Anda di halaman 1dari 27

BAB IV

STRUKTUR GEOLOGI

4.1 Struktur Geologi Regional

Struktur geologi Pulau Sulawesi memperlihatkan pola yang kompleks dan

rumit, yang sangat erat kaitannya dengan suatu pola tektonik regional yang

berkembang di Pulau Sulawesi dan sekitarnya (Sukamto, 1975, dalam Sukamto

dan Supriatna, 1982).

Berdasarkan pada pembagian mandala geologi oleh (Sukamto 1975,

dalam Sukamto dan Supriatna, 1982), dimana daerah penelitian merupakan

bagian dari mandala Sulawesi Barat, yang dicirikan oleh endapan palung berumur

Kapur-Paleogen, yang kemudian berkembang menjadi suatu gunungapi bawah

laut yang diperkirakan sebagian berumur Neogen. Dijumpainya endapan- endapan

piroklastik yang bersusunan kalk-alkali, sebagian kecil memperlihatkan endapan

darat, hal ini menunjukkan gunungapi darat. Akhir kegiatan gunungapi Miosen

Awal, diikuti oleh kegiatan tektonik yang menyebabkan terjadinya permulaan

Terban Walanae yang kemudian menjadi cekungan dimana Formasi Walanae

terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak awal Miosen

Tengah dan menurun perlahan selama sedimentasi sampai kala Pliosen, dibatasi

oleh dua buah sistem sesar yaitu sesar normal Walanae dan sesar normal Soppeng.

Sesar utama yang berarah utara – baratlaut terjadi sejak Miosen Tengah

dan tumbuh sampai akhir Pliosen. Perlipatan besar yang berarah kira- kira timur-

103
104

barat pada waktu sebelum akhir kala Pliosen. Tekanan ini menyebabkan

terjadinya pula sesar sungkup lokal yang mensesarkan batuan- batuan Pra-Kapur

Akhir di daerah Bantimala ke atas batuan Tersier. Perlipatan dan pensesaran yang

relatif lebih kecil terjadi di bagian timur Lembah Walanae dan di daerah

pegunungan bagian barat, yang berarah baratlaut- tenggara, yang kemungkinan

besar terjadi oleh gerakan - gerakan ke kanan sepanjang sesar utama (Sukamto

dan Supriatna1982).

Kegiatan gunungapi di daerah ini masih berlangsung sampai dengan Kala

Plistosen, menghasilkan batuan gunungapi Lompobattang. Berhentinya kegiatan

magma pada akhir Plistosen, diikuti oleh suatu tektonik yang menghasilkan sesar-

sesar en echelon (merencong) yang melalui gunung Lompobattang berarah utara –

selatan. Sesar-sesar en echelon mungkin akibat dari suatu gerakan mendatar

dekstral dari pada batuan alas di bawah Lembar Walanae. Sejak Kala Pliosen

pesisir barat ujung Lengan Sulawesi Selatan ini merupakan dataran stabil yang

pada Kala Holosen hanya terjadi endapan alluvium dan rawa-rawa.

Pengangkatan regional, pensesaran bongkah, magmatisme darat yang

terjadi sepanjang busur Sulawesi Barat terjadi selama Miosen Akhir sampai

Pliosen. Kemudian penurunan kembali secara regional terjadi pada kala Plistosen

Tengah sehingga kegiatan magma hanya setempat di Sulawesi Selatan dan

Sulawesi Tengah, dan padam sama sekali pada Plistosen Akhir sampai Holosen.

Magmatisme menerus sampai sekarang hanya terjadi di ujung utara Sulawesi

Barat. Tektonik yang terjadi pada kala Plistosen ini hanya pengangkatan yang

diikuti oleh proses erosi, longsoran, runtuhan dan endapan darat.


