Anda di halaman 1dari 32

BAB IV

STRUKTUR GEOLOGI

4.1. Struktur Geologi Regional

Secara regional, struktur yang terdapat di Pulau Sulawesi dan sekitarnya

memperlihatkan keadaan yang kompleks. Kerumitan ini disebabkan oleh

konvergensi antara tiga lempengan litosfer yaitu Lempeng Australia yang

bergerak ke Utara, Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah Barat dan Lempeng

Eurasia yang bergerak ke arah Selatan (Hamilton,1979)

Selat Makassar, yang memisahkan “Sunda Platform” (bagian dari lempeng

Eurasia) dari lengan Selatan dan Sulawesi Tengah, terbentuk oleh “sea floor

spreading” pada Eosen – Plistosen. Kedua struktur utama ini “North Sulawesi

Trench” dan sekitarnya dibagi kedalam 5 provinsi tektonik yaitu (1) Lengan

Volkanik Tertiary Sulawesi Barat; (2) Lengan Vulkanik Minahasa Sangihe

Quarter; (3) Sabuk Metamorfik Sulawesi Tengah Cretaceous Paleocene; (4)

Sabuk Ophiolit Sulawesi Timur Cretaceous dan asosiasi sediment pelagic; dan (5)

Fragmen mikro – kontinental banda paleozoik yang terbawa dari kontinen

Australia. Hubungan antara kesemuanya ini adalah patahan (Sukamto dan

Simandjuntak,1983).

Di daerah pemetaan diduga telah mengakibatkan terbentuknya lipatan

dengan sumbu berarah Barat Laut – Tenggara, serta sesar naik dengan bidang

sesar miring ke timur. Setelah itu seluruh daerah Sulawesi terangkat dan

membentuk bentangalam seperti sekarang ini (Sukamto dan Simandjuntak, 1983).

78
79

118º 120º 122º 124º

0 TELUK TOMINI

2 BANGGAI
KEP. SULA
SULAWESI TELUK TOLO

MAKAS

4
T BONE

LAUT FLORES Lokasi penelitian

8
0 100 km

Gambar 5. Struktur Geologi Regional pulau Sulawesi (Sukamto dan


Simandjuntak,1983).

Rangkaian struktur geologi pada daerah penelitian secara regional adalah

sesar geser yang berarah Barat Laut – Tenggara. Sesar geser tersebut melewati

Batuan Gunung Api Formasi Camba (Tmcv), Formasi Camba (Tmc), Formasi

Tonasa (Temt), serta Formasi Mallawa (Tem) (Sukamto, 1982).


80

Gambar 6. Struktur geologi regional daerah penelitian pada Peta Geologi


Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat (Sukamto,
1982)

4.2 Struktur Geologi Daerah Penelitian

Pembahasan mengenai struktur geologi didasarkan atas indikasi struktur

geologi yang dijumpai dilapangan, dari indikasi tersebut akan memberikan

gambaran pola struktur geologi, jenis struktur yang dijumpai, umur dari struktur

geologi yang dihubungkan dengan kronologi urutan pembentukan struktur dan

stratigrafi daerah penelitian serta mekanisme gaya yang menyebabkan terjadinya

struktur pada daerah penelitian.

Indikasi struktur dalam penentuan struktur geologi daerah penelitian

berdasarkan data-data struktur geologi, baik primer maupun sekunder yang


81

dijumpai di lapangan dipadukan dengan data hasil interpretasi peta topografi.

Pembahasan unsur struktur geologi dilakukan secara deskriptif, meliputi

identifikasi, pengukuran orientasi, analisis data yang diperoleh serta rekonstruksi

yang digunakan sebagai penunjang interpretasi pola struktur geologi yang

berkembang.

Keberadaan struktur geologi pada daerah penelitian diindikasikan oleh

adanya ciri-ciri primer yang dijumpai berupa kekar, breksi sesar dan perubahan

kedudukan batuan serta aspek fisik lainnya berupa unsur sekunder diantaranya

gawir sesar, dan hasil interpretasi peta topografi yang membuktikan keberadaan

struktur geologi tersebut.

Berdasarkan uaraian diatas, maka struktur geologi yang berkembang pada

daerah penelitian terdirir atas:

1. Struktur lipatan
2. Struktur kekar
3. Struktur sesar

4.2.1. Struktur Lipatan

Lipatan adalah suatu distorsi volume batuan yang ditunjukkan sebagai

lengkungan atau kumpulan lengkungan dalam unsur garis dan bidang (Ragan ,

1973).

