Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN

PRAKTIKUM PETROLOGI
ACARA III : BATUAN BEKU 2

OLEH:
AULYA RAHMAH TYARA B
D061221053

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bagian luar bumi tertutupi oleh continental dan oceanic, dimana bagian

lautan lebih besar daripada bagian continental. Akan tetapi continental adalah

bagian dari kulit bumi yang dapat diamati langsung dengan dekat, maka banyak

hal-hal yang dapat diketahui secara cepat dan jelas. Salah satu diantaranya adalah

kenyataan bahwa daratan tersusun oleh jenis batuan yang berbeda satu sama lain

dan berbeda-beda materi penyusun serta berbeda pula dalam proses terbentuknya.

Ilmu yang mempelajari tentang batuan disebut petrologi.

Petrologi yaitu ilmu yang mempelajari batuan pembentuk kulit bumi, yang

mencakup cara terjadinya, komposisi batuan, klasifikasi batuan dan sejarah

geologinya. Batuan didefenisikan sebagai kumpulan dari satu atau lebih mineral

yang terbentuk di alam secara alamiah yang merupakan bagian dari kerak bumi.

Batuan adalah materi yang terbentuk secara alamiah, telah terkonsolidasikan,

terdiri dari satu jenis mineral ( monominerallic ) atau lebih dan umumnya terdiri

dari agregat/ kumpulan dari beberapa mineral yang berbeda. Batuan memiliki

karakteristik yang berbeda-beda yang dilihat berdasarkan sifat-sifat fisik yang

dimilikinya. Hal itu dipengaruhi oleh proses pembentukan batuan yang berbeda-

beda dan juga asal magma yang berbeda.

Batuan basa dan ultrabasa adalah dua jenis batuan beku yang memiliki

komposisi mineral yang kaya akan mineral yang banyak mengandung unsur-unsur

seperti besi dan magnesium dan juga memiliki warna yang lebih gelap
dibandingkan dengan batuan beku felsik yang kaya akan mineral seperti kuarsa

dan feldspar. Maka dari itulah dilaksanakan praktikum ini untuk mengetahui

perbedaan proses-proses pembentukan batuan khususnya pada batuan beku basa

dan ultrabasa.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari praktikum acara ini adalah mengembangkan

pemahaman mengenai ilmu petrologi khususnya batuan beku basa dan batuan

beku ultrabasa.

Adapun tujuan dari praktikum acara ini yaitu :

1. Untuk membedakan karakteristik batuan beku basa dan batuan beku

ultrabasa dengan pengamatan secara megaskopis.

2. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik dengan genesa pada

batuan beku basa dan ultrabasa.

1.3 Manfaat Praktikum

Manfaat diadakannya praktikum ini ialah untuk mengembangkan

pengetahuan mengenai ilmu petrologi khusunya pada batuan beku basa dan

ultrabasa. Praktikum ini dapat mengembangkan pikiran mengenai genesa

pembentukan dan karakteristik yang ada pada batuan beku basa dan ultrabasa.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mineral Penyusun Batuan Beku

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis

batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau

tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif

(plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma

ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di

mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu

dari proses-proses berikut: kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau

perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil

dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi

(Meirawaty. Dkk, 2021).

Magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk

secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500–2.500°C dan bersifat mobile

(dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Dalam magma

tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air, CO2, chlorine,

fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas magma,

dan non-volatile (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral yang lazim

dijumpai dalam batuan beku (Meirawaty. Dkk, 2021).

Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke

permukaan bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut

dikenal dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-


mineral silikat (magma), oleh NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan

Bowen’s Reaction Series.

Gambar 2.1 Reaksi seri Bowen (1928) dari mineral-mineral utama

pembentuk batuan beku.

Mineral pembentuk batuan beku hampir selalu mengandung unsur silika (Si)

sehingga sering disebut bahan silikat alam. Mineral tersebut ada yang tidak

berbentuk amorf dan ada yang berbentuk kristal. Berdasarkan warna dan

komposisi kimia maka mineral/ kristal pembentuk batuan beku secara garis besar

dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Kelompok mineral gelap, mengandung banyak unsur magnesium (Mg) dan

besi (Fe).

2. Kelompok mineral terang, banyak mengandung unsur aluminium (Al),

kalsium (Ca), natrium (sodium; Na), kalium (potassium; K) dan silika (Si).

