Anda di halaman 1dari 61

MODUL PRAKTIKUM GEOLOGI DASAR

SEMESTER GANJIL
2021/2022

Oleh

Aldika Rizkiano (1815051029)


Arsy Nurrochman (1815051017)
Bilal Anargya Putra (1915051036)
Dicky Pramana Agung (1855051003)
Suwandi Rahman (1815051045)
Nishrina Nadhifa (1855051001)
Restu Wildanu Ahadi (1915051045)
Vivi Putri Yuliatama (1815051007)

LABORATORIUM TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
LAMPUNG
2021
I. BATUAN BEKU

1. Landasan Teori

Batuan beku merupakan batuan yang terbentuk dari magma yang membeku
dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai
batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan
ekstrusif (vulkanik). Magma merupakan zat cair/pijar yang merupakan
senyawa silikat dan biasanya berada dibawah kondisi tekanan dan suhu
yang tinggi di dalam bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi karena
adanya proses kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan
komposisi.

A. PROSES TERJADINYA BATUAN BEKU

Gambar 1.1 Siklus batuan (sumber: opentextbc.ca)

Apabila diperhatikan dari siklus batuan di atas, batuan beku


(igneous rock) terbentuk dari magma yang mendingin lalu
membeku. Magma ini berasal dari batuan setengah cair ataupun
oleh batuan yang sudah ada sebelumnya, baik yang berada di
mantel maupun di kerak bumi. Secara umum, proses pelelehan
tersebut
terjadi pada salah satu proses dari kenaikan temperatur, penurunan tekanan,
ataupun perubahan komposisi. Selanjutnya untuk proses pembentukan batuan
beku ini juga terkadang tergantung pada jenis batuan bekunya masing- masing.
Beberapa jenis batuan beku dan proses pembentukannya antara lain:

a. Batuan beku dalam atau batuan plutonik terbentuk karena pembekuan


yang terjadi di dalam dapur magma secara perlahan- lahan sekali
sehingga tubuh batuan terdiri dari kristal- kristal besar. Contoh dari
batuan ini adalah batuan granit, batuan peridotim, dan juga batuan gabro.
b. Batuan beku gang atau korok, proses terjadi batuan ini pada celah- celah
antar lapisan di dalam kulit bumi. Proses pembekuan ini berjalan lebih
cepat sehingga di samping kristal besar terdapat pula banyak kristal
kecil. Contoh dari batuan jenis ini antara lain batu granit porfir
c. Batuan beku luar atau batuan lelehan, proses terbentuknya batuan ini
adalah ketika gunung api menyemburkan lava cair pijar. Pembekuan ini
terjadi tidak hanya di sekitar kawah gunung api saja, namun juga di
udara. Proses pembekuan ini berlangsungsingkat dan hampir tidak
mengandung kristal (armorf).

B. Klasifikasi Batuan Beku


Dasar untuk mengelompokan batuan beku yang terutama adalah kriteria tentang
komposisi mineral dan tekstur. Kriteria ini tidak saja berguna untuk pemerian
batuan, akan tetapi juga untuk menjelaskan asal kejadian batuan.
Banyak sekali klasifikasi yang dapat dipakai, yang penting untuk diketahui untuk
kriteria mineralogi adalah:

- Kehadiran Mineral Kwarsa


Kwarsa adalah mineral utama pada batuan felsik, dan merupakan mineral
tambahan pada batuan menengah atau mafik.

- Komposisi dari Felspar


K-Felspar dan Na-Felspar adalah mineral-mineral utama pada batuan felsik,
tetapi jarang atau tidak terdapat pada batuan menengah atau mafik. Ca-
Plagioklas adalah mineral karakteristik batuan mafik.

- Proporsi Mineral Feromagnesia (Fe-Mg)


Sebagai batasan umum, batuan mafik kaya akan mineral Fe-Mg, dan batuan
felsik kaya akan kwarsa. Olivin umumnya hanya terdapat pada batuan mafik.
Piroksen dan amfibol hadir pada batuan mafik sampai menengah. Biotit
umumnya terdapat pada batuan menengah sampai felsik.
Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi batuan beku, sebagai berikut:
1. Berdasarkan Sifat Kimia atau Komposisi Kimia
Berdasarkan sifat kimia atau komposisi kimia dibagi menjadi 3 jenis, antara
lain:

a. Asam
Batuan beku asam adalah batuan yang terbentuk dari pembekuan magma secara
ekstrusif atau hasil pembekuan di daerah permukaan dimana proses pembekuan
berada di daerah vulkanik (di permukaan bumi), proses pembekuan sangat cepat
dengan temperature yang tinggi sehingga umumnya butiran pada batuan beku
basa lebih halus dan berwarna terang (felsik) dengan indeks color <20%. Batuan
beku asam memiliki kandungan silica >65%. Contoh yang digunakan pada batuan
beku asam adalah granite dan granodiorite. Keduanya merupakan batuan beku
intrusif. Tekstur pada kedua batuan tersebut adalah coarse-grained. Mineral
penyusunnya adalah kuarsa, potassium feldspar, plagioclase feldspar, sodium,
biotite, muscovite, dan amphibole. Warna batuan ini tidak begitu gelap,
cenderung terang dengan presentase 0-25%. Berat jenis granit 2,67 dan berat jenis
granodiorite 2,72.

b. Basa
Batuan beku basa adalah batuan yang terbentuk langsung dari pembekuan magma
dimana proses pembekuan berada di daerah plutonik (di bawah permukaan
bumi ), proses pembekuan sangat lambat dengan temperature yang rendah
sehingga umumnya butiran pada batuan bekubasa lebih kasar, jarang
memperlihatkan struktur visikular (lubang-lubang gas) dan berwarna gelap
(mafik). Batuan beku basa memiliki kandungansilica 45-52%. Batuan beku basa
biasanya berwarna gelap karena ia memiliki kandungan mineral ferromagnesium.
Memiliki berat jenis sekitar 2,9-3,2 (Blyth & Freitas,1984). Mineral yang
menyusunnya ialah pyroxene, plagioclas feldspar, kalsium, dan olivine (Lutgens
& Tarbuck, 2012). Tekstur batuan tergantung pada proses pembentukan
batuannya. Contoh batuan beku basa adalah gabro, basalt, dan dolerite.

c. Intermediet
Batuan beku intermediet vulkanik adalah batuan yang terbentuk dari pembekuan
magmasecara ekstrusif atau hasil pembekuan di daerah permukaan dimana proses
pembekuan berada di daerah vulkanik (di permukaan bumi ), proses pembekuan
sangat cepat dengan temperature yang tinggi sehingga umumnya butiran pada
batuan ini lebih halus dan berwarna Medium gray or medium green
(Intermediate) dengan indeks color 20% – 40%. Komposisi mineralnya antara
lain yaitu : Amphibole, Plagioclase, Feldspar, Pyroxene(mineral khusus). Batuan
intermediet yang biasa kita kenal adalah andesit dan diorite. Andesit adalah
batuan vulkanik menengah dalam komposisi antara basal dan granit. Hal ini
umumnya abu-abu atau hijau dan terdiri dari plagioklas dan mineral gelap
(biasanya biotit, amphibole, atau piroksen).
2. Berdasarkan Proses Terbentuknya
Berdasarkan proses terbentuknya dibagia menjadi dua jenis, antara lain:
a. Ekstrusif
Batuan ekstrusi terdiri atas semua material yang dikeluarkan dari dalam bumi
kepermukaan baik di daratan maupun di bawah permukaan laut. Batuan akan
mendingin dengan proses sangat cepat, sebagian berbentuk padat, debu atau
suatu larutan yang kental dan panas, dikenal dengan sebutan lava. Batuan
ekstrusi selalu berkaitan dengan jalur gunungapi yang masih aktif maupun
sudah mati.

b. Intrusif
Batuan intrusi adalah batuan yang terbentuk jauh di bawah permukaan bumi
yang berasal dari cairan magma dengan proses pembekuannya berjalan lambat
dan perlahan sehingga menghasilkan butiran kristal berukuran kasar. Bentuk
dari intrusi dapat dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain tubuh pluton
memiliki bentuk intrusi yang tidak beraturan berukuran sangat besar sampai
puluhan kolimeter dengan ukuran kristal sangat kasar sampai mega kristal.
Intrusi berbentuk tabular mempunyai dua bentuk yang berbeda, yaitu dike
(retas) memotong arah lapisan batuan sedang sill searah lapisan batuan.

C. Tekstur Batuan Beku

Perbedaan lokasi pembekuan tersebut membuat perbedaan terhadap tekstur


batuan beku dan jenis batuannya. Tekstur adalah hubungan antara massa mineral
dengan massa gelas yang membentuk massa yang merata dari batuan. Faktor
utama yang berperan dalam pembentukan tekstur pada batuan beku adalah
kecepatan pembekuan magma.

A. Derajat Kristalisasi = Proporsi massa kristal dengan massa gelas dalam batuan.
1. Holokristalin : Batuan beku dimana semua susunannya teridiri dari kristal.
2. Hipokristalin : Batuan beku yang terdiri dari massa gelas dan massa kristal.
3. Holohialin : Batuan beku dimana semua susunannya teridiri dari massa gelas.

B. Granularitas = Ukuran butir kristal dalam batuan beku.


1. Fanerik : Kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain
secara megaskopis. Ukuran butir 1-30 mm menunjukkan pembekuan yang
lambat. Contoh: granit, diorite, gabro.
2. Afanitik: Besar Kristal tidak dapat dibedakan dengan mata biasa. Ukuran butir
<1 mm menunjukkan pembekuan yang cepat. Contoh: basalt, riolit, andesit.
3. Porphyritic: Ukuran kristal-kristalnya bermacam-macam. Contoh: granit
porfir, andesit porfir, basalt porfir.
C. Kemas
a. Bentuk Kristal/bentuk butir mineral
Ditinjau dari pandangan dua dimensi, terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Euhedral : butiran mineral mempunyai bidang kristal sempurna.
2. Subhedral : butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang kristal yang
sempurna.
3. Anhedral : butiran mineral mempunyai bidang kristal tidak
sempurna. Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk
kristal, yaitu:
1. Equidimensional : bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
2. Tabular : bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi yang lain.
3. Prismitik : bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua dimensi yang lain.
4. Irregular : bentuk kristal tidak teratur

b. Relasi merupakan hubungan antara kristal satu dengan lainnya dalam suatu
batuan dari segi ukuran
1. Equigranular: Bila secara relatif ukuran kristalnya mempunyai ukuran sama
besar.
2. Inequigranular: Bila secara relatif ukuran kristalnya mempunyai ukuran tidak
sama besar

D. STRUKTUR BATUAN BEKU


Struktur Batuan adalah gambaran tentang kenampakan atau keadaan batuan,
termasuk di dalamnya bentuk atau kedudukannya. Struktur batuan umumnya
diamati melalui ciri-ciri batuan dalam berskala besar, yang dapat diamati di
lapangan, seperti perlapisan, lineasi, kekar-kekar, dan vesikularitas.
Struktur pada batuan beku memiliki 2 jenis berdasarkan tempat pembekuannya
yaitu Struktur Batuan Intrusif dan Ekstrusif.
a. Struktur Batuan Beku Intrusif
Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya
berlangsung dibawah permukaan bumi. berdasarkan kedudukannya terhadap
perlapisan batuan yang diterobosnya struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi
menjadi dua yaitu konkordan dan diskordan.
Struktur batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan disekitarnya
(Konkordan) memiliki bentuk struktur berupa:
1. Sill, berupa lembaran dan sejajar dengan perlapisan batuan.
2. Laccolith, Berupa Kubah(Dome) dengan perlapisan batuan yang asalnya datar
menjadi melengkung akibat penerobosan tubuh batuan ini, laccolith diameter
berkisar 2-4 mil dan memiliki kedalaman ribuan meter.
3. Lapolith, Berupa Kubah(Dome) dengan perlapisan batuan yang asalnya datar
menjadi cembung ke bawah, lapolith diameter lebih besar dari laccolith dan
memiliki kedalaman ribuan meter.
4. Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin yang telah
terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith berkisar antara ratusan sampai
ribuan kilometer

