaksimalkan. Maka berdasarkan hal tersebut,
penelitian terkait fosil jejak dirasa perlu untuk
Menurut Surono (2009) Formasi Sambipitu menjadi suatu parameter yang digunakan untuk
sendiri diendapkan pada Miosen Awal Bagian menjadi dasar dalam menentukan model fasies serta
Akhir pada periode transisi antara periode lingkungan pengendapan.
vulkanisme dan periode karbonat sehingga Formasi
Sambipitu ini tersusun oleh percampuran antara Berdasarkan latar belakang permasalahan di
batuan-batuan vulkanik dan karbonat Tersier yang atas, penelitian ini memiliki tujuan untuk
mengidentifikasi karakteristik fosil jejak serta
hubungannya terhadap lithofasies yang berkembang dengan keadaan tiap formasi tersebut pada lokasi
untuk mengetahui sistem lingkungan pengendapan penelitian yang digambarkan pada kolom stratigrafi
Formasi Sambipitu sebagai bagian dari suatu fasies berikut (Tabel 1).
tubuh gunungapi aktif pada umur Neogen.
Pengambilan data-data di lapangan dilakukan Formasi Sambipitu
disepanjang Sungai Ngalang, Desa Ngalang,
Kecamatan Gedang Sari, Kabupaten Gunung Kidul, Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Gambar 1). Sambipitu pada jalan raya Yogyakarta-Patuk-
Wonosari kilometer 27,8. Secara lateral,
Metodologi penyebaran formasi ini sejajar di sebelah selatan
Formasi Nglanggran, di kaki selatan Subzona
Penelitian ini dilakukan dengan metode Baturagung, namun menyempit dan kemudian
penelitian geologi berdasarkan data permukaan menghilang di sebelah timur. Satuan ini selaras di
yang meliputi pengamatan, pemerian dan atas Formasi Nglanggran, dan merupakan endapan
pengukuran terhadap aspek-aspek geologi terkait. lingkungan laut.
Adapun aspek-aspek geologi yang menjadi fokus
utama dalam penelitian ini adalah data litologi, Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah
struktur sedimen dan fosil jejak dengan melakukan terdiri dari batupasir tuffan, kemudian ke atas
pengukuran dan pembuatan penampang stratigrafi berangsur menjadi batupasir karbonatan yang
terukur (Measuring section) pada Formasi berselang-seling dengan serpih, batulanau dan
Sambipitu di Lintasan Sungai Ngalang. Selain hal batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan
tersebut, dalam melakukan perekaman terhadap ini tidak mengandung bahan karbonat. Namun di
data-data fosil jejak yang ada tidak hanya terfokus bagian atasnya, terutama batupasir, mengandung
pada spesies atau Ichnogenera fosil jejak yang ada, bahan karbonat dan sering dijumpai adanya struktur
Pendataan fosil jejak juga memperhitungkan aspek slump skala besar. Suyoto dan Santoso (1986),
intensitas kehadiran suatu spesies atau Ichnogenera menyebutkan bahwa Formasi Sambipitu
fosil jejak dan aspek dominasi terhadap kelimpahan diendapkan oleh mekanisme aliran turbidit pada
fosil jejak pada daerah penelitian secara proximal turbidite yang berubah menjadi distal
semikwantitatif. turbidite bagian atas.

TATANAN GEOLOGI PEGUNUNGAN Fosil yang ditemukan pada formasi ini


SELATAN diantaranya Lepidocyclina verbeeki NEWTON dan
HOLLAND, Lepidocyclina ferreroi PROVALE,
Fisiografi Regional Lepidocyclina sumatrensis BRADY, Cycloclypeus
comunis MARTIN, Miogypsina polymorpha
Menurut van Bemmelen (1949), Fisiografi RUTTEN dan Miogypsina thecideaeformis
Jawa Tengah - Jawa Timur) dibagi berdasarkan RUTTEN yang menunjukkan umur Miosen Tengah
kondisi morfologi, litologi penyusun dan pola (Bothe, 1929). Namun Suyoto dan Santoso (1986)
struktur yang ada menjadi 7 Zona Fisiografi dari menentukan umur formasi ini mulai akhir Miosen
utara sampai selatan adalah: Bawah sampai awal Miosen Tengah. Kandungan
1. Zona Dataran Aluvial Pantai Utara Jawa fosil bentoniknya menunjukkan adanya
2. Zona Gunung Api Kuarter percampuran antara endapan lingkungan laut
3. Zona Antiklinorium Rembang - Madura dangkal dan laut dalam. Dengan hanya tersusun
4. Zona Antiklinorium Bogor - Serayu Utara - oleh batupasir tuf serta meningkatnya kandungan
Kendeng karbonat di dalam Formasi Sambipitu ini
5. Zona Kubah dan Perbukitan dalam Depresi diperkirakan sebagai fase transisi dari kegiatan
Sentral gunungapi di Pegunungan Selatan menjadi fase
6. Zona Depresi Jawa, Solo dan Randublatung karbonat pascavulkanisme (Surono, 2009).
7. Zona Pegunungan Selatan
Berdasarkan tinjuan dari aspek litologi,
geomorfologi, dan struktur geologi, daerah DASAR TEORI
penelitian masuk pada Zona Fisiografi Pegunungan
Selatan Sub-zona Baturagung. Fasies Gunungapi

