Anda di halaman 1dari 10

PAPER PRAKTIKUM

PETROLOGI
ANALISIS PETROLOGI BATUAN BEKU






LABORATORIUM MINERALOGI, PETROLOGI DAN
PETROGRAFI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
OKTOBER 2012
Disusun Oleh :
Putra Fajar Febrianto
21100111140085
ANALISIS PETROGENESA
BATUAN BEKU

Magma adalah material silikat alami yang berada di dalam bumi
khususnya di mantel bagian atas atau litosfer bagian bawah yang bersifat cair pijar
dengan suhu berkisar 900
o
1100
o
C. Sebagian besar komponen penyusun bumi di
bawah kerak bumi adalah material pijar yang bersifat cair dan panas dengan
komposisi utama adalah silikat. Semakin dalam, suhu dan tekanan semakin tinggi.
Seperti halnya air yang sedang di rebus, magma di dalam bumi selalu bergejolak,
bagian yang paling panas mengalir ke bagian yang lebih rendah suhunya.
Fenomena inilah yang disebut sebagai arus konveksi. Arus konveksi pada mantel
bumi inilah yang menyebabkan pergerakan lempeng dan kerak bumi. Logika ini
menjadi salah satu pijakan teori tektonik lempeng.
Kerak bumi menumpang di atas mantel. Pada kerak terdapat retakan-
retakan dan zona-zona lemah yang memungkinkan sebagian kecil dari mantel atas
menerobos keluar ke permukaan bumi. Lubang tempat keluarnya magma ke
permukaan bumi disebut gunung api (volcano). Gunung api tidak harus berupa
gunuk batu yang menjulang tinggi. Lubang kecil ditengah lapangan bola-pun jika
menjadi tempat keluarnya lava maka lubang itu disebut gunung api. Bentukan
gunung api yang umumnya mengerucut dan menjulang tinggi disebabkan oleh
akumulasi atau tertumpuknya material hasil erupsi dalam waktu yang lama di
sekeliling pusat erupsi.
Material silikat cair pijar yang masih di dalam bumi disebut magma.
Adapun magma yang sudah keluar di permukaan bumi disebut lava.
Sedangkan lahar adalah material gunung api, baik debu, pasir, maupun bongkah
batu yang terbawa oleh air. Magma dan lava bersifat sangat panas karena
merupakan yang membara. Sedangkan lahar tidak selalu panas bahkan bisa jadi
dingin. Magma menerobos kerak bumi, membeku sebagian di dalam perut bumi
menjadi batuan beku intrusi, dan di sebagian tempat lain keluar sebagai lava,
meleleh di puncak gunung api, atau muncrat dan membeku di udara menjadi
batuan vulkanik yang beraneka ragam ukuranya; bongkah, kerikil, pasir hingga
debu. Di lereng-lereng hingga kaki gunung api bongkah, kerikil dan debu gunung
api diendapkan. Ketika datang hujan deras, air menyapu dan menghanyutkan
debu, pasir, kerikil dan menyeret bongkah-bongkah tersebut. Material debu, pasir,
kerikil dan bongkah hasil erupsi gunug api yang terseret air inilah yang disebut
dengan lahar. Lahar bisa jadi panas jika hujan datang sesaat ketika gungung api
meletus dan hasil erupsinya belum sempat mendingin. Lahar bisa pula bersifat
dingin jika hujan datang setelah material-material vulkanik mendingin, beberapa
hari atau beberapa bulan setelah erupsi.
Magma membeku pada suhu tertentu seiring dengan perjalannya
menerobos ke permukaan bumi. Pada saat masih di tempat yang sangat dalam
magma akan membeku dengan lambat karena proses pendinginanya juga lambat.
Semakin dekat ke permukaan bumi pebekuan magma akan berlangsug semakin
cepat, ketika di permukaan bumi maka tentunya pembekuan berlangsung sangat
cepat. Cepat lambatnya pembekuan magma berpengaruh pada tekstur batuan beku
yang terbentuk. Magma yang membeku dengan sangat lambat akan membentuk
batuan dengan ukuran kristal penyusunya yang besar-besar. Sebaliknya jika
magma membeku degan cepat maka kristal yang terbentuk akan berukuran kecil
dan sangat kecil sampai tidak berbentuk jika pembekuanya sangat cepat.
Pengertian tekstur batuan mengacu pada kenampakan butir-butir mineral
yang ada di dalamnya, yang meliputi tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk
butir, granularitas, dan hubungan antar butir (fabric). Jika warna batuan
berhubungan erat dengan komposisi kimia dan mineralogi, maka tekstur
berhubungan dengan sejarah pembentukan dan keterdapatannya. Tekstur
merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum,dan sesudah kristalisasi.
Pengamatan tekstur meliputi :
Tingkat Kristalisasi
Tingkat kristalisasi pada batuan beku tergantung dari proses pembekuan
itu sendiri. Bila pembekuan berlangsung lambat maka akan terdapat cukup
energi pertumbuhan kristal pada saat melewati perubahan dari fase cair ke fase
padat sehingga akan terbentuk kristal-kristal yang berukuran besar. Bila
penurunan suhu relatif cepat maka kristal yang dihasilkan kecil-kecil dan tidak
sempurna. Apabila pembekuan magma terjadi sangat cepat maka kristl tidak
akan terbentuk karena tidak ada energi yang cukup untuk pengintian dan
pertumbuhan kristal sehingga akan dihasilkan gelas.
Tingkat kristalisasi batuan beku dapat dibagi menjadi :
1. Holokristalin, jika mineral dalam batuan semua berbentuk kristal.
2. Hipokristalin, jika sebagian berbentuk kristal sedangkan yang lain
berbentuk mineral gelas.
3. Holohyalin, hampir seluruh mineral terdiri dari gelas. Pengertian gelas
disini adalah mineral yang tidak mengkristal atau amorf.