105

4.2 Struktur Geologi Daerah Penelitian

Pembahasan mengenai struktur geologi daerah penelitian meliputi

pembahasan tentang indikasi pola struktur geologi yang dijumpai di lapangan,

jenis struktur yang dijumpai, umur dari struktur tersebut yang berhubungan

dengan kronologi urutan pembentukan struktur juga hubungannya dengan

stratigrafi daerah penelitian serta pembahasan mengenai mekanisme struktur

geologi yang terjadi pada daerah penelitian.

Dalam penentuan struktur geologi pada daerah penelitian yang perlu

diperhatikan adalah data-data struktur geologi, baik indikasi primer maupun

indikasi sekunder yang dijumpai di lapangan. Metode dan cara yang dilakukan

dalam mengenali dan Menganalisis struktur pada daerah penelitian dilakukan

dengan beberapa cara yaitu :

- Melakukan interpretasi pola kontur pada peta topografi.

- Mengamati dan mengenali jenis struktur yang dijumpai di lapangan.

- Mengamati bentuk dan mengukur parameter terukur struktur yang dijumpai

dalam keadaan sebenarnya di lapangan seperti kedudukan batuan dan

pengukuran secara random data kekar.

- Mengambil Gambar dari struktur yang dijumpai di lapangan.

- Membuat rekonstruksi struktur daerah penelitian dengan menggunakan

penampang berupa rekonstruksi lipatan.

- Menganalisis parameter struktur yang terukur dari data kuantitatif dalam

bentuk statistik dan dibuat dalam bentuk diagram-diagram pola, untuk


106

diketahui gambaran umum pola strukturnya yaitu pengolahan data kekar

dengan menggunakan diagram kipas.

- Menganalisis mekanisme struktur daerah penelitian dari semua hasil

pengolahan data yang ada.

Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode yang dijelaskan

sebelumnya maka jenis struktur geologi yang dijumpai pada daerah penelitian

terdiri atas:

1. Struktur lipatan

2. Struktur kekar

3. Struktur sesar

4.2.1 Struktur Lipatan

Lipatan merupakan suatu bentuk distorsi dari volume material yang

ditunjukan dalam bentuk pelengkungan atau sekumpulan lengkungan pada suatu

unsur garis dan bidang (Hansen, 1971 dalam Ragan, 1973).

Bentuk pelengkungan yang terjadi pada suatu benda atau material tersebut

disebabkan oleh dua mekanisme (Asikin, 1979), yaitu buckling dan bending.

 Buckling (melipat) adalah lipatan yang disebabkan gaya tekanan yang arahnya

sejajar permukaan lempeng.

 Bending (pelengkungan) adalah pelengkungan yang arah gayanya tegak lurus

permukaan lempeng.

Struktur lipatan pada daerah penelitian dapat interpretasi dengan

mengamati kondisi kedudukan batuan setelah itu melakukan rekonstruksi dengan


107

menggunakan penampang sayatan untuk mengenali jenis lipatan yang

berkembang pada daerah penelitian dengan melakukan korelasi antara kedudukan

batuan yang satu dengan kedudukan batuan yang lain sehingga dapat diketahui

hubungan antara perlapisan batuan dan jenis lipatannya. Gejala struktur lipatan

pada suatu daerah penelitian dapat dikenali dengan melihat variasi kedudukan dan

foliasi batuan, kemudian direkonstruksi dengan menggunakan penampang sayatan

untuk melihat kondisi perlipatan (Billings, 1968).

Analisa terhadap pembentukan lipatan berdasarkan teori kekandasan

batuan, bahwa pembentukan lipatan merupakan bagian dari suatu fase deformasi

plastis pada batuan. Pada fase ini batas anyal dari suatu benda/batuan telah

tercapai atau terlampaui maka sebagian dari dimensi batuan akan terubah secara

kekal sehingga membentuk perlipatan. Struktur lipatan pada suatu daerah

penelitian dapat dikenali dengan melihat kedudukan batuan.

Pada daerah penelitian dihasilkan pengukuran kedudukan batuan yaitu tufa

kasar dan tufa halus serta batugamping yang memperlihatkan kedudukan

perlapisan batuan yang relatif hampir sama dengan arah penyebaran dari arah

selatan barat daya ke utara timur laut. Secara umum pengukuran kedudukan

batuan yaitu strike antara N 1850E - N 2250E dengan besarnya dip antara 60 - 250.