Penamaan satuan litostratigrafi Pegunungan MacDonald (1972, dalam Bronto, 2006)


Selatan telah dikemukakan oleh beberapa peneliti dalam bukunya yang berjudul Volcanoes
terdahulu tetapi dalam susunan stratigrafi tiap tiap memberikan pengertian bahwa volcano is both the
formasi yang ada pada Daerah Pegunungan Selatan place or opening from which molten rock or gas,
khususnya pada Daerah Ngalang penulis mengacu and generally both, issues from the earths
pada susunan Stratigrafi Pegunungan Selatan yang interior onto the surface, and the hill or mountain
dibuat oleh Surono (2009) karena dirasa sesuai
built up around the opening by accumulation of Fasies B : Inverse gradded bedding polymictic
the rock material. breccia
Bogie dan Mackenzie (1998, dalam Bronto Fasies C : Polymictic conglomerate
2006) yang membagi sebuah gunung api Fasies D : Tuffaceous sandstone
komposit menjadi empat kelompok yaitu Fasies E : Calcareous sandstone
Central/Vent Facies/pusat, Proximal Fasies F : Shale
Facies/dekat pusat, Medial Facies/tengah dan Fasies G : Poor gradded bedding pebbly sandstone
Distal Fasies/jauh dari pusat (Gambar 2). Fasies H : Tuff
Pembagian fasies gunung api tersebut Asosiasi fasies penyusun Formasi Sambipitu
berdasarkan sejumlah ciri litologi batuan dapat dibedakan menjadi 5 kelompok lingkungan
gunung api pada kesamaan waktu pada suatu pengendapan (Gambar 4) yaitu :
lokasi tertentu. Ciri -ciri litologi dapat
menyangkut aspek fisika, kimia dan biologi. Asosiasi Fasies I : Slope To Basin On Upper Fan