Struktur batuan beku intrusif yang memotong perlapisan batuan disekitarnya


(Diskordan) memiliki bentuk struktur berupa:
1. Dite, berbentuk memanjang (tabular) dengan ketebalannya dari beberapa
sentimeter sampai puluhan kilometer dan panjang ratusan meter.
2. Batolith, tubuh batuan yang memiliki ukuran sangat besar yaitu > 100 km2 dan
membeku pada kedalaman yang besar.
3. Stock, tubuh batuan yang mirip batolith dengan ukuran yang lebih kecil.

b. Struktur Batuan Beku Ekstrusif


Struktur batuan beku ekstrusif terbentuk akibat proses pembekuannya
berlangsung dipermukaan bumi, batuan beku ekstrusif ini yaitu lava yang
memiliki berbagia struktur yang memberi petunjuk mengenai proses yang terjadi
pada saat pembekuan lava tersebut, struktur ini diantaranya:
1. Masif, struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang terlihat seragam.
2. Sheeting Joint, struktur batuan beku yang terlihat sebagai lembaran atau
lapisan.
3. Columnar Joint, struktur yang memperlihatkan batuan terpisah poligonal
seperti batang-batang balok.
4. Pillow Lava, Struktur yang berbentuk bantal.
5. Veskular, Struktur yang memperlihatkan lubang-lubang pada batuan beku yang
terjadi akibat perlepasan gas.
6. Amigdaloidal, struktur vesikular yang kemudian terisi oleh mineral lain seperti
kalsit, kuarsa atau zeoli.

E. Komposisi Mineral

Mineral merupakan bahan anorganik yang bersifat padat dan merupakan elemen
penyusun batuan. Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku, dapat
mempergunakan indeks warna dari batuan kristal. Berdasarkan warna mineral
sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari
mineral kuarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.
2. Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap, terutama biotit, piroksen,
amfibol dan olivin.

Berdasarkan mineral penyusunnya batuan beku dapat dibedakan menjadi 4 yaitu:

a) Kelompok Granit –Riolit


Berasal dari magma yang bersifat asam,terutama tersusun oleh mineral-
mineral kuarsa ortoklas, plaglioklas Na, kadang terdapat
hornblende,biotit,muskovit dalam jumlah yang kecil.
b) Kelompok Diorit – Andesit
Berasal dari magma yang bersifat intermediet,terutama tersusun atas
mineral- mineral plaglioklas, Hornblande, piroksen dan kuarsa
biotit,orthoklas dalam jumlah kecil.
c) Kelompok Gabro – Basalt
Tersusun dari magma yang bersifat basa dan terdiri dari mineral-mineral
olivine,plaglioklas Ca,piroksen dan hornblende.
d) Kelompok Ultra Basa
Tersusun oleh olivin dan piroksen.mineral lain yang mungkin adalah
plagliokals Ca dalam jumlah kecil.

Mineral-mineral yang banyak dijumpai pada batuan beku,

 Olivine

Olivine adalah kelompok mineral silikat yang tersusun dari unsur besi (Fe)
dan magnesium (Mg). Mineral olivine memiliki warna hijau dengan kilap
gelas dan terbentuk pada lingkungan temperatur yang tinggi. Mineral ini
pada umumnya dijumpai pada batu basalt dan ultrabasa. Batuan yang seluruh
mineral pembentuknya adalah olivine adalah Dunite.

 Amphibole

Amphibole adalah kelompok mineral silikat yang berstruktur prismatik atau


kristal yang menyerupai jarum. Mineral amphibole umumnya mengandung
besi (Fe), magnesium (Mg), kalsium (Ca) dan aluminium (Al), silika (Si) dan
oksigen (O). Mineral ini berwarna hijau kehitaman dan banyak dijumpai
pada batuan beku dan batuan metamorf.

 Biotite

Biotite merupakan mineral mika berbentuk pipih dengan kristal berlembar.


Mineral mika memiliki kekerasan yang lunak dan bisa digores dengan buku.

 Mica

Mica adalah kelompok mineral silikat dengan komposisi bervariasi dari


potassium, magnesium, iron, aluminium, silikon dan air.

 Kuarsa
Kuarsa adalah satu dari mineral yang umum banyak dijumpai pada kerak
bumi. Mineral ini tersusun atas Silika dan Oksida, memiliki warna putih,
kilap kaca dan belahan tidak teratur.

 Feldspar

Feldspar adalah kelompok mineral tektosilikat pembentuk batuan di kerak


Bumi. Felspar mengkristal dari magma pada batuan beku intrusif dan
ekstrusif dalam bentuk urat, dan juga terdapat dalam berbagai jenis batuan
metamorf.

 Piroksen

Piroksen adalah sebuah kelompok mineral inosilikat yang banyak ditemukan


pada batuan beku dan batuan metamorf. Strukturnya terdiri dari rantai
tunggal silika tetrahedral dan mengkristal monoklinik dan ortorombik.

F. WARNA
Perbedaan warna yang terjadi pada batuan beku pada umumnya dipengaruhi oleh
komposisi mineral penyusun batuan tersebut dan sifat asam basanya. Batuan yang
mengandung banyak mineral warna gelap disebut ultramafik, contoh batuan
peridotit yang membentuk selubung bumi. Batuan biasa yang berwarna gelap
disebut mafik, contoh: batuan basalt dan gabro. Batuan yang berwarna muda
disebut felsik,contoh:granit.

Berdasarkan warna batuannya,batuan beku terbagi menjadi 2, yaitu :

1. Batuan beku yang berwarna terang, biasanya terdiri dari mineral-mineral


ringan, mudah pecah, kaya silikat sehingga tergolong batuan
bersifatasamsilikat.
2. Batuan beku yang berwarna gelap, biasanya terdiri dari mineral-mineral berat,
sukar pecah, kandungan silikat terang tetapi kaya dengan mineral-mineral
ferro- magnesia karena itu bersifat basa atau matik (dari kata magnesium dan
ferrik)
Selain itu Berdasarkan indeks warna/komposisi mineral gelapnya (mafic), maka
batuan beku
terbagi atas:
1. Leucocratic: batuan beku dengan kandungan mineral mafic berkisar 0-30%
2. Mesocratic: batuan beku dengan kandungan mineral mafic berkisar 30-60%
3. Melanocratic: batuan beku dengan kandungan mineral mafic berkisar 60-90%.
4. Hypermelanic: batuan beku dengan kandungan mineral mafic berkisar 90-
100%
Tabel 1. Klasifikasi Batuan Beku

G. Tujuan Praktikum
a) Mahasiswa dapat mengetahui proses terbentuknya batuan sedimen
b) Mahasiswa mampu menentukan dan mendeskripsikan batuan sedimen
c) Mahasiswa mampu mengetahui proses sedimentasi sebagai proses
pembentukan batuan sedimen

H. Prosedur praktikum
a. Ambil 3 sampel batuan beku
b. Dicatat nomor sampel batuan
c. Diamati jenis batuan lalu dicatat dalam tabel deskripsi
d. Diamati dan dicatat tekstur pada sampel batuan
e. Diamati komposisi mineral batuan
f. Diamati warna
g. Tentukan nama batuan yang diamati
h. Hasil pengamatan dicatat di lembar kerja pada lampiran
I. LEMBAR KERJA

No. Jenis batuan Tekstur Komposisi mineral Warna Nama


Batuan
II. BATUAN SEDIMEN

1. Landasan teori
Batuan Sedimen merupakan batuan endapan yang berasal dari bahan rombakan batuan
asal atau material-material lepas dari proses-proses secara fisis, biologi, ataupun secara
kimia. Material urai ini tertransport oleh air, angin, dan gaya gravitasi ketempat yang
lebih rendah (cekungan), dan diendapkan sebagai endapan. Sedimen yang terakumulasi
tersebut mengalami proses litifikasi atau proses pembentukan batuan. Proses yang
berlangsung adalah kompaksasi dan sementasi yang mengubah sedimen menjadi batuan
sedimen. Setelah menjadi batuan sifatnya berubah menjadi keras dan kompak.

A. PROSES TERJADINYA BATUAN SEDIMEN


Secara umum, proses terjadinya batuan sedimen melalui tiga tahapan berikut :
1. Batuan menjadi Sedimen – Pelapukan (disintegrasi dan dekomposisi) batuan beku,
batuan metamorf, atau pun batuan sedimen di permukaan.
2. Sedimentasi Sedimen – Erosi, pengangkutan, dan pengendapan sedimen.
3. Sedimen menjadi Batuan – Diagenesa (kompaksi dan litifikasi) sedimen menjadi
batuann sedimen

Urutan proses pembentukan batuan Sedimen:

1. Pelapukan (Weathering)
Pelapukan adalah proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah pada
dan/atau dekat permukaan bumi yang disebabkan karena proses fisik, kimia dan/atau
biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan asal (source) dari batuan sedimen dan
tanah (soil). Kiranya penting untuk diketahui bahwa proses pelapukan akan
menghacurkan batuan atau bahkan melarutkan sebagian dari mineral untuk kemudian
menjadi tanah atau diangkut dan diendapkan sebagai batuan sedimen klastik.
Pelapukan di bagi menjadi 3 yaitu
a. Pelapukan fisika adalah disintegrasi atau pecahnya batuan/material penyusun
bumi tanpa merubah komposisi mineral nya.
b. Pelapukan kimiawi adalah dekomposisi mineral akibat reaksi dengan air (the
universal solvent) yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur internal
mineral karena adanya unsur yang hilang atau bertambah.
c. Pelapukan biologi adalah aksi organisme yang merupakan kombinasi proses
pelapukan fisika dan kimiawi.
2. Erosi dan Transportasi
Setelah batuan mengalami pelapukan, batuan-batuan tersebut akan pecah menjadi
bagian yang lebih kecil lagi sehingga mudah untuk berpindah tempat. Berpindahnya
tempat dari partikel-partikel kecil ini disebut erosi. Proses erosi ini dapat terjadi
melalui beberapa cara:
a. Akibat grafitasi: akibat adanya grafitasi bumi maka pecahan batuan yang ada
bias langsung jatuh ke permukaan tanah atau menggelinding melalui tebing
sampai akhirnya terkumpul di permukaan tanah.
b. Akibat air: air yang melewati pecahan-pecahan kecil batuan yang ada dapat
mengangkut pecahan tersebut dari satu tempat ke tempat yang lain. Salah satu
contoh yang dapat diamati dengan jelas adalah peranan sungai dalam
mengangkut pecahan-pecahan batuan yang kecil ini.
c. Akibat angin: selain air, angin pun dapat mengangkut pecahan-pecahan batuan
yang kecil ukurannya seperti halnya yang saat ini terjadi di daerah
gurun.Akibat glasier: sungai es atau yang sering disebut glasier seperti yang
ada di Alaska sekarang juga mampu memindahkan pecahan-pecahan batuan
yang ada

3. Deposisi / Pengendapan
Pecahan-pecahan batuan yang terbawa akibat erosi tidak dapat terbawa selamanya.
Seperti halnya sungai akan bertemu laut, angin akan berkurang tiupannya, dan juga
glasier akan meleleh. Akibat semua ini, maka pecahan batuan yang terbawa akan
terendapkan. Proses ini yang sering disebut proses pengendapan. Selama proses
pengendapan, pecahan batuan akan diendapkan secara berlapis dimana pecahan yang
berat akan diendapkan terlebih dahulu baru kemudian diikuti pecahan yang lebih
ringan dan seterusnya. Proses pengendapan ini akan membentuk perlapisan pada
batuan yang sering kita lihat di batuan sedimen saat ini.

