GEOMORFOLOGI
Daerah pegunungan tersebar di bagian barat dan bagian timur lembar peta
600 dan 1550 m di atas permukaan laut dengan lereng yang umumnya curam.
Puncaknya antara lain G. Mendoke (981 m), G. Makaleo (783 M), G. Baito (716
peta, terbentang hampir utara-selatan serta di bagian timur lembar yang berbanjar
barat-timur dan di Pulau Kabaena. Ketinggiannya berkisar dari 100 hingga 600 m
dengan dasar lembah yang agak datar dan memperlihatkan pengikisan kesamping
Boepinang dan Toari, dekat Pudaria hingga Kolo, Teluk Wawosungu hingga
Ketinggiannya mencapai hampir 700 m diatas muka laut. Kras di Pulau Kabaena
14
15
bahkan melebihi 1000 m. Satuan ini umumnya dibentuk oleh batugamping dengan
pola aliran secara umum banyak percabangan dan setempat terdapat di bawah
tanah.
tempat terdapat dekat pantai. Satuan ini memiliki ketinggian hingga 150 m dari
muka laut.
klasifikasi sungai, tipe genetik dan stadia sungai pada daerah penelitian yang
interprestasi peta topografi, studi literatur yang mengacu pada konsep dasar
geomorfologi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli sehingga dapat dibuat
jenis batuan penyusun daerah tersebut, serta struktur geologi (Thornbury, 1969).
sebagai studi tentang bentuk lahan. Sedangkan menurut Van Zuidam et al. (1985),
proses serta mencari hubungan antara bentuk lahan dan proses dalam susunan
keruangannya. Dari beberapa definisi para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa geomorfologi adalah ilmu yang mendeskripsi secara genetis bentuk lahan
dan proses – proses yang dipengaruhi oleh batuannya dan mencari korelasi
hubungan antara bentuk – bentuk lahan tersebut dengan proses – proses dalam
maupun kimiawi yang dialami permukaan bumi. Penyebab dari proses perubahan
tersebut dikenal sebagai agen geomorfologi, yang disebabkan oleh faktor tenaga
asal dalam (endogen) dan tenaga asal luar (eksogen). Proses endogen ini meliputi
erosi, abrasi, gerakan tanah, pelapukan (kimia, fisika, biologi), serta campur
Kenampakan bentangalam dari suatu daerah merupakan hasil akhir dari proses-
Dasar penamaan satuan bentang alam daerah penelitian didasarkan pada dua
setiap topografi seperti bentuk puncak, bentuk lembah, dan bentuk lereng yang
permukaan bumi, dengan proses pembentukan yang utamanya dikontrol oleh proses
garis kontur, dimana kontur pada peta lokasi penelitian memperlihatkan kumpulan
diatas, maka dapat diinterpretasikan bahwa morfogenesa yang bekerja pada daerah
berikut ini :
seluruh daerah penelitian dengan luas 13,11 km2. Satuan geomorfologi ini
meliputi bagian barat, dan selatan daerah penelitian yang mencakup daerah
Tangkeno dan Batusangia. Pada lampiran peta geomorfologi satuan ini ditandai
14
Secara umum kenampakan topografi untuk satuan ini dengan puncak
tertinggi 1000 meter diatas permukaan laut, bentuk puncak lancip dengan lembah,
(Gambar 2.1)
karakteristik bentukan alam hasil dari proses-proses yang merubah bentuk muka
bumi. Adapun proses morfogenesa yang bekerja pada satuan geomorfologi ini
proses pelapukan, erosi dan gerakan tanah. Jenis pelapukan yang umum djumpai
pada geomorfologi ini yaitu pelapukan kimia dan biologi. Pelapukan kimia pada
bentangalam ini ditandai dengan adanya perubahan warna pada litologi peridotit
kemerahan (Gambar 2.2) karena adanya perubahan komposisi kimia dari batuan
tersebut dan pada akhirnya akan menjadi soil. Pelapukan biologi terjadi oleh
adanya pertumbuhan akar dan batang tumbuhan melalui retakan pada batuan dan
14
15
ditandai dengan ketebalan soil yang dijumpai yaitu ±1,5 meter dengan warna soil
coklat kemerahan dan jenis soil yang dijumpai adalah residual soil yang terbentuk
Gambar 2.4 Hasil residual soil dengan tebal ± 1,5 meter pada
daerah Tangkeno difoto relatif ke arah N 240°E pada
stasiun 20
Jenis erosi yang berkembang pada satuan geomorfologi ini adalah jenis
erosi parit (gully erosion) (Gambar 2.5), merupakan erosi lateral yang bekerja
merupakan erosi berbentuk saluran dengan ukuran lebar tidak lebih dari 1 meter
Gerakan tanah yang dijumpai berupa rock slide yang ditandai dengan
adanya gerakan batuan atau bongkah batuan yang melalui suatu bidang gelincir
sebagian marmer. Tata guna lahan pada daerah ini sebagai area pemukiman,
Gambar 2.5 Gully erosion pada timur laut desa Tirongkotua pada
stasiun 15 difoto relative arah N 200o E.