Asosiasi fasies I di lapangan kita jumpai pada


Fosil Jejak inteval 0 m 13 m, 44 62 m. Asosiasi fasies ini
Fosil jejak (trace fossils) merupakan hasil dari pada interval 0 13 m disusun oleh asosiasi fasies
aktivitas suatu organisme yang terawetkan di dalam A : gradded bedding andesite breccia, fasies F :
lapisan batuan (Ekdale, et. al, 1984). Fosil jejak shale, dan fasies G : pebbly sandstone dengan
struktur poor gradded bedding. Pengelompokan
sendiri dianggap adalah struktur biogenik pada
fasies penyusun fasies lingkungan pengendapan
batuan sedimen yang merupakan pencerminan akan
suatu kehidupan dari suatu lingkungan pada slope to basin on upper fan (Walker, 1978)
pengendapan (Boggs, 2006). Klasifikasi dalam fosil didasari oleh asosiasi fasies yang berkembang dan
jejak dapat didasarkan pada 4 hal, yaitu : struktur sedimen yang hadir.
taksonomi, model pengawetan, pola hidup, dan Fasies penyusun didominasi oleh batuan yang
berukuran butir kasar dengan bagian bawah
lingkungan pengendapan (Ekdale, et. al, 1984).
Secara umum dari keempat dasar klasifikasi menumpang pada batuan vulkanik berupa lava
tersebut, tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, andesit autoklastika yang diinterpretasikan pada
dan bergantung pada tujuan penggunaan fosil jejak proses pembekuannya berada pada lingkungan
darat. Fasies A pada interval 0 13 m ini memiliki
tersebut.
ciri-ciri tekstur matrix supported, poor gradded
Fosil jejak sendiri dianggap merupakan bedding yang tersusun oleh bongkah yang masih
indikator penting dan sangat representatif dalam menyudut dengan ukuran pasir-bongkah yang
menggambarkan lingkungan pengendapan dan juga diinterpretasikan merupakan produk dari aliran
terkait proses-proses yang ada di dalamnya namun gravitasi pada kondisi yang sangat pekat dengan
tidak secara langsung mewakili kedalaman atau mekanisme aliran cohesive debris flow (Mutti,
bathimetri dari lingkungan pengendapan ( Boggs, 1992). Pada bagian bawah dari fasies A pada
2006). Fosil jejak merupakan sebuah parameter interval ini nampak mengerosi lapisan di bawahnya
identifikasi yang sangat sensitif dalam perubahan yaitu fasies F : shale. Kemenerusan fasies F pada
keadaan lingkungan pengendapan terkait keadaan interval 0 13 m ini sangat pendek dan hanya hadir
oksigen, salinitas, kecepatan sedimentasi, serta berupa melensa yang seolah terpotong oleh fasies G
kekuatan arus. Namun Crimes (1975, dalam : pebbly sandstone di atasnya. Pada fasies G
Ekdale, et al., 1984) dalam penelitiannya dijumpai adanya clast of clay yang merupakan
memberikan gambaran terkait hubungan antara akibat dari penggerusan lapisan shale dibawahnya.
distribusi fasies fosil jejak terhadap lingkungan Struktur scouring on base pada interval ini
pengendapan pada passive margin (Gambar 3) diinterpretasikan merupakan hasil sedimentasi pada
yang didalamnya terdiri dari 8 ichnofacies yaitu lingkungan channel (Mutti and Nomark, 1987).
Glasifungites ichnofacies, Teredolite ichnofacies, Pada asosiasi fasies I ini di lapangan tidak
trypanite ichnofacies, Psilonichus ichnofacies, dijumpai adanya fosil jejak terutama pada batuan
Skolithos ichnofacies, Cruziana ichnofacies, sedimen berukuran kasar. Hal ini merupakan respon
Zoophycos ichnofacies, dan Nereites ichnofacies. organisme terhadap energi arus yang terlalu tinggi
dan kondisi lingkungan tidak memiliki daya dukung
HASIL DAN PEMBAHASAN terhadap kelangsungan hidup organisme tersebut.
Namun pada fasies F pada interval 0 m 13 m,
Lithofasies Formasi Sambipitu ditemukan adanya fosil jejak dari fasies Skolithos
yang merupakan penciri bahwa pada saat
Dari hasil identifikasi pada kolom stratigrafi, terendapkan fasies ini berada pada lingkungan
pada daerah penelitian dibagi menjadi 8 fasies dengan energi tinggi.
berdasarkan ciri litologi, komposisi dan tekstur Asosiasi fasies I pada daerah penelitian
sedimennya yaitu : dijumpai pula pada interval 44 m 62 m yang
Fasies A : Gradded bedding andesite breccia disusun oleh fasies A : gradded bedding andesite
breccia, fasies B : inverse gradded bedding grain supported. Fasies C pada asosiasi fasies ini
polimyctic breccia, dan fasies D : tuffaceous memiliki ketebalan yang sangat tebal yaitu 11 m.
sandstone. Fasies A pada interval 44 m 62 m Pasca pengendapan fasies C, chanel yang ada
secara garis besar memiliki karakteristik yang sama mati menjadi abbandoned channel. Hal ini terbukti
terhadap fasies A pada interval 0 m 13 m. Namun dengan hadirnya fasies F : shale yang cukup tebal
pada interval 44 m 62 m ini fasies A berasosiasi menandakan bahwa disini tidak adanya suplai
terhadap fasies B yang berupa polimyctic breccia sedimen lagi dan energi sedimentasi yang turun
dengan struktur gradasi terbalik. Komposisi batuan secara drastis sehingga diendapkan endapan-
ini menunjukan bahwa batuan ini dihasilkan oleh endapan suspensi. Di atas fasies F ini dijumpai
material-material yang beragam berupa lava andesit kembali fasies C yang mengerosi fasies di
autoklastika, pumis, batulempung, terdapat fragmen bawahnya. Secara umum fasies C pada interval 112
koral, serta pecahan cangkang Molusca, tuff dan 117 m memiliki karakter batuan yang sama
terdapat Bom gunungapi yang memiliki bentuk terhadap fasies C di bawahnya, namun terdapat
butir subrounded-angular. Kehadiran fragmen perbedaan dimana pada fasies C interval ini
yang memiliki bentuk subrounded ini menampakan struktur poor gradded bedding. Hal
diinterpretasikan merupakan hasil pelapukan batuan ini mengindikasikan bahwa pada waktu
sebelumnya yang telah tertransportasi cukup jauh pengendapannya fasies ini diendapkan dalam
oleh arus traksi sehingga membentuk fragmen yang kondisi relatif pekat. Kondisi seperti ini
telah membulat. Selain itu fragmen lainnya diinterpretasikan terjadi pada lingkungan
sebagian besar didominasi oleh batuan andesit pengendapan berupa slope ataupun channel on
dengan bentuk angular, yang bercampur dengan upper fan. Dari asosiasi fasies dan karakter fasies di
pecahan koral merupakan material yang disuplai atas sehingga kelompok ini diinterpretasikan
oleh gunungapi yang aktif pada saat itu mengalami merupakan endapan pada lingkungan pengendapan
erupsi sehingga menyuplai material yang sangat meandering channel on upper fan (Walker, 1978)
besar yang mengalir secara gravitasi membawa pada fasies proksimal hingga medial suatu tubuh
fragmen-fragmen batuan yang telah ada gunungapi (Boggie and Mackenzie, 1998).
sebelumnya. Pada asosiasi fasies II ini di lapangan tidak
Struktur gradasi terbalik serta matrix dijumpai adanya fosil jejak terutama pada batuan
supported merupakan hasil dari proses sedimentasi sedimen berukuran kasar. Hal ini merupakan respon
yang cepat dan dalam kondisi yang sangat pekat organisme terhadap energi arus yang terlalu tinggi
oleh arus gravitasi oleh material hasil erupsi dan kondisi lingkungan tidak memiliki daya dukung
gunungapi yang belum sempat terlitifikasi. Aliran terhadap kelangsungan hidup organisme tersebut.
yang mentransportasikan endapan-endapan dengan
karakter seperti ini digolongkan dalam aliran Asosiasi Fasies III : Channeled Portion Of
cohesive debris flow (Mutti, 1992). Suprafan Lobes On Midle Fan

