Anda di halaman 1dari 29

STUDI GEOMORFOLOGI DAN KONSERVASI TANAH DI DAERAH

KABAENA TIMUR KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI


TENGGARA

PROPOSAL PENELITIAN

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN


MENCAPAI DERAJAT SARJANA (S1)

DIAJUKAN OLEH

OLEH :
RIZCHA AMELIA BAKRI
R1C116115

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Geologi dan geomorfologi mempunyai peranan yang erat dalam

pengelolaan yang didasarkan pada atas karakteristik batuan dalam hal

pengelolaan vegetasi, tanah dan air. Sedangkan parameter geomorfologi

seperti kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng, merupakan

pertimbangan untuk daerah konservasi tanah dan air.

Studi Geomorfologi mencakup studi historis yang mendeduksikan ciri –

ciri bentang alam (Landscape) yang dikaitkan dengan bukti – bukti peristiwa

atau historis, seperti (tektonik, perubahan muka air laut, dan iklim).

Sedangkan studi fungsional menyangkut mengenai proses dan perilaku

material bumi yang oleh ahli Geomorfologi diamati perkembangan bentuk

lahannnya. Geomorfologi selalu mempertimbangkan proses dan material,

karena keduanya sangat penting dalam determinasi morfologi suatu daerah.

Peta geomorfologi yang dibuat oleh berbagai lembaga di dunia penekanan

aspek geomorfologi yang berbeda. Aspek-aspek tersebut dapat digambarkan

pada peta dengan simbol warna wilayah dan pola warna hitam putih dan

simbol garis, tergantung pada kepentingan pembuat peta terhadap masing-

masing aspek.

Bentuklahan adalah kenampakan medan yang dibentuk oleh prosesproses

alam dan mempunyai komposisi serangkaian, karateristik fisik dan visual


tertentu di manapun bentuklahan ditemui (Way, 1973 dalam Van Zuidam,

1979). Bentuklahan mengalami proses perubahan secara dinamis selama

proses geomorfologi bekerja pada bentuklahan

tersebut. Tenaga yang bekerja disebut dengan tenaga geomorfologi yaitu

semua media alami yang mampu mengikis dan mengangkut material di

permukaan bumi, tenaga ini dapat berupa air mengalir, air tanah, gelombang,

arus, tsunami, angin, dan gletser.

Berdasarkan pada proses yang bekerja pada permukaan bumi dikenal

dengan proses, fluvial, marine, eolin, pelarutan, dan proses gletser. Akibat dari

adanya proses tersebut maka terjadi proses degradasi dan agradasi. Proses

degradasi menyebabkan penurunan permukaan bumi, sedangakan agradasi

menyebabkan penaikan permukaan bumi. Pada proses degradasi didalamnya

terdapat proses pelapukan, gerak massa dan erosi (Thornbury, 1970). Salah

satu studi geomorfologi adalah mempelajari bentuk-bentuk erosi dan gerak

massa tanah.

Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah

dari suatu tempat yang diangkut oleh air dan angin ke tempat lain . Erosi

secara alamiah dapat dinyatakan tidak menimbulkan keseimbangan bagi

kehidupan manusia atau terganggunya keseimbangan lingkungan. Aktivitas

manusia dalam berbagai bidang pada umumnya tidak memperlambat erosi,

namun menjadikan erosi dipercepat. Dengan menjaga keutuhan tanah inilah,

maka adanya tindakan-tindakan konservasi tanah akan sangat diperlukan

(Sitanala Arsyad, 1989).


Gerak massa tanah (mass movement) merupakan proses bergeraknya

puing-puing batuan (termasuk di dalamnya tanah) secara besar-besaran

menuruni lereng secara lambat hingga cepat, oleh adanya pengaruh langsung

dari gravitasi (Finlayson,1980; Varnes, 1978 dalam Imam Hardjono, 1997).

Gerakan massa tanah (mass movement) atau batuan pada lereng dapat terjadi

akibat interaksi pengaruh antara beberapa kondisi yang meliputi kondisi

morfologi, geologi, hidrogeologi, dan tata guna lahan. Kondisi-kondisi

tersebut

saling berpengaruh sehingga mewujudkan suatau kondisi yang mempunyai

kecenderungan atau berpotensi untuk bergerak (Karnawati, 2005)

Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah

sebagai cara penggunaan yang sesuai dengan bidang kemampuan tanah

tersebut dan cara memperlakukanya sesuai dengan persyaratan yang di

perlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam penilaian tanah dapat

dirumuskan dalam sistem klasifikasi kemampuan lahan yang ditujukan untuk :

1) Mencegah kerusakan tanah oleh erosi; 2) Memperbaiki tanah yang telah

rusak; 3) memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah supaya dapat

digunakan dengan tetap lestari. Dengan demikian maka konservasi tanah

tidaklah berarti penundaan penggunaan tanah atau pelarangan penggunaan

tanah tetapi penyesuaian macam penggunaanya dengan kemampuan tanah

dan memberikan perlakuan yang sesuai dengan syarat- syarat yang di

diperlukan, agar dapat berfungsi secara lestari (Sitanala Arsyad,1989).