Struktur lipatan pada daerah penelitian terdiri dari lipatan mayor dan

lipatan minor, lipatan minor dapat dilihat lansung di lapangan, sedangkan

keberadaan struktur lipatan mayor pada daerah penelitian dapat dikenali dengan

melihat variasi kedudukan batuan, kemudian direkontruksi dengan menggunakan


82

penampang sayatan untuk melihat kondisi perlipatan dan bentuk korelasi

lapisannya sehingga bisa diketahui hubungan antara perlapisan batuan dan jenis

perlipatannya.

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan di

lapangan maka dapat diintepretasikan bahwa struktur lipatan yang terdapat pada

daerah penelitian berupa : lipatan antiklin dan lipatan sinklin (Billings, 1968).

Lipatan minor pada daerah penelitian dijumpai pada batuan serpih (stasiun 72),

berupa lipatan antiklin dengan subuh lipatan berarah relatif Timur Laut – Barat

Daya (Lihat Foto 4.1). Pada satuan batupasir (stasiun 24 dan stasiun 26) dengan

arah kemiringan perlapisan batuan relatif ke arah Barat Barat Laut (N 288 oE/21o)

dan Timur Timur Laut (N115 oE/15o) (Lihat Foto 4.2). Berdasarkan hasil

rekontruksi dengan menggunakan metode interpolasi Higgins, 1962 (dalam

Ragan, 1973) maka jenis lipatan adalah lipatan antiklin (Lihat Gambar 7).

Foto 4.1 Struktur lipatan minor berupa lipatan antiklin dengan sumbuh lipatan
berarah Timur Laut – Barat Daya, pada daerah Hoddie. Difoto ke arah
N 400 E pada stasiun 72.
83

Foto 4.2 Struktur lipatan minor berupa lipatan antiklin pada satuan batupasir
dengan sumbuh lipatan berarah Tenggara – Barat Laut, pada daerah
Lepange. Difoto ke arah N 1100 E dari stasiun 24.

Pada satuan batugamping (stasiun 29 dan stasiun 30) dengan arah

kemiringan perlapisan batuan relatif ke arah Tenggara (N 155 oE/15o) dan Utara

Timur Laut (N10oE/65o). Berdasarkan hasil rekontruksi dengan menggunakan

metode interpolasi Higgins, 1962 (dalam Ragan, 1973) maka jenis lipatan adalah

lipatan Sinklin (Lihat Gambar 8).

Pada satuan breksi (stasiun 34 dan stasiun 91) dengan arah kemiringan

perlapisan batuan relatif ke arah Utara Selatan (N 10 oE/20o) dan Barat Laut

(N300oE/20o). Berdasarkan hasil rekontruksi dengan menggunakan metode

interpolasi Higgins, 1962 (dalam Ragan, 1973) maka jenis lipatan adalah lipatan

antiklin (Lihat Gambar 9).

Analisis terhadap gaya yang menyebabkan terbentuknya lipatan pada

daerah penelitian mengacu pada “Teori Pengkerutan” oleh Reidel dalam Mc.Clay,

1987, teori tersebut merupakan modifikasi dari Harding, 1974, yang menyatakan

bahwa arah umum gaya tektonik yang membentuk lipatan adalah tegak lurus

sumbu lipatan (membentuk sudut 90o terhadap δ1), atau searah dengan jurus dan
84

kemiringan batuan dengan tegasan utama berupa gaya kompresi. Berdasarkan

teori tersebut di atas, serta hasil rekonstruksi lipatan maka arah umum gaya yang

bekerja membentuk lipatan adalah Selatan Menenggara – Utara Barat Laut untuk

lipatan pada batuan serpih, serta arah umum gaya Timur Laut – Barat Daya untuk

lipatan pada satuan batupasir, satuan batugamping, serta satuan breksi. Umur

pembentukan lipatan pada daerah penelitian didasarkan pada satuan batuan

termuda yang terlipat yaitu satuan breksi yaitu setelah “Miosen Tengah“.
85

Sekala Gambar
1 : 5.000

Gambar 7. Rekonstruksi lipatan antiklin pada satuan batupasir stasiun 24 (N


2880 E/210) dan satsiun 26 (N 1150 E/150), menggunakan metode
interpolasi Higgins, 1962.
86

Sekala Gambar
1 : 10.000

Gambar 8. Rekonstruksi lipatan sinklin pada satuan batugamping stasiun 29


(N 1550 E/150) dan stasiun 30 (N 100 E/650), menggunakan metode
interpolasi Higgins, 1962.
87