2.2 Jenis Batuan Beku

Jenis batuan didasarkan pada pembagian batuan beku secara genetic, yaitu

terdiri dari batuan beku dalam dan batuan beku luar. Batuan beku dalam adalah

batuan beku yang terbentuk di dalam atau di bawah bumi, pendinginannya sangat

lambat (dapat mencapai jutaan tahun) dan memungkinkan tumbuhnya kristal-

kristal yang besar dan bentuknya sempurna, tubuh batuan beku dalam mempunyai
bentuk dan ukuran yang beragam, tergantung pada kondisi magma dan batuan

disekitarnya. Magma dapat menyusup pada batuan di sekitarnya atau menerobos

melalui rekahan-rekahan pada batuan di sekelilingnya, sering disebut juga dengan

batuan beku intrusi. Batuan beku luar adalah batuan beku yang terbentuk di

permukaan bumi akibat keluarnya magma melalui rekahan atau lubang kepundan

gunung api sebagai erupsi, batuan beku ini sering disebut batuan beku ekstrusi.

2.3 Warna Batuan

Warna segar batuan beku bervariasi dari hitam, abu-abu dan putih cerah.

Warna ini sangat dipengaruhi oleh komposisi mineral penyusun batuan beku itu

sendiri. Apabila terjadi percampuran mineral berwarna gelap dengan mineral

berwarna terang maka warna batuan beku dapat hitam berbintik-bintik putih, abu-

abu berbercak putih, atau putih berbercak hitam, tergantung warna mineral mana

yang dominan dan mana yang kurang dominan. Pada batuan beku tertentu yang

banyak mengandung mineral berwarna merah daging maka warnanya menjadi

putih-merah daging.

a) Batuan beku yang berwarna cerah umumnya adalah batuan beku asam yang

tersusun atas mineral-mineral felsik, misalnya kuarsa, potassium feldsfar

dan muskovit.

b) Batuan beku yang berwarna gelap sampai hitam umumnya batuan beku

intermediet dimana jumlah mineral felsik dan mafiknya hampir sama

banyak.

c) Batuan beku yang berwarna hitam kehijauan umumnya adalah batuan beku

basa dengan mineral penyusun dominan adalah mineral-mineral mafik.


d) Batuan beku yang berwarna hijau kelam dan biasanya monomineralik,

disebut dengan batuan beku ultra basa dengan komposisi hampir seluruhnya

mafik.

2.4 Struktur Batuan

Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi

kedudukan lapisan yang jelas/umum dari lapisan batuan. Struktur batuan

beku sebagian besar hanya dapat dilihat dilapangan saja, misalnya:

a. Massif atau pejal, umumnya terjadi pada batuan beku dalam. Pada batuan

beku luar yang cukup tebal, bagian tengahnya juga dapat berstruktur masif.

Massif yaitu bila batuan pejal, tanpa retakan ataupun lubang-lubang gas dan

apabila pada batuan tidak menunjukan fragmen batuan lain yang tertanam

ditubuhnya.

b. Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik

bawah laut, membentuk struktur seperti bng bantal dimana ukuran bantal

dari bentuk ini berdiameter 30-60 cm dan jaraknya saling berdekatan.

c. Vesikuler, yaitu struktur lubang bekas keluarnya gas pada saat pendinginan.

Struktur ini sangat khas terbentuk pada batuan beku luar. Namun pada

batuan beku intrusi dekat permukaan struktur vesikuler ini kadang-kadang

juga dijumpai. Bentuk lubang sangat beragam, ada yang berupa lingkaran

atau membulat, elips, dan meruncing atau menyudut, demikian pula ukuran

lubang tersebut.
Vesikuler terdiri dari:

1. Struktur skoria (scoriaceous structure) adalah struktur vesikuler berbentuk

membulat atau elip, rapat sekali sehingga berbentuk seperti rumah lebah.

2. Struktur batuapung (pumiceous structure) adalah struktur vesikuler dimana

di dalam lubang terdapat serat-serat kaca.

3. Struktur amigdaloidal (amygdaloidal structure) adalah struktur vesikuler

yang telah terisi oleh mineral-mineral asing atau sekunder.

4. Struktur aliran (flow structure), adalah struktur dimana kristal berbentuk

prismatik panjang memperlihatkan penjajaran dan aliran.

d. Jointing, bila batuan tampak seperti mempunyai retakan-retakan.

Kenampakan ini akan mudah diamati pada singkapan di lapangan.

e. Xenolith, struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang

masuk atau tertahan kedalam batuan beku. Struktur ini terbentuk akibat

adanya peleberan tidak sempurna dari suatu batuan samping didalam

magma yang menerobos.

f. Autobreccia, struktur pada lava yang memperlihatkan fragmen-fragmen dari

lava itu sendiri.