Praktek konservasi sebagian besar masih sederhana yaitu berupa teras tak

sempurna, maka dilihat dari fenomena tersebut di temukan bentuk-bentuk


erosi dan gerak massa dengan tingkat dan intensitas yang bervariasi di daerah

penelitian, yang seacara tidak lansung menunjukan bahwa pengelolaan lahan

didaerah penelitian perlu dilakukan pembenahan-pembenahan, agar erosi dan

gerak massa tanah dapat dikurangi seminimal mungkin dan agar tanah dapat

brfungsi secara optimal serta untuk kelestarian lingkungan.

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut maka penulis

melakukan penelitian dengan judul “STUDI GEOMORFOLOGI DAN

KONSERVASI TANAH DI DAERAH KABAENA TIMUR KABUPATEN

BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik geomorfologi yang ada di daerah penelitian?

2. Bagaimana persebaran bentuk-bentuk erosi dan tingkat kerentanan

gerak massa yang terjadi di daerah penelitian ?

3. Bagaimana bentuk konservasi tanah dengan adanya bentuk-bentuk

erosi dan gerak massa di daerah penelitian?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui karakteristik geomorfologi yang terdapat di daerah penelitian.

2. Mengetahui persebaran bentuk-bentuk erosi dan tingkat kerentanan gerak

massa yang terjadi di daerah penelitian.

3. Mengetahui agihan bentuk konservasi tanah dengan adanya bentuk-bentuk

erosi dan gerak massa yang terjadi di daerah penelitian.


D. Manfaat Penelitian

1. Memberikan kontribusi penelitian tentang proses geomorfologi berupa

bentuk erosi tanah dan gerak massa tanah didaerah penelitian.

2. Membantu dalam menata ruang didaerah penelitian khususnya didaerah

yang memiliki tingkat erosi dan kerentanan gerak massa yang tinggi.

3. Sebagai sumbangan pemikiran dalam perencanaan penggunaan lahan dan

pertimbangan dalam menyusun Rencana Teknik Rehabilitasi Lahan dan

Konservasi Tanah di daerah penelitian.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Geologi Regional

Simandjuntak dalam Surono (2010), menjelaskan bahwa berdasarkan

sifat geologi regionalnya Pulau Sulawesi dan sekitarnya dapat dibagi menjadi

beberapa mandala geologi (Gambar 1) yakni adalah mandala geologi

Sulawesi Timur, mandala geologi Sulawesi Barat, dan mandala geologi

Baggai Sula. Mandala geologi Sulawesi timur meliputi lengan Tenggara

Sulawesi, Bagian Timur Sulawesi Tengah dan Lengan Timur Sulawesi

(Surono, 2010).

Gambar 1. Pembagian Mandala Geologi Pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya

(Surono, 2010 dalam Sidarto 2013).


1. Geomorfologi

a. Morfologi pegunungan

Satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di kawasan ini,

terdiri atas Pegunungan Mekongga, Tangkelemboke, Mendoke dan

Pegunungan Rumbia yang terpisah di ujung selatan Lengan Tenggara.

Rangkaian pegunungan dalam satuan ini mempunyai pola yang hampir sejajar

berarah barat laut–tenggara. Arah ini sejajar dengan pola struktur sesar

regional di kawasan ini. Pola ini mengindikasikan bahwa pembentukan

morfologi pegunungan itu erat hubungannya dengan sesar regional.

Gambar 2. Bagian Selatan Lengan Sulawesi dari Citra IFSAR (Surono, 2013)
b. Morfologi perbukitan tinggi

Morfologi perbukitan tinggi menempati bagian selatan Lengan Tenggara,

terutama di selatan Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang mencapai

ketinggian 500 mdpl dengan morfologi kasar. Batuan penyusun morfologi ini

berupa batuan sediman klastika Mesozoikum dan Tersier.

c. Morfologi perbukitan rendah

Morfologi perbukitan rendah melampar luas di Utara Kendari dan ujung

selatan Lengan Tenggara Sulawesi. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan

rendah dengan morfologi yang bergelombang. Batuan penyusun satuan ini

terutama batuan sedimen klastika Mesozoikum dan Tersier.

d. Morfologi pedataran

Morfologi dataran rendah dijumpai di bagian tengah ujung selatan Lengan

Tenggara Sulawesi. Tepi selatan Dataran Wawotobi dan Dataran Sampara

berbatasan langsung dengan morfologi pegunungan.

e. Morfologi karst

Morfologi karst melampar di beberapa tempat secara terpisah. Satuan ini

dicirikan perbukitan kecil dengan sungai di bawah permukaan tanah. Sebagian

besar batuan penyusun satuan morfologi ini didominasi oleh batugamping

berumur Paleogen dan selebihnya batugamping Mesozoikum.

