Anda di halaman 1dari 200

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Lecture Note

PETROGRAFI

Oleh :

Agus Hendratno, MT.

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK


JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA

Yogyakarta, 2005

I-1
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. PENGERTIAN DAN DEFINISI PETROGRAFI


Petrologi :

Merupakan cabang ilmu geologi yang mempelajari mengenai asal


usul, keterdapatan dan sejarah dari batuan.

Petrografi Batuan :

Merupakan bagian dari ilmu petrologi yang mempelajari tentang


deskripsi dan klasifikasi batuan dengan menggunakan bantuan
mikroskopi polarisasi. Deskripsi batuan secara petrografis, hal yang
penting diperhatikan adalah identifikasi komposisi mineral dan
tekstur batuan. Pengelompokkan atau pengklasifikasian batuan
didasarkan pada hasil pengamatan tekstur dan komposisi mineralogi
utama (rock forming minerals).

I-2
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

I.2. REVIEW MINERAL OPTIK


Mikroskop yang dipergunakan untuk pengamatan sayatan tipis dari
batuan, pada prinsipnya sama dengan mikroskop yang biasa
dipergunakan dalam pengamatan biologi. Keutamaan dari mikroskop
ini adalah cahaya (sinar) yang dipergunakan harus sinar terpolarisasi.
Karena dengan sinar itu beberapa sifat dari kristal akan nampak jelas
sekali. Salah satu faktor yang paling penting adalah warna dari setiap
mineral, karena setiap mineral mempunyai warna yang khusus.

Untuk mencapai daya guna yang maksimal dari mikroskop polarisasi


maka perlu difahami benar bagian-bagiannya serta fungsinya di
dalam penelitian. Setiap bagian adalah sangat peka dan karenanya
haruslah dijaga baik-baik. Kalau mikroskop tidak dipergunakan
sebaiknya ditutup dengan kerudung plastik. Bagian-bagian optik
haruslah selalu dilindungi dari debu, minyak dan kotoran lainnya.
Perlu kiranya diingat bahwa buttr debu yang betapapun kecilnya akan
dapat dibesarkan berlipat ganda sehingga akan mengganggu jalannya
pengamatan.

Mikroskop polarisasi ada beberapa model yang beredar, tetapi unsur-


unsur utamanya menunjukkan persamaan, salah satu contoh
mikroskop polarisasi seperti terlihat pada gambar 3.1. Bagian-bagian
mikroskop harus diketahui secara benar dan fungsi dari bagian
tersebut adalah :

1. Kaki mikroskop, berbentuk tapal kuda (Leitz) atau bulat (Carl


Zeiss).

2. Gigi mikroskop, berbentuk melengkung (Carl Zeiss) atau


miring/tegak (Leitz). Pada waktu pengamatan, ada yang gigimya
I-3
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

berada di pihak penelitian dan ada pula yang di seberang.


Antara gigir dan kaki mikroskop pada tipe Leitz dipasang sebuah
kolom, sehingga gigir mikroskop dapat diatur miring atau tegak
sesuai dengan keinginan sipemakai.

Gigir

Tromol pengatur kasar dan halus


Cermin

Kaki mikroskop

Gambar I. 1. Mikroskop Polarisasi tipe Leitz.

3. Tromol pengatur kasar dan halus yang umumnya terpisah.


Gunanya untuk mengatur jarak objektif dan preparat. Tromol
pengatur yang halus acapkali memiliki pembagian skala dan
gunanya untuk mengukur selisih ketinggian kedudukan obyektif.

4. Meja yang berbentuk piring dengan lubang di tengah-nya yaitu


untuk jalan cahaya yang masuk. Piring ini dapat diputar-putar

I-4
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

pada porosnya yang tegak, pada tepi meja mempunyai


pembagian skala dari 0° sampai 360°, dan disertai pula dengan
nonius. Ada beberapa lubang sekrup pada meja tersebut, di
antaranya untuk menempatkan penjiepit preparat (dua buah)
dan lubang-lubang untuk mendudukkan "mechanical stage"
yaitu suatu alat untuk menggerak-kan preparat pada dua arah
yang saling tegak lnrus.

5. Sekrup pemusat gunanya untuk mengatur agar sumbu putaran


meja tepat benar pada potongan salib rambut (cross hairs).
Biasanya sekrup pemusat merupakan bagian dari obyektif.

6. Tubus, yaitu bagian yang umumnya dengan pertolongan tromol


pengatur dapat diturun-naikkan. Tetapi pada mikroskop model
Carls Zeiss bila tromol pengatur diputar yang bergerak adalah
mejanya, sedangkan tubus tetap pada tempatnya. Sekalipun
demikian efeknya tetap sama, karena menurunkan meja sama
dengan mengangkat tubus.

7. Cermm yang selalu terdiri dari cermin datar dan konvek.


Masing-masing gunanya untuk mendapatkan pantulan sinar
sejajar dan sinar konvergen. Pada beberapa jenis mikroskop
tempat kedudukan cer'min ini digantikan oleh sumber cahaya
(lampu) yang memakai filter gelas biru.

8. Kondensor, yaitu bagian yang terdiri dari lensa cem-bung untuk


memberikan cahaya yang konvergen.

9. Diafragma iris, yaitu merupakan bagian untuk menga-tur jarak


cahaya yang masuk dengan jalan mengurangi atau menambah
besamya apetumya.

I-5
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

10. Merupakan bagian vital yang dibuat dari polaroid atau


prisma nicol. Arah getaran biasanya N — S, tetapi pada
mikroskop model Carl Zeiss justru E — W.

11. Obyektif juga merupakan bagian vital, biasanya


paling sedikit disediakan 5 buah obyektif atau lebih yang
pembesarannya berlainan.

Pada beberapa model mikroskop penggantian obyektif dapat


dilakukan dengan cepat berkat adanya sebuah revolver yang
mudah diputar. Pada revolver ini setiap obyektif didudukkan
dalam keadaan siaga.

12. Lubang tempat komparator, yaitu lubang gepeng


dimana komparator dapat diselipkan dengan arah NW - ES.

13. Analisator, yaitu suatu bagian yang vital terbuat dari


polaroid atau prisma nicol. Arah getarannya selalu tegak lurus
pada arah getaran polarisator. Sekalipun demikian pada
mikroskop penelitian arah getaran analisator dapat diatur
sekehendak kita. Bila arah getaran analisator dan polarisator
saling tegak lurus, maka disebut kedudukan nicol bersilang.

14. Lensa Bertrand merupakan lensa yang dapat


dikeluar-masukkan pula.

15. Okuler, yaitu bagian mikroskop darimana mata kita


melihat medan bayangan. Ada okuler yang memakai pembagian
skala (okuler mikrometer) dan ada pula satu, dua atau lebih
okuler tanpa pembagian skala tetapi dengan pembesaran yang
berbeda-beda.

I-6
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

I-7
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel I. 1. Petrological Analysis Checklist


Technique Preferred Sample : nature and size Laboratory turn around in Helpful Information for the laboratory
working days

Petrography Unweathered hand-specimen (>50 mm), 15 (sample preparation) 5 Sample type, ie outcrop, float, colluvial, depth
or Standard thin-section, or Polished (petrography) 5 (combined in drill-hole. Spatial relation of samples to each
thin-section petrography and mineragraphy) other. Comments on local geology.
Mineragraphy Unweathered hand-specimen (>50 mm), 10 (sample preparation) 5 As above. Geochemical data.
or Polished thin-section, or Polished fluid (mineragraphy)
inclusion plate
XRD Analyses Unweathered hand-specimen, or 2 (sample preparation) 3 (qualitative) Whether analysis of clays or other minerals
Crushed sample (> 1g) 5 (semi-quantitiative) required. Comments on local geology.
Fluid Inclusion Analyses Clear secondary vuggy quartz crystals 10 (sample preparation) 5 (fluid- Where two or more veins are present, cross-
Secondary calcite, anhydrite, barite, inclusion analysis) cutting relationships should be noted for
fluorite and adularia crystals if optically determination of paragenesis. Sample location
clear Sphalerite crystals including elevation.

Microprobe Analyses and Unweathered hand-specimen, or 10 (sample preparation) 5 Quantitative or semi-quantitative analysis
SEM-EDAX Polished thin-section or mount (microprobe analysis) required. Degree of alteration determined by
thin-section examination. Comments on local
geology.
XRF or NA Analysis Hand-specimen. Bulk crushed powder 20-30 Purpose of analysis.
(> 2g)
Mineral Stable Isotope Hand-specimen.) Individual mineral 50 Purpose of analysis. Paragenetic relationships.
Analyses crushed powder (> lOOg)

Radiometric Dating Unweathered hand-specimen. Individual Radiocarbon dating: 90 (standard) 20 Degree of alteration determined by thin-
mineral crushed powder (> 250g) (express service) K/Ar, U/Pb and Rb/Sr section examination. Purpose of analysis.
dating: 30 to 50 days
Heavy Mineral Separation Sand or pan concentrate (> Ig) 10 Regional geology. Purpose of analysis.
Fission Track Dating Unweathered hand-specimen (> 1kg) 60-90 Geological setting. Purpose of analysis.
Note: Sample sizes are minimum sizes. Hand specimens should be at least 2 x 2 cm

Tabel I. 2. Petrological Analysis Information


I-8
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Technique Information Obtained Purpose


Petrography Rock type/primary texture. Alteration and vein mineralogy. Primary lithology/history. Chemistry and temperature of alteration
Tcxtural relations eg brecciation, veinlng. and mineralising fluids. Geological and alteration history, evidence
of ore deposition, eg boiling.
Mineragraphy Opaque mineral identification. Ganguc mineral Ore paragcnesis. Mineral pathfinders. Metallurgy.
identification. Tcxtural/mineralogical relations.
XRD Analyses Crystal structure. Clay/zcolite/carbonate/sulphatc/feldspar Mineral identification. Chemistry and temperatures of alteration and
identification. Semi-quantative mineral identification. mineralising fluids. Comparative abundance of clays indicating
alteration.
Fluid Inclusion Analyses Homogcnisalion temperature. Homogenisation behaviour. Temperature of fluid entrapment. Gas type and determination of
Freezing temperature. Daughter minerals. Degree of fill. boiling. Salinity of fluid. Fluid composition. Entrapment
environment.
Microprobc Analyses and Chemical composition (elements heavier than 0) for: Single Quantitative analysis of single mineral. Semi-quantitative analysis
SEM-EDAX point analyses. Scanning analyses. Microtcxtural relations. of mineral distribution/zoning Micro-paragcnesis.

XRF or NA Analysis Bulk composition of rocks or minerals. Path-finder for trace elements. Help to interpret regional geology.

Mineral Stable Isotope Isotope ratios of sulphur, carbon, hydrogen, oxygen anu Temperature of fluids and fluid genesis, ie magmatic or meteoric.
Analyses strontium.

Radiometric Dating Radiocarbon dates (max. 75,000 years) K/Ar dates (min. Active hydrothcnnal system dating. Date of solidificalion of
10,000 years) from biotitc, feldspars, illite, alunitc, igneous rock, or date of alteration: suited to hydrothermal
hornblende, rock U/Pb dates (typical min. 50,000,000 deposits, volcanic or plutonic rocks. Date of solidification of
years) from plutonic minerals -zircon, monazlle Rb/Sr dates igenous rock, or date of alteration: suited to older plutonic and
(min. 30,000,000 years) from micas, feldspars, and whole mctamorphic rocks.
rocks. Date of solidification of igneous rock, or date of alteration: suited
to older plutonic and mctamorphic rocks.
Heavy Mineral Separation Percentage and type of heavy mineral present in sample. Identification and distribution of minerals. Fingerprints regional
geology.

Fission Track Dating Ratio of spontaneous fission-track density to induced Date of cooling of igneous rocks; burial/uplift history of
fission-tracks (min. 20 years, max. 1,400,000,000 years). mctamorphic or sedimentary rocks.

I-9
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

BAB II
BATUAN BEKU

II.1. MAGMA DAN KRISTALISASI MAGMA


Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk
secara alamiah, bersifat mudah bergerak (mobile), bersuhu antara
900oC – 1.100oC dan berasal atau terbentu pada kerak bumi bagian
bawah hingga selubung bagian atas.

Pembentukan magma merupakan serangkaian proses kompleks


yang meliputi proses pemisahan (differentiation), percampuran
(assimilation), anateksis dan hibridisasi serta metamorfisma
regional. Komposisi magma ditentukan oleh komposisi bahan yang
meleleh, derajat fraksinasi dan jumlah pengotoran dalam magma
oleh batuan samping (parent rock).

Senyawa kimiawi magma yang dianalisa melalui hasil


konsolidasinya dipermukaan dalam bentuk batuan gunungapi,
dapat dikelompokkan menjadi ;

a. Senyawa-senyawa volatil, yang terutama terdiri dari fraksi


gas seperti CH4, CO2 HCl, H2S, SO2, NH3 dan sebaginya.
Komponen volatil ini akan mempengaruhi magma, antara lain :

Kandungan volatil, khususnya H 2O akan menyebabkan


pecahnya ikatan Si – O – Si yang akan mempengaruhi inti
kristal. Apabila nilai viskositas magma rendah maka difusi
akan bertambah dan pertumbuhan kristal pun terjadi.

Kandungan volatil khususnya H2O akan mempengaruhi suhu


kristalisasi sebagian besar fasa mineral. Pada beberapa

II-1
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

jenis magma, fasa mineral yang menghablur akan berubah


sehingga terjadi penyimpangan terhadap reaksi Bowen.

Volatil dalam magma menentukan besarnya tekanan selama


proses kenaikan magma tersebut ke permukaan.

Unsur-unsur volatil tersebut akan mempengaruhi jenis


kegiatan gunungapi seperti terbentuknya piroklastik,
awanpanas, dan sebagainya disamping tekstur dan bentuk
kristal seperti lubang-lubang gas (vesicles) dan glass-shard.

Unsur-unsur volatil akan mempengaruhi proses pemisahan


unsur-unsur tersebut dari magma. Apabila tekanan total
(PL) lebih besar dari tekanan uap air (PH2O) dalam magma,
maka uap air atau gas tidak akan terbentuk, sedangkan
apabila tekanan total lebih besar dari tekanan cairan atau
fluida (PF) maka tidak akan terbentuk fasa gas dan semua
volatil berupa larutan.

b. Senyawa-senyawa yang bersifat non volatil dan


merupakan unsur-unsur oksida dalam magma. Jumlahnya yang
mencapai 99% isi, sehingga merupakan major element, terdiri
dari oksida-oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO,
Na2O, K2O, TiO2 dan P2O5.

c. Unsur-unsur lain yang disebut unsur jejak (trace


element)dan merupakan minor element seperti Rubidium (Rb),
Barium (Ba), Stronsium (Sr), Nikel (Ni), Cobalt (Co), Vanadium
(V), Crom (Cr), Lithium (Li), Sulphur (S) dan Plumbum (Pb).