Struktur batuan beku tersebut di atas dapat diamati dari contoh setangan di

laboratorium. Sedangkan struktur batuan beku dalam lingkup lebih besar, yang

dapat menunjukkan hubungan dengan batuan di sekitarnya, seperti dike (retas),

sill, volcanic neck, kubah lava, aliran lava dan lain-lain hanya dapat diamati di

lapangan.
2.5 Tekstur Batuan

Tekstur merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum dan sesudah

kristalisasi. Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal utama,

yaitu Kristalisasi, Granularitas dan Bentuk Kristal.

2.6 Tingkat Atau Derajat Kristalisasi

Kristalinitas merupakan derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada

waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan

untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak

berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan

magma. Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:

a) Holokristalin

Holokristalin adalah batuan beku dimana semuanya tersusun oleh kristal.

Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu

mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.

b) Hipokristalin

Hipokristalin adalah apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan

sebagian lagi terdiri dari massa kristal.

c) Holohyalin adalah batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas.

Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill,

atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.

2.7 Granularitas

Granularitas dapat diartikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku.

Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:


1. Faneritik, ukuran kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain

secara megaskopis dengan mata telanjang.

2. Porfiritik, adanya fenokris yang muncul

3. Afanitik, besar kristal-kristal dari golongan ini tidak bisa dibedakan dengan

mata telanjang sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan dengan

tekstur afanitik dapat tersusun oleh kristal, gelas atau keduanya.

2.8 Kemas

Kemas meliputi bentuk butir dan susunan hubungan mineral didalam suatu

batuan beku.

2.8.1 Bentuk butir

Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk butir, yaitu:

a. Euhedral, jika batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.

b. Subhedral, jika sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.

c. Anhedral, jika mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.

2.8.2 Hubungan antar butir

Hubungan atau relasi diartikan sebagai hubungan antara kristal atau mineral

yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan. hubungan antar kritak dapat

dibagi menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut :

a. Equigranular, yaitu jika secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk

batuan berukuran sama besar.

b. Inequigranular, yaitu jika ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan

tidak sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut

massa dasar atau matrik yang bisa berupa mineral atau gelas.
BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan saat praktikum, diantaranya :

1. Kertas HVS A4

2. Buku Rocks and Mineral

3. Buku Penuntun

4. Lembar Kerja Praktikum (LKP)

5. ATK

6. Loupe

7. Komporator batuan beku

8. Klasifikasi Fenton

9. Penggaris

10. Kamera

3.2 Tahapan Praktikum

Adapun tahapan-tahapan praktikum, diantaranya:

3.2.1 Tahapan Pendahuluan

Pada tahapan awal, kami melakukan studi literatur dan terbagi ke dalam

berbagai tahapan seperti asistensi acara di mana dijelaskan secara umum

mengenai materi batuan beku basa dan ultrabasa. Selanjutnya akan diberikan

tugas pendahuluan mengenai materi praktikum. Tahapan terakhir dari studi

literatur ini adalah responsi sebelum praktikan dimulai.


3.2.2 Tahapan Praktikum

Kegiatan praktikum dilakukan di Laboratorium Field Geology,

Departemen Teknik Geologi, Universitas Hasanuddin. Setelah responsi dilakukan,

dilanjutkan dengan kegiatan praktikum. Praktikan diberikan 5 sampel batuan

untuk kemudian di deskripsikan dan dituliskan pada lembar kerja praktikan.

3.2.3 Pembuatan Laporan

Dalam pembuatan laporan sekaligus dilakukan pengecekan sampel atau

asistensi kembali setelah melakukan praktikum. Setelah memperoleh data yang

benar berdasarkan hasil asistensi dari asisten, dilanjutkan dengan penyusunan

laporan sesuai dengan format laporan yang telah ditentukan.

Tahapan Penyusunan
Laporan

Gambar 3.1 Diagram Alir Praktikum


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Gabro Porphyri
PRAKTIKUM PETROLOGI

Hari/Tgl : Jumat, 15 September 2023 Nama : Aulya Rahmah Tyara B

Acara :3 No. Peraga : 12

No. Urut :1

Jenis Batuan : Batuan Beku

Warna Segar : Abu-abu Hitam

Warna Lapuk : Coklat Kehitaman

Tekstur

Kristalinitas : Holokristalin

Granularitas : Faneroporfiritik

Fabrik

Bentuk : Subhedral

Relasi : Equigranular

Struktur : Masif

Komposisi Mineral

Nama Mineral Bentuk Warna Komposisi %


Kimia
1. Piroksin 1.Prismatik 1.Hijau Gelap 1. (Mg, Fe, Al, Ti)(SiAl)2 70%
2. Olivin pendek 2.Hitam 2. MgFe2SiO4 15%
3. Plagioklas 2.Tabular 3. KAlSi3O8, NaAlSi3O8, 15%
3.Tabular CaAl2 Si2O81