Ukuran Kristal
Ukuran kristal merupakan sifat tekstural yang mudah dikenali.
Ukuran kristal dapat menunjukkan tingkat kristalisasi pada batuan.
Tabel 1.1 Kisaran harga ukuran kristal dari berbagai sumber
Cox, Price, Harte W.T.G Heinric
Halus <1 mm <1 mm <1 mm
Sedang 1 5 mm 1 5 mm 1 10 mm
Kasar > 5 mm 5 30 mm 10 30 mm
Sangat Kasar > 30 mm > 30 mm

Granularitas
Dalam Batuan beku, granularitas menyangkut derajat kesamaan ukuran
butir dari kristal penyusun batuan. Pada batuan beku non-fragmental,
granularitasdapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu :
1. Equigranular
Disebut equigranular apabila memiliki ukuran butir yang seragam. Tekstur
equigranular dibagi lagi menjadi:
1. Fanerik granular. Bila mineral kristal mineral dapat dibedakan dengan
mata telanjang dan berukuran seragam. Contoh : granit, gabbro.
2. Afanitik. Apabila kristal mineral sangat halus sehingga tidak dapat
dibedakkan dengan mata telanjang. Contoh : basalt.
2. Inequigranular
Disebut inequigranular bila ukuran krisral pembentuknya tidak seragam.
Tekstur ini dibagi menjadi:
1. Faneroporfiritik. Bila kristal mineral yang besar (fenokris) dikelilingi
kristal mineral yang lebih kecil (massa dasar) dan dapat dikenali
dengan mata telanjang. Contoh : diorit porfir.
2. Porfiroafanitik. Bila fenokris dikelilingi oleh masa dasar yang afanitik.
Contoh : andesit porfir.
3. Gelasan (glassy)
Batuan beku dikatakan memiliki tekstur gelasan apabila semuanya
tersusun atas gelas.
Antara fenokris dan massa dasar terdapat perbedaan ukuran butir
yang menyolok.
Fenokris : Mineral yang ukuran butirnya jauh lebih besar dari
mineral lainnya.Biasanya merupakan mineral sulung, dengan
bentuk subhedral hingga euhedral.
Massa dasar : Mineral-mineral kecil yang berada di sekitar
fenokris.

Bentuk Kristal
Untuk kristal yang mempunyai ukuran cukup besar dapat dilihat
kesempurnaan bentuk kristalnya. Hal ini dapat memberi gambaran
mengenai proses kristalisasi mineral pembentuk batuan. Bentuk kristal
dibedakan menjadi:
a) Euhedral : Apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oeh
bidang yang jelas.
b) Subhedral : Apabila bentuk kristal tidak sempurna dan hanya
sebagian saja yang dibatasi bidan kristal.
c) Anhedral : Apabila bidang batas tidak jelas.

Komposisi Mineral
Berdasarkan mineral penyusunnya batuan beku dapat dibedakan
menjadi empat, yaitu :
Kelompok Granit Rhyolit
Berasal dari magma yang bersifat asam, tersusun oleh mineral
kuarsa, ortoklas, plagioklas Na, terkadang terdapat hornblende,
biotit, muskovit dalam jumlah kecil.
Kelompok Diorit Andesit
Berasal dari magma yang bersifat intermediet, terusun oleh
mineral plagiokklas, hornblende, piroksen, dan kuarsa biotit,
ortoklas dalam jumlah kecil.
Kelompok Gabbro Basalt
Tersusun dari magma basa dan terdiri dari mineral-mineral
olivin, plagioklas Ca, piroksen dan hornblende.
Kelompok UltraBasa
Terutama tersusun oleh olivin, dan piroksen. Minera lain yang
mungkin adalah plagioklas Ca dalam jumlah sangat kecil.