4. Lithifikasi
Litifikasi adalah proses perubahan material sediment menjadi batuan sediment yang
kompak. Misalnya, pasir mengalami litifikasi menjadi batupasir. Seluruh proses yang
menyebabkan perubahan pada sedimen selama terpendam dan terlitifikasi disebut
sebagai diagenesis. Diagenesis terjadi pada temperatur dan tekanan yang lebih tinggi
daripada kondisi selama proses pelapukan, namun lebih rendah daripada proses
metamorfisme.

5. Kompaksi
Pada saat perlapisan di batuan sedimen terbentuk, tekanan yang ada di perlapisan
yang paling bawah akan bertambah akibat pertambahan beban di atasnya. Akibat
pertambahan tekanan ini, air yang ada dalam lapisan lapisan batuan akan tertekan
sehingga keluar dari lapisan batuan yang ada. Proses ini sering disebut kompaksi.
6. Sementasi
Pada saat yang bersamaan pula, partikel-partikel yang ada dalam lapisan mulai
bersatu. Adanya semen seperti lempung, silika, atau kalsit diantara partikel- partikel
yang ada membuat partikel tersebut menyatu membentuk batuan yang lebih keras.
Proses ini sering disebut sementasi. Setelah proses kompaksi dan sementasi terjadi
pada pecahan batuan yang ada, perlapisan sedimen yang ada sebelumnya berganti
menjadi batuan sedimen yang berlapis-lapis. Batuan sedimen seperti batu pasir, batu
lempung, dan batu gamping dapat dibedakan dari batuan lainnya melalui adanya
perlapisan, butiran-butiran sedimen yang menjadi satu akibat adanya semen, dan juga
adanya fosil yang ikut terendapkan saat pecahan batuan dan fosil mengalami proses
erosi, kompaksi dan akhirnya tersementasikan Bersama sama.

B. KLASIFIKASI BATUAN SEDIMEN


Batuan sedimen diklasifikasikan menjadi batuan sedimen klastik dan non klastik
Batuan sedimen klastik terdiri atas: karbonat dan silika, sedangkan batuan sedimen
non klastik terdiri atas karbonat, evaporit, silika dan batubara.
1. Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen klastik terbentuk sebagai akibat pengendapan kembali rombakan
batuan asal, baik batuan beku, batuan metamorf ataupun batuan sedimen yang lebih
tua. Adapun fragmentasi batuan asal dimulai dari pelapukan, baik mekanik maupun
kimiawi, lalu tererosi, tertransportasi dan terendapkan pada cekungan pengendapan
lalu mengalami proses Diagenesa yaitu proses perubahan-perubahan pada
temperatur rendah yang meliputi Kompaksi, Sementasi, Rekristalisasi, Autigenesis,
dan Metasomatisme. Sebagian besar Batuan dari kelompok ini memiliki lebih dari
satu mineral penyusun. Berikut merupakan penggolongan batuan sedimen klastik:
a. Golongan silika
1) Breksi (Breccia)
Berukuran butir lebih besar dari 2 mm, dengan fragmen menyudut,
umumnya terdiri dari fragmen batuan hasil rombakan yang tertanam
dalam masa dasar yang lebih halus dan tersemenkan. Bahan penyusun
dapat berupa bahan dari proses vulkanisme yang disebut breksi volkanik.

2) Konglomerat (Conglomerate)
Berukuran butir lebih besar dari 1/16 mm - 2 mm. Dapat dikelompokkan
menjadi, Batupasir halus, sedang dan kasar. Jenis-jenis batupasir
ditentukan oleh bahan penyusunannya misalnya ; “Greywacke” yaitu
batupasir yang banyak mengandung material volkanik. “Arkose”, yaitu
batupasir yang banyak mengandung felspar dan kwarsa.
Kadang-kadang komposisi utama dipakai untuk penamaannya misalnya;
Batupasir kwarsa, “Kalkarenit” yaitu hampir keseluruhannya terdiri dari
butiran gamping.
3) Batupasir
Merupakan batuan endapan yang terutama terdiri dari mineral atau butiran
batuan berukuran pasir (1/16 mm -2 mm). Sebagian besar batu pasir
terbentuk oleh kuasa atau felspar Karang mineral mineral tersebut paling
banyak terdapat di kulit bumi dimana batu pasir tersebut dapat
dikelompokkan menjadi batu pasir halus sedang maupun kasar.

4) Batulanau
Berukuran butir antara 1/256 – 1/16 mm ,perbedaan dengan batupasir atau
batu lempung hanya perbedaan besar butirnya.

5) Batulempung
Berukuran butir sangat luas,lebih kecil dari 1/256 mm. Umumnya terdiri
dari mineral-mineral lempung. Perbedaan kompisisinya dapat dicirikan
dari warnanya.

b. Golongan karbonat
Batuan sedimen klastik karbonat adalah batuan sedimen klastik yang
merupakan hasil rombakan dari batugamping klasik maupun non klastik yang
sudah ada sebelumnya seperti pada batuan sedimen klastik lainnya meskipun
komposisi mineral penyusunnya keseluruhannya berupa mineral karbonat
maka penamaannya juga didasarkan pada ukuran butiran material
penyusunnya.yaitu:
Kalsilutit
Pakan buatan gampai klastik yang ukuran butirnya kurang dari 1 per 16
mm atau identic dengan batulanau maupun batulempung.
Kalkarenit
Merupakan batuan Gamping klasik yang ukuran butiran material
penyusunnya lebih dari 1 per 16 mm atau bisa dikatakan identik dengan
batupasir.
Kalsirudit
Kalsirudit merupakan batugamping klastik yang ukuran butir material
penyusunnya lebih dari 2 mm atau identik dengan kolongmerat ataupun
breksi.

2. Batuan Sedimen Non Klastik


Batuan sedimen non klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk oleh proses
kimiawi atau aktivitas organisme atau gabungan keduanya. Proses
pembentukannya melalui presipitasi langsung dari larutan atau air yang
membentuk batuan sedimen kimiawi maupun tumbuhan dan binatang yang
mengekstraksi mineral terlarut dari air laut untuk pembentukan tangkainya yang
kemudian membentuk batuan sedimen biokimia serta sisa-sisa tumbuhan yang
banyak mengandung karbon membentuk batuan sedimen organik. Sebagian besar
material pembentuk batuan ini terbentuk di tempat.
Penggolongan Batuan Sedimen Non Kastik
a. Golongan karbonat
Secara umum dinamakan Batugamping Karena komposisi utamanya adalah
mineral kalsit dan juga termasuk pada kelompok ini adalah dolomit dimana
sumber utama batu gamping adalah Terumbu yang berasal dari kelompok
binatang laut. Batugamping non klasitik (Sedimen kimiawi) Terdiri atas
Batugamping Terumbu dan Batu gamping Kristalin di mana bahan penyusun
batu gamping terumbu terdiri dari coral dan ganggang yang saling mengikat
satu sama lainnya hasil penguapan larutan yang banyak mengandung kalsium
yang membentuk kristal kalsit yang bisa berubah menjadi Dolomit.
b. Golongan Evaporit
Umumnya Batuan ini terdiri dari mineral dan merupakan nama dari batuan
tersebut misalnya:

- Anhidrit
- Gypsum
- Halit

c. Golongan silika
Terdiri dari batuan yang diendapkan pada lingkungan laut dalam yang bersifat
kimiawi dan kadang-kadang juga berasosiasi dengan organisme seperti halnya
radiolaria dan Diatomea. Contoh batuan ini adalah: Rijang, Radiolarit, Tanah
Diatomea

d. Batubara
Termasuk dari sisa tumbuhan yang telah mengalami proses tekanan dan
pemanasan. Dapat dibedakan jenisnya berdasarkan kematangannya dan variasi
komposisi Carbon dan Hidrogen :

- Gambut (peat) = 54% C - 5% H


- Batubara muda = 67% C - 6% H
- Batubara (Coal) = 78% C - 6% H
- Antrasit = 91% C - 3% H
Gambar 2.1. Klasifikasi batuan sedimen

C. TEKSTUR BATUAN SEDIMEN


Tekstur merupakan kenampakan batuan dalam skala kecil. Tekstur pada batuan
sedimen beragam, namun pada umumnya terbagi menjadi :
1. Tekstur Pada Batuan Sedimen Klastik
a. Besar butir (grain size)
Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan
yang dipakai adalah “skala Wentworth”.
Gambar 2.2. skala wentworth
b. Pemilahan (Sorting)
Pemilahan adalah tingkat keseragaman besar butir. Istilah-istilah yang dipakai
adalah “terpilah baik” (butir-butir sama besar), “terpilah sedang dan
“terpilah buruk.

Gambar 2.3. perbandingan pemilahan

c. Kebundaran (roundness)
Kebundaran adalah tingkat kelengkungan dari setiap fragmen/butiran. Istilah-
istilah yang dipakai adalah
- membundar baik (well rounded)
- membundar (rounded)
- membundar tanggung (sub rounded)
- menyudut tanggung (sub angular)
- menyudut (angular)
Gambar 2.4. Perbandingan kebundaran

d. Kemas (Fabric)
Kemas adalah sifat hubungan antar butir di dalam suatu masa dasar atau
diantara semennya. Istilah-istilah yang dipakai adalah “kemas terbuka”
digunakan untuk butiran yang tidak saling bersentuhan, dan kemas tertutup”
untuk butiran yang saling bersentuhan

e. Porositas
Porositas adalah perbandingan antara jumlah volume rongga dan volume
keseluruhan dari satu batuan. Dalam hal ini dapat dipakai istilah-istilah
kualitatif yang merupakan fungsi daya serap batuan terhadap cairan. Porositas
ini dapat diuji dengan meneteskan cairan. Istilah-istilah yang dipakai adalah
Porositas sangat baik” (very good), “baik” (good) “sedang” (fair) “buruk”
(poor)

f. Semen dan Masa Dasar


Semen adalah bahan yang mengikat butiran. Semen terbentuk pada saat
pembentukan batuan, dapat berupa silika, karbonat, oksida besi atau mineral
lempung. Masa dasar (matrix) adalah masa dimana butiran/fragmen berada
dalam satu kesatuan. Masa dasar terbentuk bersama-sama fragmen pada saat
sedimentasi, dapat berupa bahan semen atau butiran yang lebih halus.