Nama Batuan : Gabro Poryri ( Fenton 1940)

FOTO KETERANGAN

1.Warna segar Abu


kehitaman
2.Warna lapuk kuning
kecoklatan
3.Mineral Piroksen
4. Mineral Olivin
5.Mineral Plagioklas
PRAKTIKUM PETROLOGI

Hari/Tgl : Jumat, 15 September 2023 Nama : Aulya Rahmah Tyara B

Acara :3 No. Peraga : Peridotit

No. Urut :2

Jenis Batuan : Batuan Beku

Warna Segar : Hitam

Warna Lapuk : Hitam kecoklatan

Tekstur

Kristalinitas : Holokristalin

Granularitas : Faneritik

Fabrik

Bentuk : Anhedral

Relasi : Inequigranular

Struktur : Masif

Komposisi Mineral

NAMA KOMPOSISI
BENTUK WARNA %
MINERAL KIMIA
Mika Berlembar Hitam - 25 %

Piroksin Prismatik (Mg, Fe, Al, Ti)(SiAl)2O6 45%


pendek Hitam
Olivin 15 %
Tabular Hijau MgFe2SiO4
Serpentin 15%
Berlembar Putih Kehijauan (MgSiO(OH)4)

Nama Batuan : Peridotit (Klasifikasi Fenton 1940)

FOTO KETERANGAN

1.Warna segar hitam


2.Warna lapuk Hitam
kecoklatan
3.Mineral Piroksen
4. Mineral Olivin
5.Mineral Serpentin
PRAKTIKUM PETROLOGI

Hari/Tgl : Jumat, 15 September 2023 Nama : Aulya Rahmah Tyara B

Acara :3 No. Peraga : Dunit

No. Urut :3

Jenis Batuan : Batuan beku

Warna Segar : Hijau gelap

Warna Lapuk : Kuning kecoklatan

Tekstur

Kristalinitas : Holokristalin

Granularitas : Faneritik

Fabrik

Bentuk : Anhedral

Relasi : Inequigranular

Struktur : Masif

Komposisi Mineral

NAMA KOMPOSISI
BENTUK WARNA %
MINERAL KIMIA
Olivin Tabular Hijau Gelap MgFe2SiO4 90 %

Piroksin Prismatik Hitam (Mg, Fe, Al, Ti)(SiAl)2O6 10 %


pendek

Nama Batuan : Dunit (Klasifikasi Fenton 1940)

FOTO KETERANGAN

1.Warna segar hijau gelap


2.Warna lapuk kuning
kecoklatan
3.Mineral Piroksen
4. Mineral Olivin
PRAKTIKUM PETROLOGI

Hari/Tgl : Jumat, 15 September 2023 Nama : Aulya Rahmah Tyara B

Acara :3 No. Peraga : 65

No. Urut :4

Jenis Batuan : Batuan Beku

Warna Segar : Hitam

Warna Lapuk : Coklat kehitaman

Tekstur

Kristalinitas : Holokristalin

Granularitas : Faneritik

Fabrik

Bentuk : Anhedral

Relasi : Inequigranular

Struktur : Masif

Komposisi Mineral

NAMA KOMPOSISI
BENTUK WARNA %
MINERAL KIMIA
Olivin Tabular Hijau Gelap MgFe2SiO4 10 %

Piroksin Prismatik Hitam (Mg, Fe, Al, Ti)(SiAl)2O6 90 %


pendek

Nama Batuan : Piroksinit (Klasifikasi Steickeisen, 1976)

FOTO KETERANGAN

1.Warna segar hitam


2.Warna lapuk coklat
kehitaman
3.Mineral Piroksen
4. Mineral Olivin
PRAKTIKUM PETROLOGI

Hari/Tgl : Jumat, 15 September 2023 Nama : Aulya Rahmah Tyara B

Acara :3 No. Peraga : Basaltporpiri

No. Urut :5

Jenis Batuan : Batuan Beku

Warna Segar : Abu-abu kehitaman

Warna Lapuk : Coklat kehitaman

Tekstur

Kristalinitas : Hipokristalin

Granularitas : Porfiroafanitik

Fabrik

Bentuk : Anhedral

Relasi : Inequigranular

Struktur : Amigdaloidal

Komposisi Mineral

NAMA KOMPOSISI
BENTUK WARNA %
MINERAL KIMIA
Piroksin Prismatik Hitam (Mg, Fe, Al, Ti)(SiAl)2O6 65 %
pendek