Gambar 9. Rekonstruksi lipatan antiklin pada satuan breksi stasiun 54 (N 10 0


E/50) dan stasiun 94 (N 2100 E/200), menggunakan metode
interpolasi Higgins, 1962.
88

4.2.2. Struktur Kekar

Kekar (joint) merupakan rekahan pada batuan dimana tidak ada atau

sedikit sekali mengalami pergeseran (Asikin, 1979). Sedangkan menurut

Ragan (1973), kekar merupakan suatu retakan pada batuan (fracture) yang relatif

tidak mengalami pergeseran pada bidang rekahnya.

Hal-hal yang diidentifikasi dalam pengamatan karakteristik kekar di

lapangan meliputi pengukuran lebar bukaan kekar, jarak/spasi kekar, posisi kekar

pada singkapan batuan, mengukur kedudukan kekar dan pengambilan data kekar

dalam bentuk foto.

Adapun kriteria penentuan jenis kekar pada daerah penelitian umumnya

berdasarkan bentuk dan genesanya. Klasifikasi kekar berdasarkan bentuknya,

(Hodgson dalam Sukendar Asikin, 1979) terdiri atas :

a. Kekar Sistematik yaitu kekar yang umumnya selalu dijumpai dalam bentuk

pasangan. Tiap pasangannya ditandai oleh arahnya yang serba sejajar atau

hampir sejajar jika dilihat dari kenampakan di atas permukaan.

b. Kekar Tidak Sistematik yaitu kekar yang tidak teratur susunannya, dan

biasanya tidak memotong kekar yang lainnya dan permukaannya selalu

lengkung dan berakhir pada bidang perlapisan.

Pengelompokan kekar berdasarkan genetiknya terdiri atas :

a. Compression Joints atau Kekar Gerus yaitu kekar yang diakibatkan oleh adanya

tekanan biasanya dikenal juga dengan shear joints.

b. Extention Joints atau kekar tarik merupakan kekar yang diakibatkan oleh

tarikan, terbagi atas dua jenis yaitu:


89

- Extention joint yaitu kekar yang disebabkan oleh tarikan / pemekaran.

- Release Joints yaitu kekar yang disebabkan karena berhentinya gaya

bekerja.

Hubungan antara kekar dengan geometri perlipatan, bahwa kekar gerus

(shear joint) umumnya membentuk sudut yang kecil terhadap sumbu lipatan.

Sedangkan “extension joint” relatif tegak lurus terhadap sumbu lipatan dan

“release joint” relatif sejajar dengan sumbu lipatan (Billings, 1982).

Kekar pada daerah penelitian dikelompokkan atas dasar bentuk dan

genetiknya, melalui hasil pengamatan dan pengukuran yang dijumpai dilapangan.

Berdasarkan bentuknya, maka kekar pada daerah penelitian termasuk dalam kekar

sistematik, kekar-kekar ini dijumpai dalam bentuk saling berpasangan, kekar ini

membentuk suatu pola atau sistem kekar yang sistematik atau teratur dengan

kenampakan yang relatif sejajar terhadap satu sama lain serta memiliki kekar

pasangan yang saling berpotongan (cross joint). Kekar sistematik ini dijumpai

pada satuan serpih, satuan batupasir, dan satuan breksi. Berdasarkan ciri – ciri

tersebut, maka kekar yang terdapat pada daerah penelitian secara genesa

merupakan kekar gerus (shear joint).

Kekar pada batuan serpih dijumpai pada sungai Watangmallawa daerah

Hoddie, kekar pada satuan ini berupa kekar sistematik (Lihat Foto 4.3). Kekar

pada satuan batupasir dijumpai pada anak sungai Watangmallawa daerah

Lepange, kekar tersebut terbentuk pada batupasir pejal yang besifat karbonatan,

kekar yang berkembang pada satuan ini berupa kekar sistematik (Lihat Foto 4.4).
90

Kekar pada satuan breksi dijumpai pada daerah Tanete, kekar ini terbentuk pada

batuan breksi, berupa kekar sistematik (Lihat Foto 4.5).