2. Tekstur Pada Batuan Sedimen Non Klastik


Tekstur pada batuan sedimen non klastik dibedakan menjadi :
a. Kristalin
Terdiri dari kristal-kristal yang interlocking.
b. Amorf
Terdiri dari mineral yang tidak membentuk kristal-kristal atau metamorf
D. STRUKTUR SEDIMEN
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal dari batuan
sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan energi
pembentuknya Kenampakan struktur dalam batuan sedimen hanya dapat dilihat dalam
skala besar. Kebanyakan sedimen tertransport oleh arus yang akhirnya diendapkan,
sehingga ciri utama batuan sedimen adalah berlapis. Batas antara satu lapis dengan
lapis lainnya disebut bidang perlapisan. Bidang perlapisan dapat terjadi akibat adanya
perbedaan: warna, besar butir, komposisi mineral, dan atau jenis batuan antara dua
lapis. Terjadinya struktur-struktur sedimen disebabkan oleh mekanisme pengendapan
dan kondisi serta lingkungan pengendapan tertentu. Beberapa struktur yang dapat
diamati diantaranya:
1. Perlapisan
Perlapisan adalah bidang kemasan waktu yang dapat ditunjukkan oleh
perbedaann besar butir atau warna dari bahan penyusunannya. Jenis perlapisan
beragam dari sangat tipis (laminasi) sampai sangat tebal.
2. Perlapisan bersusun (graded bedding)
Merupakan susunan perlapisan dari butir yang kasar berangsur menjadi halus
pada satu satuan perlapisan. Struktur ini dapat dipakai sebagai petunjuk bagian
bawah dan bagian atas dari perlapisan tersebut. Umumnya butir yang kasar
merupakan bagian bawah (bottom) dan butiran yang halus merupakan bagian atas
(top).
3. Perlapisan silang-siur (cross bedding)
Merupakan bentuk lapisan yang terpotong pada bagian atasnya oleh lapisan
berikutnya dengan sudut yang berlainan dalam satu satuan perlapisan. Lapisan ini
terutama terdapat pada batupasir.
4. Gelembur gelombang (current ripple)
Bentuk perlapisan bergelombang, seperti berkerut dalam satu lapisan
5. Flute cast
Struktur sedimen berbentuk suling dan terdapat pada dasar suatu lapisan yang
dapat dipakai untuk menentukan arus purba
6. Load cast
Struktur sedimen yang terbentuk akibat pengaruh beban sedimen diatasnya
Gambar 2.5. struktur-struktur pada batuan sedimen

Selain hal yang dapat diamati, terdapat pula struktur yang terdapat pada sedimen
klastik dan non klastik yaitu:
a. Macam-macam struktur sedimen klastik
- Masif
Bila tidak menunjukkan struktur dalam atau ketebalan lebih dari 120 cm.
- Perlapisan Sejajar
Bila menunjukkan bidang perlapisan yang sejajar.
- Laminasi
Perlapisan sejajar yang memiliki ketebalannya kurang dari 1 cm. Terbentuk dari
suspensi tanpa energi mekanis.
- Perlapisan Pilihan
Bila perlapisan disusun oleh butiran yang berubah dari halus ke kasar pada arah
vertikal.
- Perlapisan Silang Siur
Perlapisan yang membentuk sudut terhadap bidang lapisan yang berada di atas
atau dibawahnya dan dipisahkan oleh bidang erosi, terbentuk akibat intensitas
arus yang berubah-ubah.
- Gelembur gelombang,
terbentuk sebagai akibat pergerakan air atau angin
- Rekah kerut ,
rekahan pada permukaan bidang perlapisan sebagai akibat proses penguapan
- Cetak suling ,
cetakan sebagai akibat pengerusan media terhadap batuan dasar
- Cetak beban ,
cetakan akibat pembebanan pada sedimen yang masih plastis.
- Bekas jejak organisme ,
bekas rayapan, rangka, ataupun tempat berhenti binatang
b. Macam-macam struktur batuan sedimen Non klastik:
- Fossiliferous
struktur yang menunjukkan adanya fosil
- Oolitik
struktur dimana fragmen klastik diselubungi oleh mineral non klastik, bersifat
konsentrisdengan diameter kurang dari 2 mm.
- Pisolitik
sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebih dari 2 mm.
- Konkresi
sama dengan oolitik namun tidak konsentris.
- Cone in cone
struktur pada batu gamping kristalin berupa pertumbuhan kerucut per kerucut.
- Bioherm
tersusun oleh organisme murni insitu.
- Biostorm
seperti bioherm namun bersifat klastik.
- Septaria
sejenis konkresi tapi memiliki komposisi lempungan. Ciri khasnya adalah
adanya rekahan-rekahan tak teratur akibat penyusutan bahan lempungan
tersebut karena proses dehidrasi yang semua celah-celahnya terisi oleh mineral
karbonat.
- Goode
Terdapat pada batugamping, berupa rongga-rongga yang terisi oleh Kristal
yang tumbuh ke arah pusat rongga tersebut. Kristal dapat berupa kalsit
maupun kuarsa.
- Styolit
kenampakan bergerigi pada batu gamping sebagai hasil pelarutan.

E. KOMPOSISI MINERAL BATUAN SEDIMEN


Komposisi mineral batuan sedimen klastik dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Fragmen
Fragmen adalah butiran pada batuan yang ukurannya paling besar, biasanya
berupa mineral, dan cangkang fosil atau zat organik lain.
2. Matrik
Matrik adalah butiran pada batuan yang ukurannya lebih kecil dari fragmen dan
terletak sebagai massa dasar.
3. Semen
Semen bukan butir, tetapi material pengisi rongga antar butir dan bahan pengikat
antara fragmen dan matriks.
Gambar 2.6. Komposisi pada batunan sedimen klastik

F. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa dapat mengetahui proses terbentuknya batuan sedimen
2. Mahasiswa mampu menentukan dan mendeskripsikan batuan sedimen
3. Mahasiswa mampu mengetahui proses sedimentasi sebagai proses pembentukan
batuan sedimen

G. PROSEDUR PRAKTIKUM
1. Diambil sampel batuan yang akan dideskripsi
2. Dicatat nomor sampel batuan
3. Diamati jenis batuan lalu dicatat dalam tabel deskripsi
4. Diamati dan dicatat tekstur pada sampel batuan
5. Diamati ukuran butir pada batuan dengan menggunakan pembanding pada komparator
6. Diamati sortasi pada batuan dengan menggunakan bantuan loop
7. Diamati roundness pada batuan dengan menggunakan loop
8. Diamati kemas pada batuan dengan menetesi batuan dengan cairan
9. Diamati dan dicatat komposisi mineral yang terdapat pada sampel batuan
10. Dituliskan nama batuan yang telah dideskripsi
11. Difoto sampel batuan
LAPORAN SEMENTARA
IDENTIFIKASI BATUAN SEDIMEN

No Klasifikasi Tekstur Struktur Komposisi Nama Batuan

Bandar Lampung, 2020

Asisten, Praktikan,
III. BATUAN METAMORF

A. TEORI DASAR

1. Kejadian Batuan Metamorf


Batuan metamorf adalah batuan ubahan yang terbentuk dari batuan asalnya,
berlangsung dalam keadaan padat, akibat pengaruh peningkatan suhu (T) dan
tekanan (P), atau pengaruh kedua-duanya yang disebut proses metamorfisme dan
berlangsung di bawah permukaan. Grout (1932, dalam Soetoto dan Wartono
Rahardjo, 1974: 1) menyebutkan bahwa batuan metamorfik adalah batuan yang
mempunyai sifat-sifat nyata yang dihasilkan oleh proses metamorfisme.
Perubahan dalam batuan metamorfik adlah kristal baru.
Proses metamorfosis meliputi :
- Rekristalisasi.
- Reorientasi
- Pembentukan mineral baru dari unsur yang telah ada sebelumnya.
Proses metamorfisme membentuk batuan yang sama sekali berbeda dengan batuan
asalnya, baik tekstur maupun komposisi mineral. Mengingat bahwa kenaikan
tekanan atau temperatur akan mengubah mineral bila batas kestabilannya
terlampaui, dan juga hubungan antar butiran/kristalnya. Proses metamorfisme tidak
mengubah komposisi kimia batuan. Oleh karena itu disamping faktor tekanan dan
temperatur, pembentukan batuan metamorf ini jika tergantung pada jenis batuan
asalnya.

2. Jenis Metamorfisme
a. Metamorfisme thermal (kontak), terjadi karena aktiftas intrusi magma,
proses yang berperan adalah panas larutan aktif.
b. Metamorfisme dinamis, terjadi di daerah pergeseran/pergerakan yang
dangkal (misalnya zona patahan), dimana tekanan lebih berperan dari pada
panas yang timbul. Seringkali hanya terbentuk bahan yang sifatnya
hancuran, kadang-kadang juga terjadi rekristalisasi.
c. Metamorfisme regional, proses yang berperan adalah kenaikan tekanan
dan temperatur. Proses ini terjadi secara regional, berhubungan dengan
lingkungan tektonis, misalnya pada jalur “pembentukan pegunungan” dan
“zona tunjaman” dsb.

3. Tekstur Batuan Metamorf


Tekstur batuan metamorf ditentukan dari bentuk kristal dan hubungan antar
butiran mineral (gambar 3.1).
a. Homeoblastik, terdiri dari satu macam bentuk, yaitu:
Lepidoblastik, mineral-mineral pipih dan sejajar.
Nematoblastik, bentuk menjarum dan sejajar.
Granoblastik, berbentuk butir.

b. Heteroblastik, terdiri dari kombinasi tekstur homeoblastik.

Gambar 3.1 Tekstur Batuan Metamorfik

4. Struktur Batuan Metamorfik


Struktur pada batuan metamorf yang terpenting adalah “foliasi”, yaitu hubungan
tekstur yang memperlihatkan orientasi kesejajaran. Kadang-kadang foliasi
menunjukkan orientasi yang hampir sama dengan perlapisan batuan asal (bila
berasal dari batuan sedimen), akan tetapi orientasi mineral tersebut tidak ada sama
sekali hubungan dengan sifat perlapisan batuan sedimen. Foliasi juga
mencerminkan derajat metamorfisme.
Jenis-jenis foliasi di antaranya:
a. Gneissic : perlapisan dari mineral-mineral yang membentuk jalur terputus
putus, dan terdiri dari tekstur-tekstur lepidoblastik dan granoblastik.
b. Schistosity, perlapisan mineral-mineral yang menerus dan terdiri dari
selang seling tekstur lepodoblastik dan granoblastik.
c. Phyllitic, perlapisan mineral-mineral yang menerus dan terdiri dari tekstur
lepidoblastik.
d. Slaty, merupakan perlapisan, umumnya terdiri dari mineral yang pipih dan
sangat luas.

Beberapa batuan metamorf tidak menunjukkan foliasi, umumnya masih


menunjukkan tekstur “granulose” (penyusunan mineral)berbentuk butir,
berukuran relatif sama), atau masif. Ini terjadi pada batuan metamorf hasil
metamorfisme dinamis, teksturnya kadang-kadang harus diamati secara langsung
dilapangan misalnya; “breksi kataklastik” dimana fragmen-fragmen yang terdiri
dari masa dasar yang sama menunjukkan orentasi arah; “jalur milonit”, yaitu sifat
tergerus yang berupa lembar/bidang-bidang penyerpihan pada skala yang sangat
kecil biasanya hanya terlihat dibawah mikroskop.

Gambar 3.2 Bagan untuk determinasi batuan metamorf


5. Beberapa batuan metamorf yang penting
a. Foliasi : Batu sabak, sekis, filit, Gneiss, dan amfibolit.
b. Non foliasi : Kuarsit, marmer, grafit, dan serpentinit.

6. Klasifikasi
Untuk mengindentifikasi batuan metamorf, dasar utama yang
dipakai adalah strukturnya (foliasi atau tak berfoliasi), dan
kandungan mineral utamanya atau mineral khas metamorf (lihat
tabel 3.1).

Tabel 3.1 Mineral pembentuk batuan


metamorf

MINERAL HASIL MINERAL KHAS BATUAN


METAMORFOSA METAMORF
Sillimanit
Kwarsa Garnet
Muskovit Kyanit
Plagioklas Korundum
Hornblende Andalusit
Ortoklas Wolastonit
Kalsit Staurolit
Biotit Epidot
Dolomit Talk
Chlotit

B. TUJUAN PERCOBAAN
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi nama batuan metamorf.
2. Mahasiswa dapat memahami serta mengetahui proses terbentuknya batuan
metamorf.
3. Mahasiswa dapat mengidentifikasi mineral utama dan batuan asal.

C. ALAT DAN BAHAN


Adapun alat dam bahan yang digunakan adalah:
1. Beberapa sampel batuan.
2. Lembar kerja.
3. Alat tulis.
4. Kamera (Jika ada).