SiO2
Kuarsa Tabular Putih 25 %
NaAlSi3O8
Feldspatoid Tabular Putih 10 %

Massa Dasar 15 %

Nama Batuan : Basalt Porphyri Amigdaloidal (Fenton 1940)

FOTO KETERANGAN
1.Warna segar Abu – abu
kehitaman
2.Warna lapuk coklat
kehitaman
3.Mineral Piroksen
4. Mineral Olivin

4.2 Pembahasan

4.2.1 Peraga 01

Gambar 4.1 Gabro Porpyri

Pada peraga 01 didapatkan sifat fisik berupa warna segar abu-abu

kehitaman dan warna lapuk coklat kehitaman, memiliki tekstur kristalinitas

holokristalin, granularitas faneroporfiritik, pada fabrik memiliki bentuk subhedral

dan relasi equigranular dan memiliki struktur masif. Memiliki mineral piroksin

yang dominan 80%, olivin 5% dan plagioklas sebanyak 15%. Berdasarkan

hubungan dari warna, tekstur dan mineralnya maka didapatkan gabro porphyri

berdasarkan klasifikasi Fenton.

Gabro porphyri adalah tipe batuan gabro yang memiliki tekstur porfiritik.

Tekstur porfiritik ditandai oleh kehadiran kristal-kristal besar yang dikenal

sebagai fenokristal. Proses genesa atau pembentukan batuan gabro porphyri


melibatkan beberapa tahap proses geologis. Proses dimulai di dalam mantel bumi,

di mana magma panas terbentuk melalui cairan mantel yang meleleh karena

peningkatan suhu dan tekanan. Magma gabro biasanya memiliki komposisi basa

hingga ultrabasa. Ketika magma mendingin di bawah permukaan, kristal-kristal

besar yang disebut fenokristal mulai terbentuk. Fenokristal ini dapat terdiri dari

mineral seperti piroksin, amfibol, atau plagioklas. Kristal-kristal ini tumbuh dalam

kondisi yang lambat sehingga memiliki ukuran yang lebih besar daripada kristal-

kristal yang terbentuk kemudian membentuk gabro porphyri dengan tekstur

porfiritik.

Gabro memiliki beberapa kegunaan penting dalam bidang geologi,

terutama dalam konteks pemahaman tentang geologi bumi yang dalam. Kehadiran

batuan gabro sering kali menjadi indikasi bahwa aktivitas vulkanik atau intrusi

magma telah terjadi di suatu wilayah. Penemuan batuan gabro di suatu daerah

dapat membantu geologis memahami sejarah geologis wilayah tersebut dan

hubungannya dengan peristiwa vulkanik atau intrusi magma. Gabro juga

seringkali digunakan dalam penelitian sumber daya mineral.

4.2.2 Peraga 02

Gambar 4.2 Peridotit


Pada peraga 02 didapatkan sifat fisik berupa warna segar hitam dan warna

lapuk hitam kecoklatan, memiliki tekstur kristalinitas holokristalin, granularitas

faneritik, pada fabrik memiliki bentuk anhedral dan relasi inequigranular dan

memiliki struktur masif. Mineral yang dominan adalah mineral mika sebanyak

25%, piroksin sebanyak 45%, olivin 15% dan serpentin 15%.

Peridotit adalah salah satu jenis batuan beku ultramafik yang terutama

terdiri dari mineral olivin dan piroksen, dengan komposisi yang kaya akan

magnesium (Mg) dan besi (Fe). Genesa atau pembentukan batu peridotit dimulai

di dalam mantel bumi yang mengandung mineral olivin, piroksen, dan mineral-

mineral ultramafik lainnya lalu terkena panas yang tinggi. Panas ini dapat

menyebabkan batuan induk meleleh dan membentuk magma ultrabasa yang kaya

akan magnesium dan besi. Magma ultrabasa yang terbentuk dapat mengalami

intrusi atau pergerakan ke atas dalam kerak bumi melalui celah-celah atau rekahan

dalam kerak. Ketika magma mendingin, mineral-mineral ultramafik seperti olivin

dan piroksen akan mulai mengkristal dari cairan magma. Proses kristalisasi

berlanjut sehingga mineral-mineral ultramafik yang mengkristal menjadi batuan

peridotit. Batuan ini mengandung olivin, piroksen, dan mineral-mineral ultramafik

lainnya dalam proporsi yang berbeda-beda, tergantung pada kondisi pembentukan

dan komposisi magma asalnya. Peridotit dapat mengalami perubahan mineral

selama pergerakan ke atas menuju permukaan, seperti serpentinisasi yaitu olivin

diubah menjadi serpentin. Ini adalah proses umum yang terjadi pada batuan

peridotit ketika mereka terpapar ke lingkungan yang lebih rendah dalam kerak

bumi. Peridotit yang mengalami serpentinisasi (perubahan mineral olivin menjadi


serpentin) adalah area penelitian penting dalam ilmu geologi. Proses ini terjadi

ketika batu peridotit terpapar ke lingkungan yang lebih rendah dalam kerak bumi.