Asosiasi Fasies II : Meandering Channel On Asosiasi fasies III dijumpai pada interval 14 m
Upper Fan 44 m, 62 m 90 m , 118 m 127 m pada
penampang stratigrafi daerah penelitian. Asosiasi
Asosiasi fasies ini tersusun oleh fasies C : fasies ini merupakan asosiasi dari fasies D :
polymictic conglomerate, fasies F : Shale, dan tuffaceous sandstone, fasies C : conglomerate
fasies D : tuffaceous sandstone. Fasies ini dijumpai polymictic, fasies G : pebbly sandstone, fasies E :
pada interval 99 117 m pada penampang calcareous sandstone, fasies H: Tuff serta fasies F :
stratigrafi daerah penelitian. Pengelompokan fasies shale. Pengelompokan fasies penyusun lingkungan
pada lingkungan pengendapan meandering channel channeled portion of suprafan lobes on midle fan
on upper fan ini didasarkan asosiasi fasies yang (Walker, 1978) didasarkan pada asosiasi fasies
ada. Kehadiran fasies C : polymictic conglomerate yang hadir, serta pola perselingan fasies yang ada.
pada interval 998 m 109 m yang memiliki Pada fasies III secara umum merupakan
karakter grain supported, gradded bedding, dengan interkalasi antara fasies D dan fasies F yang
bentuk fragmen yang telah membulat namun menunjukan pola thinning upward sequence namun
tersortasi buruk mengindikasikan bahwa fragmen didominasi oleh material berukuran pasir secara
ini di suplai oleh hasil proses sedimentasi suatu keseluruhan. Fasies C muncul pada asosiasi fasies
material volkanik yang telah mengalami ini didominasi oleh material berukuran pasir
transportasi relatif jauh yang kemudian kerakal, grain supported, gradded bedding yang
teronggokan pada suatu lereng dan tersusun oleh fragmen berbagai macam batuan dan
tersedimentasikan kembali oleh arus gravitasi. Pada ditemukan pula adanya pecahan-pecahan cangkang
saat pengendapannya fasies C ini diendapkan oleh fosil serta fragmen koral. Kehadiran fragmen koral
mekanisme aliran gravelly high density turbidity dan cangkang moluska mengindikasikan bahwa
current (Mutti, 1992). Pada saat diendapkan, fasies fasies ini diendapkan pada lingkungan yang
ini sempat terjadinya pemilahan ukuran butir berasosiasi dengan lingkungan pembentukan
sehingga membentuk struktur gradded bedding dan terumbu yang merupakan lingkungan laut dangkal.
Pada bagian bawah fasies D pada interval ini menjadi salah satu indikasi bahwa fasies ini
nampak bergelombang. Secara komprehensif dari terendapkan secara cepat dan melalui mekanisme
data-data struktur dan tekstur batuan, fasies ini aliran gravitasi sehingga kristal-kristal tersebut
terendapkan pada channel (Mutti and Nomark, tidak hancur akibat proses transportasi. Selain itu
1978). pada fasies ini muncul pula adanya rip-up clast clay
Fasies D yang hadir pada asosiasi ini memiliki yang menjadi faktor pendukung lainnya bahwa
struktur masif tanpa adanya struktur internal dan fasies ini terendapkan oleh mekanisme arus yang
terdapat struktur flame yang mencirikan bahwa cepat sehingga menggerus lapisan shale di
fasies ini diendapkan secara cepat. Selain itu, pada bawahnya.
fasies D ditemukan adanya rip-up clast clay yang
merupakan produk dari penggerusan lapisan shale Kehadiran fasies E yang mengandung unsur
di bawahnya dengan mekanisme sedimentasi cepat. karbonat pada asosiasi fasies ini mengindikasikan
Fasies ini diendapkan oleh mekanisme aliran sandy bahwa pada saat terendapkan fasies E kondisi
high density turbidity current yang melemah lingkungan sudah relatif tenang dari aktivitas
menjadi low density turbidity current (Mutti, 1992). volkanisme sehingga organisme dapat hidup dan
Pada asosiasi fasies III dijumpai fosil jejak nantinya akan menjadi sumber kandungan karbonat
yaitu spesies Skolithos, Ophiomorpha, pada fasies ini. Selain hal tersebut unsur karbonat
Thallasinoides, Planolites, Deplocraterion, dan disini, serta kondisi arus yang tenang
Beaconites yang merupakan indikasi bahwa pada diinterpretasikan erat kaitannya dengan terjadinya
proses pengendapannya fasies ini berada pada kenaikan muka air laut relatif. Hal ini
lingkungan dengan energi arus tinggi dan memiliki teridentifikasi melalui kehadiran fosil jejak dari
suplai makanan yang cukup. Arang (charcoal) turut Cruziana ichnofacies yang merupakan indikasi
hadir pada beberapa layer pada asosiasi fasies ini, lingkungan tenang dan arus yang berenergi lemah,
Hal ini mengindikasikan bahwa pada suatu daratan serta lingkungan yang relatif dalam (zona neritik).