D. PROSEDUR PERCOBAAN
Langkah kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Ambillah beberapa sampel batuan dan amatilah batuan tersebut!
2. Pengamatan meliputi warna, tekstur, komposisi mineral dan lain-lain.
3. Isilah lembar kerja sesuai dengan pengamatan!
IV. WAKTU GEOLOGI

A. TEORI DASAR
Skala waktu geologi adalah sistem penanggalan bumi yang dipakai untuk
menjelaskan waktu dan hubungan antar peristiwa yang terjadi sepanjang
sejarah bumi. Skala waktu geologi digunakan oleh para ahli geologi dan
ilmuwan untuk menjelaskan waktu dan hubungan antar peristiwa yang
terjadi sepanjang sejarah Bumi.

Pada awal era pembentukan bumi terdapat empat era yaitu era prakambrium,
kemudian era paleozoikum yang terdiri dari zaman kambrium, zaman silur,
zaman devon, zaman karbon dan zaman prem. Kemudian berlanjut ke era
mesozoikum yang terdiri dari zaman trias, zaman jura dan zaman kapur.
Kemudian era berikutnya yaitu era kenozoikum atau era neozoikum yang
terdiri dari zaman tersier dan zaman kwarter. Pada masa sekarang ini bumi
berada pada masa holosen muda. Diperkirakan manusia muncul 2 juta tahun
yang lalu. Pada dasarnya bumi secara konstan berubah dan tidak ada satupun
yang terdapat diatas permukaan bumi yang benar-benar bersifat permanen.
Bebatuan yang berada diatas bukit mungkin dahulunya berasal dari bawah
laut.

B. SKALA WAKTU
Terdapat 2 skala waktu yang dipakai untuk mengukur dan menentukan umur
Bumi. Pertama adalah Skala Waktu Relatif, yaitu skala waktu yang
ditentukan berdasarkan atas urutan perlapisan batuan-batuan serta evolusi
kehidupan organisme dimasa yang lalu. Kedua, Skala Waktu Absolut
(Radiometrik), yaitu suatu skala waktu geologi yang ditentukan berdasarkan
pelarikan radioaktif dari unsur-unsur kimia yang terkandung dalam bebatuan.
Skala relatif terbentuk atas dasar peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
perkembangan ilmu geologi itu sendiri, sedangkan skala radiometri (absolut)
berkembang belakangan dan berasal dari ilmu pengetahuan fisika yang
diterapkan untuk menjawab permasalahan permasalahan yang timbul dalam
bidang geologi.

Berdasarkan skala waktu relatif, sejarah bumi dikelompokkan menjadi Eon


(Masa) yang terbagi menjadi Era (Kurun), Era dibagi-bagi kedalam Period
(Zaman), dan Zaman dibagi bagi menjadi Epoch (Kala).

Untuk menentukan umur geologi, ada empat seri peluruhan parent/daughter


yang biasa dipakai dalam menentukan umur batuan, yaitu: Carbon/Nitrogen
(C/N), Potassium/Argon (K/Ar), Rubidium/Strontium (Rb/Sr), dan
Uranium/Lead (U/Pb).

1. Kurun (Eon)
a. Hadean, berasal dari bahasa Yunani yang berarti dibawah bumi,
merupakan sejarah bumi paling awal dimana tidak ada atau belum
ditemukan rekaman batuan untuk umur ini. Namun bagaimanapun
ada juga batuan dari kurun ini di planet lain, yang batuan keraknya
hanya mengalami sedikit gangguan sejak terbentuknya.
b. Archean, dari bahasa Yunani, artinya purba (ancient). Batuan dari
umur ini masih ada yang dijumpai, merupakan batuan tertua yang
dikenal di bumi, mengandung bentuk kehidupan mikro bersifat
bakteri.
c. Proterozoic, yang berarti awal kehidupan, pada batuan di umur ini
terdapat tanda- tanda bagian yang keras dari organisme bersel banyak
yang tidak tersimpan dengan baik. Data dari kurun Archeandan
Proterozoic tidak sebaik dari umur yang lebih muda, karena
batuannya telah mengalami deformasi, metamorfosisme dan erosi
yang intensif.
d. Phanerozoic, yang dapat diartikan terlihat kehidupan, batuannya
penuh dengan bukti kehidupan berupa bagian yang keras dan
tersimpan dengan baik.

2. Masa (Era)
Kurun Archean dan Proterozoic tidak diketahui sebaik Phanerozoic, yang
dibagi menjadi Paleozoikum (Paleozoic), Mesozoikum (Mesozoic) dan
Kenozoikum (Cenozoic). Nama tersebut mencerminkan tingkat kehidupan.
a. Paleozoic, pada masa ini berkembang dari invertebrate laut sampai
ikan, ampibi dan reptile. Pada masa akhir ini mamalia mulai
berkembang.
b. Mesozoic, saat jayanya dinosaurus, menjadi vertebrata dominan di
darat. Pada akhir masa ini mamalia dan tumbuhan berbunga mulai
berkembang.
c. Cenozoic, mamalia dominan di darat dan tumbuh rerumputan yang
penting bagi makanan mamalia.

3. Zaman (Period)
Masa Phanerozoic dibagi dalam beberapa zaman dengan interval sekitar
100 tahun. Penamaan zaman geologi tidak konsisten. Kebanyakan
berdasarkan geografi dimana lapisan batuannya ditemukan pertama kali,
seperti Jerman, Inggris, Rusia, dan Amerika. Tetapi ada beberapa yang
berdasarkan karakteristik lapisan di tempat dimana studinya pertama kali
dilakukan.
4. Kala (Epoch)
Kala dari zaman Tersier dijabarkan secara bertahap. Charles Lyell
mempelajari lapiasan sedimen laut di cekungan Perancis dan Italia dan
membagi umur lapisan batuan berdasarkan persentase dari fosil-fosil yang
spesiesnya sekarang masih ada.

C. TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Praktikan dapat membaca serta mengerti skala waktu geologi.
2. Praktikan dapat memperkirakan umur suatu perlapisan berdasarkan skala
waktu geologi.

D. ALAT DAN BAHAN


Adapun tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut
1. Skala Waktu Geologi
2. Modul Praktikum

E. PROSEDUR PRAKTIKUM
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mempelajari pembaan skala waktu geologi
3. Menentukan umur perlapisan berdasarkan skala waktu geologi
V. PETA GEOLOGI

A. TEORI DASAR
Peta geologi adalah gambaran tentang keadaan geologi suatu
wilayah, yang meliputi susunan batuan yang ada dan bentuk‐
bentuk struktur dari masing‐ masing satuan batuan tersebut.
Peta geologi merupakan sumber informasi dasar dari jenis‐jenis
batuan, ketebalan, kedudukan satuan batuan (jurus dan
kemiringan), susunan (urutan) satuan batuan, struktur sesar,
perlipatan dan kekar serta proses‐proses yang pernah terjadi di
daerahini.

B. PENYEBARAN BATUAN PADA PETA


Peta geologi dihasilkan dari pengamatan dan pengukuran
singkapan di lapangan, yang kemudian diplot pada peta dasar
yang dipakai (peta topografi). Untuk dapat menggambarkan
keadaan geologi pada suatu peta dasar, dipakai beberapa aturan
teknis, antara lain : perbedaan jenis batuan dan struktur geologi
digambarkan berupa garis. Penyebaran batuan beku akan
mengikuti aturan bentuk tubuh batuan beku, sedangkan
penyebaran batuan sedimen akan tergantung pada jurus (Strike)
dan kemiringannya (Dip).

C. JURUS DAN KEMIRINGAN LAPISAN BATUAN


Jurus dan kemiringan adalah besaran untuk menerangkan
kedudukan perlapisan suatu batuan sedimen. Pada suatu
singkapan batuan berlapis, jurus dinyatakan sebagai garis arah
dan kemiringan dinyatakan sebagai besaran sudut (Gambar. 5.1).

Gambar 5.1. Jurus dan kemiringan pada singkapan batuan berlapis


Secara geometris jurus dapat dinyatakan sebagai perpotongan antara bidang
miring (perlapisan batuan, bidang sesar) dengan bidang horizontal yang
dinyatakan sebagai besaran sudut, diukur dari Utara atau Selatan. Kemiringan
adalah besaran sudut vertikal yang dibentuk oleh bidang miring tersebut
dengan bidang horizontal. Dalam hal ini diambil yang maksimum, yaitu pada
arah yang tegak lurus jurus lapisan batuan (Gambar. 5.2).

EBCH = bidang perlapisan


EH = jurus pada
ketinggian 200 m
BC = jurus pada
ketinggian 100 m
α = kemiringan lapisan
β = kemiringan semu
FG = proyeksi jurus 100
m pada horizontal

Gambar 5.2. Geometri jurus dan kemiringan suatu lapisan batuan

Jurus umumnya diambil pada selang ketinggian yang pasti, misalnya jurus
pada ketinggian 100 m, 200 m, 300 m, dan seterusnya. Pada tampak peta
(proyeksi pada bidang horizontal), dengan sendirinya garis‐garis jurus
merupakan garis‐garis yang sejajar dengan spasi yang tetap. Pada suatu satuan
batuan yang mempunyai ketebalan tertentu dapat dibatasi adanya jurus lapisan
bagian atas (top) dan jurus lapisan bagian bawah (bottom) pada ketinggian
yang sama. Dari sini dapat ditentukan ketebalan tiap satuan, apabila
penyebaran atau jurus top dan bottomnya dapat diketahui (Gambar. 5.3).
F

E B G

M
t' t

I
D

Penampang ketebalan
A
(t) satuan batuan C Satu satuan
batuan

E F
B
t

I
a
top
E

A B
bottom
It

F C Proyeksi jurus
top dan bottom, dan
B penentuan ketebalan
satuan

Gambar 5.3 Penentuan ketebalan lapisan dengan metoda orthografi

D. HUBUNGAN KEDUDUKAN LAPISAN DAN TOPOGRAFI


Penyebaran singkapan batuan akan tergantung bentuk permukaan bumi. Suatu
urutan perlapisan batuan yang miring, pada permukaan yang datar akan terlihat
sebagai lapisan‐lapisan yang sejajar. Akan tetapi pada permukaan
bergelombang, batas‐batas lapisan akan mengikuti aturan sesuai dengan
kedudukan lapisan terhadap peta topografi. Aturan yang dipakai adalah, bahwa
suatu batuan akan tersingkap sebagai titik, dimana titik tersebut merupakan
perpotongan antara ketinggian (dalam hal ini dapat dipakai kerangka garis
kontur) dengan lapisan batuan (dalam hal ini dipakai kerangka garis jurus)
pada ketinggian yang sama (Gambar.5.4).
Gambar 5.4: Hubungan jurus lapisan batuan, topografi dan penyebaran singkapan

Aturan ini dapat dipakai untuk menggambarkan penyebaran batuan dipermukaan dengan
mencari titik‐titik tersebut, apabila jurus‐jurus untuk beberapa ketinggian dapat ditentukan.
Sebaliknya, dari suatu penyebaran singkapan dapat pula ditentukan kedudukan lapisan
dengan mencari jurus‐ jurusnya. Sehubungan dengan ini terdapat suatu keteraturan antara
bentuk topografi, penyebaran singkapan dan kedudukan lapisan. Pada suatu bentuk torehan
lembah, keteraturan ini mengikuti Hukum V (Gambar. 5.5).

a b c
d e f
Gambar 5.5 Pola singkapan menurut hukum V
a. Lapisan horizontal
b. Lapisan dengan kemiringan berlawanan dengan arah aliran
c. Lapisan vertikal
d. Lapisan dengan kemiringan searah dan lebih besar dengan arah aliran
e. Lapisan dengan kemiringan searah dan sama besar dengan arah aliran
f. Lapisan dengan kemiringan searah dan lebih kecil dengan arah aliran

E. CARA PENULISAN KEDUDUKAN LAPISAN


Kedudukan lapisan batuan diukur dengan kompas geologi di lapangan. Oleh karena
itu kerangka yang dipakai umumnya arah Utara atau Selatan. Dikenal dua jenis
skala kompas yaitu skala azimuth (00 ‐ 3600) dan skala kwadran (00 ‐ 900).