Foto. 4.3 Kekar pada satuan serpih berbentuk kekar sistematik, pada daerah
Hoddie. Difoto ke arah N 400E dari stasiun 73.

Foto. 4.4 Kekar pada batupasir pejal, berbentuk kekar sistematik, pada daerah
Lepange. Difoto ke arah N 3200E dari stasiun 24
91

Foto. 4.5 Kekar pada breksi coklat termasuk dalam satuan breksi, berbentuk
kekar sistematik, pada daerah Tanete. Difoto ke arah N 110 0E dari
stasiun 95.

Pengukuran kekar dilakukan secara acak pada semua arah kekar.

Pengukuran kekar pada batuan serpih dilakukan masing –masing sebanyak 50 kali

pada stasiun 73 dan 77. Hasil pengukuran kekar pada stasiun 73 (Lihat Tabel 4.1),

dimana frekuensi jumlah arah kekar yang dominan adalah Utara Timur Laut

(Lihat Tabel 4.2), memperlihatkan spasi kekar yang cukup rapat atara 5 – 20 cm,

dengan bukaan pada kekar antara 0,1 – 1 cm, dan sebagian telah terisi oleh

mineral karbonat, hasil pengolahan data kekar dalam program Dips

memperlihatkan arah umum kekar berarah Utara Timur Laut dan Timur dengan

tegasan utama maksimum (1) relatif berarah Timur Laut (N 50 0 E) dan tegasan

utama minimum (3) relatif berarah Tenggara (N 140 0 E) (Lihat Gambar 10).

Sedangkan data hasil pengukuran kekar pada stasiun 77 (Lihat Tabel 4.3)
92

memiliki arah umum kekar Timur Laut, Timur, serta Selatan Menenggara (Lihat

Tabel 4.4). Tegasan utama maksimum (1) relatif berarah Tenggara (N 1200 E)

serta Timur Laut (N 550 E), dan tegasan utama minimum (3) relatif berarah

Utara Timur Laut (N 300 E) serta berarah relatif Selatan Meneggara (N 155 0 E)

(Lihat Gambar 11).

Tabel 4.1. Data pengukuran kekar pada batuan serpih distasiun 73

Kedudukan Kedudukan Kedudukan Kedudukan


No Kekar No Kekar No Kekar No Kekar
(N….°E/….°) (N….°E/….°) (N….°E/….°) (N….°E/….°)
1 11/81 16 15/78 31 92/86 46 30/80
2 14/84 17 18/67 32 20/71 47 21/81
3 85/81 18 97/77 33 20/76 48 50/72
4 83/82 19 18/78 34 16/77 49 70/80
5 15/81 20 85/75 35 17/80 50 40/85
6 84/81 21 15/79 36 85/79
7 14/70 22 83/87 37 15/80
8 84/80 23 16/81 38 19/77
9 15/82 24 19/82 39 15/75
10 85/80 25 87/82 40 20/80
11 12/71 26 18/76 41 92/78
12 82/83 27 18/80 42 10/82
13 17/74 28 19/79 43 65/74
14 16/74 29 15/76 44 31/75
15 95/75 30 85/85 45 30/79
93

Tabel 4.2. Frekuensi arah pengukuran kekar pada stasiun 73


Interval
Kelas Frekuensi
(N...°E) Turus Jumlah
1,0-10 I 1
11,0-20 IIII IIII IIII IIII IIII I 26
21-30 III 3
31-40 II 2
41-50 I 1
51-60
61-70 II 2
71-80
81-90 IIII IIII I 11
91-100 IIII 4
101-110
111-120
121-130
131-140
141-150
151-160
161-170
171-180
Jumlah 50