Gambar 2.6 Gejala gerakan tanah berupa rock slide pada stasiun 41 difoto
arah N 115o E.
18
Gambar 2.8 Tata guna lahan berupa tempat wisata pada desa
Tangkeno pada stasiun 22 difoto arah N 256o E.
seluruh daerah penelitian dengan luas 50,22km2. Satuan geomorfologi ini meliputi
19
bagian utara, dan barat daya daerah penelitian yang mencakup daerah Lamonggi,
bentuk kontur yang renggang dan memanjang, dengan puncak tertinggi 479 meter
Gambar 2.9 Kenampakan geomorfologi perbukitan struktural difoto dari daerah Tangkeno
dengan arah foto N 600 E
karakteristik bentukan alam hasil dari proses-proses yang merubah bentuk muka
bumi. Adapun proses morfogenesa yang bekerja pada satuan geomorfologi ini
Dapat ditandai dengan ditemukannya struktur kekar dan sesar berupa sesar
pelapukan.
20
proses pelapukan, dan erosi. Jenis pelapukan yang terjadi umumnya pelapukan
kimia dan biologi dengan tingkat pelapukan sedang hingga tinggi. Pelapukan
kimia ditandai dengan adanya perubahan warna pada litologi marmer dan litologi
sekis pada daerah penelitian. Perubahan warna pada batuan disebabkan karena
adanya perubahan komposisi kimia dari batuan tersebut dan pada akhirnya akan
menjadi soil (Gambar 2.10 dan Gambar 2.11). Pelapukan biologi terjadi oleh
adanya pertumbuhan akar dan batang tumbuhan melalui retakan pada batuan dan
ditandai dengan ketebalan soil yang dijumpai yaitu ±2 meter dengan warna soil
22
coklat kemerahan dan jenis soil yang dijumpai adalah residual soil yang terbentuk
Jenis erosi yang berkembang pada daerah penelitian berupa erosi alur (rill
erosion) (Gambar 2.14). Rill erosion adalah erosi yang berbentuk alur yang tidak
Gambar 2.13 Hasil residual soil dengan tebal ± 2 meter pada daerah
Lamonggi difoto relatif ke arah N 240°E pada stasiun 68
23
Gambar 2.14 Rill erosion pada selatan Desa Tirongkotua pada stasiun
4 difoto relative arah N25o E.
Proses gerakan tanah yang dapat dijumpai berupa debris slide atau
perpidahan material campuran batuan dan tanah pada bidang gelincir, land slide
atau perpindahan material yang didominasi oleh soil pada bidang gelincirnya
(Gambar 2.15). Proses gerakan tanah ini banyak ditemukan pada daerah lereng
yang relatif terjal. Hal itu disesbabkan karena pada daerah dengan lereng terjal,
maka kondisi tanah akan semakin tidak stabil, menyebabkan terjadinya gerakan
tanah.
24
seluruh daerah penelitian dengan luas 2,5 km 2. Satuan geomorfologi ini meliputi
bagian Timur Laut daerah penelitian yang mencakup daerah sekitar gunung
Watuburi. Pada lampiran peta geomorfologi satuan ini ditandai dengan warna biru
muda.
relatif datar, tersusun oleh material hasil sedimentasi sungai yang berukuran
sekitar dataran ini. Hal ini dapat diketahui dengan melihat bongkahan-bongkahan
batuan yang terbawa oleh arus sungai. Umumnya batuan-batuan yang berada di
bukit-bukit sekitar pedataran ini tersusun oleh batuan metamorf berupa sekis.
25
Material hasil erosi dan pelapukan kemudian dibawa oleh aliran sungai-
sungai kecil sehingga terkumpul pada daerah yang rendah pada induk sungai
membentuk endapan endapan sungai seperti point bar atau endapan yang berada
pada tepi sungai, channel bar atau endapan yang berada di tengah-tengah aliran
sungai. Selain itu terendapkan pula material-material hasil luapan besar air sungai
pada tepian sungai membentuk dataran banjir. Karena kondisi reflief berupa
hewan ternak.
material yang berukuran kecil (Gambar 2.17). Proses terjadi pada bongkahan-
26
bongkahan batuan berukuran kerakal sampai lempung yang berada pada sungai di
daerah ini. Proses ini menyebabkan terbentuknya soil yang cukup tebal. yang
tinggi dan tingkat erosi yang terjadi relatif sedang sampai tinggi, terjadi di
sepanjang sungai La Watuburi dengan erosi lateral lebih dominan dari erosi
vertikal sehingga dimensi dari penampang sungai semakin besar (Gambar 2.18)
daerah penelitian maka asal pembentukan genetik pada daerah pedataran ini
2.2.2 Sungai
Sungai adalah tempat air mengalir secara alamiah membentuk suatu pola
didasarkan pada kandungan air yang mengalir pada tubuh sungai sepanjang
waktu. Pola aliran sungai dikontrol oleh beberapa faktor seperti kemiringan
lereng, kontrol struktur, vegetasi dan kondisi iklim. Tipe genetik menjelaskan
tentang hubungan arah alian sungai dan kemiringan batuan. Pembahasan tentang
sungai yang terakhir adalah penentuan stadia sungai pada daerah penelitian.