Klasifikasi batuan beku secara genetika didasarkan pada tempat
terbentuknya. Batuan beku berdasarkan genesa dapat dibedakan menjadi:
1. Batuan Beku Intrusif (membeku dibawah permukaan).
Proses batuan beku intrusif sangat berbeda dengan dengan kegiatan batuan
vulkanik, karena perbedaan dari tempat terbentuknya dari kedua jenis ini.
Menurut Graha (1987) tiga prinsip dari tipe bentuk intrusi batuan beku, bentuk
dasar dari geometri adalah:
a. Bentuk Tidak Beraturan
Pada umumnya berbentuk diskordan (memotong dari lapisan massa
batuan) dan biasanya memiliki bentuk yang jelas dipermukaan bumi. Penampang
melintang dari tubuh pluton (intrusi dengan bentuk tidak beraturan)
memperlihatkan bentuknya yang besar dan kedalamnaya tidak diketahui batasnya.
Contoh batuan yang berbentuk seperti ini adalah batolit, singkapan
dipermukaan memiliki luas sampai 100 km persegi. Sedangkan contoh lainya
adalah stok, hampir sama sifatnya tetapi berbeda ukurannya

b. Bentuk Tabular
Intrusi berbentuk tabular mempunyai dua bentuk yang berbeda,
yaitu dike (retas) mempunyai bentuk diskordan (tubuh intrusi memotong dari
lapisan masa batuan) dan Sill mempunyai bentuk konkordan (tubuh intrusi sejajar
dengan lapisan batuan). Dike adalah intrusi yang memotong batuan induk, kadang
kontak hampir sejajar. Kenampakan di lapangan dike dapat berukuran sangat kecil
dan dapat pula berukuran sangat besar. Sedangkan sill adalah batuan beku yang
diintrusikan diantara dan sepanjang lapisan batuan sedimen, dengan ketebalan dari
beberapa mm sampai beberapa km. Contoh lainya adalah lakolit dan lapolit.

c. Bentuk Pipa
Tipe ketiga dari tubuh intrusi, relative memilki tubuh yang kecil, hanya
pluton-pluton diskordan. Bentuk yang khas dari grup ini adalah intrusi-intrusi
silinder atau pipa. Sebagian besar merupakan sisa dari korok suatu gunungapi tua,
biasa disebut vulkanik nek (teras gunungapi). Kenampakanya dilapangan
berbentuk silinder, berukuran besar tetapi kedalamannya tidak diketahui.

2. Batuan Beku Ekstrusif (membeku di permukaaan).
Batuan ekstrusif terdiri atas semua material yang dikeluarkan ke
permukaan bumi baik di daratan ataupun di bawah permukaan laut. Material ini
mendingin dengan cepat,ada yang berbentuk padat, debu atau suatu larutan yang
kental dan panas, cairan ini biasa disebut dengan lava. Lava merupakan magma
yang telah keluar dari kerak bumi. Ada 2 tipe magma yaitu magma asam dan
magma basa. Magma basa mengandung silika yang rendah dan viskositas relatif
rendah. Magma basa yang telah keluar ke permukaan bumi sebagai lava basaltis.
Sedangkan magma asam memilki kandungan silika yang tinggi
dan viskositas relatif tinggi.
Sedangkan campuran antara batuan dengan butiran halus yang sering
berasosiasi dengan batuan vulkanik disebut batuan piroklastik. Percampuran
dari fragmen batuan yang besar dengan lava dan debu vulkanik, sehingga
membentuk agglomerate. Dan dari butiran halus seperti debu dan fragmen
batuan maka akan membentuk tuff.
Selain pembagian di atas, batuan beku berdasarkan genesa juga dapat
dibagi menjadi 3 kelompok (Subroto1984), yaitu :
a. Batuan Beku Volkanik
Yang merupakan hasil proses vulkanisme, produknya biasanya
mempunyai ukuran kristal yang relative halus karena membeku dipermukaan
atau di dekat permukaan bumi. Batuan beku volkanik dibagi menjadi batauan
beku volkanik intrusif, batuan beku volkanik ekstrusif yang sering disebut
dengan batuan beku fragmental dan batuan beku volkanik efusif.
b. Batuan beku plutonik
Terbentuk dari proses pembekuan magma yang jauh didalam bumi,
mempunyai kristal yang berukuran kasar.
c. Batuan beku hipabisal
Yang merupakan produk intrusi minor, mempunyai kristal berukuran
sedang atau campuran antara halus dan kasar.

