Anda di halaman 1dari 68

Laporan Praktikum

GEOLOGI UMUM

Oleh:

NUR INSANI SUCIANTI


H061221025
KELOMPOK VIII

LABORATORIUM GEOFISIKA PADAT


DEPARTEMEN GEOFISIKA-PRODI GEOFISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Geologi umumnya berkaitan dengan material yang membentuk bumi dan semua
proses yang terjadi baik di dalam bumi (di bawah permukaan bumi) maupun
diluarnya (di permukaan bumi). Gaya yang bekerja di dalam bumi (endogen)
menyebabkan gempa bumi dan aktivitas vulkanik, sementara gaya eksternal
(eksogen) menyebabkan pelapukan, erosi, dan pembentukan bentang alam. Semua
proses ini memberikan ciri khusus pada batu. Batuan sendiri merupakan Batuan
merupakan agregat padat yang terbentuk akibat dari proses ilmiah. Dimana batuan
ini sendiri umumnya mengandung mineral atau meneraloid. Pada dasarnya batuan
yang berada dipermukaan bumi terbagi atas tiga jenis, yaitu batuan beku, batuan
sedimen, dan batuan metamorf.

Batuan beku merupakan batuan yang terbentuk oleh magma yang mengalami
proses pendinginan. Batuan sedimen terbentuk oleh material-material sedimen
yang terkompaksi, mengeras, dan mengalami litifikasi. Material sedimen sendiri
berasal dari suatu lapukan batuan yang lebih dahulu terbentuk yang mengalami
erosi, dan lapukan ini diangkut oleh air maupun udara yang kemudian diendapkan
dan berakumulasi di dalam cekungan endapan. Beragam jenis batuan dapat
diklasifikasikan berdasarkan tekstur serta warnanya (Sultoni dkk, 2019).

Pembelajaran ilmu kebumian (Geologis) membutuhkan kegiatan lapangan sebagai


bentuk pengalaman praktik yang akan memperluas pengetahuan mahasiswa
tentang konsep teoritis yang telah dipelajari di ruang kelas dan bagaimana
aplikasinya dalam situasi nyata. Oleh karena itu, dilaksanakan kuliah lapangan di
daerah kabupaten Barru di provinsi Sulawesi Selatan agar praktikan dapat
menambah wawasan yang lebih baik tentang jenis-jenis batuan yang terdapat di
bumi, termasuk ciri-ciri fisik, sifat-sifat kimia, dan asal-usulnya, sehingga
mahasiswa dapat mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam bidang geologi
dan memahami lebih dalam tentang bentuk dan struktur bumi.
I.2 Ruang Lingkup
Ruang lingkup percobaan ini yaitu memahami penggunaan alat-alat di lapangan,
menentukan tracking dan koordinat singkapan batuan, memahami karakteristik
setiap jenis batuan.

I.3 Tujuan
I.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari praktikum ini adalah sebagai pengetahuan dasar bagi
mahasiswa untuk memahami orientasi medan, navigasi darat, strike/dip, batuan
beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.

I.3.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dari praktikum ini adalah sebagai berikut
1. Peserta dapat memahami cara penggunaan alat-alat dasar di lapangan seperti
kompas bidik, palu geologi, kompas geologi dan loop.
2. Peserta dapat melaksanakan orientasi medan dan membuat tracking perjalanan
pada peta kontur dan mengetahui cara pembacaan peta kontur.
3. Peserta dapat menentukan koordinat singkapan batuan yang ditemukan
dilapangan.
4. Peserta dapat mengetahui penamaan batuan berdasarkan karakteristik batuan
yang ditemukan dilapangan.
5. Peserta memahami perbedaan mineral dan batuan, serta mengetahui jenis
batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.
BAB II
TINJAU PUSTAKA

II.1 Geologi Regional Barru


Struktur geologi Kabupaten Barru adalah lipatan, sesar, dan kekar. Sumbu lipatan
berarah utara selatan dan barat laut-tenggara berupa antiklin dan sinklin yang
tidak simetri. Satuan batuan yang terlipat antara lain batuan sedimen Pra-Tersier
yang terdiri dari Formasi Mallawa, Formasi Tonassa, Formasi Camba, dan batuan
Metamorf Formasi Balangbaru. Perlipatan ini terbentuk oleh tekanan horisontal
akibat tektonik regional pada kala Miosen Akhir-Pliosen (Purawiardi, 2014).

Gambar II.1 Peta geologi regional Barru (Purawiardi, 2014)

Tatanan tektonik, struktur dan sedimetologi daerah Barru dikenal cukup rumit dan
termasuk dalam kompleks tektonik pra-tersier bagian Selatan lengan Selatan
Pulau Sulawesi. Tersusun atas batuan dasar metamorfik, ultrabasa, dasit dan
sedimen laut dalam formasi Balangbaru yang berumur kapur. Selanjutnya ditutupi
oleh sedimen teresterial-marine Formasi Mallawa yang berumur eosen dan
paparan (platform) karbonat batu gamping Formasi Tonasa yang berumur eosen
hingga miosen Tengah. Pada bagian atas sebagai lapisan penutup adalah batuan
vulkanik marin sampai dengan non-marin Formasi Camba yang berumur Miosen.
Sejak kala Eosen sedimen laut dangkal batu gamping Formasi Tonasa
digambarkan merupakan sedimen yang terendapkan bersamaan blok sesar (faulted
block) sehingga beberapa fasiesnya adalah sedimen redeposisi, pengendapan
sedimen laut dangkal sedimen karbonat Formasi Tonasa dikontrol oleh segmen-
segmen rifting (rifting segmentation), hal ini tentunya menggambarkan bahwa
daerah ini memiliki pola struktur yang mengontorol tidak hanya terhadap pola
sedimentasi, namun juga penyingkapan batuan dan tentunya adalah memfasilitasi
terbentuknya jalur Rembesan hidrokarbon (Jaya dkk, 2021).

II.2 Mineral dan Batuan


Mineral dapat kita definisikan sebagai bahan padat anorganik yang terdapat secara
alamiah, yang terdiri dari unsur-unsur kimiawi dalam perbandingan tertentu,
dimana atom-atom didalamnya tersusun mengikuti suatu pola yang sistimatis.
Mineral dapat kita jumpai dimana mana disekitar kita, dapat berwujud sebagai
batuan, tanah, atau pasir yang diendapkan pada dasar sungai. Beberapa dari
mineral tersebut dapat mempunyai nilai ekonomis karena didapatkan dalam
jumlah yang besar, sehingga memungkinkan untuk ditambang seperti emas dan
perak, kecuali beberapa jenis, memiliki sifat, bentuk tertentu dalam keadaan
padatnya, sebagai perwujudan dari susunan yang teratur didalamnya. Apabila
kondisinya memungkinkan , mereka akan dibatasi oleh bidang-bidang rata, dan
diasumsikan sebagai bentuk-bentuk yang teratur yang dikenal sebagai "kristal".
Dengan demikian, kristal secara umum dapat didefinisikan sebagai bahan padat
yang homogen yang memiliki pola internal susunan tiga dimensi yang teratur
(Noor, 2014).

Terdapat dua cara untuk dapat mengenal suatu mineral, yang pertama adalah
dengan cara mengenal sifat fisiknya. Yang termasuk dalam sifat fisik mineral
adalah bentuk kristalnya (crystall form), berat jenis (specific gravity), bidang
belah (fracture), warna (color), kekerasan (hardness), goresan (streak), dan kilap
(luster). Sifat kimiawi Mineral Berdasarkan senyawa kimiawinya, mineral dapat
dikelompokkan menjadi mineral Silikat dan mineral Non-silikat. Terdapat 8
(delapan) kelompok mineral Non- silikat, yaitu kelompok Oksida, Sulfida, Sulfat,
Native elemen, Halid, Karbonat, Hidroksida, dan Phospat. Adapun mineral silikat
(mengandung unsur SiO) yang umum dijumpai dalam batuan adalah seperti
terlihat pada tabel 3-2. Di depan telah tonic dikemukakan bahwa tidak kurang dari
2000 jenis mineral yang dikenal hingga sekarang. Namun ternyata hanya beberapa
jenis saja yang terlibat dalam pembentukan batuan. Mineral-mineral tersebut
dinamakan “Mineral pembentuk batuan”, atau “Rock–forming minerals”, yang
merupakan penyusun utama batuan dari kerak dan mantel Bumi, Mineral
pembentuk batuan dikelompokan menjadi empat yaitu, Silikat, Oksida, Sulfida,
dan Karbonat dan Sulfat (Noor, 2014).
Tabel 2.1 Skala kekerasan relatif mineral

Batuan merupakan agregat padat yang terbentuk oleh mineral mineral yang telah
membeku dari proses ilmiah. Umumnya batuan merupakan gabungan dari 2
mineral atau lebih. Mineral merupakan suatu zat anorganik yang mempunyai
komposisi kimia tertentu. Batuan mempunyai komposisi mineral, sifat sifat fisik,
dan umur yang bermacam macam (Sultoni dkk, 2019).

Pada dasarnya batuan yang terdapat dipermukaan bumi terdiri dari 3(tiga) jenis,
berdasarkan dari cara pembentukan batuan tersebut, yaitu: batuan beku, batuan
sedimen, dan batuan metamorf. Sebenarnya tiga jenis batuan ini saling
berhubungan dalam proses pembentukannya. Ketiga jenis batuan ini membentuk
siklus daur batuan seperti pada Gambar II.2. Batuan pertama yang terbentuk dari
magma adalah jenis batuan beku. Kemudian batuan batuan beku ini mengalami
pelapukan, hasil dari lapukan ini lalu mengendap bisa pada wilayah daratan
ataupun lautan. Endapan inilah yang kemudian mengeras dan terbentuklah batuan
sedimen. Batuan beku dan batuan sedimen yang mengalami perubahan bentuk
akibat dari tekanan maupun temperature menghasilkan jenis batuan metamorf.