Daerah penelitian secara geomorfologi berada pada geomorfologi perbukitan

tinggi, terdiri atas bukit-bukit yang mencapai ketinggian 500 mdpl dengan

morfologi kasar.
2. Stratigrafi regional

Stratigrafi Lengan Tenggara Sulawesi berdasarkan Surono 2013,

terbagi dalam 3 kompleks yakni Kompleks ofiolit, Molasa Sulawesi, dan

Batuan Metamorf (Surono, 2013) (Gambar 3)

Gambar 3. Peta geologi bagian timur Sulawesi skala 1:250.000( Surono, 2013b).
a. Kompleks Ofiolit

Kompleks Ofiolit di Lengan Tenggara Sulawesi merupakan bagian Lajur

Ofiolit Sulawesi Timur. Batuan pembentuk lajur ini didiminasi oleh batuan

ultramafik dan mafik serta sedimen pelagic. Batuan ultramafik terdiri atas

harzburgit, dunit, werlit, lerzolith, websterit, serpentinit, dan piroksinit (Kundg

1956 ; Simanjuntak dkk., 1993a, b, c; Rusmana dkk., 19931, b). Sementara

batuan mafik terdiri atas gabro, basalt, dolerite, mikrogabro, dan amfibolit.

Sedimen pelagic tersusun oleh batugamping laut dalam rijang radiolaria.

b. Molasa Sulawesi

Molasa Sulawesi menyebar luas di Lengan Tenggara Sulawesi dan terdiri atas

batuan sedimen klastik dan karbonat. Batuan sedimen klastik terdiri atas

konglomerat, batupasir, dan batulanau (Formasi Langkowala), batulempung,

napal pasiran (Formasi Boepinang), dan batupasir setempat yang berasosiasi

dengan terumbu koral (Formasi Emoiko).

c. Batuan Metamorf

Kompleks batuan malihan menempati bagian tengah Lengan Tenggara

Sulawesi mebentuk Pegunungan Mendoke dan ujung selatannya membentuk

Pegunungan Rumbia. Kompleks ini didominasi batuan malihan yang terdiri

atas sekis, kuarsit, sabak, dan marmer (Simanjuntak dkk, 1993c; Rusmana

dkk., 1993b) dan diterobos aplit dan diabas (Surono, 1986 dalam Surono,

2013).

Daerah penelitian berada pada kompleks Molasa Sulawesi dan sebagian

komples Batuan Metamorf. Dalam peta geologi regional, daerah penelitian

masuk dalam lembar Kolaka 1:250.000 (Simanjuntak dkk, 1993). Formasi


batuan penyusun peta geologi regional lembar Kolaka dan lembar lasusua

diurutkan dari termuda sebagai berikut:

1. Aluvium (Qa)
Terdiri atas lumpur, lempung, pasir kerikil dan kerakal. Satuan ini

merupakan endapan sungai, rawa dan endapan pantai. Umur satuan ini adalah

Holosen

2. Formasi Alangga (Qpa)

Terdiri atas konglomerat dan batupasir. Umur dari formasi ini adalah Plistosen

dan lingkungan pengendapannya pada daerah darat-payau. Formasi ini

menindih tak selaras formasi yang lebih tua yang masuk kedalam kelompok

molasa Sulawesi.

3. Formasi Buara (Ql)


Terdiri atas terumbu koral, konglomerat dan batupasir. Umur dari

formasi ini adalah Plistosen-Holosen dan terendapkan pada lingkungan laut

dangkal.

4. Formasi Boepinang (Tmpb)


Terdiri atas lempung pasiran, napal pasiran dan batupasir. Batuan ini

berlapis

dengan kemiringan perlapisan relatif kecil yaitu < 15o yang dijumpai

membentuk antiklin dengan sumbu antiklin berarah barat daya – timur

laut. Umur formasi ini diperkirakan Pliosen dan terendapkan pada

lingkungan laut dangkal (neritik).