Dalam pembekuan magma, berlangsung reaksi-reaksi kimia di antara
unsur-unsur yang terkandung dalam magma. Komposisi kimia magma sangat
kompleks. Magma tersusun oleh 10 unsur kimia dominan, yaitu Silika (Si),
Titanium (Ti), Aluminium (Al), Besi (Fe), Magmesium (Mg), Kalsium
(Ca), Natrium (Na), Kalium (K), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Unsur-unsur
kimia tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan berupa oksida yaitu SiO2,
TiO2, Al2O3, FeO, MgO, CaO, Na2O, K2O dan H2O.
Secara umum, SiO2 adalah yang paling dominan, menyusun lebih dari 50
% berat magma. Kemudian, Al2O3, FeO, MgO, CaO menyusun 44 % berat
magma, dan sisanya Na2O, K2O, TiO2 dan H2O menyusun 6 % berat magma.
Namun demikian perlu disadari bahwa kelimpahan unsur-unsur tersebut sangat
bervariasi. Beda tempat, beda benua, beda gunung, rasio unsur-unsur penyusun
magmapun berbeda-bedatergantung pada karakter komposisi magma.
Magma tersusun oleh unsur yang beraneka ragam sehingga magma
membeku membentuk kristal yang beraneka macam warna dan bentuk.
Pembekuan magma membentuk kristal-kristal mellui reaksi kimia yang memiliki
pola tertentu terkait dengan sifat kimiawi masing-masing unsur penyusunnya.
Tiap-tiap unsur memiliki kecenderungan membeku pada suhu dan tekanan
tertentu dan bereaksi mengikat unsur tertentu. Kecenderungan-kecenderungan
tersebut telah dipelajari dan dirangkum menjadi sebuah pola sederhana yang
dikenal dengan Deret Reaksi Bown Bown Reaction Series. Lihat gambar di
bawah ini :



Pada skema di atas terdapat dua seri pembentukan mineral. Olivin,
Piroksen, Hornblenda dan Biotit terdapat pada seri discontinue. Ini adalah seri
mineral kaya Fe dan Mg (Feromagnesian). Pada seri ini unsur Fe dan Mg bersama
unsur-unsur yang lain dalam magma pada suhu tinggi akan cenderung membentuk
Olivin, selanjutnya seiring dengan penurunan suhu akan terbentuk mineral-
mineral Feromagnesian yang lain. Adapun pada sisi kanan Deret Reaksi Bowen
terdapat rangkaian pembentukan mineral plagioklas yang disebut dengan
seri continue. Seri Continue artinya magma dari suhu tertinggi hingga suhu
terendah akan terus menerus membentuk mineral plagioklas, dan sepanjang
pembentukkanya akan terus terjadi substitusi antara unsur Ca dan Na. Pada suhu
yang tinggi cenderung dominan terbentuk Ca Plagioklas, sebaliknya pada suhu
yang semakin lebih redah akan semakin dominan Na Plagioklas. Adapun SiO2
pada suhu tinggi masih belum banyak berpartisipasi membentuk mineral,
sehingga semakin rendah suhunya larutan magma akan semakin di dominasi oleh
SiO2. Magma setelah membentuk mineral-mineral olivin, piroksen akan semakin
didominasi SiO2 dan semakin bersifat asam.
Magma asli bersifat basa. Maka semakin dekat dengan sumbernya (mantel
atas) magma semakin bersifat basa. Semakin menjauh ke permukaan magma
menjadiintermediet atau bahkan asam. Batuan beku yang terbentuk pun mengikuti
posisi di mana terjadinya pembekuan magmanya. Batuan yang kaya akan mineral
olivin dan piroksen adalah batuan beku basa, sebaliknya semakin kaya SiO2
batuan masuk kategori intermediet dan asam. Klasifikasi didasarkan pada
kandungan SiO2 pada batuan (C.J. Hughes, 1962) :
- Batuan beku asam kandungan SiO2 > 66%
- Batuan beku intermedier kandungan SiO2 52% 66%
- Batuan beku basa kandungan SiO2 45% 52%
- Batuan beku ultrabasa kandungan SiO2 < 45%

Penampakan fisik dan komposisi mineral batuan beku sangat bervariasi.
Dari hal tersebut, maka penggolongan (klasifikasi) batuan beku ini
dapat didasarkan atas faktor-faktor tersebut di at as . Kondi s i
l i ngkungan pada s aat kr i s t al i s as i dapat di per ki r akan dar i s i f at
dan s us unan dar i but i r an mi ner al ya ng bi as a di s ebut s ebagai
t eks t ur . J adi kl as i f i kas i bat uan beku s er i ng di das ar kan pada
t eks t ur dan kompos i s i ki mi anya.
.

Anda mungkin juga menyukai