Gambar II.2 Siklus Daur Batuan (Sultoni, 2019)

II.3 Batuan Beku


Batuan beku terbentuk akibat cairan magma yang membeku, baik itu magma yang
telah keluar dari perut bumi ataupun magma yang masih berada di dalam bumi.
Proses pembentukan kerak magma dikontrol oleh gradient geothermal sebagai
sumber panas yang diperlukan untuk proses peleburan batuan diamana temperatur
akan bertambah 3°C setiap kedalaman 100 meter Umumnya magma terbentuk
akibat dari lelehan sebagian batuan atau lapisan pada mantel bumi bagian atas.
Pelelehan batuan dapat terjadi karena adanya perubahan 3 parameter dasar yaitu,
tekanan, temperatur/suhu, dan komposisi kimia. Magma akan keluar dari dalam
bumi melalui pluton. Pluton sendiri terbagi menjadi beberapa saluran tergantung
dari ukuran dan posisinya seperti, dike, sill, laccolith, dan masih banyak lagi
(Sultoni dkk, 2019).

Gambar II.3 Saluran magma (Sultoni, 2019)


Batuan beku terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan proses pembentukannya.
Berdasarkan proses pembentukannya batuan beku terbagi menadi 2 macam, yaitu
batuan beku luar (Ekstrusif) yang terbentuk dari proses pembekuan dari magma
relatif cepat, karakteristik tekstur kristal batuan sangat halus. Batuan beku dalam
(Intrusif) adalah proses pembekuan dari magma membutuhkan waktu yang sangat
lama, bisa mencapai jutaan tahun, karakteristik kristal batuan berukuran besar
(Sultoni dkk, 2019).

Batuan beku diklasifikasikan berdasarkan kandungan silika pada batuan. Silika


memberikan warna terang pada batuan, sehingga klasifikasi warna pada batuan
beku didasarkan pada kandungan silika pada batuan tersebut. Silika terbentuk
berdasarkan faktor konsentrasi silika pada lelehan magma, konsentrasi unsur
(alumunium, besi, kalsium, magnesium, sodium dan potassium) pada lelehan
magma, serta pengruh suhu dan tekanan pada saat kristalisasi magma. Komposisi
unsur pada lelehan magma tersebut membentuk beberapa mineral yang menjadi
kriteria mineralogi batuan beku yaitu kehadiran Kuarsa, komposisi Feldspar, dan
proporsi mineral Feromagnesia (Fe-Mg). Kuarsa merupakan mineral yang
tersusun atas silika sehingga batuan dengan komposisi mineral utamanya silika
cenderung memiliki warna terang. Sedangkan batuan yang mengandung mineral
olivine komponen utamanya terdiri atas besi, kalsium dan magnesium cenderung
memiliki warna gelap. Batuan berwarna intermediet hingga mafik dicirikan
dengan kehadiran piroksen dan amfibol (Atimi dan Sartika, 2022).

Tekstur merupakan kenampakan variasi bentuk dan ukuran butir mineral (kristal),
serta hubungan antar butir pada mineral dalam batuan. Pada daskripsi batuan
secara makroskopik dikenal beberapa tekstur utama pada batuan beku, yaitu
Fenerik (Phaneric), Afanitik (Aphanitic), Porfiritik (Porphyritic), Vesikuler
(Vesicular), dan Gelas (Glassy). Tekstur fenerik ditemukan pada batuan yang
memiliki tekstur kasar, dicirikan dengan ukuran kristal (butir) lebih besar dari 1
mm hingga lebih besar dari 5 mm. Laju kristalisasi magma yang lambat
menyebabkan kristal terbentuk dengan ukuran kasar. Bentuk kristal pada tekstur
fenerik dapat dilihat jelas menggunakan mikroskop, sehingga kenampakan kristal
dibedakan menjadi tiga macam yaitu euhedral, subhedral dan anhedral. Tekstur
afanitik ditemukan pada batuan yang memiliki tekstur halus atau berukuran
mikroskopik dengan ukuran kurang dari 1 mm, sehingga sulit diamati tanpa
bantuan mikroskop. Tekstur afanitik pada umumnya terdapat pada batuan dengan
proses pendinginan yang cepat sehingga terbentuk kristal berukuran halus.
Tekstur porfiritik ditemukan pada batuan yang memiliki tekstur tidak seragam
dimana ukuran butirnya berupa campuran antara ukuran butir yang besar
(phenocryst) dan ukuran butir yang lebih kecil (groundmass/matrix). Tekstur
vesikuler ditemukan pada batuan yang memiliki rongga atau pori (vesicle).
Rongga tersebut terbentuk akibat terperangkap gelembung udara/gas pada saat
batuan beku mengkristal. Apabila rongga tersebut telah terisi oleh mineral maka
disebut amygdaloidal. Tekstur gelas ditemukan pada batuan yang tampak seperti
gelas serta tidak memiliki bentuk kristal (amorph). Lava yang mendingin dalam
waktu yang cepat menyebabkan unsur penyusunnya tidak dapat membentuk
susunan kristal sehingga mengeras menjadi seperti gelas/kaca.

Gambar II.4 Tekstur batuan beku (Chaerul, 2017)

Warna batuan beku dapat diklasifikasikan ke dalam 4 jenis yaitu, Felsik (terang),
batuan beku yang mengandung silika lebih dari 65%. Intermediet, batuan beku
yang mengandung silika 55%- 65%. Mafik (gelap), batuan beku yang
mengandung silika 45% - 55%. Batuan ini juga memiliki 10% kuarsa dan kaya
akan mineral besi-magnesium. Ultramafik, batuan beku yang mengandung silika
kurang dari 45% (Atimi dan Sartika, 2022).
Tabel 2.2 Tabel klasifikasi batuan beku

II.4 Batuan Sedimen


Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk di permukaan bumi pada
kondisi temperatur dan tekanan yang rendah. Batuan ini berasal dari batuan yang
lebih dahulu terbentuk, yang mengalami pelapukan, erosi, dan kemudian
lapukannya diangkut oleh air, udara yang selanjutnya diendapkan dan
berakumulasi didalam cekungan pengendapan, membentuk sedimen. Material-
material sedimen itu kemudian terkompaksi, mengeras, mengalami litifikasi, dan
terbentuklah batuan sedimen. Batuan sedimen terdiri dari berbagai macam jenis
tergantung dari kandungan mineral yang terdapat di dalamnya (Fitri dkk, 2017).

Mekanisme pengangkutan sedimen oleh air dan angin sangatlah berbeda. Pertama,
karena berat jenis angin relatif lebih kecil dari air maka angin sangat susah
mengangkut sedimen yang ukurannya sangat besar. Besar maksimum dari ukuran
sedimen yang mampu terangkut oleh angin umumnya sebesar ukuran pasir.
Kedua, karena sistem yang ada pada angin bukanlah sistem yang terbatasi
(confined) seperti layaknya channel atau sungai maka sedimen cenderung tersebar
di daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju atmosfer. Sedimen-sedimen
yang ada terangkut sampai di suatu tempat yang disebut cekungan. Di tempat
tersebut sedimen sangat besar kemungkinan terendapkan karena daerah tersebut
relatif lebih rendah dari daerah sekitarnya dan karena bentuknya yang gaya
grafitasi dari sedimen tersebut maka susah sekali sedimen tersebut akan bergerak
melewati cekungan tersebut. Dengan semakin banyaknya sedimen yang
diendapkan, maka cekungan akan mengalami penurunan dan membuat cekungan
tersebut semakin dalam sehingga semakin banyak sedimen yang terendapkan.
Penurunan cekungan sendiri banyak disebabkan oleh penambahan berat sedimen
yang ada dan kadang dipengaruhi juga struktur yang terjadi sekitar cekungan
seperti adanya patahan.

Pada saat kekuatan untuk mengangkut sedimen tidak cukup besar dalam
membawa sedimen-sedimen yang ada, maka sedimen tersebut akan jatuh atau
mungkin tertahan akibat gaya grafitasi yang ada. Setelah itu proses sedimentasi
dapat berlangsung sehingga mampu mengubah sedimen-sedimen tersebut menjadi
suatu batuan sedimen. Material yang menyusun batuan sedimen adalah lumpur,
pasir, kelikir, kerakal, dan sebagainya. Sedimen ini akan menjadi batuan sedimen
apabila mengalami proses pengerasan. Sedimen akan menjadi batuan sedimen
melalui proses pengerasan atau pembatuan (lithifikasi) yang melibatkan proses
pemadatan (compaction), sementasi (cementation) dan diagenesa dan lithifikasi.
Ciri - ciri batuan sedimen adalah, berlapis (stratification), umumnya mengandung
fosil, memiliki struktur sedimen, dan tersusun dari fragmen butiran hasil
transportasi (Noor, 2014).

Secara umum tekstur batuan sedimen dapat dibagi menjadi 2 yakni Tekstur
Klastik dan non klastik. Tekstur klastik merupakan tekstur batuan sedimen yang
terbentuk melalui proses–proses mekanik. Pada tekstur klastik terdapat fragmen
yaitu batuan yang ukurannya lebih besar daripada pasir. Material halus yang
menjadi pengikat, semen umumnya berupa silika, kalsit, sulfat, atau oksida besi.
Tekstur ini didentifikasikan melalui ukuran butir material penyusun batuan
sedimen. Komponen dari tekstur sedimen klastik adalah ukuran butir, bentuk butir
(bentuk, kebundaran dan tekstur permukaan) dan fabrik (orientasi butiran dan
hubungan antar butiran). Tekstur sedimen akan mengontrol sifat fisik. Tekstur non
- klastik merupakan tekstur yang dijumpai pada batuan sedimen yang terbentuk
melalui proses kimia dan organik. nonklastik terdapat tingkat kebundaran butir
(roundness) dipengaruhi oleh komposisi butir, ukuran butir, jenis proses
transportasi dan jarak transport. Kenampakan yang dapat diamati yakni bentuk
interlocking dari agregasi Kristal atau material yang sangat kompak. Pada batuan
sedimen dikenal dua macam tekstur, yaitu syngenetik terbentuk bersamaan
dengan terjadinya batuan sedimen, disebut juga sebagai struktur primer dan
epigenetik terbentuk setelah batuan tersebut terbentuk seperti kekar sesar dan
lipatan (Chaerul, 2017).