Peridotit memiliki peran penting dalam ilmu geologi dan berkontribusi

pada pemahaman tentang proses geologi yang terjadi di dalam mantel bumi dan

kerak bumi. Kehadiran peridotit di permukaan atau dalam lapisan bumi

merupakan indikasi langsung dari mantel bumi yang dalam. Studi terhadap batu

peridotit membantu geologis dalam menentukan adanya koneksi antara mantel

dan kerak bumi serta proses-proses geologis yang terkait. Peridotit kadangkala

digunakan dalam penelitian geokimia yang memberikan informasi penting tentang

geokimia mantel bumi, termasuk distribusi elemen kimia dan perubahan mineral

yang terjadi di dalamnya. Ini penting dalam pemahaman evolusi kimia bumi.

4.2.3 Peraga 03
Pada peraga 03 didapatkan sifat fisik berupa warna segar hijau gelap dan

Gambar
warna lapuk kuning kecoklatan, 4.3 Dunit
memiliki tekstur kristalinitas holokristalin,

granularitas faneritik, pada fabrik memiliki bentuk anhedral dan relasi

inequigranular dan memiliki struktur masif. Mineral yang dominan adalah olivin

sebanyak 90% dan piroksin sebanyak 10%. Berdasarkan hubungan dari warna,

tekstur dan mineralnya maka didapatkan dunit berdasarkan klasifikasi Fenton.


Dunite adalah tipe batuan ultramafik yang terutama terdiri dari mineral

olivin dan seringkali mengandung sejumlah kecil mineral piroksin seperti augit.

Batuan ini memiliki komposisi mineral yang unik dan sering terkait dengan

mantel bumi yang dalam. Genesa atau pembentukan dunit melibatkan proses

geologis yang kompleks dan umumnya terjadi di dalam kerak bumi atau bahkan

lebih dalam. Proses pembentukan dunit seringkali terjadi di dalam lingkungan

yang kaya akan magnesium (Mg) dan besi (Fe). Dunit terbentuk melalui proses

kristalisasi, dengan mineral utama yang terbentuk adalah olivin (mineral

magnesium-silikat). Lelehan magma yang kaya akan unsur-unsur seperti

magnesium dan besi dapat mempengaruhi batuan sekitarnya, menyebabkan

perkolasi dan peleburan mineral-mineral tertentu untuk membentuk dunit.

Dalam Ilmu geologi dunit seringkali digunakan dalam penelitian geologi

karena biasanya terkait dengan mantel bumi yang dalam. Dunit juga dijadikan

sebagai sumber mineral olivin karena mengandung banyak olivin yang digunakan

dalam bidang industri.

4.2.4 Peraga 04

Gambar 4.4 Piroksinit


Pada peraga 04 didapatkan sifat fisik berupa warna segar hitam dengan

memiliki sedikit warna hijau dan warna lapuk coklat kehitaman, memiliki tekstur

kristalinitas holokristalin, granularitas faneritik, pada fabrik memiliki bentuk

anhedral dan relasi inequigranular dan memiliki struktur masif. Mineral yang

dominan adalah piroksin sebanyak 90% dan olivin 40%. Berdasarkan hubungan

dari warna, tekstur dan mineralnya didapatkan piroksinit berdasarkan klasifikasi

Steickeisen.

Piroksinit adalah batuan yang mengandung mineral piroksin sebagai

mineral penyusunnya proses pembentukan piroksinit diawali dari adanya lelehan

magma dari mantel bumi atau zona subduksi. Terbentuknya mineral penyusun

piroksinit ketika magma mendingin dan mineral-mineral mulai mengkristal dari

larutan padatan yang terbentuk. Bentuk mineral piroksin pada batuan memiliki

bentuk yang beragam tergantung pada suhu terbentuknya.

Piroksinit memiliki peran penting dalam ilmu geologi contohnya dalam

penentuan usia radiometrik. Mineral-mineral dalam batu piroksinit seperti

piroksin dapat digunakan dalam teknik penentuan usia radiometrik. Ini adalah

metode untuk menentukan usia relatif atau absolut batuan dengan mengukur

peluruhan isotop radioaktif dalam mineral tersebut.

