TIJAUAN PUSTAKA
Benteng, dan Sinjai oleh Sukamto & Supriatna (1982). Stratigrafi regional Bira
Miosen Akhir dan Pliosen dengan ketebalan sekitar 2.000 m. Sedimen termuda
adalah Endapan Aluvium, Rawa dan Pantai (Qac). Struktur geologi pada daerah
Bira berupa sesar naik di bagian Barat yang mengarah relatif Timur Laut
(Sukamto & Supriatna, 1982). Vulkanik Walanae diberikan untuk sekuen berlapis
baik pada perselingan antara tufa, konglomerat dan breksi vulkanik serta sisipan
sedimen dan lava yang berumur Miosen akhir dan terdapat pada bagian Selatan
Selama Miosen tengah terbentuk zona sesar pada daerah Walanae. Pada
masih di bawah muka air laut yang mengendapkan pasir, dan material piroklastik
dari pegunungan bagian Barat dan pegunungan Bone (Leeuwen, 2010). Pada akhir
Miosen Tengah atau awal Miosen Akhir secara regional kembali terjadi
muncul di permukaan laut. Tidak adanya kegiatan tektonik pada kala ini
6
7
laut Sulawesi Selatan. Hal ini diikuti oleh pengendapan perlapisan tebal mudstone
dan sebagian kecil batupasir pada penurunan daratan yang cepat pada cekungan
Sengkang (Leeuwen, 1981). Neogen. Bagian Barat daya masih berada di bawah
muka air laut dan menjadi pusat vulkanisme hingga akhir Miosen (Leeuwen,
Bira dimana bagian timur lebih terjal dan di bagian barat lebih landai kemudian
disebabkan oleh adanya tilling dibagian timur daerah ini.Batugamping yang ada
tahun atau selama Miosen Akhir hingga Pleistosen Awal yang dikorelasikan
penelitian.
yang terjadi dalam pembentukan muka bumi yang dipengaruhi oleh proses utama
yaitu proses endogen dan proses eksogen (Van Zuidam, 1985). Berdasarkan hal
tersebut daerah penelitian dengan total luas area penelitian (± 14,58 km 2) dapat
Satuan morfologi Perbukitan Teras Kars yang menempati sekitar 85% dari
total luas wilayah penelitian atau sekitar 13,24 km 2 di bagian Utara memanjang
dari Barat-Timur meliputi daerah Bara dan sekitarnya. Bentangalam ini terbentuk
dari litologi Batugamping yang telah mengalami proses pelarutan yang cukup
teras. Pelarutan yang terbentuk ditandai dengan adanya sinkholes serta bentuk
permukaan yang tidak rata dan tajam. Rata-rata puncaknya memiliki ketinggian
sekitar 15 % dari total luas wilayah penelitian atau sekitar 1,34 km 2 pada
sepanjang garis pantai Bara sebelah Barat Daya daerah Bira. Bentangalam ini
terbentuk dari litologi Batugamping yang terabrasi membentuk tebing. Hal ini
9
batuan yang satu dengan batuan yang lain, sehingga dapat disebandingkan baik
secara vertikal maupun lateral dan dapat dipetakan dalam sekala 1:15.000 maka
daerah penelitian dapat dibagi menjadi 1 (satu) satuan batuan, yaitu Satuan
Dasar penamaan satuan ini didasarkan pada kenampakan ciri fisik litologi.