5. Formasi Eemoiko (Tmpe)
Terdiri atas kalkarenit, batugamping koral, batupasir dan napal.

Formasi ini berumur Pliosen dengan lingkungan pengendapan laut dangkal,

hubungan menjemari dengan formasi Boepinang.

6. Formasi Langkowala (Tml)

Terdiri atas konglomerat, batupasir, serpih dan setempat kalkarenit.

Konglomerat mempunyai fragmen beragam yang umumnya berasal dari

kuarsa dan kuarsit, dan selebihnya berupa batu pasir malih, sekis dan

ultrabasa. Ukuran fragmen berkisar 2 cm sampai 15 cm, setempat terutama

dibagian bawah sampai 25 cm. Bentuk fragmen membulat – membulat

baik, dengan sortasi menengah. Formasi ini banyak dibatasi oleh kontak

struktur dengan batuan lainnya dan bagian atas menjemari dengan bagian

bawah batuan sedimen formasi Boepinang (Tmpb). Hasil penanggalan

umur menunjukkan bahwa batuan ini terbentuk pada Miosen Tengah.

7. Kompleks Pompangeo (MTpm)


Terdiri atas sekis mika, sekis glaukofan, sekis amphibolit, sekis

klorit, rijang, pualam dan batugamping meta. Sekis berwarna putih, kuning

kecoklatan, kehijauan kelabu; kurang padat sampai sangat padat serta

memperlihatkan perdaunan. Setempat menunjukkan struktur chevron, lajur

tekuk (kink banding) dan augen serta di beberapa tempat perdaunan terlipat.

Rijang berwarna kelabu sampai coklat; agak padat sampai padat, setempat

tampak struktur perlapisan halus (perarian). Pualam berwarna kehijauan,

kelabu sampai kelabu gelap, coklat sampai merah coklat, dan hitam bergaris

putih; sangat padat dengan persekisan, tekstur umumnya nematoblas yang


memperlihatkan pengarahan. Persekisan dalam batuan ini didukung oleh

adanya pengarahan kalsit hablur yaag tergabung dengan mineral lempung dan

mineral kedap (opak). Batuan terutama tersusun oleh kalsit, dolomit dan

piroksen; mineral lempung dan mineral bijih dalam bentuk garis. Wolastonit

dan apatit terdapat dalam jumlah sangat kecil. Plagioklas jenis albit

mengalami penghabluran ulang dengan piroksen. Berdasarkan penarikan umur

oleh Kompleks Pompangeo mempunyai umur Kapur Akhir – Paleosen bagian

bawah.

8. Formasi Matano (Km)


Terdiri atas batugamping hablur, rijang dan batusabak.

Batugamping berwarna putih kotor sampai kelabu; berupa endapan kalsilutit

yang telah menghablur ulang dan berbutir halus (lutit); perlapisán sangat baik

dengan ketebalan lapisan antara 10-15 cm; di beberapa tempat dolomitan; di

tempat lain mengandung lensa rijang setempat perdaunan. Rijang berwarna

kelabu sampai kebiruan dan coklat kemerahan; pejal dan padat. Berupa lensa

atau sisipan dalam batugamping dan napal; ketebalan sampai 10 cm.

Batusabak barwarna coklat kemerahan; padat dan setempat gampingan;

berupa sisipan dalam serpih dan napal, ketebalan sampai 10 cm. Formasi

Matano diduga berumur Kapur Atas dengan lingkungan pengendapan pada

laut dalam.

9. Kompleks Ultramafik (Ku)


Terdiri atas harzburgit, dunit, wherlit, serpentinit, gabbro, basal,

dolerit, diorit, mafik meta, amphibolit, magnesit dan setempat rodingit. Satuan

ini diperkirakan berumur Kapur.


10. Formasi Meluhu (TRJm)
Terdiri atas batupasir kuarsa, serpih merah, batulanau, dan

batulumpur di bagian bawah; dan perselingan serpih hitam, batupasir, dan

batugamping di bagian atas. Formasi ini mengalami tektonik kuat yang

ditandai oleh kemiringan perlapisan batuan hingga 80o dan adanya

puncak antiklin yang memanjang utara barat daya – tenggara. Umur dari

formasi ini diperkirakan Trias.

11. Formasi Laonti (TRJt)


Terdiri atas batugamping malih, pualam dan kuarsit. Kuarsit, putih

sampai coklat muda; pejal dan keras; berbutir (granular), terdiri atas

mineral granoblas, senoblas, dengan butiran dan halus sampai sedang.