1

3
Gambar 10. Arah tegasan utama N 500 E dari pengukuran kekar sistematik
pada stasiun 73
94

Tabel 4.3 Data pengukuran kekar pada stasiun 77


Kedudukan Kedudukan Kedudukan Kedudukan
Kekar Kekar Kekar Kekar
No No No No
(N….°E/
….°) (N….°E/….°) (N….°E/….°) (N….°E/….°)
1 300/85 16 340/84 31 340/86 46 250/89
2 260/85 17 346/79 32 340/85 47 258/82
3 260/87 18 250/86 33 345/80 48 347/80
4 345/75 19 266/84 34 343/72 49 25/75
5 30/88 20 255/87 35 342/82 50 85/77
6 34/85 21 258/90 36 300/80
7 330/80 22 259/85 37 320/75
8 35/80 23 256/85 38 345/81
9 265/79 24 258/90 39 265/84
10 88/89 25 260/89 40 85/76
11 25/80 26 84/85 41 270/80
12 45/89 27 35/72 42 87/79
13 85/83 28 25/89 43 325/82
14 26/85 29 27/90 44 320/80
15 345/90 30 35/89 45 80/80

Tabel 4.4. Frekuensi pengukuran arah kekar pada stasiun 77


95

Interval Interval
Kelas Frekuensi Kelas Frekuensi
(N...°E) Turus Jumlah (N...°E) Turus Jumlah
1,0-10 181-190
11,0-20 191-200
21-30 IIII I 6 201-210
31-40 IIII 4 211-220
41-50 I 1 221-230
51-60 231-240
61-70 241-250 II 2
71-80 I 1 251-260 IIII IIII 9
81-90 IIII I 6 261-270 IIII 4
91-100 271-280
101-110 281-290
111-120 291-300 II 2
121-130 301-310
131-140 311-320 II 2
141-150 321-330 II 2
151-160 331-340 III 3
161-170 341-350 IIII IIII 8
171-180 351-360
Jumlah 18 Jumlah 32

3

1

Gambar 11. Arah tegasan utama dari hasil pengolahan data kekar pada
stasiun 77
96

Hasil pengukuran kekar pada stasiun 24 (Lihat Tabel 4.5), dimana

frekuensi jumlah arah kekar yang dominan adalah Timur Menenggara dan Selatan

(Lihat Tabel 4.6), memperlihatkan spasi kekar atara 10 – 30 cm, dengan bukaan

pada kekar antara 0,1 – 0,5 cm, hasil pengolahan data kekar dalam program Dips

memperlihatkan arah tegasan utama maksimum (1) relatif berarah Tenggara (N

1400 E) dan tegasan utama minimum (3) relatif berarah Timur Laut (N 500 E)

(Lihat Gambar 12).

Tabel 4.5. Data pengukuran kekar pada stasiun 24


Kedudukan Kekar Kedudukan Kekar
No No
(N….°E/….°) (N….°E/….°)
1 100/65 16 180/73
2 175/75 17 115/65
3 102/73 18 190/70
4 185/80 19 175/70
5 100/70 20 87/65
6 170/73 21 176/84
7 90/65 22 105/65
8 200/80 23 102/59
9 105/75 24 195/76
10 110/70 25 100/70
11 190/83 26 190/71
12 96/65
13 102/75
14 175/60
15 105/65

Tabel 4.6. Frekuensi pengukuran arah kekar pada stasiun 24


97

Interval Interval
Kelas Frekuensi Kelas Frekuensi
(N...°E) Turus Jumlah (N...°E) Turus Jumlah
1,0-10 181-190 IIII 4
11,0-20 191-200 II 2
21-30 201-210
31-40 211-220
41-50 221-230
51-60 231-240
61-70 241-250
71-80 251-260
81-90 II 2 261-270
91-100 IIII 4 271-280
101-110 IIII II 7 281-290
111-120 I 1 291-300
121-130 301-310
131-140 311-320
141-150 321-330
151-160 331-340
161-170 I 1 341-350
171-180 IIII 5 351-360
Jumlah 20 Jumlah 6

3

1

Gambar 12. Arah tegasan utama dari hasil pengolahan data kekar pada
stasiun 24
98

Hasil pengukuran kekar pada stasiun 79 (Lihat Tabel 4.7), dimana

frekuensi jumlah arah kekar yang dominan adalah Timur Menenggara dan Selatan

Menenggara (Lihat Tabel 4.8), memperlihatkan spasi kekar atara 10 – 15 cm,

hasil pengolahan data kekar dalam program Dips memperlihatkan arah tegasan

utama maksimum (1) relatif berarah Tenggara (N 130 0 E) dan tegasan utama

minimum (3) relatif berarah Timur Laut (N 400 E) (Lihat Gambar 13).