Suatu lapisan mempunyai kemiringan berarah Selatan Barat, dituliskan sebagai berikut :
- Skala azimuth N 1200 E/45 SW atau
- Skala kwadran S 600 E/45 SW (Gambar. 5.6)

Gambar 5.6 Cara penggambaran kedudukan lapisan secara skala Azimut dan Kwadran

F. SIMBOL PADA PETA DAN TANDA LITOLOGI


Peta geologi menggunakan tanda‐tanda yang menunjukkan jenis batuan,
kedudukan, serta struktur geologi yang ada pada daerah tersebut. Beberapa simbol
yang umum dipakai ditunjukkan pada gambar 5.7. Disamping tanda (simbol)
litologi, juga sering dipakai warna, untuk membedakan jenis satuan (Gambar 5.8).
Gambar 5.7 Tanda-tanda pada peta geologi

G. PETA GEOLOGI DAN PENAMPANG GEOLOGI


Peta geologi selalu dilengkapi dengan penampang geologi, yang
merupakan gambaran bawah permukaan dari keadaan yang tertera pada
peta geologi. Keadaan bawah permukaan harus dapat ditafsirkan dari data
geologi permukaan dengan menggunakan prinsip dan pengertian geologi
yang telah dibahas sebelumnya.

Konglomerat Jingga / Coklat

Breksi Jingga / Coklat

Batupasir Kuning
Napal (marl) Biru muda

Lempung Hijau

Serpih (shale) Kelabu

. . . . Lanau (silt) Kuning muda


. . . .
. . . .
. . . .
Batugamping Biru

Dolomit Biru tua

Evaporit Merah muda

Batubara Hitam

+++++
+++++ Batuan beku Merah
+++

v v v
v v Tuff Coklat / ungu
v v v

Batu Metamorf Ungu / jingga

Gambar 5.8. simbol dan warna batuan

Untuk dapat lebih jelas menunjukkan gambaran bahwa permukaan penampang


dibuat sedemikian rupa sehingga akan mencakup hal‐hal yang penting, misalnya;
memotong seluruh satuan yang ada struktur geologi dan sebagainya.

Untuk menggambarkan kedudukan lapisan pada penampang, dapat dilakukan


penggambaran dengan bantuan garis jurus (Gambar 5.9), yaitu dengan
memproyeksikan titik perpotongan antara garis penampang dengan jurus lapisan
pada ketinggian sebenarnya.

Apabila penampang yang dibuat tegak lurus pada jurus lapisan, maka
kemiringan lapisan yang nampak pada penampang merupakan kemiringan
lapisan sebenarnya, sehingga kemiringan lapisan dapat langsung diukur
pada penampang, akan tetapi bila tidak tegak lurus jurus, kemiringan
lapisan yang tampak merupakan kemiringan semu, sehingg harus dikoreksi
terlebih dahulu dengan menggunakan tabel koreksi atau secara grafis.

Gambar 5.8: Cara membuat penampang dengan batuan garis jurus


H. TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Praktikan dapat memahami tentang peta geologi.
2. Praktikan dapat memahami cara penulisan dan simbol pada peta geologi.
3. Praktikan dapat membuat peta geologi dan penampang geologi.

I. ALAT DAN BAHAN


Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Penggaris
2. Pulpen
3. OHP Marker
4. Pensil warna
5. Kertas kalkir
6. Plastik Transparan
7. Peta Geologi
8. Selotip

J. PROSEDUR PRAKTIKUM
1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum.
2. Tempelkan plastik transparan diatas peta geologi yang akan di salin gambarnya
menggunakan selotip.
3. Salinlah kenampakan yang ada pada peta geologi menggunakan OHP marker
diatas plastik transparan.
4. Salinlah kenampakan yang ada pada plastik transparan ke dalam kertas kalkir
dan berilah warna yang berbeda pada jenis batuan yang berbeda.
5. Identifikasi hasil objek yang telah tergambar.
VI. STRATIGRAFI

A. TEORI DASAR
Stratigrafi berasal dari kata Strata (stratum): lapisan (tersebar) yang berhubungan dengan
batuan sedimen. Grafi (graphic): pemerian / gambaran / urut-urutan lapisan. Stratigrafi adalah
studi mengenai sejarah komposisi dan umur relative serta distribusi perlapisan batuan dan
interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan sejarah bumi. Dari hasil perbandingan
atau korelasi antar lapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai
litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relative maupun
absolutnya (kronostratigrafi). Stratigrafi perlu dipelajari untuk mengetahui luas penyebaran
lapisan batuan.

B. TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan dalam percobaan ini adalah sebagai agar praktikan dapat menentukan jenis-
jenis perlapisan dan proses terjadinya perlapisan.

C. PRINSIP DASAR STRATIGRAFI


Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penentuan urut-urutan kejadian geologi adalah sebagai
berikut:
a) Prinsip Superposisi
Prinsip ini sangat sederhana, yaitu pada kerak bumi tempat diendapkannya sedimen,
lapisan yang paling tua akan diendapkan paling bawah, kecuali pada lapisan-lapisan yang
telah mengalami pembalikan
b) Hukum Datar Asal (Original Horizontality)
Prinsip ini menyatakan bahwa material sedimen yang dipengaruhi oleh gravitasi akan
membentuk lapisan yang mendatar (horizontal). Implikasi dari pernyataan ini adalah
lapisan-lapisan yang miring atau terlipatkan, terjadi setelah proses pengendapan.
*Pengecualian : Pada keadaan tertentu (lingkungan delta, pantai, batugamping, terumbu,
dll) dapat terjadi pengendapan miring yang disebut Kemiringan Asli (Original Dip) dan
disebut Clinoform.
c) Azas Pemotongan (Cross Cutting)
Prinsip ini menyatakan bahwa sesar atau tubuh intrusi haruslah berusia lebih muda dari
batuan yang diterobosnya.
d) Prinsip Kesinambungan Lateral (Continuity)
Lapisan sedimen diendapkan secara menerus dan berkesinambungan sampai batas
cekungan sedimentasinya. Penerusan bidang perlapisan adalah penerusan bidang
kesamaan waktu atau merupakan dasar dari prinsip korelasi stratigrafi. Dalam keadaan
normal suatu lapisan sedimen tidak mungkin terpotong secara lateral dengan tiba-tiba,
kecuali oleh beberapa sebab yang menyebabkan terhentinya kesinambungan lateral
e) Azas Suksesi Fauna
Penggunaan fosil dalam penentuan umur geologi berdasarkan dua asumsi dalam evolusi
organik. Asumsi pertama adalah organisme senantiasa berubah sepanjang waktu dan
perubahan yang telah terjadi pada organise tersebut tidak akan terulang lagi. Sehingga
dapat dikatakan bahwa suatu kejadian pada sejarah geologi adalah jumlah dari seluruh
kejadian yang telah terjadi sebelumnya. Asumsi kedua adalah kenampakan-kenampakan
anatomis dapat ditelusuri melalui catatan fosil pada lapisan tertua yang mewakili kondisi
primitif organisme tersebut.
f) Teori Katastrofisme
Teori ini dicetuskan oleh Cuvier, seorang kebangsaan Perancis pada tahun 1830. Ia
berpendapat bahwa flora dan fauna dari setiap zaman itu berjalan tidak berubah, dan
sewaktu terjadinya revolusi maka hewan-hewan ini musnah. Sesudah malapetaka itu
terjadi, maka akan muncul hewan dan tumbuhan baru, sehingga teori ini lebih umum
disebut dengan teori Malapetaka.
g) Teori Uniformitarianisme
Teori ini dicetuskan oleh James Hutton, teori ini berbunyi “The Present is The Key to The
Past “, yang berarti kejadian yang berlangsung sekarang adalah cerminan atau hasil dari
kejadian pada zaman dahulu, sehingga segala kejadian alam yang ada sekarang ini, terjadi
dengan jalan yang lambat dan proses yang berkesinambungan seragam dengan proses-
proses yang kini sedang berlaku. Hal ini menjelaskan bahwa rangkaian pegunungan-
pegunungan besar, lembah serta tebing curam tidak terjadi oleh suatu malapetaka yang
tiba-tiba, akan tetapi melalui proses alam yang berjalan dengan sangat lambat.
h) Siklus Geologi
Siklus ini terdiri dari proses Orogenesa (Pembentukan Deretan Pegunungan), proses
Gliptogenesa (Proses-proses Eksogen/ Denudasi) dan proses Litogenesa (Pembentukan
Lapisan Sedimen). Bumi tercatat telah mengalami sembilan kali siklus geologi, dan yang
termuda adalah pembentukan deretan pegunungan Alpen.

Bidang perlapisan merupakan hasil dari suatu proses sedimentasi yang berupa:
 Berhentinya suatu pengendapan sedimen dan kemudian dilanjutkan oleh
pengendapan sedimen yang lain.
 Perubahan warna material batuan yang diendapkan.
 Perubahan tekstur batuan (misalnya perubahan ukuran dan bentuk butir).
 Perubahan struktur sedimen dari satu lapisan ke lapisan lainnya.
 Perubahan kandungan material dalam tiap lapisan (komposisi mineral, kandungan
fosil, dll).

Untuk skala yang lebih luas, kontak antar formasi ataupun antar satuan batuan yang
memiliki karakteristik yang sama, dikenal dengan istilah hubungan stratigrafi.
Kontak/hubungan stratigrafi ini terdiri dari dua jenis, yaitu kontak selaras dan kontak
tidak selaras.
-Kontak Selaras atau disebut Conformity yaitu kontak yang terjadi antara dua lapisan yang
sejajar dengan volume interupsi pengendapan yang kecil atau tidak ada sama sekali. Jenis
kontak ini terbagi dua, yaitu kontak tajam dan kontak berangsur.
-Kontak Lapisan Tidak Selaras atau disebut Unconformity yaitu merupakan suatu bidang
ketidakselarasan antar lapisan. Terdapat empat macam bidang ketidakselarasan,

i. Angular Unconformity, disebut juga ketidakselarasan sudut, merupakan ketidakselarasan


yang kenampakannya menunjukan suatu lapisan yang telah terlipatkan dan tererosi,
kemudian di atas lapisan tersebut diendapkan lapisan lain.

Gambar 6.1. Angular unconformity

Contoh struktur yang jelas terdapat pada Formasi Brejeira di Pantai Telheiro, Portugal
yang memperlihatkan ketidakselrasan antara batuan schists dan metagreywackes.

Gambar 6.2. Formasi Brejeira di Pantai Telheiro, Portugal

ii. Disconformity, kenampakannya berupa suatu lapisan yang telah tererosi dan di atas
bidang erosi tersebut diendapkan lapisan lain.
Gambar 6.3. Disconformity

Gambar 6.4. Grand Canyon di Nevada, USA

iii. Paraconformity, disebut juga keselarasan semu, yang menunjukan suatu lapisan di
atas dan di bawahnya yang sejajar, dibidang ketidakselarasannya tidak terdapat
tandatanda fisik untuk membedakan bidang sentuh dua lapisan berbeda. Untuk
menentukan perbedaannya harus dilakukan analisis Paleontologi (dengan memakai
kisaran umur fosil).

Gambar 6.5. Paraconformity


Gambar 6.6. Shoshone Canyon di Wyoming, USA

iv. Nonconformity, merupakan ketidakselarasan yang yang terjadi dimana terdapat


kontak jelas antara batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.