Gambar II.5 tekstur batuan sedimen klastik (Chaerul, 2017)

Gambar II.6 tekstur batuan sedimen non klastik (Chaerul, 2017)

Pada klasifikasi batuan sedimen hasil sedimentasi dan sementasi yang umum
digunakan dalam geologi teknik dengan menggunakan klasifikasi berdasarkan
tekstur (ukuran butir), seperti klasifikasi yang umum digunakan dalam tanah juga
berdasarkan tekstur. Berikut adalah klasifikasi batuan sedimen berdasarkan
ukuran butir yang ada pada tabel 2.3 (Kurniawan dan Hadimuljono, 2020).
Tabel 2.3 penamaan batuan sedimen berdasarkan tekstur

Sementara itu, klasifikasi batuan sedimen selain berdasarkan tekstur, juga dikenal
sebagai klasifikasi batuan sedimen berdasarkan hasil pembentukan proses kimia
atau aktivitas organik seperti yang dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.4 Klasifikasi batuan sedimen akibat proses kimia dan/atau organik

Pada batuan sedimen dikenal ada dua jenis mineral yakni mineral autogenic dan
mineral allogenik. Mineral autogenic merupakan mineral yang terbentuk pada
daerah sedimentasi dan langsung diendapkan, seperti halit, gypsum, anhydrite dan
kalsit. Sedangkan mineral allogenik merupakan mineral yang dijumpai pada
daerah sedimentasi yang berasal dari luar cekungan (daerah sedimentasi). Mineral
ini telah mengalami transportasi, biasanya merupakan mineral yang resisten
terhadap proses pengikisan dan pelapukan selama proses sedimentasi berlangsung
(Chaerul, 2017).

II.5 Batuan Metamorf


Batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk dari hasil transformasi atau
perubahan yang terjadi akibat pengaruh tekanan dan temperatur yang cukup tinggi
pada batuan beku dan sedimen, sehingga terjadi perubahan fisik dan komposisi
mineralnya. Batuan metamorf terbentuk akibat perubahan suhu dan tekanan.
Batuan metamorf terbentuk karena adanya perubahan dari kelompok mineral dan
tekstur batuan yang terjadi dalam suatu batuan yang mengalami tekanan dan
temperatur yang berbeda dengan tekanan dan temperatur saat batuan tersebut
pertama kalinya terbentuk. Metamorfisme memiliki arti yang sama dengan alterasi
(perubahan) batuan, sepanjang batuan tersebut tidak hancur dan tidak berubah
menjadi cair (Sari dan Hidayati, 2018).

Ada tiga tipe metamorfisme yaitu, metamorfisme kontak atau termal,


metamorfisme dinamis dan, metamorfisme regional. Dua tipe yang pertama
menunjukkan pada mekanisme penyebabnya, sedangkan yang ketiga berdasarkan
luasnya wilayah. Metamorfisme kontak dan dinamis biasanya tidak terjadi di
wilayah yang luas, sedangkan metamorfisme regional terjadi di wilayah yang luas.
Metamorfisme kontak terjadi ketika badan magma mengintrusi batuan induk di
sekitarnya sehingga mengubah batuan induk tersebut. Magma yang mengintrusi
ini menaikkan suhu batuan induk tersebut sehingga mengubah struktur dan
komposisinya. Karena perubahan yang terjadi terutama suhu yang tinggi maka
metamorfisme kontak ini juga disebut metamorfisme termal. Metamorfisme
kontak biasanya terjadi di sekitar intrusi (tubuh intrusi) magma, tidak terjadi
gangguan luar. Faktor penting metamorfisme kontak adalah suhu awal, ukuran
intrusi, kandungan cairan pada magma maupun batuan induk. Suhu intrusi awal
bergantung pada komposisi magma, magma mafik lebih panas daripada magma
felsik karena memberi efek yang lebih besar pada batuan di sekitarnya. Ukuran
intrusi magma juga berpengaruh sebab semakin besar badan intrusi semakin lama
mendinginnya sehingga dapat mempengaruhi batuan di sekitarnya dalam waktu
yang lama juga. Daerah yang berada di sekitar intrusi disebut aureole, di daerah
ini terjadi metamorfisme. Lebarnya aureole metamorf bergantung pada ukuran,
suhu, dan komposisi intrusi magma (Hariyanto dkk, 2015).

Pada metamorfisme kontak akibat yang umum terjadi adalah rekristalisasi dari
sebagian atau seluruh komponen batuan yang terpengaruh. Bila tidak ada tekanan
dari luar pada batuan sehingga hanya panas yang beraksi, mineral baru timbul
dengan arah yang tidak tertentu atau ke segala arah. Dalam hal demikian, batuan
metamorf yang terjadi memiliki tekstur granular fabric (butir-butirnya tidak atau
mirip anyaman), misalnya tekstur pada honrfels. Selama kontak mungkin terjadi
transfer material, dan gas ataupur cairan panas dari masa batuan melakukan
penetrasi ke batuan di sekitarnya. Peristiwa ini dinamakan pneumatolisis. Selama
metamorfisme kontak berlangsung, batuan di sekitar tidak mencair, tetapi
biasanya mengalami eminasi yaitu mengeluarkan air, asam karbonat dan
sebagainya. Suhu mungkin tidak melampaui 500° C.

Metamorfisme dinamis, terjadinya metamorfisme dinamis berkaitan dengan


gerakan yang terjadi pada batuan di permukaan bumi. Karena ada patahan maka
sebagian batuan turun, bila hal ini terjadi pada daerah yang kerak buminya tipis
maka dapat menyebabkan terjadinya kontak dengan magma. Batuan metamorf
yang terjadi semata-mata karena metamorfisme dinamis dinamakan milonit
(mylonite), biasanya hanya ada di daerah yang sangat sempit. Milonit merupakan
batuan yang keras, padat, dan pada beberapa milonit menunjukkan adanya
laminasi tipis.

Metamorfisme regional adalah metamorfisme yang terjadi di daerah yang sangat


luas dan disebabkan oleh adanya pemanasan dan tekanan yang amat sangat
ekstrim, dan deformasi batuan di bagian dalam kerak bumi. Pada metamorfisme
regional tekanan selama rekristalisasi batuan yang mengalami metamorfosme
menyebabkan kristal yang baru terbentuk tersusun tegak lurus dengan arah
tekanan maksimum sehingga butir butirnya atau permukaan datarnya tersusun
teratur tegak lurus arah tekanan. Dengan demikian mineral penyusun batuan
tersusun paralel atau hampir paralel. Jadi, batuan yang terbentuk juga memiliki
arah atau terarah. Tekstur batuan yang seperti ini dinamakan foliasi
(Hariyanto dkk, 2015).

Foliasi adalah gejala kesejajaran atau perlapisan pada batuan metamorf karena
kesejajaran atau keteraturan letak mineral yang menyusun batuan tersebut. Batuan
metamorf ada yang menunjukkan gejala foliasi ada pula yang tidak. Foliasi pada
batuan metamorf ada tiga macam yaitu handed foliation/gneissic, schistosic
foliation dan, slaty cleavage. Banded Foliation/Gneissic Banded foliation adalah
foliasi yang ditunjukkan oleh keteraturan posisi bila mengalami metamorfisme
regional mineral yang pertama mengalami kristalisasi adalah klorit. Klorit dapat
terbentuk pada suhu yang relatif rendah yaitu sekitar 200° C. Bila dalam suatu
batuan metamorf terdapat klorit maka tingkat metamorfismenya dikatakan rendah.
Bila suhu dan tekanan terus naik maka akan terbentuk kristal mineral lain yang
lebih stabil dalam kondisi baru. Tingkat metamorfisme tinggi yaitu bila dalam
batuan tersebut terdapat mineral silimanit. Silimanit terbentuk pada suhu 800° C,
batuan yang mengandung silimanit selain magma cair adalah migmatit dan gneiss.
Keberadaan feldspar dan kwarsa tidak dapat menunjukkan tingkat metamorfisme,
sebab kedua mineral ini sangat stabil, tidak berubah sampai suhu 800° C. Batuan
metamorf diklasifikasikan berdasarkan ada tidaknya foliasi, strukturnya,
teksturnya, tingkat metamorfisme, dan komposisi (Hariyanto dkk, 2015).
Tabel 2.5 Klasifikasi batuan metamorf

II.6 Navigasi Darat


Navigasi merupakan cara menentukan posisi dan arah perjalanan baik dimedan
sebernanya maupun di peta. Sedangkan navigasi darat merupakan bagian dari
ilmu untuk menentukan posisi suatu objek dan arah perjalanan, baik pada medan
sebenarnya maupun pada peta. Dari pengertian yang lain navigasi darat
merupakan penentuan posisi dan arah perjalanan baik diarah sebenarnya maupun
pada peta dengan menggunakan alat seperti kompas dan peta. Peta dinyatakan
sebagai penggambaran dua dimensi pada bidang datar (Rosia dkk, 2022)

Navigasi darat adalah ilmu yang mempelajari cara seseorang menentukan suatu
tempat dan memberikan bayangan medan, baik keadaan permukaan serta bentang
alam dari bumi dengan bantuan minimal peta dan kompas. Pekerjaan navigasi
darat di lapangan secara mendasar adalah titik awal perjalanan (intersection dan
resection), tanda medan, arah kompas menaksir jarak, orientasi medan dan
resection, perubahan kondisi medan dan mengetahui ketinggian suatu tempat.
kompas adalah salah satu alat untuk menentukan arah mata angin berdasarkan
sifat magnetik kutub bumi . Arah mata angin utama yang bisa ditentukan adalah N
(north = utara), S (south = selatan), E (east = timur) dan W (west = barat), serta
arah mata angin lainnya, yaitu NE (north east = timur laut), SE (south east =
Tenggara) , SW (south west = barat daya) dan NW (north west = barat laut). Jenis
kompas yang umum digunakan adalah kompas sylva , kompas orientasi , dan
kompas bidik / prisma.