Tabel 4.7. Data pengukuran kekar pada stasiun 97

Kedudukan Kekar Kedudukan Kekar


No No
(N….°E/….°) (N….°E/….°)
1 110/70 16 350/75
2 120/65 17 105/60
3 125/60 18 125/45
4 110/55 19 110/65
5 110/63 20 120/55
6 95/65 21 105/65
7 120/40 22 340/80
8 125/35 23 325/75
9 115/45 24 335/75
10 120/70 25 Okt-70
11 330/75
12 170/65
13 330/65
14 15/60
15 340/65
99

Tabel 4.8. Frekuensi pengukuran arah kekar pada stasiun 97


Interval Interval
Kelas Frekuensi Kelas Frekuensi
(N...°E) Turus Jumlah (N...°E) Turus Jumlah
1,0-10 I 1 181-190
11,0-20 I 1 191-200
21-30 201-210
31-40 211-220
41-50 221-230
51-60 231-240
61-70 241-250
71-80 251-260
81-90 261-270
91-100 I 1 271-280
101-110 IIII I 6 281-290
111-120 IIII 5 291-300
121-130 III 3 301-310
131-140 311-320
141-150 321-330 III 3
151-160 331-340 III 3
161-170 I 1 341-350 I 1
171-180 351-360
Jumlah 18 Jumlah 7

3

1

Gambar 13. Arah tegasan utama dari hasil pengolahan data kekar pada
stasiun 97.
100

4.2.3 Struktur Sesar

Sesar atau patahan adalah suatu bidang rekahan atau zona rekahan yang

telah mengalami pergeseran (Ragan, 1976). Pergeseran yang terjadi

menyebabkan adanya perpindahan bagian-bagian dari blok-blok yang berhadapan

sepanjang bidang patahan tersebut. Struktur sesar juga dapat suatu rekahan di

sepanjang batuan yang mengalami pergerakan relatif satu blok terhadap blok

batuan yang lain (Billings, 1968).

Berdasarkan pergerakan relatif dan jenis gaya yang menyebabkannya

(Billing, 1986), struktur sesar terbagi atas tiga yaitu :

1. Sesar naik, merupakan sesar yang “hanging wall”nya relatif bergerak naik dan

diakibatkan oleh gaya kompresi.

2. Sesar normal, merupakan sesar yang “hanging wall”nya relatif bergerak turun,

diakibatkan oleh gaya tension.

3. Sesar geser, merupakan sesar dimana kedua blok yang patah bergerak secara

mendatar, diakibatkan oleh gaya kompresi, terbagi atas sesar geser menganan

(dextral) dan sesar geser mengiri (sinistral).

Berdasarkan teori kekandasan batuan, struktur geologi berupa sesar akan

terjadi apabila suatu batuan dikenai suatu gaya yang melebihi batas elastisitasnya

sehingga akan mengalami pergeseran (Asikin, 1979). Sehingga dapat disimpulkan

bahwa sesar terbentuk akibat berlanjutnya gaya yang membentuk struktur geologi

sebelumnya.
101

Sesar dapat dikenali melalui indikasi atau ciri berdasarkan kenampakan

secara langsung di lapangan baik itu ciri primer ataupun sekunder, kenampakan

morfologi, serta interpretasi pada peta topografi. Kenampakan morfologi secara

langsung dilapangan serta pada peta topografi dapat dikenali seperti dengan

adanya pelurusan sungai, kelokan sungai yang sangat tajam, dan perbandingan

kerapatan kontur yang menyolok. Sedangkan pengamatan singkapan di lapangan

dapat dikenali berupa, adanya zona hancuran perubahan kedudukan batuan,

adanya mata air, adanya air terjun, kontak litologi yang berbeda umur dan

genetiknya.

Berdasarkan hal tersebut diatas, terdapat tiga struktur sesar yang

berkembang pada daerah penelitian terdiri atas dua jenis sesar yaitu Sesar Geser

Bottosiri, dan Sesar Geser Lepange. Keseluruhan dari struktur sesar ini terletak

pada sebelah Timur daerah penelitian.

4.2.3.1 Sesar Geser Bottosiri

Sesar geser Bottosiri terletak pada bagian Timurlaut daerah penelitian

yang memanjang relatif Selatan ke Utara yang melewati Desa Tellumpanuae dan

Desa Samaenre, sepanjang Sungai Watangmallawa. Penentuan struktur sesar

yang berkembang pada daerah penelitian didasarkan pada keterdapatan data-data

primer dan data-sekunder sebagai penunjang. Sesar geser ini melewati Satuan

Batupasir, Satuan Batugamping, Satuan Breksi, serta Satuan Breksi gunungapi.