Menurut beberapa ahli magma dapat terbagi menjadi beberapa


jenis berdasarkan dari kriteria-kriteria tertentu, diantaranya :

II-2
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Berdasarkan kriteria kandungan SiO2 atau derajat keasaman


(acidity)

JENIS MAGMA KANDUNGAN SiO2 (%


berat)
Magma asam > 66
Magma menengah 52 – 66
Magma basa 45 – 52
Magma sangat basa < 45

Berdasarkan kriteria harga alkalilina index (λ) menurut Peacock


(1931)

JENIS MAGMA HARGA TIPE MAGMA


Alkalic 51
Atlantik
Alkali – calcic 51 – 56
Calc – alkalic 56 – 61
Pasifik
Calcic 61

Mekanisme evolusi magma dapat dikelompokkan menjadi


pengertian diferensiasi, asimilasi dan pencampuran magma.
Diferensiasi magmatik adalah meliputi semua proses yang
mengubah magma dari asalnya yang homogen dan dalam ukuran
yang sangat besar menjadi massa batuan beku dengan bermacam-
macam komposisi.

Para ahli sepeti Bowen, Fenner, Niggli dan lainnya telah melakukan
penelitian dan membahas mengenai kristalisasi cairan silikat.
Adapun hasil penelitian mereka antara lain :

1. Kristalisasi adalah proses isotermik, dimana selama proses


pembekuan berlangsung akan dilepaskan sejumlah tenaga
panas.

II-3
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

2. Pelelehan kristal merupakan proses endodermik, dimana


proses penyerapan panas digunakan untuk melelehkan
kristal pada suhu tetap. Jumlah panas yang dibutuhkan
untuk mengubah 1 gram mineral padat menjadi lelehan pada
suhu tetap disebut latent heat fusion. dan harga latent heat
fusion sama dengan jumlah panas yang dikeluarkan apabila
mineral tersebut menghablur.

3. Pada suhu dan waktu tertentu, akan terjadi kristalisasi secara


spontan dari dua komponen yang mempunyai perbandingan
tertentu, kondisi ini disebut titik eutektik. Contoh
percampuran antara 58% diopsid dengan 42% anortit.

4. Beberapa mineral akan meleleh pada suhu tertentu secara


inconcruent, yaitu memisah lalu membentuk dua mineral
yang berbeda.

Contoh, pada suhu 1.557oC akan terjadi pemisahan enstatit


menjadi olivin dan silika.

2MgSiO3 = MgSiO4 + SiO2


(silika) (olivin) (silika)

5. Pembekuan yang cepat tidak akan menghasilkan kristal


sehingga keadaan super cooled akan membentuk kaca.
Suatu kristal dapat berkembang dan tumbuh dengan baik
didalam magma encer. Cairan magma yang mempunyai
viskositas tinggi akan mengkristal secara lambat, sehingga
magma basa pada umumnya akan membentuk batuan
bertekstur kristalin ; sedangkan magma asam pada kondisi
rate of cooling asam dapat saja super cooled dan membentuk
kaca.

II-4
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Pada proses pembekuan magma, terjadi beberapa perubahan


seperti penurunan suhu, perubahan viskositas, kristalisasi yang
sesuai dengan tahapannya, keluarnya gas dari magma dan
perubahan tekanan gas.

II-5
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

II.2. EVALUASI MAGMA

a. Proses asimilasi
Proses percampuran/pengotoran dalam magma karena
penekanan pada dinding. Proses ini terutama terjadi pada
country rocks batuan beku atau batuan lainnya.

Kondisi :

a. Bila magma granitis (mineral alkali feldspar dan hornblende),


sedang dindingnya gabro (mineral augit dan labradorit)
maka magma tidak akan mampu mencerna dinding tersebut.

b. Bila magma penerobos lebih basa dari dinding reservoir,


maka magma akan mampu mencerna hingga terbentuklah
batuan hybrid.

Contoh : magma dioritis berasimilasi dengan dinding gabro


atau limestone.

b. Mingling magma
Proses terbentuknya hybrid rocks (campuran batuan) dapat pula
terbentuk dari hasil pemisahan sebagian magma yang
mengkristal.

Urutan terbentuknya kristal

 Awal terjadi mineral anhidrous (tanpa OH-) karena


terbentuk pada T tinggi, disebut pyrogenetic.

 Selanjutnya T menurun, terbentuklah komponen gas dan


mineral yang mengandung gugus hidroksil, disebut
hydratogenetic.

Pyrogenetic :

II-6
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

• Seluruh limestone kaya plagioklas


• Seluruh piroksen kecuali aegirite
• Olivin
• Nepheline
• Leucite
• Mellinite
• Magnesium
• Ilmenite
• Pyroksen
Hydratogenetic

• Kuarsa
• Ortoklas
• Seluruh amphibol
• Garnet
• Aegirit
• Sodolite
• Concrinite
• Analcime

II.3. GEOKIMIA MAGMA DAN POSISI TEKTONIK

Diagram perbandingan persentase berat Na2O + K2O dengan


persentase berat SiO2 oleh A. Harker bermanfaat menggambarkan
komposisi batuan volkanik daratan dan penamaannya. Diagram ini
dasarnya yaitu Cox et al. (1979), dan sesuai dengan apa yang
dikeluarkan oleh subkomisi IUGS mengenai sistematik batuan beku
(Le Bas et al. 1986, dalam Wilson 1991). Diagram yang sederhana
seperti ini bermanfaat dalam mengklasifikasikan batuan beku dan
secara langsung dapat menentukan komposisi kimia utama, yang
dapat dilihat dari persen berat oksida-oksidanya.
II-7
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar 2.1. menunjukkan penamaan yang bisa digunakan pada


deskripsi batuan plutonik dan gambar 2.2. untuk batuan volkanik.
Ini sesuai dengan klasifikasi QAPF, yang didasarkan pada proporsi
modal dari mineral-mineralnya (Streckeisen, 1976, dalam Wilson
1991). Gambar 2.1. hanya bisa digunakan untuk mengklasifikasikan
batuan volkanik yang tidak potasik, sedangkan yang agak potasik
menggunakan tabel II.1. Jelasnya gambar 2.a. hanya bisa
digunakan untuk mengklasifikasi batuan volkanik yang tidak
termetasomatismekan dalam keadaan segar.

Berdasarkan gambar 2.1, batuan volkanik dibagi ke dalam dua seri


magma besar, yaitu alkali dan sub-alkali. Keduanya dipisahkan
dengan garis tebal pada diagram tersebut. Tiap-tiap seri magma ini
terdiri dari batuan-batuan dengan komposisi basa hingga asam,
dan meskipun batas keduanya ditandai dengan garis yang tebal
tetapi kenyataannya ada gradasi. Komposisi batuan-batuan
volkanik yang ditunjukkan pada diagram ini merupakan akibat dari
dua proses yang mendasar yang ditunjukkan oleh panah, pelelehan
parsial dan kristalisasi fraksi, atau dengan dominasi salah satunya
saja.

II-8
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 1. Penamaan batuan beku (non-potassic) (Cox et al.


1979, dalam Wilson 1991)

Potassic Normal
leucitophyte phonolite

K-trachyte trachyte
K-rhyolite rhyolite
tristanite benmoreite
latite trachyandesite
leucitite nephelinite
leucite basanite basanite
leucite tephrite taplirite
absarokite ~i basalt
shosonite

Tabel II 1. Kesamaan antara batuan nonnal dengan batuan yang


memiliki nilai K yang tinggi (Wilson, 1991)

Diagram persentase berat Na20 + K2O dengan persentase berat


SiO2 bisa juga digunakan untuk menentukan deferensiasi antara
anggota basalt dari seri alkali dan subalkali (Middlemost, 1975,
dalam Wilson 1991). Pada saat contoh-contoh diplotkan dalam
diagram dan terletak di daerah alkali dan daerah subalkali maka
contoh-contoh inilah yang disebut dengan basalt transisi. Pada
gambar 3, basalt sub-alkali bisa dibagi ke dalam jenis normal dan
rendah K.

II-9
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 2. Klasifikasi dari alkali basalt dan subalkali dangan


parameter (a) persen berat K2O Terhadap SiO2 (b)
persen berat Na2O Terhadap SiO2 (Middlemost, 1975,
dalam Wilson 1991)

Secara umum, magma seri subalkali dapat dibagi ke dalam seri


alumina tinggi atau kalk alkali dan toleiit rendah K, Anggota dari
seri basalt ini secara berturut-turut yaitu subalkali dan subalkali
rendah K. Dua seri ini dapat dipisahkan berdasarkan diagram AFM
(Gambar II.3), dengan trend yang besar maka toleiitik kaya akan
besi pada awal pemisahannya, sedangkan seri kalk alkali trendnya
memotong diagram karena penumpukan besi pada saat kristalisasi
pertama oksida Fe-Ti. Perbedaan kimia yang utama dari seri
toleiitik dengan kalk alkali adalah kandungan Al 2O3, basalt kalk
alkali dan andesit mengandung 16-29%, sedangkan toleiitiknya
hanya mengandung 12-16% Al2O3. Basalt kalk alkali dibagi lagi

II-10
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

menjadi basalt kalk alkali rendah K, sedang, dan tinggi berdasarkan


pada diagram perbandingan K2O dengan SiO2 di atas.

Gambar II. 3. Diagram AFM yang menunjukkan jenis toelitik dan


kalk-alkali (Wilson, 1991)

Batuan-batuan dari seri magma alkali dibagi ke dalam jenis sodik,


potasik, dan K-tinggi pada pengeplotan K2O dengan Na2O. Anggota
dari seri K-tinggi mengandung sedikit silika dengan variasi nama
absarokite, leusit basalt, leusit basanit, dan leusit. Semuanya
terdeferansiasi untuk membentuk seri magma yang kaya K-tinggi
pada beberapa kasus.
Tectonic Plate margin Within plate
setting Convergent Divergent Iiitra-oceanic Intra-
(destructive) (constructive) continental
volcanic island arc, mid oceanic oceanic islands continental rift
feature active ridges, back-arc zone,
continental spreading continental
margin centres flood basalt
provinces
characteristic tholeiitic tholeiitic tholeiitic tholeiitic
magma series calc-alkaline - - -
alkaline - alkaline alkaline
SiO2 range basalts and basalts basalts and basalts and
differentiates differentiates differentiates

Tabel II 2. Karakteristik seri magma yang berhubungan dengan


tatanan tektonik tertentu (Wilson, 1991)

II-11
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel II. 2 menunjukkan karakteristik seri magma didasarkan atas


klasifikasi yang berhubungan dengan tiap lingkungan tektoniknya.
Basalt subalkali mempakan jenis yang paling umum dari batuan
volkanik yang ditemukan pada daratan dan cekungan samudera.
Basalt subalkali rendah K atau basalt toleiitik, merupakan magma
dominan yang dihasilkan pada punggungan tengah samudera dan
pada beberapa wilayah aliran basalt (flood basalt province).
Dibandingkan tipe basalt yang lainnya basalt-basalt ini
mengandung K tinggi dan kation-kation lain seperti Rb, Ba, U, Th,
Pb, Zr, dan sedikit REE.

Analisis batuan volkanik dari lantai samudera menunjukkan


komposisi yang sangat beragam. Meskipun basalt toleiitik lebih
dominan, transisi dan jenis alkali juga terdapat di beberapa daerah,
khususnya pada pemekaran samudera yang lambat seperti
Atlantik. Karakteristik kimia punggungan tengah samudera (MOR)
kelihatan bervariasi sebagai fungsi dari kecepatan pemekaran dan
elevasi punggungan kerak. Pemekaran lantai samudera juga terjadi
pada cekungan belakang busur {back arc basin) yang berhubungan
dengan subduksi, dan tekait dengan busur volkanik. Secara umum,
erupsi basalt sebanding dengan MOR dengan syarat karaktersitik
unsur utama dari unsur jejaknya berbeda.

Sekarang ini, magma seri kalk alkali seluruhnya dibatasi pada


posisinya yang berhubungan dengan subduksi. Akibatnya,
pengenalan terhadap karakteristik kalk alkali pada sikuen volkanik
masa lalu merupakan petunjuk yang sangat penting dalam
petrogenesis. Produk-produk dari volkanisme pada busur volkanik
bervariasi sesuai dengan evolusi dari busur, dalam beberapa hal,
lateral sepanjang busur. Batuan volkanik bisa dibagi ke dalam jenis
toleiitk, kalk alkali, dan alkali yang semuanya bergradasi. Jenis
magma toleiitik bisanya terbentuk pada busur muda, sedangkan

II-12
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

magma kalk alkali pada busur yang lebih tua dan batas benua aktif.
Karakteristik kimia dari batuan-batuan busur volkanik lebih
bervariasi dibandingkan dengan MOR. Proporsi lavanya yang kaya
SiO2 lebih besar, khususnya pada sen kalk alkali dangan andesit
yang lebih dominan.

Alkali basalt dan deferensiasinya umum dijumpai pada tatanan


tektonik antar lempeng seperti kepulauan samudera dan rekahan
lempeng antar benua dan jarang dijumpai pada beberapa subduksi.
Kepulauan samudera basalt (OIB) memiliki komposisi yang
mungkin bervariasi mulai dari toleiitik (Hawai, Iceland, dan
Galapagos, alkali sodik (Pulau Canary dan St. Halena) hingga alkali
potasik (Tristan da Cunha dan Gough). Umumnya evolusi magma
lebih berkembang dibandingkan basalt, seringpula berupa
kesatuan basalt-trasit atau ponolit.

Basalt daratan sangat terbatas saat ini, dan dominasinya yaitu


alkali pada tahap awal dari pemekaran daratan. Meskipun begitu,
pada wilayah kerak dengan gaya tarik yang besar, umunya akan
terdapat transisi dan toleiitik. Wilayah aliran basalt toleiitik daratan
mungkin sangat berarti di masa lalu, berhubungan dengan fase
utama pemekaran benua yang sempurna dan pembentukan dari
cekungan yang bam. Magma Kimberlit dan ultrapotasik yang
berasal dari magma alkali daratan yang sangat berbeda terbentuk
pada tatanan tektonik yang lebih luas.