Alat navigasi tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk menunjukkan arah mata
angin Maupun sebagai alat untuk menentukan koordinat suatu lokasi, sistem
navigasi sudah dipergunakan oleh bangsa Mesir kuno sebagai alat untuk pelayaran
dan kemudian dikembangkan lagi oleh bangsa-bangsa lain. Navigasi kuno
berpusat pada ilmu perbintangan dan gejala alam yang telah banyak dipelajari dan
kemudian berkembang menjadi kompas, sedangkan teknologi navigasi modern
berpusat pada perkembangan kompas menjadi navigasi radar dan pada berbasis
pada alat GPS. Di Indonesia sistem navigasi telah digunakan Sebagai alat bantu
transportasi, baik transportasi darat, udara, maupun air (Sukmana, 2007).

II.7 Strike Dip


Kompas berasal dari bahasa Latin yaitu Compassus yang berarti jangka. Kompas
sendiri sudah dikenal sejak 900 tahun yang lalu terbukti dengan diketemukannya
kompas kuno yang dipakai pejuang China sekitar tahun 1100 M. Kompas geologi
digunakan untuk mengukur arah (azimuth) pada suatu titik ataupun kelurusan
struktur, mengukur kemiringan lereng, maupun mengukur jurus ataupun
kedudukan perlapisan dan kemiringan lapisan batuan. Setiap kompas geologi
harus memiliki sebuah jarum magnet, lingkaran pembagi dalam derajat, nivo
leveling dan sebuah klinometer dengan nivo tabung mengukur kemiringan.

Gambar II.7 Strike dan Dip (Dhamayanti dkk, 2015).

Strike atau jurus adalah arah garis yang dibentuk dari perpotongan bidang planar
dengan bidang horizontal ditinjau dari arah utara. Dip adalah derajat yang
dibentuk antara bidang planar dan bidang horizontal yang arahnya tegak lurus dari
garis strike. Bidang planar ialah bidang yang relatif lurus, contohnya ialah bidang
perlapisan, bidang kekar, bidang sesar, dan sebagainya (Dhamayanti dkk, 2015).

Cara menentukan strike dengan menggunakan kompas geologi yaitu, mencari


batuan yang agak rata dapat menggunakan bantuan papan pengalas, menempelkan
sisi E (east) badan kompas kebidang batuan dengan lengan kompas searah dengan
strike selanjutnya, mengatur badan kompas hingga gelembung udara pada Bull’s
eye tepat di tengah, menekan tombol kecil yang berada dibadan kompas untuk
mengunci posisi jarum kompas. Terakhir, membaca derajat yang ditunjukkan oleh
jarum utara (N). Cara menentukan dip yaitu yang pertama menempelkan sisi W
(west) badan kompas ke bidang batuan dengan lengan kompas tegak lurus dengan
strike. Kedua, mengatur level tabung klinometer hingga tepat di tengah dengan
kuas yang berada dibadan kompas. kemudian dilanjutkan dengan membaca
derajat yang ditunjukkan di klinometer (Wahyuni dkk, 2019).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at-Minggu, 5-7 Mei 2023 yang
dilaksanakan di kampus Geologi lapangan, Desa Anabanua, Kecamatan Barru,
Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.

III.2 Alat dan Bahan


III.2.1 Alat
1. Kompas bidik

Gambar III.1 Kompas bidik


Kompas bidik berfungsi untuk menentukan arah agar dapat mengetahui posisi
dari tempat pengamat berada.
2. Kompas geologi

Gambar III.2 Kompas geologi


Kompas geologi berfungsi untuk mengukur strike dan dip suatu singkapan.
3. Palu geologi

Gambar III.3 Palu geologi


Palu geologi berfungsi untuk memecah batu yang akan diambil sebagai
sampel.
4. Busur derajat

Gambar III.4 Busur derajat


Busur derajat berfungsi sebagai alat untuk membantu dałam pembacaan peta
yaitu memplot titik pada peta, menentukan arah di peta, dan untuk mengukur
posisi batu di peta.
5. Carrier

Gambar III.5 Carrier


Tas carrier berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan semua barang yang
berupa sampel batuan maupun peta dan peralatan lapangan lainnya.
6. Penggaris

Gambar III.6 Penggaris


Penggaris berfungsi sebagai alat ukur penjang dan untuk membantu dalam
memplot suatu posisi pada peta.
7. Papan pengalas

Gambar III.7 Papan pengalas.


Papan pengalas berfungsi sebagai pengalas kertas peta pada saat mencatat
atau pada saat memplot suatu daerah di peta.
8. Kamera

Gambar III.8 Kamera


Kamera berfungsi untuk mengambil gambar batuan, vegetasinya dan juga
kegiatan yang dilakukan di lapangan.
9. Plastik sampel

Gambar III.9 Plastik sampel


Plastik sampel berfungsi sebagai wadah sample batuan dari setiap pos.
10. Jam tangan

Gambar III.10 Jam tangan


Jam tangan berfungsi sebagai alat untuk melihat waktu tiba dan berangkat dari
setiap pos.
11. Peta kontur

Gambar III.11 Peta kontur


Peta kontur berfiungsi sebagai peta lokasi yang menandakan ketinggian suatu
daerah dan untuk menentukan perbandingan arah antara medan di peta dan
medan sebenarnya.
12. Spidol permanen

Gambar III.12 Spidol permanen


Spidol berfungsi untuk memberi keterangan tiap sampel yang diambil.
13. Pensil

Gambar III.13 Pensil


Pensil berfungsi untuk menulis keterangan pada format batuan sementara dan
menggambarkan posisi pada peta dengan sistem azimuth dan back azimuth.
14. Format batuan

Gambar III.14 Format batuan


Format batuan berfungsi untuk mencatat data batuan.
15. Webbing

Gambar III.15 Webbing


Webbing berfungsi sebagai alat bantu ketika menyebarangi sungai.
16. Kacamata lapangan

Gambar III.16 Kacamata lapangan


Kacamata lapangan berfungsi untuk melindungi mata saat mengambil sampel
batuan dari singkapannya.
17. Sarung tangan

Gambar III.17 Sarung tangan


Sarung tangan berfungsi untuk melindungi tangan.
18. Scraf

Gambar III.18 scraf


Scraf berfungsi sebagai penghalang debu pada saat sampling.
19. Loop

Gambar III.19. Loop


Loop, berfungsi untuk melihat komponen penyusun batuan dengan bantuan
lensa optik yang berguna untuk memperbesar ukuran kenampakan batuannya.
20. Komparator

Gambar III.20. Komparator


Komparator, berfungsi Untuk menjadi pembanding dalam meneliti penyusun
batuan tersebut dan langsung membandingkannya dengan struktur atausampel
yang ada pada komparator.
21. Paku dan Serpihan kaca

Gambar III.21. Paku dan Serpihan kaca


Paku dan Serpihan kaca, berfungsi untuk menggores batu dalam menetukan
skala mosh batuan.
22. Koin

Gambar III.22. Koin


Koin, berfungsi sebagai pembanding untuk ukuran besar batu dalam memotret
untuk dijadikan dokumentasi.
23. Karung

Gambar III.23. Karung


Karung, berfungsi untuk dijadikan tempat untuk menyatukan semua hasil
batuan yang telah di dapatkan.
24. Map Bening

Gambar III.24. Map Bening


Map Bening, berfungsi untuk melindungi peta kontur dan kertas penting
lainya dari air.

III.2.2 Bahan
1. Batuan Sedimen
a. Batu gamping kuarsit (Quartzite Limestone)

Gambar III.24 Batu gamping kuarsit


Berfungsi sebagai objek yang akan di identifikasi.
b. Batu gamping pasiran (Sandy Limestone)

Gambar III.25 Batu gamping pasiran


Batu gamping kuarsit berfungsi sebagai objek yang akan di identifikasi.
c. Batu Serpih (Shale Stone)

Gambar III.26 Batu Serpih


Batu Serpih berfungsi sebagai objek yang akan di identifikasi.
d. Batu pasir (Send Stone)

Gambar III.27 Batu pasir


Batu pasir berfungsi sebagai objek yang akan di identifikasi.
e. Batu bara (Lignit)

Gambar III.28 Batu bara


Batu bara berfungsi sebagai objek yang akan di identifikasi.
f. Batu gamping bioturbasi (Bioturbation Limestone)

Gambar III.29 Batu gamping bioturbasi


Batu gamping bioturbasi berfungsi sebagai objek yang akan di identifikasi..
g. Batu Konglomerat (Conglomerate)

Gambar III.30 Batu Konglomerat


Batu Konglomerat berfungsi sebagai objek yang akan di identifikasi.
h. Batu Breksi (Brecia)

Gambar III.31 Batu Breksi


Batu Breksi erfungsi sebagai objek yang akan di identifikasi.
2. Batuan Beku
a. Batu Basalt

Gambar III.32 Batu Basalt


Batu Basalt berfungsi sebagai objek yang akan di identifikasi.
III.3 Prosedur Percobaan
III.3.1 Pengambilan Sampel
1. Mencari batuan yang akan diidentifikasi, yang sesuai dengan arahan yang telah
diberikan.
2. Menyampling batuan yang telah ditemukan (sesuai dari arahan) menggunakan
palu geologi dan kacamata pelindung.
3. Mengamati format batuan apa saja yang di dapatkan sesuai dengan yang
tertulis dalam format yang telah diberikan.
4. Mengamati singkapan yang dapat diukur strike dan dipnya (jika terdapat
singkapan)
5. Memotret sampel batuan dan meletakkan beberapa pembanding agar dapat
diketahui besar sampel yang di ambil.
6. Memasukkan potongan batuan (sampel) yang telah disampling ke dalam
plastik sampel.