Batuan sebagian besar terdini dari kuarsa, jumlahnya sekitar 97%. Oksida

besi bercelah diantara kuarsa, jumlahnya sekitar 3%. Umur dari formasi ini

adalah Trias.

d. Kompleks Mekongga (Pzm)

Terdiri atas sekis, gneiss dan kuarsit. Gneiss berwarna kelabu sampai kelabu

kehijauan; bertekstur heteroblas, xenomorf sama butiran, terdiri dari mineral

granoblas berbutir halus sampai sedang. Jenis batuan ini terdiri atas gneiss

kuarsa biotit dan gneiss muskovit. Bersifat kurang padat sampai padat.

3. Struktur geologi

Struktur geologi yang berkembang di Lengan Tenggara Sulawesi didominasi

oleh sesar berarah barat laut-tenggara, yang utama terdiri atas Sesar Matano,
Kelompok Sesar Kolaka, Kelompok Sesar Lawanopo, dan Kelompok Sesar

Lainea.Sesar-sesar lainnya terdiri atas Sesar Lemo, Sesar Lameroto, Sesar

Mateupe, Sesar Larumbu, Sesar Lindu, Sesar Lambatu, dan Sesar

Tanjungbasi (Sidarto & Bachri, 2013) (Gambar 4 ).

Gambar 4. Struktur geologi Sulawesi dan sekitarnya (Sidarto dan Bachri, 2013).

a. Sesar Lemo, Sesar Lameroto, dan Sesar Mateupe

Sesar-sesar ini terletak di ujung selatan Lengan Tenggara. Ketiga

sesar itu berarah barat laut-tenggara dan relative sejajar dengan sesar utama di

lengan ini, sehingga sesar-sesar ini diduga merupakan sesar mendatar mengiri.
b. Sesar Larumbu

Sesar Larumbu berarah barat-timur dan memotong sesar-sesar

utama yang berarah barat laut-tenggara. Berdasarkan model Riedel, sesar ini

termasuk sesar mendatar mengiri dan sesuai dengan pergeseran sesar yang

dipotong.

c. Sesar Lindu

Sesar Lindu berarah utara barat laut-selatan tenggara. Sesar ini

dicirikan kelurusan lembah, bidang sesar yang terjal, dan bentuknya berkelok-

kelok. Sesar ini diduga merupakan sesar normal, blok bagian timur merupakan

banging wall. Berdasarkan arahnya, sesar ini diduga terbentuk setelah

kompresi yang merupakan pelepasan gaya kompresi.

d. Sesar Lambatu

Sesar Lambatu berarah timur laut-barat daya. Berdasarkan bentuk

morfologinya, sesar ini merupakan sesar normal, blok barat merupakan foot

wall yang membetuk danau. Hal ini sesuai dengan model Raidel yang

merupakan sesar normal.

e. Sesar Tanjungbasi

Sesar Tanjungbasi berkembang di pantai barat yang dicirikan

kelurusan bentangalam. Berdasarkan bentuknya dan bidang sesar yang terjal,

sesar ini diduga merupakan sesar normal yang terjadi karena gerakan gravitasi

(Sidarto & Bachri, 2013).Struktur Geologi yang dijumpai di daerah penelitian


meliputi kekar. Kekar dijumpai hampir seluruh satuan batuan penyusun daerah

ini, kecuali alluvium.

B. Dasar Teori

Geomorfologi adalah ilmu yang mendiskripsikan secara genetis

bentuklahan dan poses-proses yang mengakibatkan terbentuknya

bntuklahan tersebut serta mencari hubungan antara bentuklahan dengan

proses-proses dalam susunan keruangan (Van Zuidam, 1979). Proses

geomorfologi adalah semua perubahan fisik maupun kimia yang

mengakibatkan modifikasi bentuk permukaan bumi (Thornbury, 1970).

Bentuklahan adalah kenampakan medan yang dibentuk oleh proses-proses

alami yang mempunyai susunan tertentu dalam julat karakteristik fisikal

dan visual di manapun bentuklahan dijumpai (Van Zuidam, 1979 dalam

Taryono, 1997).

Bentuklahan mengalami perubahan secara dinamis mengalami

proses perubahan salama proses geomorfologi bekerja pada bentuklahan

tersebut. Tenaga yang bekerja disebut denagan tenaga geomorfologi yaitu

semua media alami yang mampu mengikis dan mengangkut material di

permukaan bumi seperti air menagalir, air tanah, gletser, angin, penyinaran

oleh matahari. Berdasarkan proses yang bekerja pada permukaan bumi

dikenal proses, fluvial, marine, eolin, pelarutan, dan proses gletser akibat

bekerjanya proses tersebut maka terjadi proses degradasi dan agradasi.

Proses degradasi menyebabkan penurunan permukaan bumi, sedangkan

agradasi menyebabkan kenaikan permukaan bumi.