Gambar 6.7. Nonconformity

Gambar 6.8. Intrusi Pulau Philip di Victoria, Australia


D. LITOLOGI BATUAN
Batuan yang terkumpul pada suatu formasi aan diilustrasikan dengan simbol-simbol
tertentu untuk membedakan litologi batuan. Pada peta geologi digunakan simbol
seperti berikut:
VII. PELAPUKAN

A. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dilakukan praktikum ini antara lain sebagai berikut.
 Mahasiswa dapat memahami pelapukan dan proses pelapukan.
 Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor penyebab pelapukan.
 Mahasiswa dapat memahami jenis-jenis pelapukan yang ada.

B. Dasar Teori
Pelapukan adalah proses terlepasnya partikel-partikel batuan dari batuan induknya
akibat proses fisika, biologi, dan kimiawi. Proses pelapukan membutuhkan waktu
yang lama yang umumnya didominasi oleh cuaca.
Berikut faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya pelapukan.
 Keadaan struktur batuan
Struktur batuan adalah sifat fisik dan sifat kimia yang dimiliki oleh batuan. Sifat
fisik batuan, misalnya warna batuan, sedangkan sifat kimia batuan adalah unsur-
unsur kimia yang terkandung dalam batuan tersebut. Kedua sifat inilah yang
menyebabkan perbedaan daya tahan batuan terhadap pelapukan. Batuan yang
mudah lapuk misalnya batu lempung (batuan sedimen), sedangkan batuan yang
susah lapuk misalnya batuan beku.
 Keadaan topografi
Topografi muka bumi juga ikut mempengaruhi proses terjadinya pelapukan
batuan. Batuan yang berada pada lereng yang curam, cenderung akan mudah
melapuk dibandingkan dengan batuan yang berada di tempat yang landai. Pada
lereng yang curam, batuan akan dengan sangat mudah terkikis atau akan mudah
terlapukkan karena langsung bersentuhan dengan cuaca sekitar. Tetapi pada
lereng yang landai atau rata, batuan akan terselimuti oleh berbagai endapan,
sehingga akan memperlambat proses pelapukan dari batuan tersebut.
 Cuaca dan Iklim
Unsur cuaca dan iklim yang mempengaruhi proses pelapukan adalah suhu udara,
curah hujan, sinar matahari, angin, dan lain-lain. Pada daerah yang memiliki
iklim lembab dan panas, batuan akan cepat mengalami proses pelapukan.
Pergantian temperatur antara siang yang panas dan malam yang dingin akan
semakin mempercepat pelapukan, apabila dibandingkan dengan daerah yang
memiliki iklim dingin.
 Keadaan Vegetasi
Vegetasi atau tumbuh-tumbuhan juga akan mempengaruhi proses pelapukan,
sebab akar-akar tumbuhan tersebut dapat menembus celah-celah batuan. Apabila
akar tersebut semakin membesar, maka kekuatannya akan semakin besar pula
dalam menerobos batuan. Selain itu, serasah dedaunan yang gugur juga akan
membantu mempercepat batuan melapuk. Sebab, serasah batuan mengandung
zat asam arang dan humus yang dapat merusak kekuatan batuan.
 Pembekuan air dalam batuan
Jika air membeku maka volumenya akan mengembang. Pengembangan ini
menimbulkan tekanan, karena tekanan ini batu- batuan menjadi rusak atau pecah
pecah. Pelapukan ini terjadi di daerah yang beriklim sedang dengan pembekuan
hebat.

Di alam pada umumnya ke tiga jenis pelapukan (fisik, kimiawi dan biologis) itu
bekerja bersama-sama, namun salah satu di antaranya mungkin lebih dominan
dibandingkan dengan lainnya. Walaupun di alam proses kimia memegang peran
yang terpenting dalam pelapukan, tidak berarti pelapukan jenis lain tidak penting.
Berdasarkan pada proses yang dominan inilah pelapukan batuan dapat dibagi
menjadi pelapukan fisik, kimia dan biologis.
1. Pelapukan Fisik
Penyebabnya adalah proses organisme yaitu binatang tumbuhan dan
manusia, binatang yang dapat melakukan pelapukan antara lain cacing
tanah, serangga. Dibatu-batu karang daerah pantai sering terdapat lubang-
lubang yang dibuat oleh binatang.Pengaruh yang disebabkan oleh tumbuh
tumbuhan ini dapat bersifat mekanik atau kimiawi. Pengaruh sifat mekanik
yaitu berkembangnya akar tumbuh-tumbuhan di dalam tanah yang dapat
merusak tanah disekitarnya. Pengaruh zat kimiawi yaitu berupa zat asam
yang dikeluarkan oleh akar- akar serat makanan menghisap garam
makanan. Zat asam ini merusak batuan sehingga garam-garaman mudah
diserap oleh akar. Manusia juga berperan dalam pelapukan melalui aktifitas
penebangan pohon, pembangunan maupun penambangan.
2. Pelapukan Kimia
Pelapukan fisika adalah proses dimana batuan pecah menjadi kepingan
yang lebih kecil, tetapi tanpa mengalami perubahan komposisi kimia dan
mineral yang berarti. Pelapukan fisik ini dapat menghasilkan
fragment/kristal kecil sampai blok kekar (joint block) yang berukuran besar.
Pada proses ini batuan akan mengalami perubahan fisik baik bentuk maupu
ukurannya. Batuan yang besar menjadi kecil dan yang kecil menjadi halus.
Adapun penyebab terjadinya pelapukan biologis antara lain
a. Stress release
b. Frost action atau Hydri-fracturing
c. Salt Weathering
d. Insolation Weathering
e. Alternate Weathering and Drying
3. Pelapukan Biologis
Pelapukan kimia membuat komposisi kimia dan mineralogi suatu batuan dapat
berubah. Mineral dalam batuan yang dirusak oleh air kemudian bereaksi dengan
udara (O2 atau CO2), menyebabkan sebagaian dari mineral itu menjadi larutan.
Selain itu, bagian unsur mineral yang lain dapat bergabung dengan unsur setempat
membentuk kristal mineral baru.
Adapun penyebab terjadinya pelapukan kimia, antara lain:
a. Hidrolisis, adalah reaksi antara mineral silikat dan asam (larutan
mengandung ion H+) dimana memungkinkan pelarut mineral silikat dan
membebaskan kation logam dan silika. Mineral lempung seperti kaolin, ilit
dan smektit besar kemungkinan hasil dari proses pelapukan kimia jenis ini.
Pelapukan jenis ini memegang peran terpenting dalam pelapukan kimia.
b. Hidrasi, adalah proses penambahan air pada suatu mineral sehingga
membentuk mineral baru.
c. Oksidasi dan Reduksi, berlangsung pada besi atau mangan yang pada
umumnya terbentuk pada mineral silikat seperti biotit dan piroksen. Elemen
lain yang mudah teroksidasi pada proses pelapukan adalah sulfur, contohnya
pada pirit (Fe2S).

C. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain sebagai berikut.
1. Alat tulis
2. Modul praktikum

D. Prosedur Praktikum
Prosedur dalam praktikum ini antara lain sebagai berikut.
1. Mempersiapkan alat dan bahan.
2. Mempelajari proses pelapukan.
3. Menentukan jenis pelapukan berdasarkan sifat fisisnya.
VIII. GERAK TANAH

A. TEORI DASAR
Gerak tanah atau mass wasting adalah peristiwa bergeraknya tanah akibat kelebihan
beban yang bekerja pada tanah tersebut. Dalam bahasa sehari hari, kita menyebutnya
dengan longsor.

Ft

Fg

Fs Fn
Gambar 8.1. Prinsip gerakan tanah

Keterangan :
Fs : gaya gesek antar bidang (mg tan α)
Fg : gaya luncur bidang (mg sin α)
Ft : gaya tahan bidang (mg cos α)
Fn : gaya normal bidang (mg)

Fn adalah gaya normal yang bekerja pada tanah tersebut. Ft (Shear Stress) merupakan
gaya yang menarik turun lereng, sedangkan Fp (Fg-Fs /Shear Strength) merupakan gaya
gesekan dan kohesi antar butir dalam tubuh batuan atau regolith itu sendiri. Fg
merupakan gaya luncur bidang. Fs adalah gaya gesek antara lapisan dengan bidang
lincur. Selama Shear Strength lebih besar dbanding Shear Stress (Fp ≥Ft) maka batuan
atau reruntuhan (debris) tidak akan bergerak dari lereng. Hubungan antara shear strength
dan shear stress dinyatakan sebagai berikut :

𝑆𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 𝐹𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 (𝑆𝐹) = 𝑆ℎ𝑒𝑎𝑟 𝑆𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ (𝐹𝑝)


𝑆ℎ𝑒𝑎𝑟 𝑆𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠 (𝐹𝑡)
Lereng dengan nilai SF < 1 maka lereng tersebut dikatakan rawan longsor.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan tanah yaitu :


1. Pengaruh air
Air yang berlebih dapat mempengaruhi pergerakan tanah karena tegangan
permukaan air menarik butiran-butiran disekitarnya sebagai daya tarik kapiler,
sehingga memperkecil daya kohsesi. Akibatna tnah akan lebih mudah melincur.
Penamhan air juga menyebabkan pengurangan gaya gesek antar lapisan tanah yang
akan menyebabkan meningkatnya gaya kuncur tanah (shear stress)
2. Pengaruh gravitasi
Benda miring akan tertarik kebawah oleh greabitasi bumi. Seperti yang ada pada
gambar 8.1.

Beberapa jenis gerakan tanah menurut Cruden dan Varnes dalam Haridyatmo (2006)
karakteristik gerakan massa pembentuk lereng dapat dibagi menjadi lima macam, yaitu :
1. Jatuhan (falls)
Jatuhan merupakan ggerakan tanah lempung yang rerjadi bila air hujan mengisi
retakan di puncak sebuah lereng terjal. Jatuhan yang disebabkan oleh retakan dalam
umumnya runtuh miring ke belakang. Sedangkan untuk retakan yang dangkal
runtuhnya kedepan. Jatuhan batuan dapat terjadi pada semua jenis batuan dan
umumnya terjadi karena pelapukan, perubahan teperatur, tekanan air atau penggalian
bagian bawah lereng. Termasuk jenis gerakan ini adalah runtuhan (urug, lawina,
avalance) batu, bahan rombakan maupun tanah.

Gambar 8.2. Rock falls


2. Robohan (topples)
Robohan adalah gerakan material roboh dan biasanya terjadi pada lereng batuan
yang sangat terjal sampai tegak yang mempunyai bidang-bidang ketidakmenerusan
yang relatif vertikal. Tipe gerakan ini hampir sama dengan jatuhan, hanya gerakan
batuan longsor akan mengguling hingga roboh akibatnya batuan lepas dari
permukaan lerengnya. Faktor utama yang menyebabkan robohan adalah air yang
mengisi rekahan.

Gambar 8.3. Topples


3. Longsoran (slides)
Longsoran adalah gerakan material pembentuk lereng yang diakibatkan oleh adalnya
kegagalan geser di sepanjang satu atau lebih bidang longsor. Masa tanah yang
bergerak bisa menyatu atau terpecah-pecah. Longsoran juga terbagi menjadi berapa
jenis yaitu longsor rotasi (rotationala landslide), longsor translasi (translational
landslide), dan kelongsoran blok (block slide).

Gambar 8.4. Longsoran (slide)


4. Sebaran (spreads)
Sebaran merupakangerakan menyebar ke arah lateral yang ditimbulkan oleh retak
geser atau retak tarik. Tipe gerakan ini dapat terjadi pada batuan ataupun tanah. Dan
juga merupakan kombinasi dari meluasnya massa tanah dan turunnya massa batuan
dan terpecah-pecah ke dalam material lunak di bawahnya.