III.3.2 Orientasi Medan


1. Menyiapkan peta geologi, busur derajat, mistar, pensil, penghapus dan kompas
bidik.
2. Mencari dua objek yang akan dibidik pada medan yang kita juga kenali di peta.
3. Mengarahkan kompas bidik sejajar dengan arah objek yang akan dibidik.
4. Membaca skala yang ditunjukkan oleh kompas bidik, angka yang ditunjukkan
adalah azimuthnya. Menghitung back azimuthnya dengan cara mengurangi
180° jika azimuth yang diperoleh lebih dari 180°, dan menambah 180° jika
azimuth yang diperoleh kurang dari 180°.
5. Mengulangi langkah 3-4 untuk objek yang ke-2.
6. Menarik garis lurus antara objek dengan back azimuthnya, hasil pertemuan
atau titik potong dari dua garis lurus tersebut adalah titik koordinat atau lokasi
pengambilan sampel batuan.

III.3.3 Pengukuran Strike Dip


1. Menyiapkan alat yang akan digunakan untuk menentukan strike, yaitu kompas
geologi dan papan pengalas sebagai penyangga kompas geologi.
2. Menentukan arah perlapisan batuan dan menggunakan papan pengalas sebagai
penyangga kompas geologi.
3. Mengenali arah utara yang ada pada kompas geologi.
4. Menempelkan sisi kompas yang bertanda E (East) pada bidang yang akan
diukur.
5. Memposisikan kompas secara horizontal dengan memperhatikan gelembung
udara pada nipo bundar berada di tengah, kemudian menguncinya saat
gelembung sudah berada di bagian tengah.
6. Mencatat derajat yang dibentuk oleh jarum magnet yang mengarah ke arah
utara.

III.3.4 Kronologi Perjalanan


Jumat, 5 Mei 2023 pukul 09.00 WITA kami berkumpul di depan departemen
geofisika FMIPA Unhas sambil mengecek perlengkapan dan menunggu teman-
teman yang belum datang. Setelah melaksanakan sholat jum’at daan semua
praktikum telah berkumpul, kami berbaris sesuai dengan kelompok yang telah
dibentuk dan mendengarkan tata tertib yang disampaikan oleh dosen geologi dasar
yakni pak Syamsuddin agar kedepannya tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan yang dilanjutkan dengan pesan yang disampaikan oleh bapak kepala
departemen pak Alimuddin. Sekitar pukul 13.30 WITA, kami berangkat dari
Universitas Hasanuddin menuju lokasi praktikum di Desa Anabanua, Kabupaten
Barru. Kami tiba sekitar pukul 16.30 WITA di basecamp yaitu Kampus Geologi
lapangan Unhas. Sesampainya dilokasi kampus geologi, kami langsung
menurunkan barang, kegiatan dilanjutkan pada pukul 19.00 setelah sholat maghrib
dengan makan malam dan sholat isya. Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan
asistensi malam untuk kesiapan esoknya.

Praktik lapangan yang berupa pengambilan sampel batuan dan data dimulai di
hari Sabtu, 6 Mei 2023. Sekitar pukul 04.30 WITA kami sholat subuh dan para
praktikan mempersiapkan segala perlengkapannya, kemudian sarapan pagi.
Kegiatan dilanjutkan pada pukul 06.30 WITA masing-masing praktikan berbaris
berdasarkan kelompok untuk mendengarkan arahan dan instruksi secara seksama
dari kakak asisten sebelum berangkat menuju pos batuan. Kami melakukan
kegiatan senam dan pemanasan terlebih dahulu dan tak lupa pula berdoa. Setelah
senam pagi, instruksi pertama yang dilakukan adalah memplot dua gunung yang
diketahui di peta untuk menentukan lokasi basecamp (posisi awal) pada peta
tersebut. Setelah selesai menentukan titiknya dan semua persiapan selesai serta
sudah mengetahui posisi dipeta, maka perjalan dimulai.

Pos I
1. Tiba di pos I pada pukul 07.28 WITA
2. Melakukan orientasi medan.
3. Mencari sampel batuan gamping kuarsa yang akan diteliti dengan
menggunakan palu geologi.
4. Melakukan identifikasi batuan seperti warna segar, kandungan mineral, fosil
dan mengukur skala kekerasan batuan dengan beberapa media yang dibawa
yaitu kaca dan paku.
5. Memotret sampel batuan dengan kamera yang telah disediakan.
6. Memasukkan sampel kedalam plastik sampel yang telah disediakan.
7. Memotret lokasi pengambilan sampel batuan dan foto bersama asisten.
8. Berangkat ke pos II pada pukul 08.24 WITA.

Pos II
1. Tiba di pos II pada pukul 08.40 WITA.
2. Melakukan orientasi medan.
3. Mencari sampel batuan gamping pasiran yang akan diteliti dengan
menggunakan palu geologi.
4. Melakukan identifikasi batuan seperti warna segar, kandungan mineral, fosil
dan mengukur skala kekerasan batuan dengan beberapa media yang dibawa
yaitu kaca dan paku.
5. Memotret sampel batuan dengan kamera yang telah disediakan.
6. Memasukkan sampel kedalam plastik sampel yang telah disediakan.
7. Memotret lokasi pengambilan sampel batuan dan foto bersama asisten.
8. Berangkat ke pos III pada pukul 09.01 WITA.
Pos III
1. Tiba di pos III pada pukul 09.06 WITA.
2. Melakukan orientasi medan.
3. Mencari sampel batuan serpih yang berada tepat dibawah jurang yang akan
diteliti dengan menggunakan palu geologi.
4. Melakukan identifikasi batuan seperti warna segar, kandungan mineral, fosil
dan mengukur skala kekerasan batuan dengan beberapa media yang dibawa
yaitu kaca dan paku.
5. Memotret sampel batuan dengan kamera yang telah disediakan.
6. Memasukkan sampel kedalam plastik sampel yang telah disediakan.
7. Memotret lokasi pengambilan sampel batuan dan foto bersama asisten.
8. Berangkat ke pos IV pada pukul 09.37 WITA.

Pos IV
1. Tiba di pos IV pada pukul 10.12 WITA.
2. Melakukan orientasi medan.
3. Mencari sampel batu pasir yang akan diteliti dengan menggunakan palu
geologi.
4. Melakukan identifikasi batuan seperti warna segar, kandungan mineral, fosil
dan mengukur skala kekerasan batuan.
5. Memotret sampel batuan dengan kamera yang telah disediakan.
6. Memasukkan sampel kedalam plastik sampel yang telah disediakan.
7. Memotret lokasi pengambilan sampel batuan dan foto bersama asisten.
8. Berangkat ke pos V pada pukul 10.48 WITA.

Pos V
1. Tiba di pos V pada pukul 11.02 WITA.
2. Melakukan orientasi medan.
3. Mencari sampel batu bara yang akan diteliti dengan menggunakan palu
geologi.
4. Meidentifikasi batuan seperti warna segar, kandungan mineral, fosil dan
mengukur skala kekerasan batuan dengan beberapa media yang dibawa yaitu
kaca dan paku.
5. Memotret sampel batuan dengan kamera yang telah disediakan.
6. Memasukkan sampel kedalam plastik sampel yang telah disediakan.
7. Memotret lokasi pengambilan sampel batuan dan foto bersama asisten.
8. Berangkat ke pos VI pada pukul 11.43 WITA.

Pos VI
1. Tiba di pos VI pada pukul 11.45 WITA.
2. Melakukan orientasi medan.
3. Mencari sampel batuan gamping bioturbasi yang akan diteliti dengan
menggunakan palu geologi.
4. Melakukan identifikasi batuan seperti warna segar, kandungan mineral, fosil
dan mengukur skala kekerasan batuan.
5. Memotret sampel batuan dengan kamera yang telah disediakan.
6. Memasukkan sampel kedalam plastik sampel yang telah disediakan.
7. Memotret lokasi pengambilan sampel batuan dan foto bersama asisten.
8. Berangkat ke pos VII pada pukul 12.08 WITA.

Pos VII
1. Tiba di pos VII pada pukul 12.15 WITA.
2. Melakukan orientasi medan.
3. Mencari sampel batuan konglomerat dan breksi yang akan diteliti dengan
menggunakan palu geologi.
4. Melakukan identifikasi batuan pada sampel batuan.
5. Memotret sampel batuan dengan kamera yang telah disediakan.
6. Memasukkan sampel kedalam plastik sampel yang telah disediakan.
7. Memotret lokasi pengambilan sampel batuan dan foto bersama asisten.
8. Berangkat ke pos VIII pada pukul 13.47 WITA.
Pos VIII
1. Tiba di pos VIII pada pukul 15.19 WITA.
2. Mencari sampel batuan basalt di pinggir sungai yang akan diteliti dengan
menggunakan palu geologi.
3. Mengukur strike dan dip.
4. Melakukan identifikasi batuan pada sampel batuan.
5. Memotret sampel batuan dengan kamera yang telah disediakan.
6. Memasukkan sampel kedalam plastic sampel yang telah disediakan.
7. Memotret lokasi pengambilan sampel batuan.
8. Berangkat kembali ke basecamp pada pukul 16.35 WITA.
9. Tiba di basecamp pada pukul 17.25 WITA

Hari Kedua
Pos IX
1. Berangkat dari basecamp ke pos IX pada pukul 07.22 WITA.
2. Tiba di pos pada pukul 08.30 WITA.
3. Mencari batuan yang akan diidentifikasi.
4. Menyampling singkapan yang didapat pada pos IX menggunakan palu
geologi.
5. Mengidentifikasi batuan, yaitu batu sekis hijau.
6. Memasukkan sampel ke dalam plastik sampel yang telah disediakan.
7. Memotret sampel batuan dengan kamera yang telah dipersiapan.
8. Melakukan foto bersama kelompok dan asisten.
9. Berangkat dari pos IX ke pos X pukul 8.50 WITA.