Pada proses degradasi didalamnya terjadi proses pelapukan, gerak

massa dan erosi (Thornbury, 1970). Salah satu studi geomorfologi adalah

mempelajari bentuk-bentuk erosi dan gerak massa tanah.

A. Erosi (erosion)

Erosi merupakan proses pengikisan atau pelepasan (detachment)

massa tanah atau pehilangan terhadap massa tanah akibat tumbukan air

hujan dan pergerakan air permukaan. Erosi adalah peristiwa tersangkutnya

tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami (Sitanala

Arsyad,1989). Erosi dapat di bagi menjadi dua macam yaitu erosi alami

atau erosi geologis dan erosi di percepat (accelerated erosion).

Erosi dipercepat terjadi karena adanya campur tangan manusia,

aktivitas hewan atau terjadi karena adanya kejadian alam, erosi dipercepat

adalah proses penghilangan terhadap massa dan kesuburan tanah, yang

akan mengakibatkan penurunan fungsi hidrologis pada suatu lahan,

produktivitas dan fungsi ekologis lahan, lahan yang mengalami erosi akan

terjadi degradasi baik kesuburan, produktifitas serta penurunan kualitas

lahan secara keseluruhan. Sedangkan erosi geologis yaitu erosi yang

terjadi secara alami tanpa adanya campur tangan manusia dalam

pembentukan lahan, diperlukan untuk menjaga keseimbangan lahan agar

mampu untuk mendukung kehidupan hewan, tanaman atau vegetasi dan

juga manusia.

Faktor- faktor utama yang berpengaruh terhadap laju erosi yang

terjadi adalah iklim, sifat tanah, topografi dan manajemen lahan dan

tanaman (Sitanala Arsyad, 1989). Pada tanah dengan kelerengan yang


tinggi, tanah akan mudah di pecah dan terangkut oleh air ke daerah di

bawahnya, juga pada tanah yang kemiringan lerengnya tinggi daya

rusaknya akan lebih besar karena kecepatannya tinggi. Penutupan tanah

oleh tanaman penutup akan dapat berpengaruh secara langsung terhadap

tanah atau memberi efek perlidungan terhadap air hujan dan daya rusak

limpasan permukaan (run off). Pada kondisi tanah yang terbuka akan

berpotensi mengalami erosi yang tinggi, dibandingkan dengan tanah yang

terdapat tanaman penutupnya.

Bentuk- bentuk erosi menurut Sitanala Arsyad (1989) adalah:

1. Erosi tetesan ( raindrop erosion) atau Erosi percik (splash erosion)

Erosi percik merupakan erosi dari hasil percikan atau benturan air

hujan secara langsung pada partikel tanah dalam keadaan basah. Besarnya

curah hujan intensitas dan distribusi hujan menenentukan kekuatan

penyebaran hujan ke permukaan tanah, kecepatan aliran permukaan serta

kerusakan erosi yang ditimbulkanya. (Hardiyatmo,2006).

2. Erosi lembar (sheet erosion)

Erosi lembar adalah pengangkutan lapisan tanah yang merata

tebalnya dari suatu permukaan bidang tanah. Karena kehilangan lapisan

oleh tanah adalah seragam maka bebtuk erosi ini tidak segera tampak.Jika

erosi telah berjalan lanjut barulah di sadari yaitu setelah tanaman mulai

ditanam di atas lapisan bawah tanah (sub soil) yang tidak baik bagi

pertumbuhan tanaman. Erosi lembar disebut juga dengan erosi antar alur

(Sitanala arsyad,1989).
3. Erosi alur (riil erosion)

Erosi alur adalah erosi yang terjadi karena air yang terkonsetrasi

dan mengalir pada tempat tertentu di permukaan air tanah sehingga

pemindahan tanah lebih banyak terjadi pada suatu tempat tertentu. Alur-

alur yang terjadi masih dangkal dan dapat dihilangkan dengan pengolahan

tanah. Erosi alur biasanya terjadi pada tanah yang di tanami dengan

tanaman yang di tanam berbaris menurut lereng atau bekas tempat

menarik balok- balok kayu. (Sitanala Arsyad,1989).