Adapun ciri primer dan sekunder yang dijumpai di lapangan yang

mengidentifikasikan keberadaan struktur ini adalah :


102

 Adanya air terjun, zona – zona hancuran dan gelundungan breksi sesar pada

batugamping yang dijumpai di Sungai Watangmallawa (Foto 4.6 dan 4.7)

 Tersingkapnya batuan dasar berupa batuan serpih sepanjang sungai

Watangmallawa.

 Adanya lipata – lipatan minor yang dijumpai pada stasiun 72 dan sesar minor

pada stasiun 77 ( Foto 4.8)

 Pergeseran batas litologi yang signifikan dijumpai di lapangan antara litologi

batupasir dan batugamping yang mengindikasikan pergerakan sesar geser

yang mengiri (sinistral).

 Adanya kelokan sungai yang tajam dan signifikan pada Sungai

Watangmallawa, yang merupakan lintasan zona sesar (lihat peta pola kerangka

struktur).

 Adanya pelurusan topografi sepanjang zona sesar, dimana bukit – bukit di

sekitar zona sesar relatif memanjang searah dengan arah pelamparan sesar

yaitu berarah sekitar Utara Barat Laut - Selatan Menenggara.

Foto. 4.6 Air terjun sebagai penciri sekunder sesar Geser Bottosiri pada Satuan
Breksi daerah Samaenre. Difoto ke arah N 800 E pada stasiun 59.
103

Foto. 4.7 Gelundungan breksi sesar batugamping yang dijumpai pada sungai
Watangmallawa daerah Lepange, sekitar 100 meter dari stasiun 66.

Foto. 4.8 Sesar geser minor pada litologi serpih berarah relatif N 320 0 E pada
daerah Hoddie. Difoto searah sesar pada satasiun 77.
104

Berdasarkan indikasi tersebut diatas, yang dipadukan dengan aspek relief

dan hasil analisis arah tegasan utama yang berarah Barat Laut - Tenggara, maka

dapat diketahui pergerakan sesar geser bersifat mengiri (sinistral). Penentuan

umur dari pembentukan sesar pada daerah penelitian ini yaitu berdasarkan umur

batuan termuda yang dilewati sesar geser ini. Batuan termuda yang dilewati yaitu

breksi yang berumur Miosen Tengah Bagian Tengah – Miosen Tengah Bagian

Atas. Jadi umur dari pembentukan Sesar Geser Malino yaitu setelah “Miosen

Tengah Bagian Tengah”.

4.2.3 2 Sesar Geser Lepange

Sesar geser Lepange relatif berarah Timur Laut – Selatan Barat Daya

dengan jalur sesar yang melewati Sungai Watangmallawa. Adapun ciri primer dan

ciri sekunder yang dijumpai di lapangan yang mengidentifikasikan keberadaan

struktur sesar ini adalah :

 Lipatan minor dan sesar minor (microfaults) pada stasiun 24 (Lihat Foto

4.9 dan 4.10).

 Data kekar yang memberikan informasi arah tegasan utama maksimum

yang bekerja pada daerah penelitian relatif berarah Tenggara – Barat Laut.

 Adanya pelurusan topografi sepanjang zona sesar, dimana bukit – bukit di

sekitar zona sesar relatif memanjang searah dengan arah sesar yaitu

berarah sekitar Timur laut.


105

Foto. 4.9 Lipatan minor berupa lipatan antiklin pada batupasir dan batulempung
dengan sumbuh lipatan relatif berarah Barat Laut – Tenggara di
daerah Lepange, difoto kearah N 1100 E pada stasiun 24.

Foto. 4.10 Sesar minor berupa sesar turun pada batubara dan batulempung pada
daerah Lepange. Difoto kearah N 1400 E pada stasiun 24.
106

Berdasarkan indikasi tersebut diatas, yang dipadukan dengan aspek relief

dan hasil analisis arah tegasan utama yang berarah Barat Laut - Tenggara, maka

dapat diketahui pergerakan sesar geser bersifat menganan (destral). Penentuan

umur dari pembentukan sesar pada daerah penelitian ini yaitu berdasarkan umur

batuan termuda yang dilewati sesar geser ini, serta struktur geologi yang

dilewatinya, yaitu sesar geser Bottosiri, sehingga dapat disimpulkan bahwa umur

pembentukan sesar geser Lepange adalah setelah Miosen Tengah Bagian Tengah.