II.4. MINERAL PEMBENTUK BATUAN

a. Mineral pembentuk batuan dengan indeks refraksi rendah


Name Formula
Quartz
Tridymit SiO2

II-13
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Kristobalit
Sanidine
Ortoklas (K,Na)AlSi3O8
FELDSPAR Mikroline
Albite NaAl Si3O8
Anortit CaAl2Si2O8

Nepheline (Na,K)AlSiO4

FELDSPATOID Kalsilite (K,Na)AlSiO4


Leusit KAlSi2O6
Sodalite Na8Al6Si6O24Cl2
Analcite NaAlSi2O6H2O
Scapolite (Na,Ca,K)4Al3(Al,Si)3Si6O24(Cl,CO3SO4,OH)
Cordierite (Mg,Fe)2Al4Si5O18

b. Mineral pembentuk batuan dengan indeks refraksi tinggi


Name Formula
Forsterite Mg2SiO4
OLIVIN Fayalite Fe2SiO4
Monticellite CaMgSiO4

ORTOPIROKSEN Enstatite Mg2Si2O6


Ferrosilite Fe2Si2O6
Diopside CaMgSi2O6
Hedenbergite CaFeSi2O6
KLINOPIROKSEN Augite (Ca,Mg,Fe,Al)2(Si,Al)2O6
Pigeonite (Mg,Fe,Ca)(Mg,Fe)Si2O6
Aegirine NaFe+3 Si2O6
Jadelite NaAlSi2O6

Wollastonite CaSiO3

Anthophylite (Mg,Fe)7Si8O22(OH,F)2
Gedrite (Mg,Fe)5Al2(Al2Si6)O22(OH,F)2
Cummingtonite (Mg,Fe)7Si8O22(OH,F)2
Tremolit-actinolit Ca2(Mg,Fe)7Si8O22(OH,F)2
AMPHIBOL

II-14
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Hornblende Ca2(Mg,Fe,Al)5(SiAl)8O22(OH,F)2
Riebeckite Na2Fe3+2Fe2+3 Si8O22(OH,F)2
Glaucophane Na2Mg3Al2Si8O22(OH,F)2

Biotit K(Mg,Fe)3(AlSi3O10)(OH,F)2

MICA Muscovite KAl2(AlSi3O10)(OH,F)2


Paragonite NaAl2(AlSi3O10)(OH,F)2
Pyrophyllite Al2Si4O10(OH)8
Talc Mg3Si4O10(OH)2
Chlorite (Mg,Al,Fe)6(Al,Si)4O10(OH)8
Serpentine Mg6Si4O10(OH)8

Pyrope Mg3Al2Si3O12
Almandine Fe3Al2Si3O12
GARNET Spessartine Mn3Al2Si3O12
Grossular Ca3Al2Si3O12
Andradite Ca3 (Fe+3,Ti)2Si3O12
Vesuvianite Ca19(Mg,Fe,Al)13Si18(O,OH,F)76

Andalusite
Kyanite Al2SiO5
Sillimanite
Mullite 3Al2O3.2SiO2
Staurolite Fe2Al9Si3,75O22(OH)2
Chloritoid (Fe+2,Mg,Mn)2(Al,Fe+3)Al3O2(SiO4)2(OH)4
Epidote
Ca2Fe+3Al2O(S2O7)(SiO4(OH)
Clinozoisite Ca2AlAl2O(Si2O7)(SiO4(OH)
Lawsonite CaAl2(OH)2Si2O7H2O
Gehlenite Ca2MgSi2O7
MELILITE Akermanite Ca2MgSi2O7
Soda melilite NaCaAlSi2O7
Calcite CaCO3
Dolomite CaMg(CO3)2

c. Mineral accesori
Name Formula
Apatite Ca5(PO4)3(OH,F,Cl)
Zircon ZrSiO4
Sphene CaTiSiO5

II-15
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Perovskite CaTiO3
Tourmalin Na(Mg,Fe,Al)3Al6Si6O18(BO3)3(OH,F)4
Corundum Al2O3
Rutile TiO2
Hematite Fe2O3
Ilmenite FeTiO3

Ulvospinel Fe2TiO4
Magnetit Fe3O4
SPINEL Chromite FeCr2O4
Spinel MgAl2O4
Hercynite FeAl2O4
Fluorite CaF2
Pyrite FES2
Pyrrhotite Fe7S8 – FeS
Chalcopyrite CuFeS2
Sphalerite ZnS
Anhydrite CaSO4
Gypsum CaSO4.2H2O
Barite BaSO4
Beryl Be3Al2[Si6O18]

II.5. TEKSTUR BATUAN BEKU


Tekstur adalah cerminan hubungan antara komponen dari batuan
yang merefleksikan sejarah kejadian/petrogenesa.

a. Deskripsi Tekstur

Dalam mempelajari dan menginterpretasikan batuan beku hal


yang penting harus diperhatikan adalah membedakan mineral-
mineral primer

II-16
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

(mineral yang terbentuk langsung dari magma) dari mineral-


mineral sekunder (mineral yang terbentuk dari hasil alterasi atau
pelapukan), karena dalam pengklasifikasian batuan beku
didasarkan atas mineral-mineral primer bukan mieral-mineral
sekunder. Juga dijelaskan dalam diskripsi bahwa mineral-mineral
tertentu sudah mengalami perubahan menjadi mineral sekunder.
Prosentase mineral yang dipakai dalam penentuan nama batuan
adalah prosentase dari mineral-mineral primer sebelum terjadi
perubahan.

b. Tingkat Kristalinitas (crystalinite)

 Holokristalin

terdiri dari kristal-kristal seluruhnya.

 Hipokristalin/hypohyalin/merokristalin

terdiri atas sebagian kristal-kristal dan sebagian gelas.

 Holohyalin

didominasi atas gelas

Gelas terbentuk karena :

 Pendinginan cepat.

 Viskositas tinggi.

 Gas keluar dengan sangat cepat. Gas keluar akibat dari


viskositas tinggi sehingga terbentuk masa dasar gelas.

II-17
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

c. Ukuran Kristal

Macam – macam ukuran kristal batuan beku:


 > 3 cm. .: very coarse grain
............. PLUTONIC
..................................................
(deep seated intrusion)

 5 mm – 3 cm.......................................................................:
coarse grain........................................................................
 PLUTONIC
 1 mm – 5 mm .....................................................................:
medium grain.....................................................................
 PLUTONIC
 < 1 mm ..............................................................................:
fine grained........................................................................
VOLCANIC ROCK
 (0,5 – 1) mm........................................................................:
fine grained........................................................................
 HYPABYSSAL
 (0,01–0,2) mm.....................................................................:
microcrystaline
 < 0,01 mm..........................................................................:
cryptocrystaline

Ditinjau dari ukuran butir mineral, tektur dapat dibedakan


menjadi :

1. Mikrokristalin................................................................

Kristal-kristalnya dapat dibedakan dengan menggunakan


mikroskop.

2. Kriptokristalin

Kristal-kristalnya sangat halus, sulit dibedakan dengan


mikroskop ( φ < 0,01 mm)

3. Equigranular

II-18
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Kristal-kristalnya berukuran relatif seragam/sama besar.

4. Inequigranular

Kristal-kristalnya berukuran tidak seragam/sama (terdapat


fenokris dan masa dasar)

d. Bentuk Kristal

Bentuk-bentuk individu kristal :

1. Euhedral/idiomorf

Kristal-kristal mempunyai bentuk lengkap/baik, dan dibatasi


oleh bidang batas yang jelas.

2. Subhedral/hypidiomorf

Kristal-kristal mempunyai bentuk kurang baik dan dibatasi


oleh bidang batas yang tidak jelas.

3. Anhedral/fenomorf

Kristal-kristal mempunyai bentuk sendiri yang jelas.

Berdasarkan dari fabrik/kemasnya, tekstur equigranular dapat


dibedakan menjadi :

1. Idiomorfik granular :

Semua/hampir semua mineral berbentuk euhedral dengan


ukuran butir relatif sama dan mempunyai batas-batas yang
jelas.

2. Hypidiomorfik granular :

Terdiri atas mineral-mineral yang subhedral (dominan) dengan


besar butir yang relatif sama.

3. Allotriomorfik granular :

II-19
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Terdiri atas mineral-mineral yang berbentuk anhedral


(dominan).

II-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

e. Macam – macam tekstur

1. Tekstur Glassy-Afanitik
 Tekstur Trakhitik

Paralel mikrolit-mikrolit (plagioklas dan mikro-kripto kristalin)

 Tekstur Pilotasitik

Sub-paralel mikrolit-mikrolit (plagioklas dan mikro-kripto


kristalin)

Terbentuk akibat aliran magma dalam batuan volkanik

 Tekstur Trachytoidal

Paralel kristal feldspar dalam batuan plutonik

2. Tekstur Porfiritik
Terdiri atas fenokris-fenokris yang tertanam dalam masa dasar
halus yang kristalin.

Kenampakan tekstur batuan beku dimana terdapat fenokris-


fenokris yang tertanam dalam masa dasar/matrik halus kristalin.

Merupakan tekstur penciri pada batuan beku intrusif dan


ekstrusif. Contohnya :

(a). Riolit, Dasit

(b). Andesit

(c). Basalt Nepelin

II-21
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

3. Tekstur Tumbuh Bersama (Intergrowth)


Pertumbuhan bersama antara 2 mineral, umumnya adalah
mineral feldspar dengan kuarsa, dapat juga plagioklas dengan
kuarsa, piroksen dan plagioklas.

 Tekstur Cumulus

Batuan beku yang tersusun atas kristal-kristal (satu atau


lebih mineral) yang terbentuk pada awal kristalisasi magma,
pada proses segregasi atau konsentrasi. Sering dijumpai
pada batuan beku ultramafik.

 Tekstur Intergranular

Agregasi dari butir-butir mineral mafik yang euhedral


(mineral-mineral piroksen dan atau olivin) yang dijumpai
diantara mineral-mineral plagioklas yang memanjang secara
random. Sering dijumpai pada diabas dan basalt hypabisal.

II-22
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

 Tekstur Intersertal

Seperti tekstur intergranular, tetapi diantara mineral-mineral


plagioklas yang memanjang secara random terisi oleh gelas
atau altersi gelas.

Sering dijumpai pada basalt

4. Tekstur Reaksi atau Corona (KELYPHITIC RIM)


Tekstur reaksi merupakan pembungkusan mineral dalam batuan
beku, olivine, mineral yang pertama terbentuk dalam deret
diskontnue mungkin dikelilingi oleh mineral yang terbentuk
kemudian (piroksen atau hornblende). Tekstur ini dapat pula
terbentuk karena reaksi post magmatig atau dapat terjadi akibat
metamorfosa derajat rendah.

 Tekstur Perthitic

Kristal-kristal kecil yang tertanam secara acak dalam kristal


yang lebih besar

II-23
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

 Tekstur Antiperthitic

Kristal-kristal piroksen tertanam secara acak dalam kristal


plagioklas. Disamping macam-macam tekstur diatas, dalam
batuan beku juga ditemukan beberapa tekstur khusus, antara
lain :

a. Tekstur Poikilitik

Kristal-kristal kecil yang tertanam secara acak dalam kristal


yang lebih besar

b. Tekstur Ophitic
II-24
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Kristal-kristal plagioklas tertanam secara acak dalam kristal


yang lebih besar olivin atau piroksen. Dijumpai pada gabro
(b) dan basalt

c. Tekstur Sub-ophitic

Kristal-kristal plagioklas dan kristal olivin atau piroksen,


tumbuh bersama, Seperti tekstur ophitik, tetapi ukuran
kirstal relatif sama Dijumpai pada diabas (c)

II-25
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

d. Mikroporfiritik

Porfiritik terlihat di bawah mikroskop.

e. Vitrofirik

Fenokris tertanam dalam masa dasar gelas.

f. Felsofirik

Bila masa dasar terdiri atas intergrowth kuarsa dengan


feldspar.

g. Poikilitik

Adanya inklusi-inklusi mineral secara random dalam suatu


mineral besar.

h. Hyalopilitik

Mikrolit-mikrolit plagioklas dijumpai bersama-sama dengan


mikrokristalin piroksen dengan arah yang random dalam
masa dasar gelas.

II-26
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

i. Pilotasitik

Mikrolit-mikrolit plagioklas menunjukkan kesejajaran (sub-


paralel) dan dijumpai bersama-sama dengan mineral-
mineral mikrokristalin atau kriptokristalin.

j. Felled texture

Apabila masa dasar terdiri dari mikrolit-mikrolit yang tidak


beraturan

k. Vesicular

Biasa dijumpai pada lava, merupakan lubang-lubang bekas


gas

l. Amydaloid

Biasa dijumpai pada lava, merupakan bekas lubang gas


yang telah diisi oleh mineral-mineral sekunder seperti
zeolit, opal, kalsedon, klorit, kalsit dan lain-lain.

m. Tekstur Sperulit dalam Riolit

Bentuk radial dari kristal fibrus di dalam matrik gelas.


Kemungkinan komposisi sperulit alkali felsdpar dan
polymorf SiO2

n. Tekstur Graphic

kristal-kristal kuarsal yang tertanam secara acak dalam


kristal K-feldspar

o. Tekstur Mrymekite

Seperti tekstur graphic dimana bentuk kuarsa menyerupai


cacing dengan letak tak teratur

II-27
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

II.6. STRUKTUR BATUAN BEKU

Macam-macam struktur batuan beku, yaitu:

A. Intrusive (Blatt & Ehler 1980)

 Memotong perlapisan batuan sedimen, menunjukkan


batuan beku terbentuk pd kurun waktu lebih muda

 Batuan sedimen yg berada di dasar & di bagian atasnya


terpanggang —> Contac Effect

 Tidak mengandung gelembung gas/fragmentasi pada bagian


atasnya

 Fragmen-fragmen batuan beku tidak dijumpai pd sedimen


diatasnya

 Pelengkungan batuan sedimen diatasnya kerap kali lebih


besar bila dibandingkan dgn sudut maksimal lereng
pengendapannya

 Dijumpai inklusi

B. Ekstrusive

 Umumnya bagian bawah tempat lava mengalir berbentuk


tidak teratur seperti hasil erosi

 Kontaknya dapat paralel terhadap perlapisan / foliasi dari


batuan yg lebih tua (concordance)/bersudut (discordance)

 Bagian atas batuan yang ditumpangi oleh batuan ekstrusif


akan memperlihatkan hasil proses pelapukan yang terjadi
sebelum batuan ekstrusif terbentuk diatasnya. Misal berupa
soil (tanah) hasil oksidasi / hidrasi

II-28
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

 Dijumpai material asing di dalam batuan beku yang biasa


disebut inklusi (xenolith 1 xenocryst), bersifat minor
biasanya disertai dengan efek panggang (baking effect)

 Bagian permukaan atas lava yang tertimbun sedimen


berbentuk tidak teratur seperti hasil proses erosi

 Beberapa lava mempunyai permukaan tidak teratur yg


terbentuk selama lava mengalir. Kontak dengan batuan
sedimen dibawahnya berupa hubungan discordance

 Bagian atas suatu tubuh lava yang tertimbun sedimen dapat


menunjukkan lubang gas (kecil/medium). Struktur Vesiculer
biasa dijumpai

 Erosi pada bagian atas lava dapat terjadi sebelum


pengendapan sedimen diatasnya. Lapisan soil dapat dijumpai
sebagai hasil dekomposisi lanjut (extremely weathered)
—> “bukti hubungan ketidakselarasan/unconformity

Macam – Macam Bentuk Tubuh Batuan Intrusif


Batuan Intrusif membeku di dalam batuan yang sudah ada lebih
dahulu di bawah permukaan bumi. Kontak umumnya berupa
Concordance/discordance. Jika batuan yang diterobos rapuh maka
akan disertai terjadinya pemecahan dan penyesaran. Kontak
semacam ini biasanya terjadi pada tempat yang dangkal. Di daerah
yang lebih dalam beberapa km batuan yang diterobos bersifat
plastis/lentur. Hingga lapis/foliasinya cenderung tertekan paralel
terhadap pluton yag menerobosnya. Type intrusinya disebut
diapirik dan masa batuan/lelehan yang bergerak ke atas disebut
diapir. Kontak concordance dapat dijumpai pada tempat yang
dangkal bila magma menerobos membentuk kubah, atau kekuatan
magma tidak menyebabkan pemecahan batuan yang diterobos.