4. Erosi parit (Gully erosion)

Erosi parit adalah erosi yang terjadi sama dengan erosi alur, tetap

saluran yang terbentuk sudah demikian dalamnya sehingga tidakdapat

dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa sehingga semakin dalam erosi

yang terjadi. Erosi Parit yang baru saja terjadi berukuran sekitar 40 cm

dengan kedalaman sekitar 25 cm. Erosi parit yang telah lama terjadi

berukuran sekitar 30 cm.Erosi parit dapat berbentuk V dan U, tergantung

pada kepekaan erosi setratanya. Bentuk V merupakan Bentuk erosi yang

yang umum di jumpai, tetapi pada daerah-daerah yang substratanya

mudah lepas yang umumnya berasal dari batuan sedimen maka akan

terjadi bentuk erosi U. Di antara bentuk tersebut bentuk U lebih sulit di

perbaiki daripada bentuk V. Tanah yang telah mengalami erosi parit

sangat sulit untuk di jadikan tanah petanian (Sitanala Arsyad,1989).

5. Erosi Tebing sungai ( river bank erosion)

Erosi tebing sungai atau erosi lembah adalah pengikisan tanah

pada tebing-tebing sungai dan penggerusan di dasar sungai oleh air sungai
atau erosi yang terjadi sebagai akibat dari pengikisan tebing sungai oleh

air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan aliran sungai

yang kuat pada suatu belokan - belokan sungai.

6. Longsor (land slide)

Longsor (land slide) adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan

atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat dalam volume yang

besar (Sinatala Arsyad,1989).

7. Erosi internal (Internal of Subsurface Erosion)

Erosi internalmerupakan terangkutnya butir- butir primer ke bawah

ke dalam celah–celah atau pori-pori tanah sehingga tanah menjadi kedap

air dan udara. Erosi internal menyebabkan menurunya kapasitas infiltrasi

tanah dngan cepat sehingga aliran prmukaan meningkat yang

menyebabkan terjadinya erosi lembar atau erosi alur (Sitanala

Arsyad,1989).

B. Gerak Massa Tanah (mass movement)

Gerak massa (mass movement) merupakan proses bergeraknya

puingpuing batuan (termasuk didalamnya tanah) secara besar-beasaran

menurun lereng secara lambat hingga cepat, oleh adanya pengaruh

langsung dari gravitasi (Varnes,1978; Finlayson, 1980 dalam Imam

Hardjono, 1997). Gerak massa tanah pada hakekatnya adalah gerak massa

batuan yang ukuran besarnya masih harus ditentukan, posisi dan arah

gerakanya serta kecepatan dari gerakanya perlu untuk diklasifikasikan,

karena hal ini penting dalam kaitanya dengan pengendalian terhadap gerak

massa tersebut. Pergerakan massa tanah atau batuan pada lereng dapat
terjadi akibat interaksi pengaruh antara beberapa kondisi yang meliputi

kondisi morfologi, geologi, hidrogeologi, dan tata guna lahan. Kondisi

kondisi tersebut saling berpengaruh sehingga mewujudkan suatu kondisi

yang mempunyai kecenderungan atau berpotensi untuk bergerak

(Dwikorita Karnawati, 2005).

Dalam proses terjadinya longsor (land slide), curah hujan menjadi

faktor pendorong paling utama, air hujan yang jatuh ke permukaan tanah

meresap ke dalam tanah, pada kedalaman tertentu air hujan mencapai

lapisan kedap air yang berupa material lempung, sehingga material

lempung yang terkena air hujan yang meresap berubah sifat dari lekat

menjadi material yang licin. Material lempung yang basah dan licin akibat

terkena air ini menjadi bidang gelincir bagi tanah yang berada diatasnya

sehingga terjadi longsor (land slide).


III. METODOLOGI PENENLITIAN

A. Waktu Dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-April 2019, di daerah Pulau

Kabaena tepatnya di Kecamatan Kabaena timur Kabupaten Bombana

Provinsi Sulawesi Tenggara.

Gambar 6. Peta administrasi Kabupaten Bombana (sumber: Pemerintah

Kabupaten Bombana, 2011)

B. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode Survei, analisi data dan uji laboratorium. Metode

survei lapangan meliputi pengamatan, pengukuran dan pencatatan data

secara sistematik terhadap obyek atau fenomena yang di teliti. Metode


analisa laboratorium yaitu metode yang menggunakan laboratorium untuk

memperoleh hasilnya. Penelitian ini juga menggunakan metode analisis

diskriptif kualitatif dan interpretasi peta serta di dukung dengan data

sekunder yaitu data yang di dapatkan dari instansiinstansi yang terkait

dengan penelitian. Sedangkan untuk pengambilan sampel menggunakan

metode stratifeid random sampling yaitu sampel yang diambil dengan

strata bertingkat (Hadi Sabari Yunus, 2010), dimana satuan lahan pada

daerah penelitian sebagai stratanya. Untuk mengetahui tingkat kerentanan

gerak massa menggunakan metode pengharkatan.

