Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Batuan Beku

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah
jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan
atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai
batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai
batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair
ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya,
proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut:
kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari
700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di
bawah permukaan kerak bumi.

Gambar 2.1 Singkapan batuan beku vulkanik, Sukabumi, Indonesia

Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun (1947),
Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar
terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500–2.5000C dan bersifat
mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Dalam
magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air, CO2,
chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas
magma, dan non-volatile (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral yang lazim
dijumpai dalam batuan beku.
Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke
permukaan bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal
dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat
(magma), oleh NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan Bowen’s
Reaction Series. Dalam mengidentifikasi batuan beku, sangat perlu sekali
mengetahui karakteristik batuan beku yang meliputi sifat fisik dan komposisi
mineral batuan beku.

2.2 Batuan Beku Dalam

Magma yang. membeku di bawah permukaan, pendinginannya sangat lambat


(dapat sampai jutaan tahun), memungkinkan tumbuhnya kristal-kristal yang besar
dan sempurna, menjadi tubuh batuan beku intrusif. Tubuh batuan beku dalam
mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam, karena magma dapat menguak
batuan di sekitarnya, atau menerobos melalui rekahan. Bentuk-bentuk yang
memotong struktur batuan sekitarnya (diskordan) adalah batolit, stock, dyke
(korok) dan jenjang volkanik (volcanic neck). Sedangkan bentuk yang sejajar
dengan struktur batuan sekitarnya (konkordan) adalah sill, lakolit dan lopolit.
Akibat proses geologi, baik gaya endogen maupun gaya eksogen, lapisan
batuan penutupnya tererosi, batuan beku dalam meskipun terbentuk jauh di bawah
permukaan bumi, dapat tersingkap di permukaan bumi.

2.3 Batuan Beku Luar

Magma yang mencapai permukaan bumi me1alui rekahan atau lubang


kepundan gunungapi, sebagai erupsi, mendingin dengan cepat dan membeku
menjadi batuan beku luar. Keluarnya magma di permukaan bumi melalui rekahan
dinamakan erupsi linier atau fissure eruption. Pada umumnya magma basaltik yang
viskositasnya rendah, sehingga dapat mengalir di sekitar rekahan, menjadi
hamparan lava basalt atau plateau basalt. Sedangkan yang keluar melalui lubang
kepundan dinamakan erupsi sentral. Magma dapat mengalir melalui lereng, sebagai
aliran lava atau tersembur ke atas bersama gas-gas sebagai piroklastik, atau rempah
gunungapi.
Lava terdapat dalam berbagai bentuk dan jenis, tergantung pada komposisi
magmanya dan tempat atau lingkungan dimana pembekuannya terjadi. Apabila
membeku di bawah permukaan air terbentuklah lava bantal (pillow lava), sesuai
dengan namanya, bentuknya mirip dengan bantal.

2.4 Tekstur

Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar


mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-mineral dengan
massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan. Tekstur pada batuan beku
umumnya ditentukan oleh tiga hal yang penting, yaitu:

2.4.1 Kristalinitas

Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu
terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk
menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk
kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Apabila
magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya kasar.
Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan
tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya
berbentuk amorf. Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi,
yaitu:
1. Holokristalin, yaitu batuan beku di mana semuanya tersusun oleh kristal.
Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin
yang telah membeku di dekat permukaan.
Gambar 2.2 Granit bertekstur Holokristalin

2. Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan
sebagian lagi terdiri dari massa kristal.

Gambar 2.4 Basalt bertekstur Hipokristalin

3. Holohyalin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas.
Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill, atau
sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.

Gambar 2.5 Obsidian bertekstur Holohyalin

2.4.2 Granularitas

Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku.


Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
1. Fanerik/fanerokristalin

Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain secara
megaskopis dengan mata biasa. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan
menjadi:
 Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
 Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5 mm.
 Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.
 Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari 30 mm.

2. Afanitik

Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat dibedakan dengan mata biasa
sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat
tersusun oleh kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisis mikroskopis dapat
dibedakan:
 Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati dengan
bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.
 Kriptokristalin, apabila mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil untuk
diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara
0,01 – 0,002 mm.
 Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.