Untuk penamaan litologi anggota satuan ini terbagi atas dua cara yaitu penamaan
secara megaskopis ditentukan secara langsung terhadap sifat fisik dan komposisi
untuk pengamatan sifat optik mineral serta pemerian komposisi mineral secara
Secara petrografis pada matriks batuan ini tersusun oleh skeletal grain
sp., Halimeda sp., Echinoid dan Mililoid serta fosil foraminifera kecil,
Nonskeletal grain berkisar 20-25%, mud 30-40% dan kristal kalsit 10-15%, nama
tersingkap dengan baik di seluruh daerah penelitian. Ketebalan dari satuan ini
pada lokasi penelitian berdasarkan hasil dari perhitungan di lapangan pada bagian
Barat Laut lebih dari 10 m sebab tidak dijumpai kontak dengan litologi di
sedimen dalam rekaman geologi. Batuan ini hadir mulai pada Prakambrium
hingga Kuarter. Batuan karbonat ini memiliki tekstur, struktur, dan fosil yang
purba, kondisi paleoekologi, dan evolusi bentuk kehidupan melewati ruang dan
waktu, khususnya organisme laut. Batuan karbonat juga memiliki nilai ekonomi
yang penting karena dapat dimanfaatkan pada bidang agrikultur dan industri, dan
yang paling penting adalah dapat berfungsi sebagai batuan reservoir pada industri
kristalin dengan kandungan fosil dan garam karbonat hasil presipitasi dalam air
laut. Sekarang kita tahu bahwa batuan karbonat itu tidak hanya bertekstur
‘kristalin’ tapi juga berupa agregat karbonat yang terikat oleh semen karbonat
istilah allochem untuk jenis butiran karbonat yang tidak mengalami presipitasi
kimia normal bersama tubuh batuan. Seperti batuan sedimen lainnya butiran
karbonat juga bervariasi, ada yang berukuran lanau, pasir (lebih dari 2 mm),
bahkan partikel yang lebih besar seperti cangkang fosil juga hadir (Boggs, 1995).
13
Diagenesis meliputi perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan
melibatkan temperatur dan tekanan yang cukup tinggi yang dikenal sebagai
komposisi kimiawi fluida pori dan rata-rata aliran fluida, sejarah geologi dari
air laut, influks perbedaan fluida pori dan ikllim (Tucker dan Wright, 1990).
dengan dibatasi interval waktu yaitu segera setelah proses pengendapan dan
a. Mikritisasi Mikrobial
adalah produk dari mikritisasi mikrobial dan jika kegiatan ini intensif maka akan
sendiri merupakan proses yang ditandai pada bioklas terubah selama di dasar laut
oleh organisme alga, jamur, atau bakteri. Proses ini merupakan proses yang
penting dalam lingkungan stagnant marine prheatic zone dan active marine
b. Dolomitisasi
yang kaya magnesium pada batuan karbonat. Ada 5 model dolomitisasi pada
burial, dan seawater (Tucker dan Wright, 1990). Presipitasi dolomit dipengaruhi
c. Sementasi
butiran ataupun di dalam lubang yang dihasilkan oleh pelarutan aragonit. Jenis-
jenis semen yang hadir pada batuan karbonat, yaitu aragonit, kalsit dengan
dan Wright, 1990). Bentuk kristal kalsit didasarkan berdasarkan pada panjang
relatif dengan rasio lebar. Menurut Folk dalam Scholle dan Ulmer-Scholle (2003)
dibedakan dalam 3 diantaranya fibrous cements (6:1), bladed cements (6:1 sampai
d. Pelarutan
yang menyebabkan mineral tidak stabil akan larut dan membentuk mineral lain
yang lebih stabil pada lingkungan yang baru, menurut Longman (1982), proses
16
dan dapat menyebabkan pembentukan karst. Akan tetapi, proses ini dapat terjadi
mengenai tipe-tipe porositas tersebut. Salah satu di antaranya adalah Choquette &
Pray (1970) dalam Scholle dan Ulmer-Scholle, 2003. Klasifikasi ini mencoba
menghubungkan ukuran pori, bentuk dengan kemas dari batuan tersebut. Adapun
klasifikasi dari Choquette & Pray (1970) (Gambar 2.6) adalah sebagai berikut :
1. Porositas pada batuan karbonat, sepenuhnya dikontrol oleh kemas batuan yang
pori yang terdapat di antara partikel atau intergranular, dan biasanya tidak
mengalami sementasi Porositas ini bervariasi tergantung pada sortasi, kemas, dan
ukuran butiran.
porositas primer atau bisa terbentuk pada awal diagenesis, oleh proses yang
antara skeletal. Jenis porositas ini juga bisa disebabkan oleh proses perpindahan
dari interior butiran yang tidak terlalu mengalami kalsitifikasi. Melalui proses ini
yang relatif sama ukurannya, yang tumbuh karena adanya proses rekristalisasi
atau dolomitisasi.
d. Mouldic : Suatu rongga yang terbentuk karena proses pelarutan fragmen dalam
batuan. Porositas ini termasuk porositas sekunder dan termasuk dalam fabric
kelarutan antara butiran dan struktur yang ada. Terbentuk dalam batuan
yang besar.