terdapat dibagian barat laut daerah penelitian dengan arah aliran barat laut -
penelitian dengan arah aliran relative selatan – utara, sungai Ee Bolonta dengan
arah aliran relative utara – selatan dan sungai Ee Lakambula yang berada dibagian
selatan daerah penelitian dengan arah aliran dari utara – selatan. Pembahasan
tentang sungai yang mengalir pada daerah penelitian meliputi klasifikasi sungai,
jenis pola aliran, tipe genetik, berdasarkan struktur yang bekerja dan stadia sungai,
Berdasarkan debit air pada tubuh sungai (kuantitas air sungai) (Thornbury,
1969), maka jenis sungai yang mengalir pada daerah penelitian dapat
permanen memperlihatkan debit air sungai yang tetap mengalir baik musim
Eemokolo yaitu sungai Ee Eemokolo dan pada daerah Lamonggi yaitu sungai
memperlihatkan adanya debit air pada saat musim hujan sedangkan pada saat
musim kemarau tidak ditemukan adanya debit air. Sungai tidak permanen
29
(Gambar 2.21)
sungai yang saling berhubungan, membentuk suatu pola dalam kesatuan ruang.
Pola aliran sungai mengacu pada bentuk tertentu atau kenampakan dari setiap
individu sungai secara kolektif dan dapat dibedakan dari beberapa hal yang
membentuk alur–alur aliran dari sungai, serta hubungan antara satu dengan
lainnya (Thornburry 1954). Perkembangan pola aliran sungai yang ada pada
interpretasi peta topografi dan hasil pengamatan langsung di lapangan, maka pola
aliran pada daerah penelitian termasuk dalam jenis pola aliran subdendritik.
31
sungainya menyerupai ranting pohon. Pola aliran ini terutama dikontrol oleh
Tipe genetik sungai merupakan salah satu jenis sungai yang didasarkan
sedimen terhadap arah aliran sungai (Thornbury, 1954). Tipe genetik sungai pada
suatu daerah diakibatkan oleh adanya perubahan bentuk permukaan bumi karena
adanya pengaruh dari gaya–gaya yang bekerja dari dalam bumi (gaya endogen).
perubahan arah aliran sungai, hal ini diakibatkan oleh kemiringan lapisan batuan.
32
Pada daerah penelitian secara umum termasuk pada tipe genetik sungai
penelitian yang dilalui oleh tipe genetik ini yaitu pada batuan metamorf berupa
sekis mika. Tipe genetik ini berkembang pada sungai Ee Eemokolo yang
(Gambar 2.23)
yang searah dengan arah kemiringan batuan (dip), adapun batuan penyusun daerah
penelitian yang dilalui oleh tipe genetik ini yaitu pada batuan metamorf berupa
marmer dan batusabak. Tipe genetik ini berkembang pada sungai Lakambula
(Gambar 2.24).
33
lembah sungai, pola saluran sungai, bentuk aliran sungai, jenis erosi, dan
kenampakan tersebut maka erosi vertikal dan lateral yang bekerja pada sungai di
erosi lateral memiliki arus sungai mulai melambat dan gradient sungai yang mulai
datar. Secara umum sungai pada daerah penelitian mempunyai lebar sungai yaitu
sungai dan membentuk endapan-endapan pinggir sungai (Point bar (x) ), material
yang diendapkan tersebut berukuran lempung hingga bongkah (Gambar 2.25 dan
Gambar 2.26).
35
Aliran sungai mulai berkelok yang belum begitu luas dan belum melewati
sabuk meander (meander belt). Erosi vertikal mulai menurun dan erosi lateral
maka dapat disimpulkan bahwa stadia sungai pada daerah penelitian adalah stadia
dewasa.
dihasilkan dan didasarkan pada siklus erosi dan pelapukan yang bekerja pada
(Thornbury,1969).
proses deformasi, pelapukan, dan erosi yang terjadi di daerah tersebut. Perubahan
relief pedataran dan perbukitan, dengan kenampakan bentuk lembah “U” pada
dataran banjir, endapan sungai, dan tingkat pelapukan dengan ketebalan soil
antara 50 cm hingga 250 cm. Hasil sedimentasi di sekitar sungai umumnya lebih
didominasi oleh material berupa endapan pasir dan lempung yang merupakan
tingkat erosi yang relatif sedang sampai tinggi dimana dapat diamati pada proses
dengan seimbangnya antara erosi lateral dan erosi vertikal. Erosi vertikal mulai
Struktur geologi yang terjadi pada daerah penelitian yaitu berupa lipatan,
kekar dan sesar, dimana kontrol struktur geologi turut membantu dalam