BAB 6
BATUAN SEDIMEN KLASTIK
6.1 DASAR TEORI
6.1.1 Batuan Sedimen
Endapan sedimen memiliki karakteristik yang sangat beragam sesuai
dengan proses geomorfologi yang bekerja. Keragaman proses geomorfologi
dapat menghasilkan lingkungan pengendapan yang berbeda. Karakteristik
sedimen dapat dilihat melalui pengamatan fisik sedimen berdasarkan
karakteristik struktur dan tekstur sedimen untuk menunjukkan proses dan
mekanisme yang terjadi pada material sedimen di suatu lingkungan
pengendapan (Arif, S., Adibrata, P. F., & Dzakiya, N. 2020)
Batuan sedimen terbentuk oleh material material sedimen yang
terkompaksi, mengeras, dan mengalami litifikasi. Material sedimen sendiri
berasal dari lapukan batuan yang lebih dahulu terbentuk yang mengalami
erosi, dan lapukan ini diangkut oleh air maupun udara yang kemudian
diendapkan dan berakumulasi di dalam cekungan endapan. dan batuan
sedimen ini kemudian dapat berubah bentuk karena menerima perbuhan
temperatur dan mendapat tekanan dalam waktu yang sangat lama, dan
akhirnya membentuk batuan metamorf. (Sultoni, M. I., Hidayat, B., &
Subandrio, A. S. 2019).
6.1.2 Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari hasil
penghancuran batuan lain, kemudian mengalami proses transportasi dan
pengendapan. Batuan sedimen klastik didasarkan pada ukuran butir, mengacu
pada skala Wentworth. Batuan sedimen klastik terdiri dari fragmen dan
matriks, fragmen adalah butir itu sendiri sedangkan matriks adalah yang
mengikat semua fragmen yang terdapat pada batuan. Contoh batuan sedimen
klastik yaitu batu pasir, batu lempung, batu serpih, breksi dan konglomerat.
A. Batu pasir (sandstones), batu yang terdiri dari partikel pasir berukuran
mineral, batu maupun bahan organik, mempunyai matriks dan semen
yang mengikat butiran pasir. Batu pasir merupakan batuan sedimen
yang ada di semua cekungan sedimen di seluruh dunia.
B. Batu lempung, batu yang terangkai oleh mineral silikat dari hasil
peleburan ataupun pelapukan batuan silika.
C. Batu serpih, batuan sedimen yang berbutir halus yang terbentuk dari
kompaksi lumpur, mempunyai ciri khas yaitu berlaminasi.
D. Breksi, batuan sedimen klastik yang mempunyai fragmen besar
bersudut, ruang antar fragmen diisi oleh matriks yang berukuran kecil
atau semen yang saling mengikat.
E. Konglomerat, batuan yang mempunyai fragmen besar membundar.
Batuan sedimen klastik adalah akumulasi material sedimen seperti
batu pasir, batu lempung, dan batu apung basal, kerikil, pasir, lanau, lumpur,
endapan sungai. Akumulasi batuan sedimen klastik dengan bahan induk dan
ketinggian yang beragam kemungkinan menghasilkan tanah dengan tingkat
perkembangan berbeda. (Sadzali, N. A. 2019).
6.1.3 Proses Sedimen Klastik
Proses sedimentasi pada batuan sedimen kalstik terdiri dari 2 proses
yaitu proses sedimentasi secara mekanik dan proses sedimentasi secara
kimiawi.
1. Proses sedimentasi mekanik
Proses sedimentasi secara mekanik merupakan proses dimana butir-
butir sedimen transportasi hingga di endapkan di suatu tempat yang
bisa di sebut sebagai cekungan pengendapan.
2. Proses sedimentasi kimiawi
Proses sedimentasi secara kimiawi terjadi saat pori-pori yang berisi
fluida menenbus atau mengisi pori-pori batuan. Hal ini juga
berhubungan juga dengan reaksi mineral pada batuan tersebut
terhadap cairan yang masuk tersebut (mustaghfirin, 2013).