Pos X
1. Tiba di pos pada pukul 09.10 WITA.
2. Mengukur strike dan dip pada singkapan menggunakan kompas geologi
sebanyak dua kali di tempat yang berbeda.
3. Mencatat hasil pengukuran.
4. Berangkat dari pos X ke pos XI pada pukul 09.30 WITA.
Pos XI
1. Tiba di pos pada pukul 09.50 WITA.
2. Mencari batuan yang akan diidentifikasi.
3. Menyampling singkapan yang didapat pada pos XI menggunakan palu
geologi.
4. Mengambil batu yang berada di dasar sungai.
5. Mengidentifikasi batuan, yaitu batu kuarsit dan batu rijang.
6. Memasukkan sampel ke dalam plastik sampel yang telah disediakan.
7. Memotret sampel batuan dengan kamera yang telah dipersiapan.
8. Melakukan foto bersama kelompok dan asisten.
9. Berangkat dari pos XI ke pos XII pada pukul 10.30 WITA.

Pos XII
1. Tiba di pos pada pukul 10.40 WITA.
2. Menyiapkan yel-yel kelompok.
3. Menampilkan yel-yel kelompok masing-masing.
4. Melakukan foto bersama teman, asisten, dan dosen.
5. Berangkat dari pos XII ke basecamp pada pukul 11.45 WITA.
6. Tiba di basecamp pada pukul 12.55 WITA.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
IV.1.1 Format Batuan Beku
FORMAT LAPORAN BATUAN BEKU

Waktu tiba : 15.19 WITA


No. Stasiun : POS VIII
Warna Lapuk : Abu-abu kecoklatan
Warna Segar : Abu-abu
Tekstur : Afanitik
 Kristalinitas : Hipokristalin
 Granularitas : Afalitik
 Fabric : Masit
Struktur : Masit
Kekerasan : 5,5
Nama Mineral Warna Bentuk Butir
Kuarsa dan amphibol Abu-abu Berbentuk Jamur dan
Memanjang
Nama Batu : Basalt
Keterangan
 Kegunaan : Sebagai bahan bangunan
 Posisi Batuan :-
 Vegetasi : Terbuka
 Topografi : Landai
 Elevasi : 100 mdpl
Waktu Berangkat : 16.47 WITA
FORMAT LAPORAN BATUAN BEKU

Waktu tiba :
No. Stasiun :
Warna Lapuk :
Warna Segar :
Tekstur :
 Kristalinitas :
 Granularitas :
 Fabric :
Struktur :
Kekerasan :
Nama Mineral Warna Bentuk Butir

Nama Batu :
Keterangan
 Kegunaan :
 Posisi Batuan :
 Vegetasi :
 Topografi :
 Elevasi :
Waktu Berangkat :
IV.1.2 Format Batuan Sedimen
FORMAT LAPORAN BATUAN SEDIMEN

Waktu tiba : 07.28 WITA


No. Stasiun : POS I
Warna Lapuk : Orange Kecoklatan
Warna Segar : Putih kekuningan
Tekstur : Non klastik
Struktur : Berfosil (percampuran)
Kekerasan : 5,5
Komposisi Mineral : CaCO3
Sortasi : Tidak baik
Permeabilitas : Baik
Porositas : Baik
Kemas : Tertutup
Nama Batu : Gamping kuarsit
Keterangan
 Proses terbentuk : Pengendapan
 Kegunaan : Bahan campuran industri
 Posisi Batuan : 119o42’10’E/ 4o29’26’ S
 Vegetasi : Tertutup (semak)
 Topografi : Terjal
 Elevasi :
 Fosil :-
 Ling. Pengendapan : Laut dangkal
Waktu Berangkat : 08.24 WITA
FORMAT LAPORAN BATUAN SEDIMEN

Waktu tiba : 08.40 WITA


No. Stasiun : POS II
Warna Lapuk : Coklat
Warna Segar : Coklat cream
Tekstur : Klastik
Struktur : Masif
Kekerasan : 2,5-5
Komposisi Mineral : Kuarsa
Sortasi : Baik
Permeabilitas : Baik
Porositas : Tidak baik
Kemas : Terbuka
Nama Batu : Gamping pasiran
Keterangan
 Proses terbentuk : Kimiawi
 Kegunaan : Bahan bangunan
 Posisi Batuan : 119o42’10’E/ 4o29’18’ S
 Vegetasi : Terbuka (padang rumput)
 Topografi : Landai
 Elevasi : 160 mdpl
 Fosil :-
 Ling. Pengendapan : Laut dangkal
Waktu Berangkat : 09.01 WITA
FORMAT LAPORAN BATUAN SEDIMEN

Waktu tiba : 09.04 WITA


No. Stasiun : POS III
Warna Lapuk : Coklat
Warna Segar : Ungu
Tekstur : Klastik
Struktur : Mudrack
Kekerasan : 2-3
Komposisi Mineral : Silika, Karbonat
Sortasi : Baik
Permeabilitas : Baik
Porositas : Tidak baik
Kemas : Tertutup
Nama Batu : Batu serpih
Keterangan
 Proses terbentuk : Terbentuk secara mekanik
 Kegunaan : alat pengupas dan pemotong
 Posisi Batuan : 119o42’12’E/ 4o29’8’ S
 Vegetasi : Tertutup (pepohonan)
 Topografi : Curam
 Elevasi : 172 mdpl
 Fosil :-
 Ling. Pengendapan : Tebing/ jurang
Waktu Berangkat : 09.37 WITA
FORMAT LAPORAN BATUAN SEDIMEN

Waktu tiba : 10.42 WITA


No. Stasiun : POS IV
Warna Lapuk : Putih kecoklatan
Warna Segar : Putih
Tekstur : Klastik
Struktur : Masif
Kekerasan :4
Komposisi Mineral : Feldspar, kuarsa, olivin
Sortasi : Baik
Permeabilitas : Tinggi
Porositas : Tinggi
Kemas : Terbuka
Nama Batu : Batu pasir
Keterangan
 Proses terbentuk : Kimiawi
 Kegunaan : Pembuatan kaca
 Posisi Batuan : 119o42’11’E/ 4o30’11’ S
 Vegetasi : Terbuka (rerumputan)
 Topografi : Landai
 Elevasi : 87 mdpl
 Fosil :-
 Ling. Pengendapan : Sungai
Waktu Berangkat : 11.43 WITA
FORMAT LAPORAN BATUAN SEDIMEN

Waktu tiba : 11.02 WITA


No. Stasiun : POS V
Warna Lapuk : Hitam kecoklatan/ hitam gelap
Warna Segar : Hitam segar
Tekstur : amorf
Struktur : Mudrack
Kekerasan :2
Komposisi Mineral : Clay, kuarsa, feldspar, karbonat, siderit
Sortasi : Baik
Permeabilitas : Baik
Porositas : Baik
Kemas : Terbuka
Nama Batu : Batu bara
Keterangan
 Proses terbentuk : Kimiawi organik
 Kegunaan : Bahan bakar/ industri
 Posisi Batuan : 119o42’11’E/ 4o30’15’ S
 Vegetasi : Terbuka (Kayu jati dan rerumputan)
 Topografi : Landai
 Elevasi : 192 mdpl
 Fosil :-
 Ling. Pengendapan : Laut dangkal
Waktu Berangkat : 11.43 WITA
FORMAT LAPORAN BATUAN SEDIMEN

Waktu tiba : 11.45 WITA


No. Stasiun : POS VI
Warna Lapuk : Jingga kecoklatan
Warna Segar : Putih tulang
Tekstur : Klastik
Struktur : Masif
Kekerasan : >5,5
Komposisi Mineral : Kalsit
Sortasi : Baik
Permeabilitas : Buruk
Porositas : Buruk
Kemas :-
Nama Batu : Batu gamping bioturbasi
Keterangan
 Proses terbentuk : Kimiawi organik
 Kegunaan : Bahan campuran pembuatan semen
 Posisi Batuan : 119o42’16’E/ 4o30’15’ S
 Vegetasi : Setengah tertutup (Pepohonan)
 Topografi : Landai
 Elevasi : 200 mdpl
 Fosil :-
 Ling. Pengendapan : Laut dalam
Waktu Berangkat : 12.08 WITA
FORMAT LAPORAN BATUAN SEDIMEN

Waktu tiba : 12.15 WITA


No. Stasiun : POS VII
Warna Lapuk : Coklat
Warna Segar : Coklat kehitaman
Tekstur : Klastik
Struktur : Masif
Kekerasan : 2,5- 5,5
Komposisi Mineral : Kuarsa
Sortasi : Buruk
Permeabilitas : Baik
Porositas : Baik
Kemas : Tertutup
Nama Batu : Konglomerat
Keterangan
 Proses terbentuk : Kimiawi
 Kegunaan : Bahan bangunan
 Posisi Batuan : 119o42’27’E/ 4o30’20’ S
 Vegetasi : Tertutup (pepohonan)
 Topografi : Landai
 Elevasi : 190 mdpl
 Fosil :-
 Ling. Pengendapan : Sungai
Waktu Berangkat : 13.47 WITA
FORMAT LAPORAN BATUAN SEDIMEN