II-29
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Banyak intrusi terlihat concordance pada singkapan yang


terisolasi, yang merupakan fungsi skala pengamatan.

Beberapa intrusi yang terbentuk pada kedalaman > 100 km dan


mengandung fragmen-fragmen misalnya intan yang dibawa oleh
sumber magma/induk magma.

Tipe-Tipe Intrusi
a. SILL
• Concordance, tubuh tabular

• Tipis, menerobos ditempat yang dangkal, pada tempat


yang relatif tidak terlipat

• derajat keenceran (viscosity) magma tinggi hingga


menghasilkan bentuk seperti lempengan.

• Sifat keasaman basic intermediate

• Sebagian besar berkomposisi basaltic

• Biasanya kristal awal yang terbentuk termasuk mineral


lebih berat turun (settlement) di dasar hingga
komposisinya bervariasi ke arah atas membentuk
perlapisan semu (pseudc stratification)

• Ketebalannya beberapa - ratusan meter. Sill di Palisades


(New York) berumur Trias ketebalan 300 meter tersingkap
sepanjang 800 km & lebar 2 km.

• Sill Peneplain di Antartika berumur Jura berupa Diabase


ketebalan 400 m luas singkapan 20.000 km2.

II-30
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

2. LACCOLITH
• Bersifat concordance

• Bentuknya seperti jamur, diameter sekitar 1-8 km,


ketebalan maks 1000 meter

• Terbentuk di dalam sedimen yang tidak terganggu di


tempat yang dangkal. Lacolite terbentuk sewaktu magma
bergerak ke atas menembus lapisan yang mendatar di
dalam kerak bumi yang bersifat lebih tahan/resistance
hingga magma tersebar secara lateral membentuk kubah
di dalam lapisan yang berada di atasnya. Jika berjumpa
lapisan yang ketahanannya rendah untuk menyebar, maka
lacolith berkembang menjadi sill

• Sebagian besar lacolith berkomposisi silisic atau


intermediate

• Contoh : lacolith diUtah (USA)

3. LOPOLITHS
• Berbentuk lenticular yang besar, bagian tengahnya
melesak, umumnya concordance suatu masa intrusi
berbentuk cerobong asap / cekungan

• Sebagian besar dijumpai di daerah terlipat / sedikit terlipat

1 1
• Tebal: − dari lebarnya
10 20

• Diameternya bervariasi dari puluhan - ratusan km dengan


ketebalan berkembang sampai ribuan meter

• Umumnya kandungan min mafik-ultramafik, beberapa


diantaranya terdiferensiasi di bagian atasnya menjadi lebih
silisic

II-31
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

• Contoh : Ontario, Afrika Selatan

4. PHACOLITHS
• Tubuh intrusi yang concordance berasosiasi dengan batuan
terlipat Bila terbentuk di dalam antiklin akan terjad!
cembung double ke arah atas. Sebaliknya bila di dalam
sinklin akan terbentuk cembung double ke arah bawah. Hal
ini menunjukkan bahwa phacolith merupakan intrusi yang
pasif, magma mengisi daerah terbuka di puncak dan di
lembah antiklin & sinklin.

• Intrusi berjalan di daerah bertekanan rendah, berkembang


karena pelengseran lapisan incompetent diantara lapisan
yang lebih competent atau pelengseran satu lapisan
competent terhadap lapisan competent yang lain

• Pacolith umumnya terbentuk di daerah dalam &


mempunyai batas yang tajam, mengalami gradasi. Bila
terjadi foliasi akan paralel/hampir paralel terhadap sumbu
lipatan

• Komposisi batuannya bervariasi, meliputi daerah yang luas


mencapai puluhan km

5. DIKE & VEINS


• Dike merupakan terobosan yang tabular & discordance
memotong foliasi/perlapisan country rocks. Intrusi ini dapat
beralih tempat ke dalam sistem kekar yang sudah ada
terlebih dahulu, dapat tunggal / majemuk

• Pada beberapa daerah Dike berhub erat dg volcanic


necks/intrusi dangkal (hypabyssal) & terbentuk secara
radial

II-32
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

• Banyak Dike bersifat lebih resistance terhadap erosi


dibandingkan dengan batuan yg diterobosnya

• Kadang menerobos vertikal/miring membentuk lempengan,


kerucut tersebar bentuk oval/melingkar. Hal ini berkaitan
dengan proses pemecahan kubah tubuh

• terobosan & hilangnya tekanan intrusi yang diikuti oleh


melesahnya country rocks bagian alas sehingga dapur
magma kosong

• Vein adalah pengisian mineral/batuan di dalam pecahan


host rocks berbentuk tabular kecil/lempengan, kerapkali
berasosiasi dengan replacement host rocks

6. BATHOLITHS
• Suatu tubuh pluton intrusif yang besar dengan dinding
yang terjal tanpa dasar yang dikenal

• Umumnya berkomposisi silisik

• Berukuran 100 - ribuan km2

• Banyak batholith yang concordance terhadap struktur


regional, padahal bila dipetakan otete//sangat
discordance

• Pluton silisik yang besar kerap kali granit (deskripsi


lapangan) meskipun komposisinya kerap kati granodiorite
atau monzonite kuarsa

Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala yang
besar. Seperti lava bantal yang terbentuk di lingkungan air (laut),
lava bongkah, struktur aliran dan lain-lainnya. Suatu bentuk dari
struktur batuan sangat erat sekali dengan waktu terbentuknya.

II-33
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

a. Struktur Bantal.
Struktur bantal (pillow structure) adalah struktur yang
dinyatakan pada batuan ekstrusi tertentu, yang dicirikan oleh
masa yang berbentuk bantal. Dimana ukuran dari bentuk lava
ini pada umumnya antara 30 — 60 cm. Biasanya jarak antara
bantal berdekatan dan terisi oleh bahan-bahan yang
berkomposisi sama dengan bantal tersebut, dan juga oleh
sedimen-sedimen klastik. Karena adanya sedimen-sedimen
klastik ini maka struktur bantal dapat dianggap terbentuk dalam
air dan umumnya terbentuk di laut dalam.

b. Struktur Vesikular.
Di dalam lava banyak terkandung gas-gas yang segera
dilepaskan setelah tekanan menurun, ini disebabkan perjalanan
magma ke permukaan bumi. Keluamya gas-gas dari lava akan
menghasilkan lubang-lubang yang berbentuk bulat, clip, silinder
ataupun tidak beraturan. Terak (scoria) adalah lava yang
sebagian besar terdiri dari lubang-lubang yang tidak beraturan,
hal ini disebabkan lava tersebut sebagian besar mengandung
gas-gas sehingga sewaktu lava tersebut membeku membentuk
rongga-rongga yang dulu ditempati oleh gas.

Biasanya pada dasar dari aliran lava terdapat gelembung-


gelembung berbentuk silinder yang tegak lurus aliran lava. Hal
ini disebabkan gas-gas yang dilepaskan dari batuan sedimen
yang berada di bawahnya karena proses pemanasan dari lava
itu.

c. Struktur Aliran.
Lava yang disemburkan tidak ada yang dalam keadaan
homogen. Dalam perjalanannya menuju ke permukaan selalu
terjadi perubahan seperti komposisi, kadar gas, kekentalan,
II-34
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

derajat kristalisasi. Ketidak homogenan lava menyebabkan


terbentuknya struktur aliran, hal ini dicer -minkan dengan
adanya goresan berupa garis-garis yang sejajar, perbedaan
wama dan tekstur.

Struktur aliran juga dijumpai pada batuan dimana perlapisan-


perlapisan digambarkan dengan perbedaan-perbedaan dalam
komposisi atau tekstur mineralnya. Struktur aliran dapat pula
berbentuk sangat halus dan disebut tekstur aliran. Dan untuk
dapat melihatnya diperlukan mikroskop, foto 8 lembar 5
memperlihatkan tekstur aliran pada batuan yang berupa
pengarahan dari mineral-mineral tertentu seperti plagioklas.

Bentuk mineral-mineral dalam batuan yang mempu-nyai bentuk


memanjang atau pipih akan condong untuk mengarah menjadi
sejajar dengan arah aliran lava pada waktu itu.

d. Struktur Kekar.
Kekar adalah bidang-bidang pemisah yang terdapat dalam
semua jenis batuan. Kekar biasanya disebabkan oleh proses
pendinginan, tetapi ada pula retakan-retakan yang disebabkan
oleh gerakan-gerakan dalam bumi yang

berlaku sesudah batuan itu membeku. Kenampakan di lapangan


menunjukkan bahwa kekar-kekar itu tersusun dalam sistem
tertentu yang berpotongan satu dengan yang lainnya.

Retakan-retakan ada yang memotong sejajar dengan


permukaan bumi, dan menghasilkan struktur periapisan,
sedangkan yang tegak lurus dengan permukaan bumi akan
menghasilkan struktur bpngkah. Perlapisan ini pada umumnya
akan makin tipis pada bagian yang mendekati permukaan bumi.

II-35
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Retakan-retakan dapat pula membentuk kolom-kolom yang


dikenal dengan struktur kekar meniang (columnar jointing).
Struktur ini disebabkan karena adanya pendinginan dan
penyusutan yang merata dalam magma dan dicirikan oleh
perkembangan empat, lima atau enam sisi prisma,
kemungkinan juga dipotong oleh retakan yang melintang.
Bentuk seperti tiang ini umumnya terdapat pada batuan basal,
tetapi kadang-kadang juga terdapat pada batuan beku jenis
lainnya. Kolom-kolom ini berkembang tegak lurus pada
permukaan pendinginan, sehingga pada sil atau lava aliran
tersebut akan berdiri vertikal sedangkan pada dike kurang lebih
akan horizontal.

II.7. KLASIFIKASI BATUAN BEKU


Pengklasifikasian batuan beku diperoleh dengan berdasarkan
pada :

1. Komposisi mineral, hal ini dapat menunjukkan kondisi


magma pada saat kristalisasi dan menggambarkan komposisi
kimia.

2. Tekstur, hal ini dapat menunjukkan keadaan yang


mempengaruhi proses pembekuan, waktu/tempat
pembekuan

Misal :

 Granular
=> plutonik lambat

 Porfiritik
=> ekstrusif cepat

II-36
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

 Glassy
=> effusif cepat sekali

3. Komposisi kimia, hal ini dapat menunjukkan hubungan dan


tipe magma asal, kehadiran/tidaknya mineral tertentu.

Kombinasi antara komposisi mineral dan tekstur, dapat dibedakan :

 Jumlah relatif antara mineral mafiks dan felsik

 Kuarsa

 Unsaturated minerals

 Macam mineral mafiks

II-37
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 4. Comparison Chart For Visual Percentage Estimation


(After Terry and Chilingar, 1955).

II-38
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel II 3. General character and organization of principal igneous rocks (Wiiliam, Turner, & Gilbert, 1982)

Acid Intermediete Basic Ultrabasic

Chapter 5 Chapter 4 Chapter 3 Chapter 8


Oversaturated rocks; Cl – 0 to 40 Saturated rocks; Cl – 0 to 40 Saturated and undersaturated; undersaturated;
Alkali plagioklas Alkali plagioklas Cl usually > 40 Cl – 90 to 100
feldspar An 10-30 feldspar An 30-50 plagioklas An 50-100 plagioklas 0-10%
'
Quartz > 20%
Feldspatic peridotite
Alkali Gabbro
Tonalite

granite adamellite Norite


Grano- Syenite Monzonite Diorite Troctolite
Plutonic

Quartz 5-20%diorite Anorthosite


Mg and CaMg pyroxenites
Quartz Quartz Quartz Alkaline gabbro
syenite monzonite diorite
Volkanic

Thoelitic basalts and diabases


Rhyolite Dacite Trachyte Latite Andesite Alkali olvine basalts
Hawaiite
mugearite

Chapter 7 Chapter 8
Feldspatoidal rocks; Cl – low to medium Feldspatoidal rocks; Cl – low to high
Plutonic

Alkali feldspar Plagioklas feldspar


lacking

Feldspatoidal syenite Feldspatoidal gabbros


Essxite Ijolite
Volcanic

Nepheline syenite shonkinite Theralite Alkaline pyroxenite


Sodalite syenit Analcime diabase

Trachyandesite
Trachybasalt
Tephrite Basanites
Phonolite Leucities

Nephelinite
Wyomingite Limburgite

Chapter 8
Lamprophyres
Biotite and hornblende
Volcanic or

lamprophyres
Camptonite
Monchiquite

Melilite-rich rocks
Melilite
quasi-volcanic

Alonoite
Carbonatite
Kimberlite

Nonfeldspathic peridotite (plutonic)


Komatitite

II-39
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

II.8. Klasifikasi Kimia


Pembagian klasifikasi batuan beku berdasarkan kimiawi:

a. SiO2 (keasaman)
 Asam> 66 %
 Intermediet(52 – 56) %
 Basa(45 – 52) %
 Ultrabasa< 45 %
b. Kejenuhan terhadap silika beku
 Saturated rocks
 Saturated rocks
 Under saturated rocks
c. Kandungan alumina dalam batuan beku
 Al 2 O3 
 Per alumina   > 1
 K 2 O + Na 2 O + CaO 
 Metaluminous ........................................................................
 Al 2 O3   Al 2 O3 
  > 1 >  
 K 2 O + Na 2 O   K 2 O + Na 2 O + CaO 
 Al 2 O3 
 Sub aluminous   ≈ 1
 K 2 O + Na 2 O 
 Al 2 O3 
 Per Alkaline   < 1
 K 2 O + Na 2 O 
d. Kandungan Fe, Mg  mafic
 Leucocratic rocks< 30 %
 Mesocratic rocks(30 – 60) %
 Melanocratic rocks(60-90) %
 Hypermelanic rocks> 90%

II.9. KLASIFIKASI MODE

a. Batuan Ultrabasa dan Basa (plutonik & volkanik)


Berdasarkan Komposisi Mineral

III-1
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

 Gabro (Gabbro)

Plagioklas, diopsidic augite, olivin, hornblende

 Norit (Norite)

Plagioklas, hipersten (orto- Px), augit (tidak melimpah), olivin


(tidak melimpah)

 Tractolit (Tractolite)

Dominan plagioklas dan olivin

 Anorthosit (Anorthisite)

Kaya plagioklas (dominan), minor hipersten dan augit (sering


dijumpai)

 Piroksenit (Magnesian-Calcmagnesian Pyroxenite)

Mg-orto Piroksen dan atau Clino- Piroksen

III-2
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 5. IUGS clasification of phaneritic (plutonic) rocks

III-3
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 6. Klasifikasi batuan beku plutonik mafik (IUGS)

III-4
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

b. Batuan Beku Intermediate (jenuh silika)

 TIPE VOLKANIK :

Andesit
Tekstur : porfiritik, pilotasitik, fenokris plagioklas dan mineral-
mineral mafik ;olivine, augit, hipersten, hornblende dan biotit,
 andesit olivin (olivine andesite) andesit basaltik (basaltic
andesite)
Transisi basalt tholeiitik, komposisi mineralogi penciri ; olivin
dan labradorit
 andesit piroksen (pyroxene andesite)
Dominan mineral mafik piroksen ; hipersten, augit melimpah
zoning plagioklas,
 andesit hornblende dan andesit biotit
 hornblende and biotit andesite

Latit (latite = trachyandesite)

Tekstur : porfiritik, pilotasitik,

 fenokris plagioklas (andesin atau oligoklas), sering dijumpai


sanidin atau anorthoklas menyelimuti plagioklas

 piroksen ; diopsidic augite , aigerin-augit menyertai augit


dalam tipe alkali.