yang tidak jauh dari cekungan ini telah terjadi Fasies ini diinterpretasikan merupakan fasies
aktivitas vulkanisme yang menghanguskan vegetasi medial hingga distal suatu tubuh gunungapi
yang ada. Selain itu, kehadiran arang pada fasies ini (Boggie and MacKenzie, 1998 dalam Bronto,
mengindikasikan bahwa fasies D ini diendapkan 2006).
pada lingkungan laut dangkal mengingat sifat dari
arang tersebut yang sangat rentan akan proses Asosiasi Fasies V : Thin Bedded On Levee
penghancuran oleh arus. Batuan yang memiliki
karakter pada fasies ini diinterpretasikan Asosiasi fasies V dijumpai pada bagian atas
merupakan fasies medial hingga distal suatu tubuh pada interval 90 m 100 m pada penampang
gunungapi (Boggie and MacKenzie, 1998 dalam stratigrafi daerah penelitian. Asosiasi fasies ini
Bronto, 2006). merupakan asosiasi dari fasies D : tuffaceous
sandstone, dan fasies F : shale. Pengelompokan
Asosiasi Fasies IV : Channeled To Smooth fasies penyusun lingkungan thin bedded sediment
Portion Of Suprafan Lobes On Midle Fan on levee (Walker, 1978) didasarkan pada asosiasi
fasies yang hadir, serta pola perselingan fasies yang
Asosiasi fasies IV dijumpai pada bagian atas ada.
pada interval 127 150 m pada penampang
stratigrafi daerah penelitian. Asosiasi fasies ini Pada fasies V secara umum merupakan
merupakan asosiasi dari fasies D : tuffaceous interkalasi antara fasies E dan fasies D yang
sandstone, fasies E : calcareous sandstone serta menunjukan pola thickning upward sequence pada
fasies F : shale. Pengelompokan fasies penyusun fasies classical turbidite (Walker, 1978) namun
lingkungan channeled to smooth portion of didominasi oleh material berukuran lempung secara
suprafan lobes on midle fan (Walker, 1978) keseluruhan. Fasies D pada asosiasi fasies ini
didasarkan pada ciri fisik batuan, asosiasi fasies, memiliki karakter struktur berlapis tipis, berukuran
serta pola perselingan fasies yang ada. pasir sangat halus. Asosiasi fasies V
diinterpretasikan merupakan endapan-endapan
Pada fasies IV secara umum merupakan turbidit fraksi halus pada levee on upper fan
interkalasi antara fasies E dan fasies F yang sebagai akibat chanel yang ada tidak mendapat
menunjukan pola thinning upward sequence namun suplai sedimen (abandoned channel) sehingga pada
didominasi oleh material berukuran pasir halus - bagian ini terendapkan endapan-endapan suspensi
lempung secara keseluruhan. Pengamatan secara berupa shale. Keadaan semacam ini bisa
megaskopis pada fasies D yang hadir pada asosiasi diakibatkan oleh minimnya suplai sedimen pada
fasies ini memiliki komposisi kristal yang banyak cekungan atau chanel yang mengalami perpindahan
yaitu berupa plagioklas dan mineral mafik. sehingga chanel yang ada sebelumnya tidak
Kehadiran mineral chlorite dan smectite pada fasies mendapat suplai sedimen. Batuan yang memiliki
ini menjadi salah satu indikasi keterdapatan mineral karakter pada fasies ini merupakan fasies distal
mafik yang cukup banyak pada fasies ini. Hal ini
suatu tubuh gunungapi (Boggie and MccKenzie,
1998). 2. Skolithos-Cruziana Ichnofacies II
Pada fasies ini berasosiasi dengan fosil jejak
berupa chondrites, dan macaronichus dengan Asosiasi fasies ini dijumpai pada interval 49
intensitas yang sangat jarang bahkan pada beberapa 120 m pada daerah penelitian. Fasies ini terdiri dari
lapisan tidak dijumpai adanya fosil jejak. Pada asosiasi spesies Skolithos, Diplocraterion,
batuan fraksi halus sangat susah untuk menemui Cruziana, Ophiomorpha, Chondrites, dan
adanya fosil jejak, dikarenakan batuan ini sangat Planolites. Skolithos, Ophiomorpha, dan
susah untuk mempreservasi jejak aktivitas Chondrites, merupakan spesies yang paling sering
organisme dan ditambah lagi dikarenakan hampir dijumpai. Secara garis besar pada fasies ini
sebagian besar organisme sangat tidak menyukai didominasi oleh vertical burrowing dengan sedikit
substrat berupa batulempung. kehadiran horizontal burrow. Dari analisis lapangan
dikategorikan pada fasies ini memiliki diversitas
yang rendah-menengah dan memiliki intensitas
Ichnofasies Formasi Sambipitu kehadiran yang rendah.
Pada fasies ini mengalami reduksi dalam hal
Berdasarkan kajian data lapangan, pada daerah ukuran dari fosil jejak. Fosil jejak yang hadir
penelitian dijumpai beberapa ichnogenera fosil memiliki ukuran yang relatif lebih kecil
jejak yaitu Thallasinoides, Skolithos, Ophiomorpha, dibandingkan fasies dibawahnya, diantaranya