Berdasarkan hasil pengukuran kedudukan batuan dan pengamatan langsung

dilapangan, maka dapat diinterpretasi bahwa struktur lipatan yang berkembang

pada daerah penelitian berupa lipatan homoklin (Gambar 4.1 dan Gambar 4.2) dan

dijumpai pula adanya lipatan – lipatan minor berupa lipatan seretan ( drag fold )

(Gambar 4.3) dan lipatan antiklin (Gambar 4.4).


108

Gambar 4.1 Kenampakan kedudukan batuan pada tufa halus dengan arah
penyebaran relatif selatan barat daya ke utara timur laut. Difoto
ke arah N 240oE pada stasiun 23.

Gambar 4.2 Kenampakan kedudukan batuan pada tufa kasar dengan arah
penyebaran relatif selatan barat daya ke utara timur laut. Difoto
ke arah N 10o E pada stasiun 40.
109

Gambar 4.3 Lipatan minor berupa drag fold pada tufa halus. Difoto ke
arah N 280o E pada stasiun 5.

Gambar 4.4 Lipatan minor berupa lipatan antiklin pada batugamping.


Difoto ke arah N 310o E pada stasiun 31.
110

Analisis terhadap gaya yang menyebabkan terbentuknya lipatan pada

daerah penelitian mengacu pada Teori Pengkerutan oleh Harding (1974), yang

menyatakan bahwa arah umum gaya tektonik yang membentuk lipatan adalah

tegak lurus sumbu lipatan atau searah dengan jurus dan kemiringan batuan.

Konsep tersebut di atas didukung oleh hasil rekonstruksi dari kedudukan

sayap lipatan homoklin terhadap struktur sesar geser yang terbentuk setelahnya.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa arah umum gaya yang

bekerja membentuk lipatan adalah Timur Laut – Barat Daya.

Penentuan umur pembentukan lipatan pada daerah penelitian didasarkan

pada satuan batuan yang terlipat (satuan batugamping) yaitu satuan yang berumur

Miosen Atas bagian atas – Pliosen Bawah. Dengan demikian umur pembentukan

lipatan adalah Setelah Kala Pliosen (Post Pliosen).

4.2.2 Struktur Kekar

Kekar adalah struktur rekahan yang terbentuk pada batuan dengan tidak

atau sedikit sekali mengalami pergeseran (Billings, 1968). Menurut Ragan (1973),

kekar merupakan suatu retakan pada batuan (fracture) yang relatif tidak

mengalami pergeseran pada bidang rekahnya. Menurut Davis (1984) kekar adalah

rekahan dalam berbagai jenis batuan yang menerus yang mana rekahan – rekahan

itu bergerak sejajar terhadap bidang rekahan.

Pencatatan data kekar tersebut meliputi pengukuran kedudukan kekar yang

dilakukan secara acak dan pengamatan kekar secara umum serta pengambilan data

visual dalam bentuk Gambar. Kemudian data tersebut dianalisis dengan metode
111

statistik yaitu diagram kipas untuk mengetahui arah umum gaya tegasan utama

dan untuk menentukan jenis kekar yang terdapat pada daerah penelitian.

Klasifikasi kekar berdasarkan bentuknya terdiri atas kekar sistematik dan

kekar non sistematik (Mc Clay, 1987). Kekar sistematik yaitu kekar yang

umumnya dijumpai dalam bentuk berpasangan. Tiap pasangannya ditandai oleh

arah sejajar atau hampir sejajar jika dilihat dari kenampakan di atas permukaan.

Sedangkan kekar non sistematik yaitu kekar yang tidak teratur susunannya,

biasanya tidak memotong kekar yang lainnya dan permukaannya selalu

melengkung dan berakhir pada bidang perlapisan.