Trakhit (trachyte)

Tekstur trakhitik (trachytic texture), alkali felsdpart > 80 %


(modal) ; sanidin atau anorthoklas plagioklas (oligoklas atau
andesin) olivin (fayalit), clino-piroksen, amfobol dan biotit

 trakhit piroksen (pyroxene trachyte)

III-5
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

dominan mineral mafik piroksen ; diopsidic px atau aegerin-


augit, sanidin dominan, plagioklas (andesin atau oligoklas),
andesit hornblende dan andesit biotit

 hornblende and biotit trachyte

trakhit melimpah sanidin dan sedikit oligoklas, hornblende,


biotit dan diopsid

 trakhit peralkalin (peralkaline trachyte)

trakhit dominan mineral mafik ; aegerin, reibekit, arfvedsonit


(atau cossyrit) dan sedikit fayalit

 keratophyres

plagioklas ; albit-oligoklas, reibekit/aegerin, clorit, epidot,


uralit

TIPE PLUTONIK :

Diorit

Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), poikilitik dan


kadang porfiritik, fenokris plagioklas ; andesin atau oligoklas dan
mineral-mineral mafik utama ; hornblende dan biotit

 diorit porfir (diorite porphyries)

tekstur porfiritik dengan fenokris zoning plagioklas,hornblende,


biotit, kadang-kadang quartz dalam masa dasar anhedral-
granular.

 mafic diorit (meladiorites, IUGS)

CI tipikal diorit, tetapi mengandung hornblende dan


plagioklas ; andesit atau oligoklas, Komposisi SiO2 (45 %)

 hornblendite

diorit dengan kendungan hornblende tinggi

III-6
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Monzonit = syenodiorit

Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), myrmekite,


poikilitik dan kadang porfiritik, 1/3 Ftot< KF<2/3 Ftot, Qz < 5 %,
fenokris plagioklas; andesin atau oligoklas dan mineral-mineral
mafik utama ; hornblende, biotit dan
augit (jarang)

 monzonit porfir (maonzonite porphyries)

tekstur porfiritik dengan fenokris zoning plagioklas, orthoklas,


perhite, mineral mafik jarang,
masa dasar integrowthsodic plagioklas dan orthoklas,
hornblende, augit, biotit, apatit, spene

Syenit

Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), poikilitik dan


kadang porfiritik KF > 2/3 Ftot,`Qz < 5 %, fenokris plagioklas ;
andesin atau oligoklas dan mineral-mineral mafik utama ;
hornblende dan biotit, aegerin-augit, aegerin spene, apatit, zircon

 alkali syenit (porfir)

KF tinggi =< 95 % Ftot, Qz < 5 %, orthoklas, mikroklin, albit


atau oligoklas, micro-perhite Qz, Foid , minor.

 alkali lime syenit

high sodic plagioclase (5 - 30) % modal feldspar mineral


mafik; hornblende, biotit, diopsidik augit.

c. Batuan Beku Asam (lewat jenuh silika)

high modal Qz > 20 %

Alkali feldspar

Tipe Plutonik

Tipe Volkanik

III-7
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

< 10 % FtotTonalitDasit

10 - 35 % FtotGranodiorit

> 35 % Ftot
Granit
Riolit

III-8
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 7. Klasifikasi batuan beku plutonik

TIPE PLUTONIK : GRANIT, GRANODIORIT, TONALIT

Tekstur : tekstur granitik, subhedrl granular (hypidiomorfic


granular), graphic (micrographic), granophyre, myrmekite,
porphyry high modal Qz > 20 % (anhedral) orthoklas, mikroklin,
plagioklas, muskovite

Granit

Komposisi mineralogi ; orthoklas dan mikroklin, Qz, calkalkalin


granit mengandung biotit, hornblende, piroksen jarang

alkali granit mengandung amphibol ; hastingsit, riebeckit dan


arfvedsonit -------(anhedral)

adamelit ------- Alkali Feld. 35 - 65 % Ftot

granophyre ---------- granophric tekxture

mineral mafik hedenbergite, fayalite dan dlm batuanperalkalin


dijumpai reibeckit

III-9
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

GRANODIORIT dan TONALIT

Qz > 20 %

KF < 10 % Ftot (Tonalit)

KF 10 - 35 % Ftot (Granodiorit)

mineral-mineral mafik biotit, hornblende

Felsik Tonalit = trondhjemite

plagioklas (andesin aatau oligoklas), Qz, dan KF dan biotit


kelimpahan sedikit

TIPE VOLKANIK : Dasit dan Riolit (batuan volkanik asam)

Tekstur : porfiritik, afanitik atau glassy , aphrik, hylophitik

Komposisi mineral : Qz ( tridimit, kristobalit) fenokris plagioklas


radialy fibrus spherulites

 dasit

fenokris ; plagioklas (lab- olig), Qz, sanidin, beberapa mineral


mafik piroksen, hornblende (cumingtonit), biotit masa dasar
glas

 riolit

 potassic type

Sanidin, bipiramidal Qz, biotit, hornblende, diopsidic augit

 sodic/peralkaline type
III-10
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Sanidin, anarthoklas, albit , bipiramidal Qz

III-11
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 8. Diagram Fase dari batuan beku asam (lewat jenuh
silika)

d. Batuan Beku mafik felspathoid basa dan ultrabasa

e. Batuan Beku mafik & felsik feldspatoid

III-12
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

f. Batuan beku basa non-feldspathoid

Klasifikasi basalt normativ (yodar & tilley, 1962)

1. tholeiit

(a). thileiit lewat jenuh (oversaturated tholeiite) normativ


quartz dan hipersten

(b). tholeiit jenuh (saturated tholeiite) normativ hipersten

2. tholeiit olivin tak jenuh (undersaturated olivine tholeiite)

normativ hipersten dan olivin

3. tholeiit olivin (olivine tholeiite)/ basalt olivin (olivine basalt)

normativ olivin

4. basalt olivine alkali (alkali olivine basalt)

normativ olivine dan nefelin

5. Basanit (basanite)

normatif olivin dan nefelin

III-13
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 9. Klasifikasi batuan beku basal tetrahedon (Yoder & Tilley,
1962)

III-14
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 10. Reaksi seri bowen

III-15
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 11. Klasifikasi batuan beku IUGS

III-16
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar II. 12. Rhyolitic Pitchstones dengan Microlites dan Crystallites

A. Isle of Arran, Scotland. Diam. 1 mm. Phenocrysts of quartz, augite, and


magnetite in a glassy matrix crowded with arborescent microlites of green
hornblende, around which the glass is clear.
B. Meissen, Saxony. Diam. 2 mm. Phenocrysts of quartz with corroded outlines and
conchoidal fractures, in a matrix of glass showing perlitic cracks. Trains of
spherical crystallites emphasize the fluidal banding.
C. Turtle Mountains, California. Diam. 1 mm. Hornblende and sanidine phen-ocrysts
lie in a matrix of glass rich in spherical and hairlike crystallites.

A B C

Gambar II. 13. Tekstur batuan Beku

A. Subhedral granular texture in granodiorite. Diam. 3 mm. Benton Range, Mono


County, California. Euhedral and subhedral crystals of green hornblende and
brown biotite, the .latter containing inclusions of apatite and secondary sphene.
Subhedral crystals of plagioclase, and more poorly formed crystals of partially
altered onhoclase (stippled), with clear, anhedral, interstitial patches of quartz.
B. Porphyritic texture in mica lamprophyre. Diam. 2 mm. Boundary Butte, Navajo
Reservation, Utah. Euhedral prisms of diopside and flakes of zoned biotite, in a
matrix of altered sanidine microlites, opaque oxides, and calcite.
III-17
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

C. Anhedral granular texture in granite aplite. Diam. 3 mm. Near Wellington,


Nevada. Interlocking anhedral grains of quartz, microcline, orthoclase, and
albite, with accessory hornblende and magnetite.

A B C
Gambar II. 14. Igneous Textures

A. Poikilitic texture in hornblende peridotite, Odenwald, Germany. Diam. 3 mm. A


single crystal of hornblende encloses rounded granules ofserpentin-ized olivine
and subhedral prisms of fresh diopside.
B. Ophitic texture in basalt, Kauai, Hawaiian Islands. Diam. 3 mm. Large plates of
pigeonite partly enclosing laths of labradorite, and granules of olivine marginally
altered to iddingsice.
C. Subophitic texture in basalt, Medicine Lake, California. Diam. 2 mm. Crystals of
augite partly enveloping some of the feldspars and partly interstitial between
them. One phenocryst and abundant small granules of olivine.

A B C

Gambar II. 15. Tekstur batuan Beku

A. Micrographic texture in granophyre, Rosskopf, Vosges, Germany. Diain. 2 mm.


Cuneiform intergrowth of quartz and altered orthoclase. In lower part of section
are granules of magnetite and flakes of hematite and lithium mica.
B. Kelyphitic rims around green spinel in troccolite, Quebec. Diam. 2 mm. In upper
part of section, green spinel is included in pyrope garnet; in lower part, the
spinel is enveloped by a rim of anthophyllite and pale phlogopite, surrounded in

III-18
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

turn by a radiating fibrous intergrowth of tremolite and actin-olite. These rims


result from reaction between the spinel and the labradorite that makes up the
rest of the section.
C. Kelyphitic rim around olivine in gabbro, Quebec. Diam. 2 mm. The olivine is
enclosed by a shell ofhypersthene, around which is a second shell composed of
actinolite and green spinel. The rest of the section consists of labradorite.

A B C
Gambar II. 16. Tekstur batuan Beku

A. Intergranular texture in picrite basalt, Kilauea, Hawaii. Diam. 2.5 mm. Corroded
phenocrysts of olivine rimmed with magnetite and hematite in an intergranular
matrix composed of laths of labrodorite and interstitial grains of augite and
pigeonite.
B. Intersertal texture in tholeiitic diabase, Northumberland, England. Diam. 2 mm.
Augite and labradorite occur in ophitic intergrowth; between them are irregular
pools of dark-brown glass.
C. Hyaloophitic texture in basalt, Pedregal, Mexico. Diam. 2 mm. Olivine, green
diopsidic augite, and laths of labradorite lie in a matrix of dark, iron-rich glass.

III-19
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar II. 17. Tekstur batuan Beku

A. Trachytic texture in trachyte, Castello d'lschia, Italy. Diam. 2 mm. Pheno-crysts


of sanidine and of golden-yellow, oxidized aegirine-augite, in a fluidal
groundmass of subparallel sanidine laths with intergranular aegirine-augite,
aegirite, and iron oxides, plus accessory apatite and sphene. Many triangular
and polygonal spaces between the sanidine laths are occupied in interserial
fashion by analcite or sodalile.
B. Pilotaxitic texture in hypersthene andesite. Mount Rainier, Washington. Diam. 2
mm. Phenocrysts of hypersthene and labradorke, in a groundmass of andesine
microlites with interstitial cryptocrystalline material and specks ofaugite and
iron oxides. The nuidal banding is much less pronounced than in rocks of
trachytic texture.
C. Hyalopilitic texture in pyroxene dacite, Weiselberg, northern Germany. Diam. 2
mm. Phenocrysts of labradorke, together with microlites of andesine-oligoclase
and slender prisms ofpigeonite of random orientation, in a matrix of clear brown
glass.

A B C

Gambar II. 18. Basalts and Basaltic Andesite

III-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A. Basaltic andesite, Paricutin, Mexico. Diam. 2.5 mm. Phenocrysts of olivine, some
elongated parallel to the base, and microlites oflabradorite in a vesicular matrix
of black glass.
B. Glomeroporphyritic olivine-augite basalt, Copco Dam, northern California. Diam.
2.5 mm. A cluster of bytownite and olivine phenocrysts lies in a groundmass of
labradorite laths, granular augite, and interstitial black glass.
C. Olivine-augite basalt. Craters of the Moon, Idaho. Diam. 2 mm. From the
vesicular, glass-rich crust of a recent pahoehoe flow. Small crystals of olivine,
augite, and labradorite, accompanied by abundant granular opaque iron oxides,
in a base of clear, brown glass

A B C

Gambar II. 19. Diabases

A. Tholeiitic diabase. West Rock, New Haven, Connecticut. Diam. 2 mm. Colorless
pigeonite, marginally altered to serpentine; fresh ophitic plates of pale-brown
augite; laths of labradorite; granules of opaque minerals; and interstitial chloride
material. Not shown in this section, but found elsewhere in the sill from which
this specimen came, are a little interstitial biotite and mici;o-pegmatite.
\
B. Alkali olivine diabase, Pigeon Point, Minnesota. Diam. 3 mm. Laths of calcic
labradorite; olivine; ophitic, purplish augite; opaque minerals; reddish-brown
biotite; and chlorite.
C. Tholeiitic diabase, Pwllheli, North Wales. Diam. 3 mm. A single plate of subcalcic
augite (2V == 40°) ophitically encloses calcic plagioclase, which is almost
entirely altered to calcite and prehnite and heavily stippled with granular
leucoxene. The opaque grains close to the edge of the section are composed
ofexsolution intergrowths ofilmenite and magnetite; near the center are two
round patches of talc and serpentine after olivine; near the lower edge is an
area of calcite.

III-21
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar II. 20. Differensiasi dalam Tholeiitic Diabase Sill, New Jersey

A. Specimen 3 m above the base. Diam. 3 mm. Composed of labradorile, cli-


nopyroKenes, and a little hypersthene, ilmenite, and bioiite.
B. Olivine-rich specimen, 15 m above the base. Diam. 3mm. Consists ofolivine,
ophitic pigeonite, labradorite laths, ilmenite, and, close together, accessory
biotite and micropegmatiie.
C. Specimen from upper part of sill. Diam. 3 mm. The chief constituents are
pyroxene, altered labradorite, and iron-titanium oxides. Deuteric hornblende
and biotite border the pyroxene and oxides; patches of interstitial
micropegmatite near center and right edge of section; prism of apatite adjoins
upper-right edge.

A B

Gambar II. 21. Basalts

A. Mugearite, Isle of Skye, Scotland. Diam. 3 mm. Essentially composed of olivine,


oligoclase, and iron oxide, with accessory augite, apatite, and orthoclase. The
smaller olivines are elongated along [100], the larger ones, terminated by
domes, are elongated along [001].

III-22
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

B. Picrile basalt, Kauai, Hawaiian Islands. Diam. 3 mm. Abundant large grains
ofolivine, rimmed with iddingsite and magnetite, in an intergranular matrix ot
labradorite laths, subhedral augite, and magnetite.