Waktu tiba : 12.15 WITA


No. Stasiun : POS VII
Warna Lapuk : Coklat
Warna Segar : Beragam
Tekstur : Klastik
Struktur : Masif
Kekerasan : 2,5-5,5
Komposisi Mineral : Granit, kuarsa
Sortasi : Buruk
Permeabilitas : Tidak baik
Porositas : Tidak baik
Kemas :-
Nama Batu : Breksi
Keterangan
 Proses terbentuk : Kimiawi
 Kegunaan : Sebagai hiasan
 Posisi Batuan : 119o42’27’E/ 4o30’20’ S
 Vegetasi : Tertutup (pepohonan)
 Topografi : Landai
 Elevasi : 190 mdpl
 Fosil :-
 Ling. Pengendapan : Sungai
Waktu Berangkat : 13.47 WITA
FORMAT LAPORAN BATUAN SEDIMEN

Waktu tiba :
No. Stasiun :
Warna Lapuk :
Warna Segar :
Tekstur :
Struktur :
Kekerasan :
Komposisi Mineral :
Sortasi :
Permeabilitas :
Porositas :
Kemas :
Nama Batu :
Keterangan
 Proses terbentuk :
 Kegunaan :
 Posisi Batuan :
 Vegetasi :
 Topografi :
 Elevasi :
 Fosil :
 Ling. Pengendapan :
Waktu Berangkat :
FORMAT LAPORAN BATUAN SEDIMEN

Waktu tiba :
No. Stasiun :
Warna Lapuk :
Warna Segar :
Tekstur :
Struktur :
Kekerasan :
Komposisi Mineral :
Sortasi :
Permeabilitas :
Porositas :
Kemas :
Nama Batu :
Keterangan
 Proses terbentuk :
 Kegunaan :
 Posisi Batuan :
 Vegetasi :
 Topografi :
 Elevasi :
 Fosil :
 Ling. Pengendapan :
Waktu Berangkat :
IV.1.3 Format Batuan Metamorf
FORMAT LAPORAN BATUAN METAMORF

Waktu tiba :
No. Stasiun :
Warna Lapuk :
Warna Segar :
Tekstur :
Struktur :
Kekerasan :
Porositas :
Permeabilitas :
Nama Mineral Warna Bentuk Mineral

Nama Batuan :
Keterangan
 Kegunaan :
 Posisi Batuan :
 Vegetasi :
 Topografi :
 Elevasi :
Waktu Berangkat :
IV.2 Pembahasan
Praktikum ini dimulai dengan menentukan titik koordinat pada basecamp yang
dilakukan secara berkelompok, kemudian setelah titik koordinat ditemukan maka
setiap kelompok akan berangkat terlebih dahulu melanjutkan perjalanan ke pos 1
dengan mencatat waktu. Kemudian setelah tiba di pos 1 setiap anggota kelompok
melaksanakan tugasnya masing-masing, mulai dari yang bertugas mencatat waktu
tiba, melakukan plot titik koordinat, sampling batuan yang bertujuan untuk
mengambil sampel dari batuan yang ada di pos atau lokasi tersebut, dan
cameramen yang bertugas untuk mengambil dokumentasi di setiap kegiatan yang
dilakukan. Di pos 1 ini, kami dari kelompok 8 mendapatkan sampel batuan
sedimen yaitu batu gamping kuarsit yang warna lapukannya warna orange
kecoklatan dan warna segarnya putih kekuningan. Kami mengamati warna dengan
menggunakan alat bantu loop. Untuk teksturnya non klastik dan strukturnya
berfosil. Kemudian posisi batuan itu berada pada 119 42’10’ E/ 4 29’ 26’ S
dengan vegetasi tertutup yaitu ditutupi dengan semak-semak, topografi yang agak
terjal, dengan elevasi......... MDPL. Pada batu gamping kuarsit ini, tidak
ditemukan fosil didalamnya. Tingkat kekerasan batu yaitu 5,5 skala mohs yang
diuji menggunkan kaca. Mineral yang terkandung dalam batuan ini adalah mineral
CaCO3. Tingkat permeabilitas dan porositasnya baik karena tidak menyerap air.
Batu ini berada di lingkungan pengendapan laut dangkal yang kemudian
mengalami pengangkatan batuan sehingga singkapan batuan terlihat seperti aliran
air. Batuan ini biasanya digunkan dalam bahan campuran industri.

Selanjutnya di pos 2, di pos ini kami melakukan hal yang sama dilakukan di pos
yang sebelumnya, yaitu mencatat waktu tiba, melakukan plot titik koordinat
menggunkan kompas bidik, dan melakukan sampling batuan serta mengambil
dokumentasi di setiap kegiatan. Disini kami mendapatkan sampel berupa batuan
sedimen yaitu batu gamping pasiran yang memiliki warna lapuk coklat dan warna
segar coklat krem. Untuk strukturnya masif dan teksturnya klastik, untuk
mengetahuinya kita mengunakan alat bantu loop. Batu ini memiliki kekerasan
2,5-5 skla mohs yang diuji menggunkan kaca yang digoreskan. Posisi batuan ini
yaitu terletak pada, 119 ’42’10’ E/ 4 29’18’ S dengan vegetasi terbuka dan
topografi landai. Memiliki elevasi 160 mdpl dan tidak ditemukan fosil di
dalamnya. Untuk mineral yang terkandung di dalamnya adalah kuarsa. Batu
gamping pasiran memiliki tingkat permeabilitas baik dan porositasnya buruk.
Batu ini terbentuk dari sedimen lain yang memiliki buturan halus yang mengalami
perpindahan dengan media air, angin dan gravitasi. Batuan ini berada pada laut
dangkal, kegunaan batu ini sebagai bahan bangunan.

Selanjutnya identifikasi batuan ke pos 3. Dimana di pos ini kami mendapatkan


sampel berupa batuan sedimen yaitu batu serpih yang memiliki warna lapuk
coklat dan warna segar ungu. Teksturnya klastik dan strukturnya mudracks.
Kekerasan dari batuan ini 2-3 skala mohs yang dapat tergores menggunkan kuku.
Komposisi mineral yang terkandung adalah mineraal silika dan karbonat dengan
permeabilitas baik dan porositasnya yang buruk karena tidak dapat menyerap air.
Batuan ini terbentuk dari endapan secara berkala di daerah sungai, kegunaan dari
batu ini adalah sebagai bahan pembuatan pisau. Posisi batuan ini terletak pada
119 ’42’12’ E/ 4 29’8’ S dengan elevasi 172 mdpl dan topografi yang curam.
Vegetasi dari batuan ini adalah tertutup, dan dari batuan ini kita tidak menemukan
fosil serta lingkungan pengendapnnya di tebing atau jurang.

Identifikasi batuan selanjutnya adalah identidikasi batuan di pos 4. Disini kami


mendapatkan sampel berupa batuan sedimen yaitu batu pasir yang memiliki warna
lapuk putih kecoklatan dan warna segarnya warna putih. Tekstur batuan ini yaitu
klastik dan strukturnya masif, serta tingkat kekerasan dari batu ini adalah 4 skala
mohs. Mineral yang dikandung adalah feldspar, kuarsa, dan olivin, dimana sortasi
dan porositasnya baik dan permeabealitasnya baik karena memiliki kemampuan
untuk melepaskan fluida. Batuan ini terbentuk akibat perpindahan partikel kecil
dari suatu batuan dengan bantuan transportasi air pada lingkungan endapan air
sungai. Batuan ini dapat digunakan untuk sebagai material pembuatan gelas atau
kaca. Posisi dari batuan ini adalah 119 ’42’11’ E/ 4 30’11’ S dengan elevasi 87
mdpl serta terdapat di topografi yang landai dengan vegetasi terbuka. Lingkungan
pengendapan dari batu ini adalah sungai.
Untuk identifikasi batuan di pos 5. Kami memperoleh sampel berupa batuan
sedimen, yaitu batu bara dengan warna lapukannya hitam kecoklatan dan warna
segarnya hitam segar. Tekstur dari batuan ini adalah amorf dan strukturnya
mudrack. Tinkat kekersan dari batu ini adalah 2 skala mohs yang diukur dengan
menggunakan goresan kuku. Komposisi mineral yang terkandung adalah clay,
kuarsa, feldspar, karbonat, dan siderit, dengan tingkat permeabilitas dan dan
porositas yang buruk. Batu bara ini terbentuk dari hasil pengendapan tumbuhan
atau sisa-sisa mahkluk hidup. Batu ini berada pada posisi 119 ’42’11’ E/
4 30’15’ S dengan elevasi 192 mdpl serta terdapat pada topografi yang landai dan
vegetasi yang terbuka. Batuan ini biasa digunkan sebagai bahan bakar industri dan
lingkungan pengendapnnya berada pada laut dangkal.

Selanjutnya identifikasi batuan di pos 6. Sama seperti hal yang dilakukan


sebelumnya, melakukan plot titik koordinat, pengambilan sampel batuan dan
dokumentasi. Pada pos ini, diperoleh sampel batuan berupa batuan sedimen yaitu
batu gamping bioturbasi dengan warna lapuknya jingga kecoklatan dan warna
segarnya warna putih tulang. Untuk strukturnya itu masif dan teksturnya klastik,
dengan bantuan loop. Batu ini memeiliki tingkat kekerasan <5,5 skala mohs,
dengan permeabilitas dan porositasnya buruk. Batu ini terbentuk karena hasil
pelapukan organisme dari laut yang menetap pada batuan tersebut sehingga ada
teman kami dari kelompok lain yang menemukan fosil kerang di dalamnya. Batu
ini digunakan sebagai bahan keramik dan bahan semen. Batu ini terdapat pada
posisi 119 ’42’16’ E/ 4 30’15’ S dengan elevasi 200 mdpl dengan topografi yang
landai dengan vegetasi setengah tetutup. Batu ini berada pada wilayah laut dalam.