Berdasarkan genetiknya, kekar dibagi menjadi Extension Joint (kekar

tarik) dan Compression Joints (kekar gerus). Kekar tarik yaitu kekar yang

diakibatkan oleh tarikan, mempunyai ciri-ciri bidang kekar tidak rata, bidang

rekahnya relatif lebih besar dan terbuka, maka dapat terisi mineral yang disebut

vein. Sedangkan kekar gerus yaitu kekar yang diakibatkan oleh adanya tekanan

biasanya dikenal juga dengan shear joints, mempunyai ciri bukaan kekar lebih

kecil dan bidang kekar licin.

Pada daerah penelitian kekar yang dijumpai dikelompokkan berdasarkan

bentuk dan genetiknya, melalui hasil pengamatan dan pengukuran langsung

dilapangan. Berdasarkan bentuknya, maka kekar pada daerah penelitian termasuk

dalam kekar sistematik dan kekar tidak sistematik. Kekar sistematik pada daerah

penelitian dijumpai pada tufa halus (Gambar 4.5) sedangkan kekar tidak

sistematik dijumpai pada tufa kasar (Gambar 4.6). Kekar sistematik umumnya

dijumpai dalam bentuk pasangan. Tiap pasangannya ditandai oleh arahnya yang
112

serba sejajar atau hampir sejajar jika dilihat dari kenampakan di atas permukaan.

Hasil pengukuran kekar pada batuan, diolah dan dianalisis dengan metode

diagram kipas dan metode proyeksi stereografis, yang digunakan untuk

mengetahui dan menentukan arah-arah umum gaya tegasan pembentuk, arah dan

besarnya tegasan utama pembentuk kekar (σ1, σ2 dan σ3).

Berdasarkan genetiknya, maka kekar pada daerah penelitian merupakan

kekar gerus (shear joint). Kekar gerus ini dijumpai pada daerah tepi sungai

tamanroya daerah Tanabau, kekar pada satuan ini berupa kekar gerus (Gambar

4.7)

Gambar 4.5 Kekar sistematik pada tufa halus pada daerah Tanabau. Difoto ke
arah N 2400E dari stasiun 21.
113

Gambar 4.6 Kekar tidak sistematik pada tufa kasar di daerah Lebo . Difoto
ke arah N 1300E dari stasiun 15

Gambar 4.7 Kekar gerus (shear joints) pada tufa halus di daerah
Batunumpa. Di foto ke arah N 2350E dari stasiun 45.
114

Hasil pengukuran pada stasiun 21 diperoleh kedudukan umum kekar yang

berarah relatif Timur Laut – Timur Timur Laut (N 45 o E – N 70 o E), kemiringan

bidang kekar berkisar antara 60 o – 83 o, spasi kekar ( 6 – 35) cm, bukaan kekar

(1–2) mm. Pengukuran kekar pada stasiun ini dilakukan sebanyak 56 kali

(tabel 4.1 dan 4.2). Kemudian dilakukan analisa dengan menggunakan diagram

kipas dan proyeksi stereografis untuk menentukan arah tegasannya. Hasil

pengukuran kekar pada stasiun 21 dengan menggunakan diagram kipas diperoleh

kedudukan umum kekar adalah N 40oE yang dibentuk oleh tegasan utama

maksimum (σ1) relatif berarah Timur Laut – Barat Daya dan N310o E tegasan

utama minimum (σ3).

Strik Di Strik Di Strik Di Strik Di Strik Di


N e p N e p N e p N e p N e p
o (NoE (..o o (NoE (..o o (NoE (..o o (NoE (..o o (NoE (..o
) ) ) ) ) ) ) ) ) )
1 230 60 14 260 60 27 200 65 40 213 69 53 245 78