A B C

Gambar II. 22. Batuan Spilitic

A. Spililic diabase, Weilburg, Lahn, Germany. Diam. 2 mm. Cloudy laths of


oligoclase in an intersertal matrix composed of chlorite, calcite, granular
ilmenite, and leucoxene.
B. Amygdaloidal basalt. Coast Ranges, California. Diam. 2mm. Laths of cloudy
oligoclase and a few of albite, with relic granules of augite, in a matrix of
chlorite, calcite, ilmenite, and leucoxene. Amygdules filled by calcite and
chlorite.
C. Variolitic basalt, Mount Tamalpais, California. Diam. 2 mm. Specimen from a
pillow sill. Subradiating laths of albite and slender prisms of augite, in a
groundmass of calcite, chlorite, and leucoxene. Amygdules of calcite and
chlorite.

A B C
Gambar II. 23. Gabbros dan Troctolite

III-23
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A. Gabbro, Volpersdorf, Saxony. Diam. 3 mm. Labradorite and diallage are the
chief primary minerals; the latter shows kelyphitic fringes of tremolite. The
remainder consists of serpentine and talc.
B. Gabbro, Glen More ring dike, Mull, Scotland. Diam. 3 mm. Chiefly composed of
labradorue and augite ophitically intergrown. Accessory constituents include
serpentinized olivine, needles of apatite, flakes of biotite bordering plates of
ilmenite, and, in the upper-left portion, a micrographic patch of quartz and K-
feldspar.
C. Troctolite, Volpersdorf, Saxony. Diam. 6 mm. Essentially an olivine-labra-dorite
rock. The olivine is almost entirely converted to serpentine, and the surrounding
feldspar is criss-crossed by expansion cracks. Accessory augite is partly
embedded in the feldspar and also forms fringes around the olivine.

A B C
Gambar II. 24. Norites dan Ferrogabbro

A. Olivine norite, Aberdeen, Scotland. Diam. 3 mm. All the visible hypersthene is
optically continuous; it encloses grains of olivine and is intergrown ophit-ically
with calcic labradorite. Iron ore and biotite are accessory constituents.
B. Ferrogabbro, Iron Mine Hill, Rhode Island. Composed of labradorite, iron-rich
olivine, and opaque oxides containing specks of green spinel. The opaque grains
are exsolution intergrowths of magnetite and ilmenite.
C. Quartz norite, Sudbury, Ontario. Diam. 3 mm. Around the large hypersthene
crystals are reaction rims of green hornblende and brown biotite. Biotite also
envelops accessory iron oxides. The rest of the rock is composed ofsubhedral
laths of labradorite and anhedral quartz. Elsewhere, but not shown here, bluish-
green arfvedsonite forms fringes around some of the hornblende.

III-24
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B

Gambar II. 25. Tipe Adirondack Anorthosite

A. Anorthosite, Frontenac County, Quebec. Diam. 1 cm. An anhedral granular


intergrowth of labradorite and accessory green hornblende.
B. Andesine anorthosite from same locality. Diam. 1 cm. Interlocking anhedra of
calcic andesine; large crystal of corundum fringed with iron oxide, green spinel,
talc, and clinozoisite.

A B C

Gambar II. 26. Andesites

A. Pyroxene andesite, Crater Lake, Oregon. Diam. 3 rnm. Phenocrysts of zoned.


labradorite-andesine, with inclusions of glass and ofhypersthene and augite, in a
groundmass composed of oligoclase microlites, specks of opaque oxide and
pyroxene, and interstitial cryptocrystalline material.
B. Hornblende andesite. Black Butte, Mount Shasta, California. Diam. 3 mm.
Phenocrysts of oxyhornblende, pleochroic from gold to russet, fringed with
granular magnetite; also phenocrysts of zoned labradorite. Pilotaxitic
groundmass of microlitic andesine and interstitial cryptocrystalline material
stippled with magnetite and fumarolic hematite.

III-25
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

C. Hornblende andesite, Stenzelberg, Siebengebirge, Germany. Diam. 3 mm. The


hornblende phenocrysts are completely replaced by granular opaque oxides and
augite. These, together with phenocrysts of diopsidic augite and calcic andesine,
lie in a cryptocrystalline groundmass.

A B C

Gambar II. 27. Diorite-Tonalite Spectrum

A. Hornblende diorite, near Stockholm, Sweden. Diam. 3 mm. Roughly equant


subhedral crystals ofandesine-oligoclase; a little microcline, hornblende, and
biotite; accessory iron oxides, apatite, and sphene.
B. Felsic tonalite (trondhjemite), Castle Towers batholith, British Columbia. Diam.
2.5 mm. Main constituent is oligoclase showing oscillatory zoning and borders of
myrmekile; next in abundance is quartz, then orthoclase. Accessory constituents
are biotite, apatite, iron oxides, and sphene.
C. Tonalite, Adamello, Italy. Diam. 2.5 mm. Subhedral and euhedral zoned crystals
ofandesine-oligoclase, locally rimmed with orthoclase; anhedral patches of
quartz; green hornblende and brown biotite; allanite partly fringed with epidote
(lower right); accessory magnetite, apatite, and sphene.

III-26
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar II. 28. Monzonites and Plagioclase-Rich Granite (Adamellite)

A. Monzonite, Monzoni, Tyrol, diam. 2.5 mm. Euhedral laths of andesine; anhedral,
turbid sodic orthoclase, and a little interstitial quartz. Diopsidic augite, partly
bordered by green hornblende and brown biotite. Accessory minerals are
opaque oxides, apatite, and sphene.
B. Quartz-bearing hornblende monzonite, Pine Nut Range, Nevada. Diam. 2.5 mm.
Euhedral crystals of andesine, large anhedra of altered orthoclase, and smaller
ones of quartz. Dark constituents are hornblende, sphene, ahd opaque oxides.
Accessory needles of apatite.
C. Granite (adamellite), Shap Fell, Westmorland, England. Diam. 2.5 mm. Euhedral,
altered crystals of oligoclase; anhedral quartz and slightly altered orthoclase.
The Hakes of biotite show alteration to chlorite with liberation of secondary
sphene. Accessory constituents are primary sphene, apatite, Huor-ite (near
center), and allanite (near bottom).

A B C

Gambar II. 29. Syenites

III-27
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A. Quartz-bearing syenite (nordmarkite), Oslo, Norway. Diam. 2.5 mm. Large


crystals of microperthite, locally veined and fringed with albite; a little quartz
and biotite; accessory opaque oxides, zircon, and sphene.
B. Syenite, Ymir, British Columbia. Diam. 3 mm. The main constituents are biotite,
uralitized augite and altered orthoclase. Minor constituents are small euhedral
andesines and apatite.
C. Alkali syenite, Cilaor, Reunion Island. Diam. 2.5 mm. The feldspar is altered
perthite; and there is a little interstitial quartz. The mafic minerals are aegi-rine-
augite (palest), aegirine (darkest), and barkevikitic hornblende,

A B C

Gambar II. 30. Porphyries

A. Pneumatolyzed granite porphyry, Cornwall, England. Diam. 5 mm. Euhedral


phenocrysts of quartz and altered perthite in a microgranular groundmass of tlie
same minerals accompanied by abundant muscovite, topaz (near top), fluorite
(right edge), and two generations of tourmaline.
B. Granodiorite porphyry, Paiyenssu, northwestern Yunnan, China. Diam. 3 mm.
Large crystals of quartz and calcic oligoclase, with smaller ones of hornblende
and biotile, in a microgranular matrix of quartz and alkali feldspar with
accessory sphene and epidote.
C. Hornblende diorite porphyry, Carrizo Mountain laccolith, northeastern Arizona.
Diam. 3 mm. Phenocrysts ofandesine, partly altered to calcite and clay minerals,
and of green hornblende, some of which are twinned on the front pinacoid. The
groundmass consists chiefly of microgranular feldspar with minor quartz and
accessory grains of apatite and zircon. This rock might also be called and/site
porphyry.

III-28
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar II. 31. Granites

A. Hornblende "granite," Plauen, near Dresden, Saxony. Diam. 3 mm. Composed of


green hornblende, orthoclase, oligoclase, and quartz, with accessory magnetite,
apatite, sphene, and allanite. Note that some of the oligoclase is enclosed
poikilitically by hornblende and orthoclase, and, left of center, there is a little
myrmekite at the contact between two orthoclase crystals. With decreasing
quartz, the rock grades into syenite.
B. Biotite granite, Rockport, Maine. Diam. 3 mm. Euhedral and subhedral crystals
of niicrocline-perthite; strained anhedral crystals of quartz. Two generations of
biotite; the earlier in large flakes; the later in radiating tufts occupying cracks
and veins. The later biotite is darker and richer in iron and is associated with
pneumatolytic fluorite.
C. Peralkaline riebeckite-aegirine granite, Quincy, Massachusetts. Diam. 3 mm.
Euhedral and subhedral crystals ofmicroperthile, and anhedral quartz; dark
constituents are riebeckite, aegirine, and allanite.

A B
Gambar II. 32. Peralkaline Granite Porphyry

A. Riebeckite granite porphyry, Lake Brunner, New Zealand. Diam. 3 mm.


Phenocrysts of quartz and sodic orthoclase (latter not shown), in a graphic
groundmass of the same two minerals accompanied by acicular riebeckite.
III-29
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

B. Riebeckite granite porphyry, Ailsa Craig, Scotland. Diam. 2 mm. Essentially


composed of sodic orthoclase with interstitial riebeckite and quartz.

A B C

Gambar II. 33. Pneumatolyzed Granites

A. Tourmalinized granite, Cornwall, England. Diam. 3 mm. Clusters of radiating


blusih-green tourmaline needles, some of them bordering a corroded phenocryst
of primary brown tourmaline. The remainder of the rock consists of
microperthite and quartz, the latter invading the former. At the upper right are
several tourmaline needles that terminate against a ghost boundary which
marks the edge of a vanished quartz or feldspar crystal.
B. Greisen, Geyer, Erzgebirge, Germany. Diam. 5 mm. Composed of topaz, lithium
mica, and dusty quartz.
C. Greisen, Grainsgill, Cumberland, England. Diam. 3 mm. Composed essentially of
quartz and muscovite, with accessory rutile, apatite, and arsenopyrite. The large
flakes of muscovite are relics from the original granite; the plumose muscovite is
secondary after orthoclase; the minute, densely packed scales of muscovite are
secondary after plagioclase. Other accessory minerals in this rock, not shown,
are tourmaline and molybdenite.

III-30
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar II. 34. Granite and Granodiorites

A. Biotite granite, Conway, New Hampshire. Diam. 3 mm. The feldspars are
micropenhite and altered oligoclase; quartz is anhedral. Dark minerals are
biotite, allanite, and a little magnetite. Two crystals of apatite near center.
B. Hornblende-biotite granodiorite, Yosemite, California. Diam. 3 mm.
Approximately half the rock consists of normally zoned plagioclase (Anso-zo),
and a quarter of quartz. The remainder is composed ofperthite, hornblende, and
biotite, with accessory magnetite.
C. Basic inclusion in granodiorite from the same locality. Diam. 3 mm. Richer in
hornblende, biotite, plagioclase, sphene, and apatite, but poorer in quartz and
potassic feldspar than the enclosing rock.

A B
Gambar II. 35. Tonalites

A. Tonalite, Adamello, Italy. Diam. 2.5 mm. Subhedral and euhedral zoned crystals
of andesine-oligoclase, locally rimmed with orthoclase; anhedral patches of
quartz; green hornblende and brown biotite; allanite partly fringed with epidote
(lower right); accessory magnetite, apatite, and sphene.
B. Felsic tonalite (trondhjemite). Castle Towers batholith, British Columbia. Diam.
2.5 mm. Main constituent is oligoclase showing oscillatory zoning and borders of
myrmekite; next in abundance is quartz, then orthoclase. Accessory
constituents are biotite, apatite, iron oxide, and sphene.
III-31
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar II. 36. Granite Pegmatites

A. Garnetiferous fine-grained pegmatite, Pala, California. Diam. 2 mm. Composed


ofspessartine, lithium mica, albite, microcline, quartz, and a little deep-blue
tourmaline.
B. Tourmaline pegmatite, Pala, California. Diam. 2 mm. Large crystals of colorless
elbaite, scattered in a matrix of lithium mica, albite, and quartz.
C. Tourmalinized pegmatite, Tuolumne Canyon, Yosemite, California. Diam. 2 mm.
Large crystal of zoned blue tourmaline; abundant granulated quartz and
strained microcline; accessory muscovite and spessartine.

A B C D
Gambar II. 37. Granite-Gabbro Reaction Series, Lake Manapouri, New
Zealand

A. Granite, diam. 3 mm. Composed mainly of microcline-perthite, quartz, albite,


and biotite. The dark clot is a gabbro relic now composed of biotite, sphene-
rimmed opaque oxide, and acicular apatite.
B. Transitional rock. Diam. 3 mm. The constituents, in order of abundance, are
oligoclase, biotite, orthoclase, hornblende, quartz, sphene, apatite, epidote, and
iron oxide. In this specimen most of the hornblende of the original gabbro has
been replaced by biotite.

III-32
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

C. Transitional rock, nearer the gabbro contact. Diam. 3 mm. ChieHy andesine and
hornblende, the latter in process of replacement by biotite. Iron oxide partly
replaced by sphene, abundant apatite, and a little quartz and epidote.
D. Metagabbro. Diam. 3 mm. Least-altered material. Only difference from unaltered
gabbro is the presence of a little introduced quartz. Bulk of rock consists of
andesine and hornblende, with accessory epidote, sphene, while mica, chlorite,
and opaque oxide.

A B C

Gambar II. 38. Dacites

A. Hyalodacite, near Lassen Peak, California. Diam. 3 mm. Phenocrysts of glass-


charged, zoned andesine, quartz, green hornblende, biotke, and hyper-sthene,
in a glassy groundmass stippled with crystallites.
B. Basic inclusion in dacite, Lassen Peak, California. Diam. 3 mm. Laths of
labradorite and calcic andesine, and prisms of reddish-brown oxyhornblende
largely replaced by magnetite and hematite. Interstitial colorless glass and
cristobalite; some of the latter also occurs in spheroids.
C. Pumiceous dacite obsidian. Rock Mesa, near Three Sisters, Oregon Cascades.
Diam. 2 mm. Microphenocrysts ofhypersthene and corroded, glass-charged
andesine, in a matrix of colorless vesicular glass.

III-33
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar II. 39. Rhyolite and Dacites

A. Rhyolite, Climax, Colorado, diam. 4 mm. Phenocrysts of quartz, orthoclase,


oligoclase, and biotite, in a cryptocrystalline base stippled with minute flakes of
white mica, larger, spongy granules of topaz, and (lower right) grains of fluorite
and pink garnet.
B. Dacite, Sidewinder Mountain, near Barstow, California. Diam. 3 mm. Corroded
phenocryst of quartz; other phenocrysts of andesine and of resorbed biotite and
hornblende. Groundmass composed chiefly of quartz and K-feld-spar
(microfelsite). The feldspar is partly altered; piedmontite clusters occur inside
the porphyritic andesine; and smaller specks are visible inside the hornblende
and biotite crystals as well as in the felsitic groundmass.
C. Tridymiie-rich hypersthene dacite. Crater Lake, Oregon. Diam. 3 mm. Phen-
ocrysts of hypersthene rimmed with magnetite and hematite resulting from
fumarolic oxidation; also phenocrysts of andesine. Cryptocrystalline ground-
mass stippled with hematite dust; irregular patches of tridymite with char-
acteristic fan-shaped twins.