4.2.5 Peraga 05

Gambar 4.5 Basalt Porphyri Amigdaloidal


Pada peraga 05 didapatkan sifat fisik berupa warna segar abu-abu

kehitaman merah muda dan warna lapuk coklat kehitaman, memiliki tekstur

kristalinitas hipokristalin, granularitas porfiroafanitik, pada fabrik memiliki

bentuk anhedral dan relasi inequigranular dan memiliki struktur amigdaloidal.

Mineral yang dominan piroksin sebanyak 65%, kuarsa 25%, feldspatoud 10% dan

massa dasar 15%.

Basalt porphyri amigdaloidal adalah tipe batuan yang memiliki tekstur

porfirik dan mengandung amigdaloidal. Tekstur porfiri mengacu pada kristal-

kristal besar yang dikenal sebagai fenokris yang terjebak dalam matriks yang lebih

halus. Genesa atau pembentukan batu basalt porfiri amigdaloidal melibatkan

beberapa tahapan proses geologis. Batu basalt porfiri amigdaloidal pertama-tama

terbentuk melalui proses cairan magma yang berasal dari mantel bumi. Magma

basalt biasanya kaya akan besi (Fe) dan magnesium (Mg) serta memiliki

komposisi mineral seperti piroksen dan olivin. Ketika magma mencapai

permukaan bumi atau terkena udara bebas, ia mengalami pendinginan yang cepat.

Pendinginan ini menyebabkan kristalisasi yang cepat dan pembekuan pada

permukaan batuan. Selama pendinginan cepat, sebagian magma membeku dengan

cepat dan membentuk matriks yang halus. Namun, beberapa kristal besar yang

disebut fenokristal juga mulai terbentuk dalam magma yang masih panas. etelah

batuan basalt mulai mendingin, air dan gas terperangkap di dalam magma. Air ini

dapat berinteraksi dengan mineral-mineral dalam batuan dan mengubah mereka

menjadi mineral sekunder. Proses ini membentuk rongga-rongga yang disebut


amigdaloidal. Air yang mengandung larutan mineral mengisi rongga-rongga

amigdaloidal dan mengendapkan mineral-mineral sekunder seperti zeolit, kalsit,

kuarsa, atau mineral lainnya di dalam rongga tersebut. Mineral amigdaloidal ini

sering memiliki warna dan tekstur yang berbeda dari batuan sekitarnya, sehingga

dapat dengan mudah terlihat. Proses ini menghasilkan batu basalt porfiri

amigdaloidal dengan fenokris besar yang terjebak dalam matriks yang lebih halus

dan rongga-rongga amigdaloidal yang diisi dengan mineral sekunder.

Basalt porfiri amigdaloidal memiliki beberapa kegunaan penting dalam

ilmu geologi. Studi dan analisis batuan ini dapat memberikan wawasan yang

berharga tentang sejarah geologi dan proses geologis yang terjadi di suatu

wilayah. Kehadiran batu basalt porfiri amigdaloidal adalah indikasi bahwa suatu

wilayah pernah mengalami aktivitas vulkanik dalam masa lalu. Hal ini dapat

membantu dalam pemahaman sejarah vulkanisme di wilayah tersebut dan potensi

risiko letusan gunung berapi di masa mendatang. Basalt porfiri juga digunakan

dalam analisis mineralogi, mineral-mineral amigdala yang terbentuk di dalam batu

basalt porfiri amigdaloidal adalah subjek analisis mineralogi. Penelitian ini dapat

memberikan wawasan tentang komposisi mineral sekunder yang terbentuk setelah

pembekuan batuan. Dalam analisis geokimia batu basalt porfiri amigdaloidal

dapat memberikan informasi tentang komposisi mineral dan kondisi di mana

amigdala terbentuk. Ini dapat digunakan untuk memahami kondisi lingkungan dan

kimia fluida yang ada saat batuan terbentuk.


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

1. Batuan beku basa dan batuan beku ultrabasa adalah dua jenis batuan beku

yang dapat dibedakan berdasarkan komposisi kimia, tekstur, dan

mineraloginya. Dalam praktikum ini dapat diketahui bahwa perbedaan

antara basa dan dan ultrabasa adalah :

Batuan Beku Basa:

a) Warna: Batuan beku basa cenderung memiliki warna yang lebih gelap atau

lebih tua. Warna umumnya adalah hijau tua, abu-abu, atau hitam.

b) Tekstur: Tekstur batuan beku basa sering kali homogen, artinya komponen

mineralnya sulit dibedakan dengan mata telanjang. Namun, dalam

beberapa kasus, Anda dapat melihat kristal-kristal kecil yang tersebar

dalam matriksnya.