3. Bentuk Kristal

Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat
batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk
kristal, yaitu:
 Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.

 Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
 Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:
 Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
 Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi
yang lain.
 Prismitik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua dimensi
yang lain.
 Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.

2.4.3 Hubungan Antar Kristal

Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi didefinisikan sebagai


hubungan antara kristal/mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan.
Secara garis besar, relasi dapat dibagi menjadi dua,

1. Equigranular

Yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk batuan


berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka equigranular
dibagi menjadi tiga, yaitu:

2. Inequigranular

Yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan tidak sama
besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau
matrik yang bisa berupa mineral atau gelas. Apabila kristal-kristal penyusun massa
dasar dapat terlihat jelas dengan mata atau lup maka disebut Faneroporfiritik, dan
apabila kristal penyusun massa dasar tidak dapat terlihat dengan mata atau lup maka
disebut Faneroafanitik

2.5 Struktur Batuan Beku

Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan


lapisan yang jelas/umum dari lapisan batuan.

 Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik
bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.
 Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang
tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang dapat
dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment sample), yaitu:
 Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak
menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen
lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.
 Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh
keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut
menunjukkan arah yang teratur.
 Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-
lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
 Amigdaloidal, yaitu struktur di mana lubang-lubang gas telah terisi oleh
mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.
 Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan batuan
lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.
 Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-struktur
yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan (fracture)
dan pembekuan magma, misalnya: columnar joint (kekar tiang), dan sheeting
joint (kekar berlembar).

2.6 Komposisi Nineral Batuan Beku

Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku, cukup dengan


mempergunakan indeks warna dari batuan kristal. Atas dasar warna mineral sebagai
penyusun batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
 Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari
mineral kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.
 Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap,
terutama biotit, piroksen, amphibol dan olivin.
2.7 Klasifikasi Batuan Beku

Tabel di bawah merupakan klasifikasi batuan beku yang biasa dipakai di


Indonesia. Untuk detail lebih lanjut lihat Diagram QAPF.

Tabel. 1.1 Klasifikasi batuan beku

Komposisi

Keterjadian Felsik Intermediet Mafik Ultramafik

Intrusif Granit Diorit Gabro Peridotit

Extrusif Riolit Andesit Basal Komatit

Silikat penting pembentuk batuan

Felsic Intermediate Mafik Ultramafik

Berbutir kasar Granit Diorit Gabro Peridotit

Berbutir menengah Diabas

Berbutir halus Riolit Andesit Basal Komatit

Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan cara terjadinya, kandungan


SiO2 (C.L. Hugnes, 1962. Dengan demikian dapat ditentukan nama batuan yang
berbeda-beda meskipun dalam jenis batuan yang sama, menurut dasar
klasifikasinya.
 Batuan beku asam, apabila kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya adalah
riolit.
 Batuan beku intermediate, apabila kandungan SiO2 antara 52% - 66%.
Contohnya adalah dasit.
 Batuan beku basa, apabila kandungan SiO2 antara 45% - 52%. Contohnya
adalah andesit.
 Batuan beku ultra basa, apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%. Contohnya
adalah basalt.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sampel 1

Foto 3.1 Granodiorit

Sampel dengan nomor urut 1 dan nomor peraga BB 03, jenis batuan beku asam
dalam keadaan segar berwana abu-abu dan dalam keadaan lapuk berwarna kuning
kecokelatan. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas hipokristalin yang berarti
tersusun dominan mineral kristal daripada mineral gelas, serta granularitas
porphyroafanitik yang artinya mineral berbutir halus dan kasar dominan gelas.
Batuan ini memiliki butir berbentuk subhedral dan relasi atau batas antar mineral,
yaitu equigranular yang berarti dapat terlihat batas yang jelas antar mineral dengan
struktur masif. Batuan ini tersusun biotit 10%, piroksen 30% dan kuarsa 40%,
dengan struktur masiv atau pejal. Berdasarkan klasifikasi Fenton (1940) nama
batuan tersebut adalah Granodiorit.
3.2 Sampel 2