III-34
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar II. 40. Rhyolites

A. Rhyolite pitchstone, near Shoshone, California. Diam. 2.5 mm. Phenocrysts of


brownish-green hornblende and of andesine, in a base of banded glass showing
perlilic cracks and abundant curved crystallites.
B. Spherulitic biotite rhyolite, Apati, Hungary. Diam. 3 mm. Phenocrysis of quartz,
sanidine, andesine, and reddish-brown biotite in a devitrified spher-ulitic
groundmass containing amygdules of opal and radiating chalcedony.
C. Sodic rhyolite (pantellerite), Santa Rosa, California. Diam. 2 mm. Phenocrysts of
sodic sanidine or anorthoclase, corroded quartz, and deep-brown enig-matite.
Groundmass of quartz and sanidine with needles and mosslike patches of
arfvedsonite, subordinate needles of aegirine, and anhedral specks of
enigmatite. In other specimens from this locality the rhyolite contains abundant
opal and tridymile lining pores.

A B C
Gambar II. 41. Phonolites

A. Mafic pseudoleucite phonolite, Bearpaw Mountains, Montana. Diam. 3 nini.


Phenocrysts of pseudoleucite composed of sanidine, cloudy zeolites, and a little
nepheline; also of biotite and diopsidic augite, the latter partly fringed with
III-35
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

aegirine. Groundmass consists chiefly of aegirine needles, biotite, and anhedral


sanidine.
B. Nosean phonolite, Wolf Rock, Cornwall, England. Diam. 2 mm. Phenocrysts of
sanidine and zoned nosean, in a groundmass of euhedral nepheline, aci-cular
aegirine, a few sanidine microlites, and a little interstitial turbid anal-cinie.
C. Aegirine phonolite. Lead, South Dakota. Diam. 2 mm. Kuhedral neplielines and
poikilitic patches of aegirine, in a matrix composed mainly of sanidine microlites.

A B C

Gambar II. 42. Ultramafic Rocks

A. Melilitite, Ellioll County, Kentucky. Diam. 3 nun. Partly serpeiilini/ed phen-


ocrysisofolivine, flakes of pale-brown phlogopite, plates of melilite with clear
rims that polarize in ultra-blue, granules of perovskite and chromite, and, near
top of section, a grain of pyrope garnet with a reaction rim. The dense matrix
consists of iron oxide, perovskite, antigorite, and calcite, some of which is
coarse grained and fills irregular pores.
B. Lherzolite, Haute Garrronne, France. Diam. 3 mm. Diallage (at bottom), bron-
zite, and granular olivine, with accessory green spinel (upper right) and picotite
(lower right).
C. Pyroxenite, Hope, British Columbia. Diam. 3 mm. Approximately equal amounts
of ortho pyroxene and diopsidic augite. Some of the former contains lamellar
inclusions of clinopyroxene. A little poikilitic hornblende (near lop of section) and
pyrrhotke.

III-36
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

BAB III
BATUAN PIROKLASTIK

III.1. TEKTONIK DAN PEMBENTUKAN GUNUNGAPI


Proses pembentukan gunungapi awalnya terjadi dari suatu tumbukan
antar lempeng terutama untuk lempeng benua dengan lempeng
samudera dan lempeng samudera dengan lempeng samudera,
daerah pemekaran dan hot spot.

Pada umumnya proses pembentukan gunungapi dapat dibedakan dari


kedudukan tektonik lempengannya, yaitu:

1. Daerah pemekaran

Daerah pemekaran yang disebut juga sebagai daerah divergen


disebabkan karena adanya aktifitas tektonik yang menghasilkan
pemekaran pada lempeng samudera. Magma keluar melalui celah
pada daerah lemah dan membentuk punggungan.

Pemekaran ini menghasilkan sifat magma berupa umafik hingga


ultramafik. Sifat magma yang cenderung basa dikarenakan mantel
dari lempeng samudera sendiribersifat basa hingga ultrabasa. Tipe
batuan yang dihasilkan bersifat basa. Pada kerak kontinen juga
dapat terjadi proses pemekaran dan menghasilkan tipe batuan
dengan sifat batuan dengan sifat basa sama dengan magma yang
keluar dari pemekaran kerak samudera.

2. Daerah penunjaman

Daerah ini terjadi penunjaman salah satu lempeng atau dengan


sebutan daerah konvergen. Umumnya lempeng samudera
menyusup dibawah lempeng samudera mempunyai berat jenis
yang lebih besar dari pada berat jenis lempeng benua. Daerah ini

III-37
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

dapat menghasilkan sifat magma yang beragam mulai dari asam


hingga basa. Variasi sifat magma ini dipengaruhi dari sudut
penunjaman saat proses tumbukan lempeng samudera dengan
lempeng benua. Semakin kecil sudut penunjaman maka akan
menghasilkan magma yang bersifat asam sementara semakin
besar sudut penunjaman maka akan menghasilkan magma yang
bersifat basa.

3. Hot spot (Intraplate volcanism)

Pembentukan gunungapi dari aktifitas hot spot dikarenakan


adanya terobosan magma dari atmosfer menuju ke lithosfer dan
pada bagian bawah kerak lithosfer magma ini melewati celah yang
mempunyai kedudukan lateral. Komposisi magma bila keluar di
lempeng samudera akan bersifat basa, hal ini sama dengan produk
magma yang keluar dari pemekaran lempeng samudera, bila
magma keluar di kontinen maka sangat berpotensial menjadi
magma yang bersifat sama.

Pembentukan gunungapi daerah ini berbeda dengan proses


pemebntukan daerah subduksi dan pemekaran, karena daerah ini
mempunyai pusat magma yang tetap.

III-38
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Volcanisme pada setiap


tatanan tektonik

Volcanisme Pada Volcanic Arc batas volcanisme pada intraplit


kontinental aktif (hotspot)

volcanime pada zona subduksi volcanime pada pusat


busur kepulauan pemekaran tengah samudera

Gambar III. 1. Proses tektonik dan vulkanisme

III-39
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

III.2. PRODUK ERUPSI GUNUNGAPI


Batuann piroklastik merupakan batuan yang dihasilkan oleh erupsi
gunung api dengan ciri-ciri yang khas. Untuk mempelajari material
piroklastik, terlebih dulu kita harus memahami tentang aktivitas
vulkanisne baik proses maupun produknya. Pemahanan itu secara
umum meliputi pemahaman tentang :

1. Erupsi gunung api.

2. Material hasil aktivitas gunung api.

Gambar III. 2. Produks erupsi vulkanik

1. Erupsi Gunung Api


Menurut Muzil Anwar, 1981 erupsi gunung api adalah suatu
manifestasi gejala vulkanisme ke arah permukaan atau suatu aspek
kimiawi dari perpindahan energi ke arah permukaan yang tergantung
pada kandungan energi dalam dapur magma yang mencakup panas
sewaktu pendinginan magma dan tekanan gas selama pembekuan/
pendinginan.
III-40
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Sehingga dapat disimpulkan bahwa erupsi gunung api merupakan


gejala awal munculnya gunung api baru atau aktifnya gunung api
lama.

Sifat erupsi gunung api dapat terjadi karena adanya tekanan dari
dalam bumi yang cukup besar sehingga mampu mengalahkan
tekanan beban diatasnya. Berdasrkan sumber kejadiannya erupsi
vulkanik dibedakan (Fisher, 1984) :

1. Erupsi piroklastik

Erupsi yang terjadi akibat kegiatan magma itu sendiri. Jadi


prosesnya berkisar dari pemisahan gas (degassing) dari fase
magma, naiknya tekanan ruang magma hingga melebihi
tekanan beban sumbat gunungapi sampai terjadi
ledakan/erupsi.

2. Erupsi hidrovulkanik

Erupsi ini lebih kompleks dari erupsi piroklastik. Eruspsi


hidrovolkanik sistem magmatik berinteraksi erat dengan
lingkungan sehingga menghasilkan suatu rangkaian proses
yang rumit dan terjadi dalam waktu yang relatif sangat singkat.

Erupsi hidrovulkanik secara umum didefinisikan sebagai erupsi


yang terjadi karena kontak antara air dan magrna. namun
demikian, adanya kontak antara air dan magma belum tentu
menimbulkan letusan. Dalam hal ini ada beberapa syarat agar
adanya kontak antara air dengan magma tersebut menghasilkan
letusan, yaitu :

 Proses Superheating

Yaitu proses pemanasan air oleh magma atau sumber panas


lain seperti aliran lava, aliran piroklastik dan sebagainya.
Superheating menyebabkan pondidihan air yang menghasilkan
penguapan total di seluruh bagian air yang terpanaskan.
III-41
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Penguapan ini disertai ekepansi gelombang gas, sehingga


tekanan gas naik dengan cepat.

Hasil akhir dari rangkaian proses ini adalah kenaikan tekanan


yang dapat menimbulkan ledakan sebagai reaksi keseluruhan
sistem untuk mencapai kesetimbangan.

 Lapisan Penahan.

Proses superheating akan menghasilkan tekanan tinggi bila


kenalkan suhu berada pada kondisi isovolume. Kondisi
semacam ini bisa dicapai bila air berada pada tempat dengan
volume ruang yang konstan, Di alam tempat tersebut terjadi
bila air berada dalam lapisan porous impermeabel. Bila tekanan
yang dihasilkan melampaui besamya tekanan litostatis lapisan
penahan maka akan terjadi letusan.

 Perbandingan Air dengan Magma.

Timbulnya lotuean hidrovulkanik dikontrol oleh perbandingan


air dan magma. Yang berpengaruh pada jumlah pemanasan
dan derajat fragmentasi yang dihasilkan oleh peralihan energi.
Perbandingan air dengan magma terlalu besar menyebabkan
superheating tidak berlangsung sempurna sehingga hanya
diperoleh energi yang kecil.

III-42
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar III. 3. Sketsa mekanisme erupsi hidrovolkanik (Djoko, 1985)

2. Material hasil aktifitas gunungapi


Secara umum produk dari erupsi gunungapi bisa dibedakan atas:

a. Gas Volkanik

Pada waktu erupsi gas dikeluarkan dalam jumlah besar dengan


gaya yang kuat. Gas-gas tersebut dihasilkan oleh proses degassing
sebelum terjadi erupsi. Menurut "Volcanoes" gas-gas yang
dikeluarkan oleh erupsi gunung api biasanya berupa campuran
uap air, hidrogen, karbonmonooksida, karbondioksida, hidrogen
sulfida, sulfur dioksida, sulfur trioksida, klorin dan asam klorida,
III-43
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

dalam berbagai proporsi. Untuk mengidentifikasi gas-gas yang


dikeluarkan suatu gunung api saat erupsi sangat sulit dilakukan,
karena biasanya gas-gas tersebut telah bereaksi dengan udara.
Namun dari baunya dapat diperkirakan gas-gas yang dominan
keluar saat erupsi adalah gas-gas belerang seperti SO2 dan H2S.

b. Aliran Lava.

Lava adalah magma yang keluar dari permukaan bumi. Tingkat


keenceran lava akan mempengaruhi morfologi dari aliran lava
yang dibentuknya. Lava dengan viskositas rendah akan meleleh
dengan pelamparan luas tapi tidak tebal. Sedang lava yang agak
kental maka pemekarannya berjalan lambat dengan penyebaran
tidak begitu luas tapi sangat tebal. Lava kental akan membentuk
morfologi "volcanic dome" yaitu penimbunan ke atas dari celah ke
sisi tebing. Dan jika magmanya sangat kental akan membentuk
"plug dome".

Aliran lava bisa terjadi jika lava yang keluar saat erupsi adalah lava
encer atau sangat encer. Kadang-kadang pada aliran lava dijumpai
suatu lapisan-lapisan yang dibentuk oleh adanya perbedaan fase
pembekuan lava tersebut.

Bantuk-bentuk dan struktur hasil penbekuan lava memiliki ciri-ciri


berbeda tergantung sifat-sifat lavanya. Untuk lava yang membeku
didarat, bentuk dan strukturnya dipengaruhi oleh jarak aliran dan
viskositasnya, antara lain:

 Lava Pahoe-hoe.

Dicirikan oleh bentuk yang terlipat-lipat pada permukaar.ya.


Bentuk inl terjadi oleh adanya aliran atau gerak lava di bawah
bagian yang membeku. Biasanya terjadi pada lava basalt
dengan viskositas rendah.

 Lava AA

III-44
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Dicirikan oleh permukaan yang tidak teratur, runcing-runcing


dan permukaan kasar. Permukaan runcing ini terbentuk oleh
pecahan permukaan lava saat pembekuan. Lava AA bisa
terbentuk dari kelanjutan pembentukan lava pahoe hoe atau
tanpa melalui fase lava pahoe hoe.

 Lava Blok.

Dibedakan dari lava AA karena bentuk yang sudah lebih teratur


dan mempunyai permukaan yang halus. Pembetukan blok-blok
pada jenis ini juga dipengaruhi oleh pemecahan permukaan
lava yang sedang membeku pada aliran lava (autobreksiasi).

Komposisi lava ini adalah lebih silikaan dan lebih kental dari
komposisi yang membentuk lava AA, sehingga hasil
autobreksiasinya lebih teratur dan halus permukaannya dalam
bentuk blok-blok.

Untuk aliran lava bawah laut dibatasi oleh tekanan air sehingga
keenceran lava dapat terpelihara yang mengakibatkan aliran
lebih jauh dan lebih tipis dibanding aliran lava darat.

c. Volkaniklastik

Merupakan seluruh material lepas yang dibentuk oleh proses


fragmentasi, dihamburkan oleh berbagai macam agen
transportasi, diendapkan pada berbagai lingkungan atau
tercampur dengan fragmen non volkanik.

III-45
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

VOLCANIC
ERUPTION

3 4

EFFUSIVE EXPLOSIF

Mass flow traction suspension


Lava flows
(Syn-Volcanic
Pyroclastic Pyroclastic Pyroclastic
flow deposit surge deposit fall deposit

Welded Welded
Coherent lava Autoclastic Non welded Non welded Non welded
(or intrusion) deposit

RESEDIMENTATION

Mass flow traction suspension

Resedimended (syn-eruption) volcaniclastic


deposits

WEATHERING, EROSION,
REWORKING AND (POST-ERUPTIVE) RESEDIMENTATION

Mass flow traction suspension

Encircled number:
relevant part of guide
Boxes: process Volcanogenic sedimentary deposits
Italics: deposit

Gambar III. 4. Proses vulkanisme

III-46
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

III.3. ENDAPAN KLASTIKA GUNUNGAPI


Berdasarkan pengertian tersebut maka istilah vulkaniklastik
mencakup bermacam-macam batuan vulkanik, yaitu:

a. Material Piroklastik

Akumulasi material piroklastik atau sering pula disebut sebagai


tephra merupakan hasil banyak proses yang berhubungan dengan
erupsi vulkanik tanpa memandang penyebab erupsi dan asal dari
materialnya. Fisher, 1984 menyatakan bahwa fragmen piroklastik
merupakan fragmen "seketika" yang terbentuk secara langsung
dari proses erupsi vulkanik. Material piroklastik saat dierupsikan
gunung api memiliki sifat fragmental, dapat berujud cair maupun
padat. Dan setelah menjadi massa padat material tersebut
disebut sebagai batuan piroklastik.

b. Material Hidroklastik

Material ini dihasilkan oleb suatu erupsi hidrovulkanik yakni erupsi


yang terjadi karena kontak air dengan magma.