Contoh batuan basa yang didapatkan pada praktikum kali ini yaitu gabro dan

piroksinit

Batuan Beku Ultrabasa:

a) Warna: Batuan beku ultrabasa cenderung memiliki warna yang sangat

gelap, sering kali hitam atau hijau tua yang sangat gelap. Ini disebabkan

oleh kandungan mineral besi yang tinggi.


b) Tekstur: Batuan beku ultrabasa memiliki tekstur yang lebih bervariasi

dibandingkan dengan batuan beku basa. Mereka dapat mengandung

fenokristal besar, vesikularitas (rongga udara), atau tekstur serpentinisasi

yang khas.

c) Kekerasan: Batuan ini biasanya cukup keras, tetapi perubahan mineral

yang terkait dengan serpentinisasi dapat membuatnya menjadi lebih

lembut dan mudah dipengaruhi.

d) Amigdaloidal: Batuan beku ultrabasa sering mengandung amigdaloidal,

yaitu rongga-rongga yang terisi dengan mineral sekunder seperti zeolit

atau kalsit. Amigdaloidal biasanya lebih mudah terlihat pada batuan

ultrabasa daripada pada batuan beku basa

Contoh batuan beku ultrabasa yang ditemukan pada praktikum kali ini yaitu

peridotit, dunit dan basalt porphyri amigdaloidal.

2. Hubungan antara karakteristik dengan genesa pada batuan beku basa dan

ultrabasa dipengaruhi oleh :

a) Komposisi Kimia:

Batuan beku basa mengandung mineral utama seperti plagioklas, piroksin,

dan olivin. Mereka memiliki komposisi yang lebih kaya akan silika (SiO2)

daripada batuan beku ultrabasa. Sedangkan batuan beku ultrabasa

mengandung mineral utama seperti olivin, piroksin, dan serpentin, dengan

sedikit atau tanpa plagioklas. Mereka memiliki komposisi yang sangat

rendah dalam silika (SiO2) dan lebih kaya akan besi (Fe) dan magnesium

(Mg).
b) Suhu dan Tekanan:

Batuan beku basa terjadi pada suhu yang lebih tinggi dalam kerak bumi,

tetapi pada tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan batuan beku

ultrabasa. Magma basa cenderung berasal dari mantel bumi dan naik ke

atas dengan cepat. Sedangkan batuan beku ultrabasa terjadi pada suhu

yang sangat tinggi dalam mantel bumi yang dalam dan pada tekanan yang

sangat tinggi. Magma ultrabasa dapat berasal dari zona mantel yang jauh

lebih dalam dibandingkan dengan magma basa.

c) Lingkungan Geologis:

Batuan beku basa cenderung terbentuk di lingkungan geologis yang lebih

dangkal, seperti di dalam batolit, dataran basaltik, atau pada batas lempeng

tektonik di mana litosfer terkupas. Sedangkan batuan beku ultrabasa

cenderung terbentuk di dalam mantel bumi yang sangat dalam atau pada

kondisi geologis yang terkait dengan proses subduksi, di mana litosfer

lempeng tektonik akan tenggelam ke dalam mantel.

d) Tekstur Mineral dan Vesikularitas:

Batuan beku basa memiliki tekstur yang sering kali homogen, dengan

mineral-mineral yang sulit dibedakan dengan mata telanjang. Vesikularitas

(rongga udara) jarang terjadi dalam batuan basa. Sedangkan batuan beku

ultrabasa dapat memiliki tekstur yang lebih bervariasi, termasuk tekstur

porfirik dengan fenokristal besar, atau tekstur serpentinisasi yang khas.

Vesikularitas seringkali terjadi dalam batuan ultrabasa.

5.2 Saran untuk praktikkan


Adapun saran untuk praktikkan yaitu :

1. Disiplin Waktu

2. Mematuhi tata tertib laboratorium

3. Menghargai kakak-kakak asisten

DAFTAR PUSTAKA

Ehlers, E.G. and Blatt, H. 1982. Petrology Igneous, Sedimentary and

Metamorphic. W. H. Freeman, New York. 732

Fenton, C.L & Fenton M.A. 1940. The Rock Book. New York: Double day

HMG. Responsi Geologi Dasar. Unpad. Bandung.

Meirawaty, Mira, Rosmalia Dita Nugraheni dan Cahyaningratri prima

Riyandhani. (2021). Mineralogi. Banyumas: Zahira Media Publisher.

Suharno. 2010. Geologi untuk Geofisika. Unila. Bandar Lampung

Anda mungkin juga menyukai