Dalam proses pengendapan, batuan sedimen akan mengalami
diagenesa. Disebut diagenesa karena proses- proses yang akan terjadi pada
meterial endapan berlangsung pada suhu yang rendah, baik selama litifikasi
maupun sesudahnya. Diagenesa ini bertujuan untuk membuat material
endapan menjadi batuan yang keras. Tahapan dari diagenesa meliputi :
A. Cross Bedding
Cross Bedding adalah jenis struktur yang mana lapisannya
membentuk kemiringan terhadap lapisan atas ataupun lapisan
dibawahnya. Cross Bedding ini dibentuk ketika arus (air ataupun
angin) mentransportasikan butiran sedimen dan menemui sebuah
rintangan seperti batu besar, kemudian menngendapkan sedimen
tersebut di sebelah halangan tersebut. Kemudian sedimen berikutnya
di endapkan di lapisan berikutnya. Ini berlanjut hingga terbentuk
lapisan struktur sedimen Cross Bedding.
C. Graded Bedding
Graded Bedding adalah struktur sedimen yang berbentuk
perlapisan batuan yang butirannya semakin kebawah semakin
berbutiran besar. Struktur ini terjadi ketika terjadi longsoran dalam
danau ataupun dalam laut. Ketika terjadi longsor, batuan berbutir
kasar terendapkan terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh lapisan yang
lebih kecil butirannya. Akhirnya butiran yang sangat halus
diendapkan terakhir pada posisi atas.
Semakin dekat dari sumber sedimen, butiran akan semakin kasar, dan
semakin jauh dari sumber sedimen butiran semakin halus. Sedimen akan
disertai dengan mineral mineral tambahan lainnya bergantung pada lokasi
dimana sedimen tersebut diendapkan.
6.1.7 Tipe Tipe Ketidakselarasan Batuan
Ketidakselarasan adalah permukaan erosi atau non-deposisi yang
memisahkan lapisan yang lebih muda dari yang lebih tua dan
menggambarkan suatu rumpang waktu yang signifikan. Ketidakselarasan
digolongkan berdasarkan hubungan struktur antar batuan yang ditumpangi
dan yang menumpangi.
adanya gaya atau energi kepada batuan asal energi pada batuan asal dapat
berupa proses weathering oleh angin dan hujan, serta faktor lainnya
6.1.9 Lingkungan Pengendapan Batuan Sedimen Klastik
Dalam kebanyakan kasus, lingkungan yang terkait dengan jenis
batuan atau asosiasi jenis batuan tertentu dapat disesuaikan dengan analog
yang ada. Namun, lebih jauh ke belakang pada sedimen yang di bentuk
dengan skala waktu geologi. Secara umum terdapat 3 lingkungan
pengendapan batuan sedimen, yaitu lingkungan kontinen (darat), pantai dan
laut. lingkungan kontinen diberi warna coklat, lingkungan pantai warna
coklat muda dan lingkungan laut diberi warna biru. Batuan sediment yang
diendapkan pada setiap lingkungan pengendapan memiliki ciri husus baik,
dari segi ukuran partikel, warna, maupun komponen lainnya yang menyertai
pengendapan tersebut. Semakin dekat dari sumber sedimen, butiran akan
semakin kasar, dan semakin jauh dari sumber sedimen butiran semakin halus.
Sedimen akan disertai dengan mineral mineral tambahan lainnya bergantung
pada lokasi dimana sedimen tersebut diendapkan.
Gambar 6.6Akuifer
(Sumber : Meinzer 1942, De West, 1996)
Dalam Zuhdi (2019), air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang
terdapat didalam ruang antar butir-butir tanah yang meresap ke dalam tanah
dan bergabung membentuk lapisan tanah yang disebut akuifer. Air tanah juga
dapat didefinisikan sebagai semua air yang terdapat dalam ruang batuan dasar
atau regolith termasuk aliran yang secara alami mengalir ke permukaan tanah
melalui pancaran atau rembesan. Berdasarkan perlakuannya terhadap air
tanah, maka lapisan-lapisan batuan dapat dibedakan menjadi:
A. Akuifer
Formasi geologi atau grup formasi yang mengandung air dan secara
signifikan mampu mengalirkan air melalui kondisi alaminya. Contoh
lapisan pembawa air adalah: pasir, kerikil, batupasir dan batugamping.