2 150 65 15 245 72 28 115 71 41 215 73 54 245 61

3 145 78 16 150 70 29 165 66 42 205 78 55 248 60

4 230 62 17 130 69 30 150 70 43 200 68 56 240 63

5 125 60 18 260 62 31 202 76 44 235 69

6 150 63 19 175 60 32 185 78 45 195 62

7 150 61 20 245 65 33 205 65 46 210 68

8 190 60 21 185 62 34 285 75 47 218 75

9 250 72 22 310 70 35 240 66 48 140 72

10 155 70 23 292 62 36 130 75 49 230 85

11 240 73 24 132 60 37 243 66 50 228 71

12 115 75 25 88 61 38 228 75 51 233 83


115

13 215 62 26 75 63 39 200 80 52 209 67

Tabel 4.1 Data hasil pengukuran kekar pada stasiun 21

Arah
Tabel(N…E)
4.2 Akumulasi Frekuensi
frekuensi kekarArah stasiun 21 Frekuensi
pada(N…W)
Turus Jumlah Turus Jumlah
00 – 10 II 2 00 – 10 I 1
11 – 20 II 2 11 – 20 I 1
21 – 30 IIIII I 6 21 – 30 - 6
31 – 40 IIIII 5 31 – 40 II 2
41 – 50 II 2 41 – 50 IIIII I 4
51 – 60 IIIII 5 51 – 60 II 2
61 – 70 IIIII IIII 9 61 – 70 II 3
71 – 80 II 2 71 – 80 - 2
81 – 90 II 2 81 – 90 - -
Jumlah 35 Jumlah 21

σ1
σ3

Gambar 4.8 Diagram kipas kekar pada tufa halus stasiun 21


dengan arah tegasan maksimum N40oE dan tegasan
utama minimum berarah N 310oE

Hasil pengukuran pada stasiun 45 diperoleh kedudukan umum kekar yang

berarah relatif Timur Laut – Timur Timur Laut (N 45 o E – N 65 o E), kemiringan

bidang kekar berkisar antara 55 o – 75 o, spasi kekar ( 10 – 25) cm, bukaan kekar

(1–2) mm. Pengukuran kekar pada stasiun ini dilakukan sebanyak 50 kali

(tabel 4.3 dan 4.4). Kemudian dilakukan analisa dengan menggunakan diagram
116

kipas dan proyeksi stereografis untuk menentukan arah tegasannya. Hasil

pengukuran kekar pada stasiun 45 dengan menggunakan diagram kipas diperoleh

kedudukan umum kekar adalah N 40oE yang dibentuk oleh tegasan utama

maksimum (σ1) relatif berarah Timur Laut – Barat Daya dan N310o E tegasan

Strik Di Strik Di Strik Di Strik Di


N e p N e p N e p N e p
o (NoE (..o o (NoE (..o o (NoE (..o o (NoE (..o
) ) ) ) ) ) ) )
1 240 60 14 220 60 27 68 65 40 14 72

2 241 67 15 167 60 28 251 66 41 49 70

3 251 55 16 175 70 29 57 63 42 65 75

4 175 56 17 175 60 30 285 67 43 55 56

5 225 72 18 190 64 31 64 56 44 68 68

6 200 70 19 235 60 32 64 60 45 68 68

7 240 74 20 135 65 33 52 67 46 62 62

8 165 66 21 245 66 34 64 66 47 62 70

9 195 68 22 220 56 35 64 74 48 254 65

10 185 70 23 16 70 36 15 65 49 15 66

11 160 68 24 17 70 37 300 65 50 150 58

12 190 64 25 50 76 38 21 74 51

13 195 59 26 60 66 39 351 70 52

utama minimum (σ3).

Tabel 4.3 Data hasil pengukuran kekar pada stasiun 45


117

Tabel 4.4 Data hasil pengukuran kekar pada stasiun 45


Frekuensi Frekuensi
Arah (N…E) Arah (N…W)
Turus Jumlah Turus Jumlah
00 – 10 I 1 00 – 10 I 1
11 – 20 IIIII II 7 11 – 20 I 5
21 – 30 II 2 21 – 30 III 3
31 – 40 - - 31 – 40 I 1
41 – 50 IIII 4 41 – 50 I 1
51 – 60 IIII 4 51 – 60 1 1
IIIII IIIII
61 – 70 15 61 – 70 I 1
IIIII
71 – 80 III 3 71 – 80 I 1
81 – 90 - - 81 – 90 - -
Jumlah 36 Jumlah 14
118