Foto 3.2 Gabro Porphyri

Sampel dengan nomor urut 2 dan nomor peraga BB 52, jenis batuan beku ultra
basa dalam keadaan segar berwana abu-abu gelap dan dalam keadaan lapuk
berwarna kuning kecokelatan. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas hipokristalin
yang berarti tersusun atas mineral kristal, serta granularitas yaitu faneroporphyritik
yang artinya mineral berbutir halus dan kasar dominan kristal. Batuan ini memiliki
butir berbentuk subhedral-euhedral dan relasi atau batas antar mineral, yaitu
inequigranular yang berarti tidak dapat terlihat batas yang jelas antar mineral
dengan struktur masif. Batuan ini tersusun plagioklas 20%, piroksen 70% dan biotit
10%. Berdasarkan klasifikasi Fenton (1940) nama batuan tersebut adalah Gabro
Porphyri.
3.3 Sampel 3

Foto 3.3 Dasit

Sampel dengan nomor urut 3, nomor sampel BB8, jenis batuan beku asam
dalam keadaan segar berwana putih kehijauan dan dalam keadaan lapuk berwarna
cokelat. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas hipokristalin yang berarti tersusun
mineral kristal, serta granularitas yaitu faneroporphyritik yang artinya mineral
berbutir halus dan kasar sedang dominan kristal. Batuan ini memiliki butir
berbentuk subhedral dan relasi atau batas antar mineral, yaitu equigranular yang
berarti batas yang jelas antar mineral. Batuan ini tersusun plagioklas 20%, biotit
10% dan plagioklas 70%, dengan struktur masif. Berdasarkan klasifikasi Fenton
(1940) nama batuan tersebut adalah Dasit.
3.4 Sampel 4

Foto 3.4 Granit

Sampel dengan nomor urut 4 dan nomor peraga BB5, jenis batuan beku asam
dalam keadaan segar berwana abu-abu dan dalam keadaan lapuk berwarna cokelat.
Batuan ini memiliki tingkat kristalitas hipokristalin yang berarti tersusun atas
dominan mineral kristal dan mineral gelas, serta granularitas yaitu porphyroafanitik
berbutir kasar dan yang halus dominan gelas. Batuan ini memiliki butir berbentuk
subhedral dan relasi atau batas antar mineral, yaitu inequigranular yang berarti tidak
dapat terlihat batas yang jelas antar mineral. Batuan ini tersusun kuarsa 40%,
piroksen 50%, dan biotit 15%, dengan struktur massif. Berdasarkan klasifikasi
Fenton (1940) nama batuan tersebut adalah Granit.
3.5 Sampel 5

Foto 3.5 Diorit Porphiry

Sampel dengan nomor urut 5 dan nomor peraga BB12, jenis batuan beku
intermediet dalam keadaan segar berwana abu-abu kehitaman dan dalam keadaan
lapuk berwarna cokelat. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas hipokristalin yang
berarti tersusun atas dominan mineral kristal dan mineral gelas, serta granularitas
atau keseragaman butir yaitu porphyriafanitik yang artinya terdapat mineral
berbutir kasar dan yang halus dominan gelas. Batuan ini memiliki butir berbentuk
subhedral dan relasi atau batas antar mineral, yaitu inequigranular yang berarti tidak
dapat terlihat batas yang jelas antar mineral. Batuan ini tersusun piroksen 35%,
plagioklas 15%, dan hornblende 40%, dengan struktur masif. Berdasarkan
klasifikasi Fenton (1940) nama batuan tersebut adalah Diorit Porphiry.
3.6 Sampel 6

Foto 3.6 Basalt

Sampel dengan nomor urut 6 dan nomor peraga 9B.BUB06, jenis batuan beku
basa dalam keadaan segar berwana abu-abu kehitaman dan dalam keadaan lapuk
berwarna cokelat. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas holohyalin yang berarti
tersusun mineral gelas, serta granularitas yaitu afanitik yang artinya terdapat
mineral berbutir halus. Batuan ini memiliki butir berbentuk anbhedral dan relasi
atau batas antar mineral, yaitu inequigranular yang berarti tidak dapat terlihat batas
yang jelas antar mineral. Batuan ini tersusun piroksen 50%, biotit 20%, plagioklas
10% dan massa dasar 20%, dengan struktur masif. Berdasarkan klasifikasi Fenton
(1940) nama batuan tersebut adalah Basalt.
3.7 Sampel 7