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa lapisan yang dapat
menangkap dan meloloskan air disebut akuifer. Berdasarkan litologi
ataupun keadaan tanahnya, akuifer dapat dibedakan menjadi 5
macam, yaitu :
1) Akuifer bebas atau akuifer tidak tertekan (Unconfined Aquifer)
Akuifer bebas atau akuifer tak tertekan adalah air tanah dalam
akuifer tertutup lapisan impermeable, dan merupakan akuifer yang
mempunyai muka air tanah atau akuifer jenuh air
(satured).Contoh: Permukaan air tanah di sumur yang sumur
umumnya antara 1 – 25meter
2) Akuifer tertekan (Confined Aquifer)
Akuifer tertekan adalah suatu akuifer dimana air tanah terletak di
bawah lapisan kedap air (impermeable) dan mempunyai tekanan
lebih besar daripada tekanan atmosfer. Air mengalir pada lapisan
pembatasnya, karena confined aquifer merupakan akuifer yang
jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya. Contohnya
yaitu pada sumur artesis
3) Akuifer bocor (Leakage Aquifer)
Akuifer bocor dapat didefinisikan suatu akuifer dimana air tanah
terkekang di bawah lapisan yang setengah kedap air sehingga
akuifer di sini terletak antara akuifer bebas dan akuifer terkekang.
4) Akuifer melayang (Perched Aquifer)
6.1 Pembahasan
6.1.1 Batulempung
gerakan tanah longsor (Santoso, 2002 dalam Masdari dkk, 2022). Caprock
merupakan lapisan batuan yang memiliki porositas dan permeabilitas yang
rendah. Lapisan batuan ini berfungsi sebagai penutup reservoir untuk
mencegah keluar atau bocornya fluida panas bumi. Caprock umumnya
tersusun oleh lapisan batuan yang terdiri dari mineral lempung sekunder hasil
ubahan akibat interaksi fluida dengan batuan yang dilewatinya (Syafitri,
2018).
Lempung mempunyai sifat plastis bila basah dan sangat keras bila dibakar
pada suhu tinggi (Gonggo, 2001; Garinas, 2009; Indiani & Umiati, 2009
dalam Gonggo dkk, 2013) menyebabkan lempung dapat digunakan dalam
berbagai kehidupan manusia khususnya dalam bidang keramik. Penggunaan
lempung yang sudah umum adalah sebagai bahan keramik seperti bata merah,
genteng, gerabah, dll. Saat ini lempung juga banyak digunakan sebagai
adsorben (Bahri dkk, 2010 dalam Gonggo dkk, 2013), penyangga katalis
(Lubis, 2009 dalam Gonggo dkk, 2013), penukar ion (Khairi dkk, 2004 dalam
Gonggo dkk, 2013) yang bergantung pada sifat fisik lempung tersebut.
Indonesia kaya akan sumber daya alam salah satunya di Sulawesi Tengah
yang memiliki lahan lempung sekitar 60% (Gonggo dkk, 2013)
6.1.2 Batupasir
krakal sehingga volume rongga pori pada batuan menjadi besar. Batu breksi
memiliki fragmen tuff di dalamnya karena berasal dari pecahan batu tuff.
Satuan breksi tersusun atas 2 jenis batuan, yaitu breksi tuf matrix supported
dan breksi tuf grain supported. Proporsi batuan akuifer yang tersusun atas tuf
halus dan tuf kasar (Suryana dkk, 2022).
Breksi Napalan yang terdapat di Dusun Wonosari, Desa Jurangjero,
Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul, DIY merupakan salah satu
bukti keterdapatan batu breksi di Indonesia. Breksi di daerah Gunung Kidul
ini dimanfaatkan warga setempat sebagai tempat wisata batu breksi.