σ1

σ3

Gambar 4.9 Diagram kipas kekar pada tufa halus stasiun 45


dengan arah tegasan maksimum N 40oE dan tegasan
utama minimum berarah N 310oE

4.2.3 Struktur Sesar

Sesar adalah suatu rekahan di sepanjang batuan yang telah mengalami

pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang berhadapan,

dengan arah yang sejajar dengan bidang patahan (Billings, 1968). Sesar (fault)

adalah suatu bidang rekahan ataupun zona rekahan yang telah mengalami

pergeseran (Ragan, 1973), menurut Davis (1984) sesar adalah rekahan menerus

yang mana terlihat berpindah tempat oleh pergeseran, sedangkan menurut Mc

Clay (1987) sesar adalah bidang lurus tidak berlanjut yang mana terjadi

penggantian secara signifikan disebabkan oleh adanya pergeseran. Pergeseran

pada permukaan batuan menyebabkan terjadinya perpindahan diantara blok-blok

batuan yang saling berhadapan dengan arah umum yang sejajar dengan bidang

rekahan yang terjadi.


119

Berdasarkan pergerakan relatif dan jenis gaya yang menyebabkannya,

struktur sesar terbagi atas tiga bagian menurut Billings (1968), yaitu :

 Sesar naik, merupakan sesar yang hanging wallnya relatif bergerak naik dan

diakibatkan oleh gaya kompresi.

 Sesar normal, merupakan sesar yang hanging wallnya relatif bergerak turun,

diakibatkan oleh gaya tension.

 Sesar geser, merupakan sesar dimana kedua blok yang patah bergerak secara

mendatar, diakibatkan oleh gaya kompresi, terbagi atas sesar geser menganan

(dekstral) dan sesar geser mengiri (sinistral).

Untuk mengidentifikasi struktur sesar pada daerah penelitian dilakukan

dengan mengenali ciri-ciri primer yang dijumpai di lapangan ataupun ciri

sekunder berupa perubahan kedudukan batuan, lipatan seretan (drag fold), yang

mendukung keberadaan sesar tersebut. Selain itu identifikasi struktur sesar juga

mengacu terhadap setting tektonik regional yang mempengaruhi daerah penelitian.

Sesar dapat dikenali melalui gejala atau ciri berdasarkan kenampakan secara

langsung di lapangan, kenampakan morfologi, serta interpretasi pada peta

topografi. Kenampakan morfologi secara langsung di lapangan serta pada peta

topografi dapat dikenali seperti dengan adanya pelurusan sungai, kelokan sungai

yang sangat tajam, dan perbandingan kerapatan kontur yang menyolok.

Sedangkan pengamatan singkapan di lapangan dapat dikenali berupa breksi sesar,

zona hancuran, perubahan kedudukan batuan, pergeseran batas litologi, kontak

litologi yang berbeda umur dan genetiknya.


120

Berdasarkan hasil analisa terhadap data lapangan berupa data primer

ataupun data sekunder serta korelasi terhadap tektonik regional maka sesar yang

bekerja pada daerah penelitian berupa sesar geser sungai Tulang dan sesar geser

sungai tamanroya. Untuk mempermudah pembahasan maka sesar geser ini diberi

nama belakang berdasarkan nama geografis daerah yang dilalui sesar geser

tersebut.

4.2.3.1 Sesar Geser Sungai Tulang

Sesar Geser Sungai Tulang yang bekerja pada daerah penelitian

memanjang dari arah tenggara hingga barat laut. Jalur sesar ini melewati daerah

Tambera, Batunumpa, Tanabau, Karabosi, Sungai Tulang, Lebo, Polebungin,

Pajalaia, dan Tulang. Sesar geser ini melewati Satuan tufa dan satuan

batugamping. Adapun Indikasi sesar yang dijumpai pada zona sesar dan daerah

sekitarnya adalah sebagai berikut :

 Dijumpai lipatan minor berupa drag fold pada tufa halus stasiun 5 dan

stasiun 13 ( Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 ).