Identifikasi batuan selanjutnya adalah identifikasi batuan di pos 7. Sampel yang


diperoleh di pos ini berupa batuan sedimen yaitu batu breksi dan konglomerat
dengan warna lapuknya coklat dan warna segarnya coklat kehitaman. Tekstur dari
batuan ini adalah klastik dan strukturnya massif. Kekerasan dari batu breksi dan
konglomerat adalah 2,5-5,5 skala mohs yang diuji dengan menggunakan goresan
kaca dan goresan menggunkan paku. Dengan permeabilitas dan porositas dari
kedua batu ini baik. Batu breksi terbentuk dari kumpulan sedimen yang mengalir
dan kegunaan dari batu ini adalah sebabagi hiasan. Untuk batu konglomerat
terbentuk dari kumpulan endapan pasir dan kegunaannya juga sebagai bahan
bangunan. Posisi batuan dari kedua batu ini adalah 119 ’42’27’ E/ 4 30’20’ S
dengan elevasi 88..... mdpl dan terletak di toporafi landai dengan vegetasi yang
tertutup oleh pepohonan.

Identifikasi batuan berikutnya adalah batuan di pos 8. Disisni diperoleh sampel


berupa batuan beku yaitu batu basalt dengan warna lapukannya abu-abu
kecoklatan dan warna segarnya abu-abu. Batu ini memiliki tingjat kekerasan 5,5
skala mohs dengan mineral yang terkandung adalah kuarsa dam amphibol yang
berwarna gelap dan berbentuk jamur dan memanjang. Batu ini dapat digunakan
sebagai bahan bangunan. Di pos kedelapan ini kami tidak mendapatkan posisi
batuan dan karena kami tidak melakukan pembidikan di lokasi batuan, dan
vegetasi dari batuan ini adalah terbuka dengan topografi yang landai..
BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
1. Kompas Bidik digunakan dalam mencari lokasi tempat pengambilan batu,
dengan membidik bukit terdekat dan menghitung selisih arah sebenarnya dan
arah magnetik. Kompas geologi digunakan dalam mencari nilai strike dan dip
pada batu dengan cara memutar kompas geologi sampai jarum magnetik
menunjuk ke arah utara dan membaca angka pada skala inklinasi. Loop
digunakan untuk mengidentifikasi tekstrur dan struktur batu yang didapat.
Kemudian palu geologi digunakan untuk mendapat kan sempel batu dengan
cara memukul batu.
2. Orientasi medan dapat dilakukan dengan cara melihat kondisi alam yang
sebenarnya lalu kita cocokan dengan peta kontur. Tracking perjalanan dapat
dibuat pada peta lintasan sesuai dengan arah perjalanan yang dilalui
menggunakan kompas bidik, untuk peta kontur kita perhatikan skala yang
terdapat pada peta.
3. Menentukan koordinat singkapan batuan yang ditemukan di lapangan yaitu
dengan melakukan navigasi darat, dengan bantuan peta kontur, kompas bidik,
busur, penggaris, papan dan alat tulis.
4. Pengelompokan jenis batuan berdasarkan karakteristik terbagi menjadi 3
batuan, yaitu batuan beku, sedimen dan metamorf. Berdasarkan
pengelompokan yang lakukan didapatkan batuan gamping kuarsit, gamping
pasir, Serpih/ shell, batu pasir, bara, bioturbasi, breksi dan rijang sebagai
batuan sedimen, Basalt sebagai batuan beku kemudian batu kuarsit dan sekis
hijau sebagai batuan metamorf.
5. Mineral merupakan bahan alamiah yang terbentuk secara alami, memiliki
struktur kristal yang teratur, dan memiliki komposisi kimia yang tetap.
Sedangkan batuan merupakan bahan padat yang terdiri dari satu atau lebih
mineral yang terikat bersama. Batuan terbentuk melalui proses geologi yang
kompleks dan dapat ditemukan di permukaan atau dalam kerak bumi.
Mengetahui jenis batu dilakukan dengan pengamatan dan mengisi format
batuan yang tersedia.

V.2 Saran
V.2.1 Saran untuk Praktikum
Dapat memberikan dukungan dalam hal kelengkapan alat dan sebaiknya lebih
teliti lagi dalam pembuatan peta kontur.

V.2.2 Saran Untuk Asisten


Semoga tetap ramah dan murah senyum, tetap sabar menghadapi praktikan, dapat
selalu merespon praktikan ketika bertanya, serta tetap menjalin hubungan baik
dengan praktikan meski praktikum geologi umum telah selesai.
Lampiran 3. Foto Batuan dan Singkapan Batuan
Pos 1

Pos 2

Pos 3

Pos 4
Pos 5

Pos 6

Pos 7

Pos 8
Lampiran 4. Foto Kegiatan
Lampiran 5. Foto Bersama Asisten
Lampiran 6. Biodata
Nama Lengkap : Nur insani sucianti
Nama Panggilan : Suci
Tempat, tanggal lahir : Maros, 7 Juli, 2004
Agama : Islam
Suku : Bugis/Makassar
Jenis Kelamin : Perempuan
Email : nrsnsci@gmail.com
No. HP : 0895805392857
Hobi : Menggambar dan Menonton
Pengalaman Organisasi : 1. ROHIS
2. Kompeling
3. OSIS
Riwayat Pendidikan : SMA
Nama orang tua
a. Ayah : Ambo Masse
b. Ibu : Syamsinar
Motto Hidup : “Bintang pun takkan bersinar tanpa kegelapan”
Alasan masuk Geofisika : Menyukai alam bebas
Kesan di Geologi Umum 2023 : Seru, capek, 3 hari yang menyenangkan
Lampiran 6. Biodata
Nama Lengkap : Nur insani sucianti
Nama Panggilan : Suci
Tempat, tanggal lahir : Maros, 7 Juli, 2004
Agama : Islam
Suku : Bugis/Makassar
Jenis Kelamin : Perempuan
Email : nrsnsci@gmail.com
No. HP : 0895805392857
Hobi : Menggambar dan Menonton
Pengalaman Organisasi : 1. ROHIS
2. Kompeling
3. OSIS
Riwayat Pendidikan : SMA
Nama orang tua
a. Ayah : Ambo Masse
b. Ibu : Syamsinar
Motto Hidup : “Bintang pun takkan bersinar tanpa kegelapan”
Alasan masuk Geofisika : Menyukai alam bebas
Kesan di Geologi Umum 2023 : Seru, capek, 3 hari yang menyenangkan
LAMPIRAN 2
(berisi format batuan yang telah diisi, diasistensikan dan ACC)
DAFTAR PUSTAKA

Atimi, R.L. Dan Sartika. (2022). Implementasi Forward Chaining Method Untuk
Analisis Klasifikasi Mineralogi Batuan Beku. Jurnal Edukasi Dan Penelitian
Infomartika. 8(1), 80–86.

Chaerul, M. (2017). Pengantar Ilmu Batuan. Surabaya:YCAB Publisher.

Dhamayanti, E., Alkatiri, K., Warman, G., Rizky, Y., Dan Putra, D.P.E. (2015).
"Techno-Kompas” Teknologi Kompas Geologi Digital Dan Klinometer
Serba Bisa Untuk Akuisisi Data Pengukuran Strike-Dip Pada Bidang
Geologi, Geofisika, Dan Arkeologi. Jurnal Nasional Kebumian. 2(1), 1-8.

Fitri, D.B.D., Hidayat, I. B., DEA, Subandrio, A.S., Dan Geol. (2017). Klasifikasi
Jenis Batuan Sedimen Berdasarkan Tekstur Dengan Metode Gray Level Co-
Occurrence Matrix Dan K-NN. Jurnal Proceeding of Engineering. 4(2),
1638–1645.

Hariyanto, S., Irawan, B., Mochammadi, N., Dan Soedarti, T. (2015). Lingkungan
Biotik Jilid I: Atmosfer, Hidrosfer, Litosfer. Surabaya: Airlangga University
Press.

Jaya, A., Nurdin, H., Dan Alimuddin, I. (2021). Potensi Rembesan Hidrokarbon
Dan Pola Struktur Geologi Di Kabupaten Barru. 9, 130–140.

Kurniawan, P., & Hadimuljono, B. (2020). Applied Geotechnics For Engineers 1,


Yogyakarta:ANDI.

Noor, D. (2012). Pengantar Geologi, Bogor: Pakuan University Press.

Purawiardi, R. (2014). Karakteristik Bijih Kromit Barru, Sulawesi Selatan. Jurnal


Riset Geologi dan Pertambangan. 1(1), 1–13.

Rosia, I., Derta, S., Efriyanti, L., Dan Okra, R. (2022). Penerapan Aplikasi
ARCGIS Dalam Pembuatan Peta Topografi Pada Pendidikan Navigasi Darat
MPA Jamarsingsia IAIN Bukittinggi. Jurnal Multidisiplin Ilmu. 1(3),
862–871.

Sari, W. P., Akmam Dan Hidayati. (2018). Analisis Struktur Batuan Berdasarkan
Data Geolistrik Tahanan Jenis Konfigurasi Dipole-Pole Di Kecmatan
Malalak Kabupaten Agam. Jurnal Pillar of Physics. 11(2), 25–32.

Sukmana, T. (2007). Menjadi Pencinta Alam. Surabaya: Raih Asa Sukses.

Sultoni, M. I., Hidayat, B., Dan Subandrio, A. S. (2019). Klasifikasi Jenis Batuan
Beku Melalui Citra Berwarna Dengan Menggunakan Metode Local Binary
Pattern Dan K-Nearest Neighbor. Jurnal TETRIKA. 4(1), 10–15.

Wahyuni, A., Fuadi, N., Zelviani, S., Ayu, D., Aminah, Azyurah, Z., Dan Nur, F.
(2019). Pengukuran Strike Dan Dip Di Desa Padae Lo' Kecamatan Mallawa
Kabupaten Maros. Jurnal Fisika Terapan. 6(1), 89–93.

Anda mungkin juga menyukai