Pemanfaatan dan pengolahan dari breksi napalan ini dapat digunakan sebagai
hiasan taman. Batu Breksi juga dapat dimanfaatkan sebagai ornamen dinding
dan patung-patung (Lesmana, 2013)
6.3 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada praktikum Mineralogi
Petrologi dapat disimpulkan bahwa, batuan sedimen klastik merupakan jenis
batuan yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus (pecahan batuan
asal) yang berasal dari batuan metamorf ataupun batuan sedimen itu sendiri
yang kemudian membentuk batuan berjenis klastik. Adapun contoh dari
batuan sedimen klastik yang diamati, yakni Batu Lempung, Batupasir, Breksi
Tuff, dan Konglomerat. Berdasarkan dari struktur batuan, hanya batupasir
saja yang memiliki struktur laminasi, tiga yang lainnya memiliki struktur
masif. Kemudian, terdapat batuan yang bereaksi ketika diteteskan HCI 0,1 N,
yakni Batu Lempung dan Konglomerat. Jika ditinjau dari faktor-faktor
pembentukannya, tiap-tiap batuan memiliki proses transportasi semasa
pembentukan, rasio fragmen, matriks, dan semen yang berbeda-beda, yang
kemudian dapat mempengaruhi keanekaragaman sifat fisik dan kimianya.
Porositas dan permeabilitas dari batuan sedimen klastik yang diamati
dipengaruhi oleh pemilahan (sortasi), ukuran butir, kemas, serta
kerenggangan atau kerapatan rongga yang terdapat dalam batuan-batuan
tersebut. Selain itu, masing-masing batuan sedimen klastik juga memiliki
nilai fungsi, nilai ekonomis, serta nilai estetika yang berbeda-beda pula dalam
penggunaannya di kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A., & Harahap, N. I. P. 2020. Analisa Batuan Sedimen (Konglomerat) Desa
Tanjung Kurung Ogan Komering Ulu Selatan. Indralaya: Universitas
Sriwijaya
Andini, S. O. P., & Muflihani, A. 2020. Interpretasi Genesa Batuan Desa Tanjung
Kurung Berdasarkan Analisa Petrologi. Palembang: Universitas Sriwijaya
Arif, S., Adibrata, P. F., & Dzakiya, N. (2020). Karakteristik Endapan Sedimen:
Studi Kasus Pantai Parangkusumo Daerah Istimewa Yogyakarta. Newton-
Maxwell JournalPhysics,1(1),25-31.
Gonggo, S. T., Edyanti, F., & Suherman. 2013. Karakteristik Fisikokimia Mineral
Lempung Sebagai Bahan Dasar Industri Keramik di Desa Lembah Bomban
Kecamatan Bolano Lambunu Kabupaten Parigi Moutong. Jurnal Akademika
Kim 2(2): 105-11
Hasria, H., Idrus, A., & Warmada, I. W. (2022). Protolit Batuan Metamorf di
Pegunungan Rumbia Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara,
Indonesia. Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, 23(1), 25-33.
Islami, Nur. 2017. Fisika Bumi. Pekanbaru : Universitas Riau
Lesmana, S. M. 2013. Analisis Potensi Breksi Napalan Dusun Wonosari Desa
Jurangjero Kecamatan Ngawen Kabupaten Gunung Kidul. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Musriadi, Wahyuni. A., Zelviani, S., Trihendriansyah, & Lestari, U. 2019. Struktur
Batuan Penyusun Desa Pada ‘Elo Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros.
JFT 6(1): 80-85
Mustaghfirin. (2013). Geologi dasar. Jakarta: kementrian Pendidikan dan
kebudayaan Indonesia.
Pangestu A. A., & Wiloso, D. A. 2019. Petrografi Karakteristik Batupasir Formasi
Gamping Wungkal Implikasi untuk Provenan, Diagenesis, dan Proses
Pengendapan, Formasi Gamping Wungkal, Kecamatan Bayat, Kabupaten
Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Teknologi Technoscientia 12(1) 37-48