 Dijumpai Blok – blok batugamping yang mengindikasikan daerah zona

hancuran pada stasiun 6 ( Gambar 4.12 ).

 Dijumpai adanya breksi sesar dengan komposisi fragmen, matriks dan

semennya berasal dari batugamping yang mengalami pensesaran pada

stasiun 1 dan stasiun 9 ( Gambar 4.13 dan Gambar 4.14 ).


121

 Dijumpai beberapa mata air yang merupakan penciri sekunder yang

mendukung keberadaan sesar geser pada daerah penelitian ( Gambar 4.15

dan Gambar 4.16 ).

Gambar 4.10 Kenampakan dragfold pada tufa halus di daerah Lebo. Difoto
ke arah N 280oE dari stasiun 5.
122

Gambar 4.11 Kenampakan dragfold pada tufa kasar di daerah Karabosi.


Difoto ke arah N 310oE dari stasiun 13.

Gambar 4.12 Kenampakan Blok – blok batugamping dengan kedudukan tidak


beraturan yang mengindikasikan zona hancuran pada
batugamping di daerah Tanabau. Difoto ke arah N 230oE dari
stasiun 8.
123

Gambar 4.13 Kenampakan breksi sesar pada batugamping yang merupakan


penciri primer adanya sesar di daerah Tanabau. Difoto ke arah N
230oE dari stasiun 9.

Gambar 4.14 Kenampakan breksi sesar pada batugamping yang


merupakan penciri primer adanya sesar di daerah Tulang.
Gambar 4.15 Kenampakan MataNair
Difoto ke arah 340pada
o tufastasiun
E dari halus yang
1. merupakan penciri
sekunder adanya sesar geser. Difoto ke arah N 345oE dari
stasiun 10.

Gambar 4.16 Kenampakan Mata air pada tufa halus yang merupakan
penciri sekunder adanya sesar geser. Difoto ke arah
124

Berdasarkan indikasi sesar tersebut yang dipadukan dengan aspek relief

dan hasil analisis arah tegasan utama yang berarah Timur Timur Laut – Barat

Daya, maka dapat diketahui pergerakan sesar geser bersifat menganan ( dekstral ).

Penentuan umur dari pembentukan sesar geser pada daerah penelitian yaitu

berdasarkan umur dari satuan batuan yang dilewati sesar geser ini. Satuan batuan

yang dilewati yaitu satuan batugamping yang berumur Miosen Atas bagian Atas –

Pliosen Atas. Jadi umur dari pembentukan Sesar Geser Sungai Tulang yaitu Post

Pliosen Atas.

4.2.3.2 Sesar Geser Sungai Tamanroya

Sesar Geser Sungai Tamanroya yang bekerja pada daerah penelitian

memanjang dari arah tenggara hingga barat laut. Jalur sesar ini melewati daerah

Panaikang, Maremare, Biku, Sambaia, Sungai Tamanroya, Dolak, Kenang-

kenang, Talangkaia, dan Barugaia. Sesar geser ini melewati Satuan breksi

vulkanik, satuan tufa dan satuan batugamping. Adapun Indikasi sesar yang

dijumpai pada zona sesar dan daerah sekitarnya adalah sebagai berikut :

 Dijumpai Blok – blok tufa halus yang mengindikasikan daerah zona

hancuran pada stasiun 63 ( Gambar 4.17 ).

 Dijumpai adanya breksi sesar dan gouge dengan komposisi fragmen,

matriks dan semennya berasal dari batugamping yang mengalami

pensesaran pada stasiun 98 ( Gambar 4.18 dan Gambar 4.19 ).


125

 Dijumpai mata air yang merupakan penciri sekunder yang mendukung

keberadaan sesar geser pada daerah penelitian ( Gambar 4.20 dan Gambar

4.21 ).