Gambar 8.5. Sebaran (spreads)


5. Aliran (flows)
Aliran adalah gerakan dari material yang telah hancur ke bawah lereng dan mengalir
seperti cairan kental. Alirannya sering terjadi dalam bidang geser relatif sempit.
Material yangterbawa oleh aliran biasanya terdiri dari berbagai macam partikel tanah
(termasuk batu-batu besar), kayu, ranting, dan lain-lain. Adapun jenis dari aliran
terbagi menjadi 4 yaitu :
 Aliran tanah (earth flow)
Adalah aliran yang terjadi pada tanah lempung dan lanau sehabis hujan lebat.

Gambar 8.6. Aliran tanah (Earth Flow)


 Aliran lumpur (mud flow)
Adalah aliran yang biasanya terjadi pada kemiringan 5o sampai 15o pada tanah
lempung yang padat dan retak-retak di antara lapisan-lapisan pasir yang
bertekanan air pori tinggi.
 Aliran debris (debris flow)
Merupakan aliran yang basa terjadi pada material berbutir kasar misalnya
pada lereng yang kering dan tidak ditumbuhi pepohonan.

Gambar 8.7. Aliran debris (debris flow)


 Aliran longsoran (flow slide)
Gerakan material pembentuk lereng akibat likuifaksi pada lapisan pasir halus
atau lanau yang tidak padat dan umumnya terjadi pada lereng bagian bawah.

B. TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat mengetahui penyebab gerak tanah.
2. Mahasiswa dapat mengetahui faktor kestabilan tanah.
3. Mahasiswa dapat mencari solusi dar masalah pergerakan tanah.

C. ALAT DAN BAHAN


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. Alat uji pergerakan tanah.
2. Alat tulis dan kertas.
3. Kamera.

D. PROSEDUR PRAKTIKUM
Adapun prosedur dalam praktikum ini adalah :
1. Mahasiswa mengukur kemiringan tertenu yang menyebabkan longsor.
2. Mahasiswa mengukur dan melihat secara nyata pergerakan tanah pada
kemiringan 30odan 45o.
3. Mahasiswa memberikan air 500 mL dan lihat pengaruhnya pada setiap
kemiringan.
4. Catat setiap hasil percobaan dan beri keterangna apakah tanah bergerak atau
tidak.
IX. EROSI

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan praktikum pada praktikum kali ini adalah.
1. Mahasiswa dapat memahami erosi dan membedakan jenis erosi.
2. Mahasiswa dapat mengetahui faktor penyebab besarnya erosi.
3. Mahasiswa dapat lebih memahami proses erosi tanah terkait dengan media- nya,
dengan melakukan simulasi.

B. TEORI DASAR
Erosi merupakan peristiwa terkikisnya bagian tanah atau oleh berbagai macam tenaga
tertentu, seperti: angin dan air. Proses terjadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor
hidrologi terutama intensitas hujan, topografi, karakteristik tanah, vegetasi penutup
lahan, dan tata guna lahan. Sejarah erosi berhubungan dengan terjadinya alam dan
keberadaan manusia dimuka bumi ini. Erosi alam terjadi melalui pembentukan tanah
untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alamiah. Erosi karena kegiatan
manusia disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara
bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah- kaidah konservasi tanah atau
kegiatan pembangunan konstruksi yang bersifat merusak keadaan fisik tanah.
 Proses erosi merupakan kombinasi dua sub proses yaitu:
1. Penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbuk
butir-butir hujan yang menimpa tanah, perendaman oleh air yang tergenang
(proses dispersi) dan pemindahan (pengangkutan) butir-butir tanah oleh
percikan hujan.
2. Penghancuran struktur tanah diikuti pengangkutan butir-butir tanah oleh air
yang mengalir di permukaan tanah. Besar erosi tergantung dari banyaknya
aliran permukaan maka dengan meningkatnya aliran permukaan erosi
meningkat.

 Menurut proses kejadiannya, maka erosi dibedakan kedalam:


1. Erosi geologi
Erosi geologi terjadi sejak permukaan bumi terbentuk yang menyebabkan
terkikisnya batuan sehingga terjadilah bentuk morfologi permukaan bumi
seperti yang terdapat sekarang ini.
2. Erosi normal
Erosi normal atau erosi alami merupakan proses pengangkutan tanah atau
bagian-bagian tanah yang terjadi dibawah keadaan alami. Proses erosi
alam terjadi dengan laju yang lambat, sehingga memungkinkan
terbentuknya lapisan tanah yang tebal yang mampu mendukung
pertumbuhan vegetasi secara normal.
3. Erosi dipercepat
Erosi dipercepat atau erosi karena yang disebabkan oleh campur tangan
manusia merupakan proses pengangkutan tanah dengan laju yang jauh
lebih cepat dari pembentukan tanah yang dapat menimbulkan kerusakan
tanah akibat perbuatan manusia dalam mengelola sumber daya alam.

 Sedangkan menurut bentuknya, erosi terdiri dari:


1. Erosi percikan
Erosi percikan merupakan hasil erosi yang disebabkan oleh energi kinetik
air hujan yang menyebabkan terkelupasnya partikel-partikel tanah bagian
atas.
2. Erosi lembar
Erosi lembar atau biasa juga disebut erosi kulit merupakan proses
pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu permukaan
tanah. Erosi lembar terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah didaerah
berlereng terkikis oleh lapisan kombinasi air hujan dan air larian (run
off). Tipe erosi ini disebabkan oleh kombinasi air hujan dan air larian
yang mengalir ketempat yang lebih rendah.
3. Erosi alur
Erosi alur (rill erosion) adalah pengangkutan tanah dari alur-alur tertentu
pada permukaan tanah, yang merupakan parit-parit kecil dan dangkal.
Erosi alur terjadi oleh karena air mengalir di permukaan tanah tidak
merata akan tetapi terkonsentrasi pada alur tertentu sehingga
pengangkutan tanah terjadi tepat pada aliran permukaan terkonsentrasi.
Erosi ini lebih di pengaruhi cara bertanam dan sifat fisik tanah. Erosi alur
biasanya terjadi pada tanah-tanah yang ditanami dengan tanaman yang
ditanam berbaris menurut lereng atau akibat pengolahan tanah menurut
lereng.
4. Erosi parit
Terjadinya erosi parit (gully erosion) sama dengan erosi alur, tetapi alur
yang terbentuk sudah demikian besarnya sehingga tidak dapat lagi
dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa. Erosi parit yang baru
terbentuk berukuran sekitar 40 cm lebarnya dengan kedalaman sekitar 30
cm, sedangkan yang sudah lanjut dapat mencapai 30 m dalamnya. Erosi
parit dapat berbentuk V atau U tergantung pada kepekaan erosi
substratanya. Bentuk V adalah bentuk yang umum didapat tetapi pada
daerah-daerah yang substratanya mudah lepas dan umumnya berasal dari
batuan sedimen maka akan terjadi bentuk U.
5. Erosi tebing sungai
Erosi tebing sungai adalah proses terkikisnya tanah pada tebing-tebing
sungai dan penggerusan dasar sungai oleh aliran air sungai. Erosi tebing
sungai terjadi sebagai akibat pengikisan tebing sungai oleh air yang
mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan aliran sungai yang
kuat pada belokan sungai. Dua proses berlangsungnya erosi tebing sungai
disebabkan oleh adanya gerusan aliran sungai dan oleh adanya longsoran
tanah pada tebing sungai.
6. Longsor
Longsor (landslide) adalah bentuk erosi yang pengangkutan atau
pemindahan atau gerakan tanah terjadi pada saat bersamaan dalam
volume besar. Longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume
tanah diatas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh terhadap air.
Lapisan kedap air tersebut terdiri atas lempung atau batuan lain seperti
napal lempung (clay shale) yang setelah jenuh air berlaku sebagai tempat
meluncur..
7. Erosi Internal
Erosi internal adalah terangkutnya butir-butir tanah ke dalam celah-celah
atau pori-pori tanah sehingga tanah menjadi kedap air dan udara. Erosi
ini menyebabkan turunnya kapasitas infiltrasi tanah dengan cepat
sehingga aliran permukaan meningkat yang menyebakan terjadinya erosi
lembar atau erosi alur. Erosi internal juga dikenal dengan nama erosi
vertikal.

 Adapun macam – macam erosi yang ada, yaitu :


1. Erosi air sungai
Erosi air sungai ini berlangsung akibat adanya volume air yang mengalir
dengan cepat dan dengan debit air yang cukup besar, sembari mengangkut
berbagai benda padat. Aliran air ini akan menimbulkan pengikisan hulu
sehingga terbentuklah lembah -lembah, ngarai, sungai, serta jurang -jurang
yang dalam. Contoh akibat erosi air sungai ini adalah lembah Anai, Grand
Canyon Colorado, Ngarai Sianok, dan Jeram Victoria.
2. Erosi air laut (abrasi)
Erosi air laut ini lebih sering dikenal sebagai abrasi. Erosi air laut
disebabkan oleh adanya pukulan ombak laut yang menerpa tebing -tebing
pantai secara terus menerus sehingga terjadi kerusakan. Perusakan tebing -
tebing pantai ini lah yang disebut sebagai abrasi atau erosi marine. Contoh
bentang alam akibat erosi air laut atau abrasi dapat dilihat di Redondo,
ujung selatan Teluk Santa Monica, California, Amerika.
3. Erosi es (gletser)
Es yang dimaksud di sini lebih sering dikenal sebagai gletser. Erosi es ini
terjadi ketika tumpukan es bergerak secara perlahan ke bawah kemudian
mengikis lembah -lembah yang ada di pegunungan. Adanya arus es yang
mengalir ini disebut sebagai gletser. Karena erosi yang terjadi disebabkan
oleh tenaga es, maka erosi es ini juga disebut sebagai exarasi. Hasil endapan
yang diendapkan dalam proses ini disebut sebagai moraine.
4. Erosi angin (korasi)
Erosi yang terjadi oleh angin ini juga sering disebut sebagai korasi. Proses
erosi yang diakibatkan angin banyak terjadi di wilayah yang agak kering,
seperti di wilayah gurun pasir. Hasil-hasil dari perusakan bentang alam yang
telah berubah halus menjadi sangat mudah ditiup angin sehingga dapat
membentuk batu jamur dan bukit pasir.
5. Erosi air terjun (waterfall erosion)
Erosi air terjun adalah erosi yang terjadi ketika ada tenaga air terjun yang
mengakibatkan pengikisan. Erosi air terjun ini umumnya berbentuk vertikal.
Sedangkan untuk posisi atau letak air terjun tersebut, sedikit demi sedikit akan
bergerak ke belakang ke arah hulu sungai. Ini sebabnya erosi air terjun juga
disebut erosi mudik.

C. ALAT DAN BAHAN

1. 1 gelas aqua beserta air (per kelompok)


2. buah mika plastik (per kelompok)
3. Korek batang
4. Penggaris
5. Tanah liat & tanah liat berumput
6. Tanah Pasir & tanah pasir berumput

D. PROSEDUR PRAKTIKUM

1. Siapkan mika, lubangi sisi samping pada mika. Buat 2 lubang dengan jarak sekitar
1 cm. Lubangi mika dengan korek batang, sehingga ukuran lubangnya se-pucuk
korek.
2. Siapkan tanah liat, tanah liat berumput, tanah pasir, tanah pasir berumput. Taruh
tanah tersebut dalam mika satu per satu.
3. Tuangkan air seukuran gelas aqua yang telah disiapkan sebelumnya.
4. Tunggu hingga air menetes dari tiap-tiap tanah.
5. Setelah semua selesai, ukur air tetesan tersebut dengan penggaris.
6. Lakukan analisis dalam tabel yang berisi tinggi air, warna, endapan, dan
dokumentasi.
7. Percobaan selesai dilakukan.

Gambar 9.1. Alat dan Bahan

Anda mungkin juga menyukai