Psilonichus, Beaconites, Cruziana, Scolicia, Chondrites (Diameter 0,3-1 cm, Dalam 15 Cm).
Rhyzocorallium, Diplocraterion, Planolites, Fasies ini ditemukan pada substrat berupa
Areniculites, dan Chondrites (Gambar 5). Formasi tuffaceous sandstone, shale, conglomerate.
Sambipitu dapat dibagi menjadi 3 fasies
berdasarkan asosiasi spesies fosil jejak yaitu Pada fasies ini memiliki karakter fosil jejak
yang relatif berbeda dari fasies sebelumnya.
1. Skolithos-Cruziana Ichnofacies I Perbedaan ini diakibatkan oleh faktor-faktor yang
berhubungan dengan kondisi lingkungan pada saat
Asosiasi fasies ini dijumpai pada interval 0 pengendapan. Dari karakter fosil jejak yang
49 m pada daerah penelitian. Fasies ini terdiri dari memiliki diversitas yang rendah, intensitas yang
asosiasi beberapa spesies yaitu : Skolithos, rendah serta fosil jejak yang mengalami reduksi
Beaconites, Diplocraterion, Beaconites, dalam hal ukuran, maka diinterpretasikan pada saat
Thallasinoides, Cruziana, Psilonichus, pengendapan kondisi lingkungan pengendapan pada
Ophiomorpha, Chondrites, dan Planolites. lingkungan yang memiliki arus tinggi dicerminkan
Skolithos, Chondrites, Thallasinoides dan oleh dominasi vertical burrowing, daya dukung
Beaconites merupakan spesies yang memiliki lingkungan terhadap kelangsungan hidup organisme
intensitas kehadiran tinggi pada assosiasi fasies ini. menurun, kandungan oksigen tinggi, namun secara
Secara garis besar pada fasies ini didominasi oleh bathimetri masih pada lingkungan laut dangkal
vertical burrowing dan horizontal burrowing. (zona litoral).
Selain hal diatas, pada fasies ini memiliki
karakter yang berbeda dari fasies lainnya. Fosil
3. Cruziana Ichnofacies
jejak yang hadir memiliki ukuran yang sangat besar
diantaranya Beaconites (Diameter 5-7 Cm), Asosiasi fasies ini dijumpai pada interval 120-
Chondrites (Diameter 1-2 cm, Dalam 30 Cm), 155 m pada daerah penelitian. Fasies ini terdiri dari
Thallasinoides (Diameter 5 cm, Dalam 15 Cm). asosiasi beberapa spesies fosil jejak diantaranya,
Fosil jejak pada fasies ini memiliki intensitas yang Cruziana, Thallasinoides, Planolites, Aullichnites,
sangat tinggi, sehingga struktur sedimen yang ada Gyrochorte, Chondrites, Rhyzocorallium, dan
sebagian besar rusak akibat fosil jejak yang ada. Skolithos. Aullichnites, Chondrites, Planolites, dan
Fasies ini ditemukan pada substrate berupa Cruziaana merupakan spesies yang paling sering
tuffaceous sandstone, shale, andesite breccia. dijumpai pada daerah penelitian. Secara umum,
Dari karakteristik fasies ini yang memiliki fasies ini didominasi oleh horizontal burrowing dan
diversitas tinggi, memiliki ukuran serta kedalaman repichnia epirelief dan sedikit vertical burrowing.
burrowing yang dalam dan kelimpahan yang tinggi, Ditinjau dari sisi keragaman spesies, fasies ini
diinterpretasikan bahwa pada waktu pengendapan memiliki diversitas yang menengah namun
fasies ini diendapkan pada lingkungan yang
intensitas kehadiran dari suatu taksa rendah.
memiliki energi arus yang cukup kuat, memiliki
daya dukung lingkungan yang tinggi terhadap Fosil jejak yang hadir mengalami reduksi yang
kelangsungan hidup organisme yang menghasilkan sangat signifikan dari sisi ukuran fosil jejak itu
fosil jejak terserbut, memiliki kadar oksigen yang sendiri, seperti diantaranya Chondrites (Diameter
tinggi, dan merupakan lingkungan laut dangkal 0,3-0,5 Cm, Dalam 1-5 Cm), Thallasinoides
(zona litoral). (Diameter 1-3 cm, dalam 1-5 cm). Substrat dari
fasies ini memiliki karakter batuan yang berbeda Fragmen pada fasies polymictic conglomerate
seperti pada shale, calcareous sandstone, yang telah membundar merupakan hasil dari proses
tuffaceous sandstone. sedimentasi oleh arus traksi yang tertransportasi
cukup jauh. Fragmen ini diinterpretasikan
Fasies ini sudah sangat berbeda merupakan material volkanik dari aktivitas
karakteristiknya dari fasies dibawahnya baik dari vulkanisme sebelumnya yaitu Formasi Nglanggeran
segi spesies, diversitas maupun intensitasnya. atau volkanisme aktif pada saat itu yang
Berdasarkan karakteristik diatas mengindikasikan tertransportasi cukup jauh menuju lingkungan yang
fasies ini terbentuk pada lingkungan laut dengan dekat terhadap cekungan yang kemudian
keadaan tenang, energi arus lemah-medium, terjadi tertransportasikan kembali oleh mekanisme aliran
penurunan kadar oksigen, dan pada lingkungan gravitasi. Kehadiran fragmen-fragmen andesit yang