C. Tahap Pendahuluan
Pada tahap ini di lakukan persiapan berupa kelengkapan

administrasi, pemilihan judul skripsi, studi pustaka dan diskusi dengan

dosen pembimbing. Tahap ini dilakukan di kampus Teknik Geologi

Universitas Halu Oleo Kendari.

D. Penyusunan Proposal Penelitian


Tahap ini dilakukan sebelum melakukan penelitian di lapangan,

berkoordinasi dengan dosen pembimbing mengenai tema/judul penelitian

yang akan diambil sesuai dengan keinginan dan keadaan di lapangan.

E. Tahap Persiapan
Pada tahap ini penelitian dilakukan berdasarkan studi kepustakaan,

buku-buku ilmiah, majalah ilmiah, jurnal penelitian ilmiah, skripsi,

Rencana Tata Ruang daerah penelitian, membuat peta kerja serta

mengadakan observasi terhadap daerah penelitian.


F. Tahap Pelaksanaan
a. Melakukan survey lapangan

Penelitian ini dilakukan dengan survey dilapangan dengan cara

membuat batasan yang tegas dan tepat pada peta topografi antara batas

kabupaten dan batas kecamatan untuk memudahkan dalam melakukan

survei dilapangan. Dilakukan dengan membuat peta tematik yaitu peta

satuan lahan skala 1 : 50.000 dengan cara peta geologi skala 1 : 50.000

dan peta topografi skala 1 : 50.000 dioverlaykan maka terbentuk peta

bentuklahan skala 1 :50.000. Pembuatan peta bentuklahan bertujuan untuk

mengetahui proses geomorfologi, litologi dan topografi daerah penelitian.

Alat yang dipergunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 2

yaitu sebagai berikut :

Tabel 2. Alat yang digunakan dalam penelitian

No
Alat Kegunaan

Untuk mengambil conto/sampel batuan di


1 Palu geologi
lapangan

GPS (Global Positioning Untuk menentukan posisi pada peta di


2
System) lapangan

Alat pembesar dalam pengamatan sampel di


3 Lup (20x)
lapangan

4 Kantong sampel Sebagai tempat conto/sampel batuan

Untuk menentukan arah, orientasi, dan


5 Kompas geologi
pengukuran data geologi di lapangan
No
Alat Kegunaan

Untuk mencatat data-data yang ada pada saat


6 Buku catatan lapangan
melakukan observasi di lapangan

Alat bantu dalam menulis serta pengukuran


7 Clipboard
data di lapangan

Alat tulis (Pensil,


8 polpen, penghapus Sebagai alat untuk tulis-menulis di lapangan
dan pensil warna)

9 Kamera Untuk mengambil foto di lapangan


Tempat untuk menyimpan semua peralatan
10 Tas ransel yang digunakan di lapangan

sampel yang digunakan untuk menentukan struktur tanah, vegetasi,

panjang dan kemiringan lereng, tekstur tanah dan pengelolaan lahan dengan

mengamati dan menganalisis jenis tanah, pengelolaan lahan serta batuan yang ada

secara langsung di lapangan.

b. Uji Laboratorium

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel tanah

dibeberapa tempat di daerah penelitian dengan menggunakan metode

stratifeid random sampling yaitu sampel yang diambil secara acak dengan

strata bertingkat (Hadi Sabari Yunus, 2010). Sampel tanah yang telah

diperoleh dilapangan kemudian dimasukan ke laboratorium dan diuji

tekstur, permeabilitas tanah dan bahan organik tanah.


G . Tahap Penelitian

Persiapan

- Administrasi Studi pustaka


- Perlengkapan

Pengambilan data Lapangan

Data sekunder Data primer


1. Data Curah Hujan 1. Kemiringan Lereng
2. Kedalaman Efektif
Tanah
Bentuk-bentuk Konservasi :
3. Kedalaman Muka Air
1. Vegetatif
Tanah
2. Mekanik
4. Pelapukan Batuan
5. Tingkat Torehan
6. Pengamatan
Bentukbentuk erosi

Sampel Tanah

Pengolahan data laboratorium

Rekomendasi Konservasi
Daerah Penelitian
DAFTAR PUSTAKA

Simandjuntak, dkk,1993, Peta Geologi Lembar Kolaka, Sulawesi, Pusat

Penelitian dan

Pengembangan Geologi, Bandung

Supriyadi, Didik, 2013. Kajian Proses Geomorfologi Dan Konservasi Tanah di

Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung Provinsi Jawa Tengah.

Universitas Muhamadiyah Surakarta

Surono, 2013, Geologi Lengan Tenggara Sulawesi, Badan Geoogi

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Bandung

Anda mungkin juga menyukai