Foto 3.7 Granit

Sampel dengan nomor urut 7 dan nomor peraga BB3, jenis batuan beku asam
dalam keadaan segar berwana putih abu-abu dan dalam keadaan lapuk berwarna
kuning kecokelatan. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas holokristalin yang
berarti tersusun mineral kristal, serta granularitas yaitu faneritik yang artinya
terdapat mineral berbutir kasar. Batuan ini memiliki butir berbentuk euhedral dan
relasi atau batas antar mineral, yaitu equigranular yang berarti dapat terlihat batas
yang jelas antar mineral. Batuan ini tersusun piroksen 10%, , plagioklas 20% dan
kuarsa 70%, dengan struktur masif. Berdasarkan klasifikasi Fenton (1940) nama
batuan tersebut adalah Granit.
3.8 Sampel 8

Foto 3.8 Andesit

Sampel dengan nomor urut 8 dan nomor peraga BB14, jenis batuan beku basa
dalam keadaan segar berwana abu-abu dan dalam keadaan lapuk berwarna cokelat.
Batuan ini memiliki tingkat kristalitas holohyalin yang berarti tersusun mineral
gelas, serta granularitas yaitu afanitik yang artinya terdapat mineral berbutir halus.
Batuan ini memiliki butir berbentuk anhedral dan relasi atau batas antar mineral,
yaitu inequigranular yang berarti dapat tidak terlihat batas yang jelas antar mineral.
Batuan ini tersusun piroksen 10%, , plagioklas 20% dan massa dasar 70%, dengan
struktur masif. Berdasarkan klasifikasi Fenton (1940) nama batuan tersebut adalah
Andesit.
3.9 Sampel 9

Foto 3.9 Gabro

Sampel dengan nomor urut 9 dan nomor peraga BB4, jenis batuan beku basa
dalam keadaan segar berwana abu-abu kehitaman dan dalam keadaan lapuk
berwarna cokelat. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas holokritalin yang berarti
tersusun mineral kristal, serta granularitas yaitu faneritik yang artinya terdapat
mineral berbutir kasar. Batuan ini memiliki butir berbentuk euhedral dan relasi atau
batas antar mineral, yaitu equigranular yang berarti dapat terlihat batas yang jelas
antar mineral. Batuan ini tersusun piroksen 40%, , plagioklas 20% dan biotit 40%,
dengan struktur masif. Berdasarkan klasifikasi Fenton (1940) nama batuan tersebut
adalah Gabro.
3.10 Sampel 10

Foto 3.10 Andesit Porphyri

Sampel dengan nomor urut 10 dan nomor peraga BB1, jenis batuan beku basa
dalam keadaan segar berwana abu-abu kemerahan dan dalam keadaan lapuk
berwarna cokelat. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas hipokristalin yang berarti
tersusun mineral gelas dan kristal, serta granularitas yaitu faneroporphyritik yang
artinya terdapat mineral berbutir kasar dan halus dominan kristal. Batuan ini
memiliki butir berbentuk subhedral dan relasi atau batas antar mineral, yaitu
inequigranular yang berarti dapat tidak terlihat batas yang jelas antar mineral.
Batuan ini tersusun piroksen 40%, , plagioklas 20% dan biotit 40%, dengan struktur
masif. Berdasarkan klasifikasi Fenton (1940) nama batuan tersebut adalah Andesit
Porphyri.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini, yaitu:
1. Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah
jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras,
dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai
batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai
batuan ekstrusif (vulkanik).
2. Karateristik batuan beku asam : biasanya merupakan batuan yang berwarna
terang, karena komposisi mineralnya yang dominan adalah mineral-mineral
felsik sedangkan batuan beku basa relatif gelap. Tekstur pada batuan beku
asam plutonik relatif sama. Yang membedakannya adalah komposisi
mineral penyusun dan strukturnya.

4.2 Saran
Sebaiknya praktikum dilaksakan tepat waktu sesuai demgam jadwal yang
disepakti Bersama agar tidak menggagu jadwal yanga lain.

Anda mungkin juga menyukai