yang relatif lebih dalam (zona neritik). telah teralterasi pada fasies ini merupakan salah
satu indikasi bahwa material tersebut berasal dari
Model Sistem Lingkungan Pengendapan batuan sebelumnya yang telah mengalami proses
alterasi.
Berdasarkan kajian data faktual di lapangan
terhadap data litofasies dan ichnofasies Formasi Kehadiran fragmen arang (charcoal)
Sambipitu, dibutuhkan beberapa syarat sistem mengindikasikan bahwa pada suatu daratan yang
lingkungan pengendapan Formasi Sambipitu yang tidak jauh dari cekungan ini telah terjadi aktivitas
saling mendukung baik dari aspek dinamika vulkanisme yang menghanguskan vegetasi yang
sedimentasi serta suplai material, diantaranya : ada. Selain itu, kehadiran arang pada fasies ini
a. Adanya gunungapi aktif yang berada dekat mengindikasikan bahwa fasies D ini diendapkan
lingkungan pengendapan. pada lingkungan laut dangkal mengingat sifat dari
b. Adanya slope yang merupakan syarat agar arang tersebut yang sangat rentan akan proses
terjadinya mekanisme aliran gravitasi. penghancuran oleh arus. Berdasarkan data-data
c. Adanya batuan asal berupa batuan volkanik dari kajian di atas, model sistem lingkungan
aktivitas volkanisme sebelumnya yang telah pengendapan Formasi Sambipitu pada Miosen
tertransportasi cukup jauh. Tengah berada pada cekungan intra arc basin pada
d. Adanya daratan disekitar cekungan yang dekat fasies proksimal bagian luar dari tubuh gunungapi
terhadap gunungapi aktif dimana daratan ini (Gambar 6).
ditumbuhi oleh vegetasi yang kemudian
terbakar menjadi arang yang tertransportasi KESIMPULAN
kedalam cekungan.
Berdasarkan kajian terhadap data lithofasies
Gunungapi aktif yang berada dekat terhadap dan ichnofasies Formasi Sambipitu dapat
cekungan merupakan sumber suplai material utama disimpulkan beberapa hal, yaitu :
Formasi Sambipitu. Kegiatan volkanisme ini
mengakibatkan cekungan menjadi keruh sehingga 1. Formasi Sambipitu disusun oleh batuan-
organisme yang merupakan sumber material batuan hasil percampuran antara material
karbonat sangat jarang pada lingkungan seperti ini. vulkanik dan karbonat yang diendapkan oleh
Organisme akan tumbuh dan tinggal pada bagian arus gravitasi.
lingkungan yang tidak disuplai material volkanik 2. Kehadiran fosil jejak pada Formasi Sambipitu
secara langsung. Pada lingkungan yang tenang sangat melimpah dari spesies Skolithos,
inilah material karbonat (reef) dapat tumbuh. Ophiomorpha, Planolites, Psilonichus,
Namun demikian, sumber material karbonat lainnya Diplocraterion, Thallasinoides, Chondrites,
seperti foraminifera plangtonik masih dijumpai Cruziana, Rhyzocorallium, Macaronichus,
dalam jumlah banyak, sehingga batuan yang Aulichnites, dan Gyrochorte.
terbentuk dalam cekungan akan mengandung 3. Berdasarkan kandungan fosil jejak, Formasi
komposisi material asal vulkanik dan karbonat Sambipitu dibagi menjadi 3 fasies yaitu
dengan beberapa syarat lainnya terpenuhi. Skolithos-Cruziana ichnofacies I, Skolithos-
Cruziana ichnofacies II, dan Cruziana
Formasi Sambipitu tersusun oleh jenis litologi ichnofacies.
yang merupakan hasil dari mekanisme aliran 4. Formasi Sambipitu dibagi menjadi tujuh
gravitasi. Aliran gravitasi memerlukan beberapa lithofasies, yaitu fasies A : gradded bedding
syarat agar dapat terjadi, salah satunya adalah slope andesite breccia, fasies B : inverse gradded
atau lereng yang menjadi bidang gelincir dari suatu bedding polymictic breccia, fasies C :
material akibat massa dari material itu sendiri. polymictic conglomerate, fasies D : tuffaceous
Slope pada lingkungan ini diinterpretasikan sandstone, fasies E : calcareous sandstone,
merupakan slope yang dikontrol oleh kemiringan fasies F : shale, dan fasies G : pebbly
dari lereng gunungapi aktif yang berada dekat atau sandstone.
pada cekungan tersebut.
5. Formasi Sambipitu diendapkan oleh Yogyakarta dan Jawa Tengah, Prosiding PIT
mekanisme aliran gravitasi kipas bawah laut IAGI XV, Yogyakarta.
pada lingkungan slope to basin on upper fan,
meandering channel on upper fan, channeled Walker, R.G., 1978, Facies Models, Geological
portion of suprafan lobes on midle fan, Association of Canada, Toronto.
channeled to smooth portion of suprafan lobes
on midle fan dan thin bedded sediment on
levee (Walker, 1978)
6. Formasi Sambipitu diendapkan pada sistem
lingkungan pengendapan yang berasosiasi
dengan gunungapi aktif bawah laut pada fasies
proksimal bagian luar .