Gambar 4.17 Kenampakan Blok – blok tufa halus yang


mengindikasikan zona hancuran pada daerah
Tanabau. Difoto ke arah N 135oE dari stasiun 63.

Gambar 4.18 Kenampakan breksi sesar pada batugamping yang


merupakan penciri primer adanya sesar di daerah
Barugaia. Di foto ke arah N 340oE dari stasiun 98.
126

Gambar 4.19 Kenampakan gouge pada batugamping yang merupakan


penciri primer adanya sesar di daerah Kenang - kenang.
Difoto ke arah N 310oE dari stasiun 98.

Gambar 4.20 Kenampakan Mata air pada batugamping yang merupakan


penciri sekunder adanya sesar geser. Difoto ke arah N 45oE
dari stasiun 31
127

Berdasarkan indikasi sesar tersebut yang dipadukan dengan aspek relief

dan hasil analisis arah tegasan utama yang berarah Timur Laut – Barat Daya,

maka dapat diketahui pergerakan sesar geser bersifat mengiri ( sinistral ).

Penentuan umur dari pembentukan sesar geser pada daerah penelitian yaitu

berdasarkan umur dari satuan batuan yang dilewati sesar geser ini. Satuan batuan

yang dilewati yaitu satuan batugamping yang berumur Miosen Atas bagian Atas –

Pliosen Atas. Jadi umur dari pembentukan Sesar Geser Sungai Tulang yaitu Post

Pliosen Atas.

4.3 Mekanisme Struktur Daerah Penelitian

Berdasarkan data dan pola struktur geologi di daerah penelitian,

menunjukkan bahwa mekanisme pembentukan struktur geologi daerah penelitian

yang terjadi tidak terlepas dari pola pembentukan struktur strain elipsoid sistem

Reidel dalam Mc Clay (1987). Mekanisme pembentukan struktur geologi pada

daerah penelitian didasarkan pada Sistem Reidel yang merupakan modifikasi dari

Teori Harding (1974) dalam James D.Lowell, 1985 (Gambar 4.21 ). Berdasarkan

penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa mekanisme pembentukan struktur

geologi yang terdapat pada daerah penelitian terjadi dalam satu periode. Adapun

penjelasannya akan diuraikan sebagai berikut.

Periode pembentukan struktur geologi pada daerah penelitian terjadi akibat

adanya gaya kompresi yang berarah Timur Laut – Barat Daya yang menyebabkan

Batuan pada daerah penelitian mengalami deformasi membentuk lipatan antiklin

berupa lipatan – lipatan minor berupa drag fold dan dijumpainya sayap lipatan
128

homoklin. Lipatan ini diperkirakan terbentuk setelah umur dari satuan

batugamping yaitu Post Pliosen.Kemudian gaya kompresi terus bekerja sehingga

menyebabkan batas elastisitas batuan pada daerah penelitian terlampaui dan

mengakibatkan terbentuknya kekar gerus ( shear joints ). Setelah itu tekanan fasae

batuan terus meningkat dan mengalami fase deformasi plastis sehingga batuan

akan mengalami patahan ( sesar ) yang membentuk Sesar Geser Sungai Tulang

yang bersifat dekstral dan Sesar Geser Sungai Tamanroya yang bersifat Sinistral.
σ3

1
EXTENSION
R2 σ
FAULTS THRUST
P FAULTS

R1
R1
FOLDS

THRUST
P
FAULTS

R2 EXTENSION FAULTS
σ1

σ3

Gambar 4.21 Mekanisme terjadinya sesar, berdasarkan sistem Reidel,


modifikasi dari Teori Harding (1974) dalam Mc Clay (1987).
129

Gambar 4.22 Mekanisme pembentukan struktur geologi daerah penelitian,


menunjukkan gaya kompresi yang berarah timur laut – baratdaya,
dimana menekan tubuh batuan membentuk sesar geser sungai
tulang dan sesar geser sungai tamanroya yang relatif berarah barat
laut – tenggara.

Anda mungkin juga menyukai