yang berbentuk lempeng, menjadi semacam payung bagi area di bawahnya, untuk
2. Porositas batuan karbonat tersebut tidak dipengaruhi atau dikontrol oleh kemas
tekanan luar, dan biasanya terjadi setelah pengendapan, serta berasosiasi dengan
18
proses perlipatan, pensesaran ataupun salt doming. Terjadi pada batuan karbonat
c. Vug : Lubang yang terbentuk sebagai akibat proses pelarutan, seperti gerowong.
manusia.
antaranya.
organisme.
Gambar 2.6 Tipe porositas menurut Choquette dan Pray dalam Scholle dan
Ulmer-Scholle (2003)
19
e. Neomorfisme
Lain halnya dengan rekristalisasi yang merupakan perubahan dalam ukuran kristal
ukuran kristal kalsit. Umumnya, neomorfisme pada batuan karbonat memiliki tipe
aggrading (agradasi), yaitu proses yang menghasilkan butiran spar yang lebih
mikrospar. Proses ini dapat terjadi pada awal pemendaman freshwater phreatic
f. Kompaksi
kimia (Tucker dan Wright, 1990). Kompaksi mekanik terjadi ketika pembebanan
suture dan kontak concavo-convex, serta pada tahap lanjut akan menghasilkan
stylolite.
20
2. Lingkungan Diagenesis
marine phreatic, mixing zone, meteoric phreatic, meteoric vadose, dan burial
(Gambar 2.7).
Sedimen pada ligkungan ini bila semua rongga porinya terisi oleh air laut
pada lingkungan marine phreatic. Lingkungan ini dapat dibagi menjadi dua yaitu
air yang baik dimana tingkat sementasi intergranular dan mengisi ronga lebih
intensif. Semen aragonit berserabut dan Mg kalsit merupakan ciri lain dari
lingkungan ini.
21
Mg yang tinggi dan aragonit (Scholle dan Ulmer-Scholle, 2003). Morfologi dari
sampai bladed rinds, sedangkan morfologi aragonit yaitu fibrous, mesh of needles,
2. Zona Mixing
freshwater phreatic yang ditandai oleh air payau. Dolomit pada mixing zone ini
berkisar pada penggantian mikrokritalin jernih pada zona penggantian dan zona
semen. Semen dolomit yang sebenarnya sangat sulit dibedakan dari hasil
Scholle, 2003). Seluruh ronga yang semua terisi air laut akan mulai tergantikan
oleh air tawar. Dolomitisasi merupakan salah satu penciri lingkungan ini jika
salinitas air sekitarnya rendah. Selinitas tinggi akan terbentuk Mg kalsit yang
menjarum.
22
neomorfisme butir yang diikuti atau tanpa diikuti sementasi kalsit secara intensif.
dan shafts. Selain tekstur tersebut, menurut Scholle dan Ulmer-Scholle (2003),
caves, dan collapse breccias. Semen pada lingkungan meteoric phreatic adalah
kalsit dengan kandungan Mg yang rendah. Morfologi semen pada lingkungan ini
overgrowth dapat terbentuk pada lingkungan marine, metoric, dan burial (Scholle
menyebabkan air yang terdapat di lingkungan ini akan bertahan di antara butiran
23
diakibatkan gaya kapilaritas atau di bawah butiran sebagai pendant drops (Scholle
dan Ulmer-Scholle, 2003). Semen pada lingkungan meteoric vadose adalah kalsit
lingkungan ini, yaitu meniscus, pendant, dan calcite equant, seperti pada
gambar 2.9.
5. Zona Burial
yang terjadi di bawah zona sirkulasi air dekat permukaan, berada di bawah zona
pencampuran meteoric phreatic atau zona aktif sirkulasi air laut (Scholle dan
daerah burial, antara lain coarse calcite spar dan dolomit Fe. Terdapat empat
jenis mosaik semen coarse calcite spar pada lingkungan ini, yaitu drusy, calcite
(Gambar 2.10). Terdapat tiga jenis struktur pelarutan, yaitu fiited fabric,
tekstur fabric selective or not dan termasuk moldic, vugs, dan pembesaran rongga