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan banyak terima kasih


kepada Desy Ayu Alvrida dan rekan-rekan
Pernancio, Ilong, Hendro, Abdul Karim, dan
Zulkifli yang telah membantu dalam proses
penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Apresiasi
tertinggi dihaturkan kepada Bapak Dr. Hill Gendoet
Hartono, S.T., M.T. selaku pembimbing yang telah Gambar 1. Lokasi daerah penelitian
memberikan masukan kepada peneliti selama
proses pengerjaannya hingga karya tulis ilmiah ini
selesai.
Tabel 1. Kolom stratigrafi Pegunungan Selatan
DAFTAR PUSTAKA (Surono, 2009)

Boogs, Jr, 2006, Principle of Sedimentology and


Stratigraphy 4th Edition, University of Oregon,
United Kingdom.

Bothe, A.Gh. D., 1929, The Geology of the Hills


Near Djiwo and Southern Range, 4th
PacificScience Congress, Bandung.

Bromley G.R, 1996, Trace Fossils, Geologycal


Institute University of Copenhagen, Denmark.

Bronto, 2006. Fasies Gunungapi dan Aplikasinya,


Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2.

Ekdale A.A, Bromley, G.R, Pemberton G.S,


1984, Ichnology, Society of Economic and
Mineralogyst, Oklahoma.

Mutti, E, 1992, Turbidites Sandstones, Universitas


de Parma Italy.

Mutti E. And W.R. Nomark, 1987, Comparinf


Examples of Modern and Ancient Turbidite
System: Problem and Concept, in J.K Legget
and G.G. Zuffa : Marine clastic sedimentology :
Graaham-Thortman, London.

Surono, 2009., Litostratigrafi Pegunungan Selatan


Bagian Timur Daerah Yogyakarta Dan Jawa
Tengah, Jurnal Sumber Daya Geologi, Volume
19.

Suyoto & Santoso, K., 1986, Klasifikasi Stratigrafi


Pegunungan Selatan Daerah Istimewa
Gambar 2. Hubungan antara keterdapatan fosil jejak terhadap
lingkungan pengendapan (Modifikasi Crime, 1975, dalam
Ekdale, et al., 1984)

Gambar 3. Pembagian fasies gunung api beserta komposisi


batuan penyusunnya Bogie dan Mackenzie (1998, dalam
Bronto 2006)

Gambar 5. Ichnogenera fosil jejak pada daerah


penelitian

Gambar 6. Model sistem lingkungan pengendapan Formasi


Sambipitu
Gambar 4. Lithofasies Formasi Sambipitu pada daerah penelitian

Gambar 7. Kolom stratigrafi daerah penelitian

Anda mungkin juga menyukai