4.3 Mekanisme Struktur Daerah Penelitian

Mekanisme pembentukan struktur geologi pada daerah penelitian

didasarkan pada teori Reidel dalam McClay, 1987, yang merupakan modifikasi

dari Teori Harding, 1974 (Lihat Gambar 13). Berdasarkan hal tersebut diatas

dapat diketahui bahwa mekanisme pembentukan struktur geologi yang terdapat

pada daerah penelitian terjadi dalam satu periode arah tegasan utama.

Penentuan arah tegasan utama pada daerah penelitian di dasarkan oleh

analisa keberadaan lipatan pada daerah penelitian, dimana sayap lipatan tersebut

relatif berarah Barat Laut – Tenggara yang mengindikasikan arah tegasan utama

yang bekerja. Sedangkan berdasarkan analisis data kekar dengan menggunakan

diagram roset diperoleh bahwa arah tegasan utama (1) berarah relatif Tenggara –

Barat Laut. Maka berdasarkan analisis terhadap struktur perlipatan, kekar dan

analisis terhadap sesar pada daerah penelitian, tegasan utama yang menyebabkan

kompresi pada daerah penelitian berarah Tenggara – Barat Laut.


107

Gambar 14. Mekanisme pembentukan struktur geologi berdasarkan pola Strain


Elipsoide, menurut Reidel dalam Mc. Clay 1987.

Akibat adanya gaya kompresi yang berarah Tenggara – Barat Laut

menyebabkan terbentuknya lipatan – lipatan antiklin dan sinklin pada litologi

batupasir, breksi, dan serpih, dimana arah tegasan utama tersebut relatif tegak

lurus terhadap sumbu lipatan yang berarah Timur Laut – Barat Daya (Lihat

Gambar 15). Lipatan ini diperkirakan terbentuk setelah umur satuan breksi yaitu

setelah Kala Miosen Tengah Bagian Tengah.

Gambar 15. Mekanisme pembentukan lipatan pada daerah penelitian, dengan


sumbuh lipatan berarah Timur Laut – Barat Daya.
Kemudian gaya kompresi terus bekerja sehingga tegasan pada batuan

melampaui harga batas elatisitas batuan dan menyebabkan terbentuknya kekar


108

gerus (shear joints). Gaya kompresi terus berlanjut sehingga menghasilkan gaya

tarik (gaya tension) yang relatif tegak lurus arah tegasan maksimum (σ 1) dan

membentuk kekar tarik (extension joints). Tekanan pada batuan terus meningkat,

sehingga batuan mencapai fase deformasi plastis, dimana kekar gerus yang

terbentuk pada batuan akan mengalami pergeseran/patah. Berdasarkan Teori

Reidel dalam McClay, 1987, dimana sumbu tegasan utama relatif berarah

Tenggara – Barat Laut dengan kemiringan bidang sesar miring kearah Timur,

sehingga terbentuk Sesar Geser Bottosiri pada daerah penelitian yang mengarah

Utara Barat Laut – Selatan Meneggara yang sifatnya mengiri (Sinistral) (Lihat

Gambar 16).

Gambar 16. Mekanisme pembentukan sesar geser Bottosiri pada daerah


penelitian, dengan arah sesar relatif Utara Barat Laut – Selatan
Meneggara.

Selanjutnya gaya kompresi terus bekerja dan semakin meningkat yang

mengakibatkan terjadinya pergeseran melalui kekar tarik yang ada pada batuan

membentuk sesar geser Lepange, dengan arah sesar Timur Laut – Selatan Barat

Daya relatif tegak lurus dengan arah tegasan utama maksimum (Lihat Gambar

17).
109

Gambar 17. Mekanisme pembentukan sesar geser Lepange pada daerah


penelitian, dengan arah sesar relatif Timur Laut – Barat Daya.

Selanjutnya gaya kompresi pada daerah penelitian secara perlahan

mengalami penurunan dan aktifitas tektonik berhenti.

Anda mungkin juga menyukai