Berdasarkan cara transportasi sebelum diendapkan, akumulasi


material hidroklastik dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

- Endapan Hidroklastik Jatuhan

Endapan hidroklastik jatuhan adalah endapan yang terjadi


dari akumulasi material hidroklastik yang dilemparkan dari
pusat erupsi ke udara dan kemudian jatuh di tempat
pengendapannya. Cara transportasi material hidroklastik
jatuhan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu transportasi gerak
peluru (trajectory) dan turbulensi awan erupsi.

III-47
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

- Endapan Hidroklastik Aliran.

Endapan ini terjadi dari akumulasi material hidroklastik yang


terlempar dari pusat erupsi, kemudian bergerak sepanjang
permukaan bumi menuju tempat pengendapannya.

c. Material Autoklastik

Material ini di alam dijumpai sebagai breksi vulkanik autoklastik


yaitu bentuk fragmentasi padat karena letusan gas-gas yang ada
di dalamnya karena oleh penghancuran lava (Wright, 1963 vide
Willard, 1968). Jadi material ini merupakan gesekan oleh
penghancuran lava sebagai hasil dari perkembangan lanjut dari
pembekuan.

d. Material Alloklastik

Material ini sering disebut sebagai breksi vulkanik alloklastik yaitu


breksi yang dibenbuk oleh fragmentasi dari beberapa batuan
"preexisting" oleh proses vulkanik bawah permukaan (Wright;
1963 vide Willard; 1968). Jadi proses breksiasi dari batuan ini
terjadi di dalam gunung api baru kemudian ekstrusion sebagai
aliran breksi. Breksiasi inl mungkin dihasilkan oleh pengembangan
gas atau oleh runtuhnya gunung api yang kemudian terbentuk
rongga-rongga dan akhirnya diikuti erupsi. Aliran breksi pada tipe
ini terjadi pada derajat kemiringan dan bergerak dari gunung api
dengan media air menjadi lahar. Proses yang seperti ini
mengakibatkan batuan ini sukar dibedakan dengan breksi laharik.
Ciri dari breksi ini adalah ketebalannya yang besar dan tidak
berlapis, material penyusunnya sangat kasar dan tidak tersortasi.
Fragmen mempunyai ukuran beraneka ragam, heterolitologi.
Fragmen pumis, skoria dan batuan afanitik jarang dijumpai.

III-48
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

e. Material Epiklastik.

Material ini merupakan hasil dari pelapukan dan erosi dari batuan
vulkanlk dan umumnya bukan merupakan hasil vulkanisme yang
seumur. Karena endapan epiklastik ini merupakan hasil proses
rework dan telah mengalami transportasi maka pada umumnya
fragmen-fragmennya lebih rounded dan material piroklastik
maupun hidroklastik. Fragmen-fragmen tersebut; dapat terbentuk
oleh proses-proses non vulkanik atau proses epigenik sehingga
membentuk modifikasi butiran yang agak membulat. Material
epiklastik di alam sering dijumpai sebagai breksi laharik.

III.4. TIPE ENDAPAN PIROKLASTIK


Endapan piroklastik menurut Mc Phie et al (1993) adalah endapan
volkaniklastik primer yang tersusun oleh partikel (piroklas) terbentuk
oleh empsi yang eksplosif dan terendapkan oleh proses volkanik
primer (jatuhan, aliran, surge). Proses erupsi ekplosif yang terlibat
dalam pembentukan endapan piroklastik meliputi tiga tipe utama
yaitu : erupsi letusan magmatik, erupsi freatik dan erupsi
freatomagmatik. Ketiga tipe erupsi ini mampu menghasilkan piroklas
yang melimpah yang berkisar dari abu halus (< 1/16 mm) hingga blok
dengan panjang beberapa meter. Termasuk dalam tipe endapan
piroklastik meliputi:

1. Piroklastik aliran.

2. Piroklastik jatuhan.

3. Piroklastik surge.

1. Piroklastik Aliran
Piroklastik aliran adalah aliran panas dengan konsentrasi tinggi,
dekat permukaan, mudah bergerak, berupa gas dan partikel
terdispersi yang dihasilkan oleh erupsi volkanik (Wright et al 1981,

III-49
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

vide Mc Phie et al 1993). Fisher & Schmincke (1984) menyebutkan


bahwa piroklastik aliran adalah aliran densitas partikel-partikel dan
gas dalam keadaan panas yang dihasilkan oleh aktifitas volkanik.
Aliran piroklastik melibatkan semua aliran pekat yang dihasilkan
oleh letusan atau guguran lava baik besar maupun kecil.

2. Piroklastik Jatuhan
Piroklastik yang dilontarkan secara ledakan ke udara sementara
akan tersuspensi, yang selanjutnya jatuh ke bawah dan
terakumulasi membentuk endapan piroklastik jatuhan. Endapan
merupakan produk dari jatuhan baiistik dan konveksi turbulen pada
erupsi kolom (Lajoie, 1984). Karakteristik dari endapan dapat yang
diamati antara lapisan piroklastik jatuhan dan piroklastik aliran
dapat dilihat pada tabel III.1.

Tabel III. 1. Perbedaan yang dapat diamati dari lapisan antara


endapan piroklastik jatuhan dan piroklastik aliran (Lajoie,
1984)

Piroklastik Jatuhan Piroklastik aliran

Sortasi Sortasi baik (well sorted) Sortasi buruk (poorly sorted)


Ketebalan Teratur dan mengikuti Tidak teratur, menipis pada
lapisan permukaan yang ditutupi tinggian, menebal pada
(mantle bedding) cekungan, menipis secara
lateral terhadap batas
saiuran
Gradasi dan Lapisan massif jarang; Lapisan massif. Gradasi
laminasi gradasi normal Jarang, terbalik umum pada endapan
tapi dapat hadir, tidak ada yang terakumulasi dari
struktur traksi yang tegas suspensi laminar (aliran
seperti laminasi parallel debris dan butiran). Gradasi
dan laminasi ob!ique, normai banyak dijumpai
tetapi crude strait umum. pada endapan yang berasal
dari suspensi turbulen dan
itu umumnya ditemukan
mendasari atau menutupi
bagian laminasi.

III-50
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Struktur Bomb - surge dan Acretionary lapilli dihasilkan


primer yang acretionary lapilli umum pada lapisan atas pada
lain dijumpai pada endapan beberapa subaerial nuees
subaerial atau shallow ardentes. Jarang atau tidak
water. Lubang/pipa gas- ada pada endapan
escape tidak ada. subagueous.
Sekuen Tidak ada Lubang/pipa gas-escape
struktur umum dijumpai Umum, dan
primer. umumnya itu jarang teramati
(Phmary pada sedimen transportasi
sructure massa (mass-transported
seguence) sediments) yang lain.

3. Piroklastik Surge
Piroklastik surge adalah ground hugging, dilute (rasio partikel gas
rendah), aliran purticulate yang diangkut secara lateral di dalam
gas turbulen (Fisher 1979 vide Mc Phie e/ al 1993). Piroklastik surge
dibentuk secara langsung oleh erupsi freatomagmatik maupun
freatik (base surge) dan asosiasinya dengan piroklastik aliran {ash
cloud surge dan ground surge).

Tempat yang dilalui oleh pengendapan lapisan sangat tipis atau


laminasi biasanya disebut sebagai bed set.

III-51
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Piroklastik Jatuhan
Piroklast terlontar ke athmosfir dan jatuh ke bawah
Aliran Piroklastik
Konsentrasi partikel relatif tinggi yang bergerak di dasar/lereng
volkan
Gelombang Piroklastik
Konsentrasi partikel relatif rendah yang bergerak menuruni
dasar/lereng volkan.

Gambar III. 5. Jenis endapan piroklastik

III-52
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar III. 6. Karakteristik endapan yang berasal dari erupsi eksplosif


(endapan piroklastik primer) Mc Phie et al, 1983.

III-53
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

III.5. KLASIFIKASI
Pembuatan klasifikasi batuan piroklastik sudah banyak dibuat oleh
para ahli, tetapi masih terjadi kekurangan maupun perbedaan
tentang batuan piroklastik.

Klasifikasi berdasarkan perkembangan terbentuknya batuan


piroklastik sangat sulit, sedangkan saat ini klasifikasi didasarkan
pada:

 Asal – usul fragmen

 Ukuran fragmen

 Komposisi fragmen

a. Klasifikasi berdasarkan asal – usul fragmen


Batuan piroklastik yang merupakan hasil endapan bahan volkanik dari
letusan tipe eksplosif maka Johnson dan Levis (1885), lihat Mac
Donald (1972) membuat klasifikasi sebagai berikut:

- Essential fragmen berasal langsung dari pembekuan


: magma segar
- Accessor fragmen berasal dari lava atau piroklastik yang
: terdapat pada kerucut volkanik
- Accidental fragmen yang berasal dari batuan lain yang
: tidak menunjukkan gejala pembekuan,
metamorfisme
Klasifikasi berdasarkan ukuran dari fragmen. Klasifikasi ini dibuat
pertama kali oleh Grabau (1924) dalam Carozzi (1975) :

- > 2,5 mm Rudyte


:
- 2,5 – 0,5 mm Arenyte
:
- < 0,5 mm Lutyte
:
III-54
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Klasifikasi batuan piroklastik dari Wenworth dan Williams (1932)


dalam Pettijohn banyak dipakai, tetapi kisaran yang dipakai tidak
sama antara batuan sedimen dan piroklastik :

- Breksi volkanik: Tersusun dari fragmen-fragmen diameter > 32


mm, bentuk fragmen meruncing
- Aglomerat : Fragmen berupa bom-bom dengan ukuran > 32
mm
- Lapili/tuf lapili: Fragmen tersusun atas Lapili yang berukuran
antara 4 mm – 32 mm
- Tuf kasar : Fragmen-fragmen tersusun atas abu kasar
dengan ukuran butir terletak antara 0,25 mm – 4
mm
- Tuf halus : Fragmen-fragmen tersusun atas abu halus
dengan ukuran < 0,25 mm

b. Klasifikasi berdasarkan komposisi fragmen


Klasifikasi yang telah dibuat digunakan untuk tuf, yaitu

 0,25 –4 mm............................................................................: tuf


kasar

 < 0,25 mm............................................................................: tuf


halus

Menurut Williams, Turner dan Gilbert (1954), tuf dapat diklasifikasikan


menjadi :

1. Vitric Tuff tuf dengan penyusun utama terdiri dari gelas


:
2. Lithic Tuff tuf dengan penyusun utama terdiri dari fragmen
: batuan
3. Crystal Tuff tuf dengan penyusun utama kristal dan pecahan –
: pecahan kristal

III-55
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

III-56
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Pettijohn (1975) membuat klasifikasi tuf, dengan membandingkan


prosentase gelas dengan kristal, yaitu:

1. Vitric Tuff:

Tuf mengandung gelas antara 75% - 100% dan kristal 0% -


25%.

2. Vitric crystal tuff:

Tuf mengandung gelas antara 50% - 75% dan kristal 25% -


50%.

3. Crystal vitric tuff:

Tuf mengandung gelas antara 25% - 50% dan kristal 50% -


75%.

4. Crystal tuff :

Tuf mengandung gelas antara 0% - 25% dan kristal 75% -


100%.

III-57
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel III. 2. Grain size-based genetic nomenclature for common types


of volcaniclastic deposits. Modified from
Fisher(1961)&Schmidt (1981)
GRAIN VOLCANICLASTIC AUTOCLASTIC DEPOSITS
DEPOSITS IN
SIZE RESEDIMENTED AUTOCLASTIC
GENERAL and
Hyaloclastite Autobrec Mixture or DEPOSITS
VOLCANOGENIC
cia uncertain
SEDIMENTARY
origin
DEPOSITS

<1/16 fine autoclastic resedimented fine hyaloclastite,


volcanic mudstone
mm hyaloclastite mudstone resedimented autoclastic mudstone
?
resedimented hyaloclasiite
1/16-2 hyaloclastite autoclastic
volcanic sandstone sandstone, resedimented autoclastic
mm sandstone sandstone
sandstone
resedimented granular hyaloclastite,
granular granular
2-4 granular resedimented granular autobreccia,
autobrec autoclastic
mm hyaloclastite resedimented granular autoclastic
cia breccia
breccia
4-64 volcanic resedimented hyaloclastite breccia,
conglomerate, hyaloclastite autobrec autoclastic
mm resedimented autobreccia,
volcanic breccia breccia cia breccia
resedimented autoclastic breccia

resedimented coarse hyaloclastite


coarse coarse coarse
> 64 breccia, resedimented coarse
hyaloclastite autobrec autoclastic
mm autobreccia, resedimented coarse
breccia cia breccia
autoclastic breccia

PYROCLASTIC DEPOSITS PYROCLAST-RICH DEPOSITS


GRAIN
SIZE Unconsolidated Consolidated RESEDIMENTED SYN- Post-eruptive resedimented or
tephra pyroclastic ERUPTIVE reworked, or uncertain origin
rock

<1/16 resedimented ash-rich


fine ash fine tuff tuffaceous mudstone
mm mudstone

1/16-2 resedimented ash-rich


coarse ash coarse tuff tuffaceous sandstone
mm sandstone

resedimented pyroclast-rich
lapillistone (or lapillistone, resedimented
2-64 tuffaceous conglomerate,
lapilli tephra lapilli tuff or pumice lapillistone,
mm tuffaceous breccia
tuff-breccia) resedimented pumice and
lithic lapillistone

agglomerate resedimented pyroclast-rich


bomb (fluidal
(bombs breccia, resedimented
>64 shape) tephra,
present), pumice breccia,
mm block (angular)
pyroclastic resedimented pumice and
tephra
breccia lithic breccia

III-58
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel III. 3. Terms to be used for mixed pyroclastic-epiclastic rocks


(after Schmid, 1981,).

Average clast Tuffites (mixed Epiclastic (volcanic and/or


Pyroclastic
size in mm. pyroclastic-epiclastic) nonvolcanic)
Agglomerate, Tuffaceous
> 64 pyroclastic conglomerate, Conglomerate, breccia
breccia tuffaceous breccia
64 - 2 Lapilli tuff
2 - 1/16 coarse Tuffaceous sandstone Sandstone
1/16 - 1/256 fine Tuffaceous siltstone Siltstone
Tuffaceous mudstone,
< 1/256 Mudstone, shale
shale
Amount
pyroclastic 100% to 75% 75% to 25% 25% to 0%
material

Gambar III. 7. Klasifikasi tuff (after, Schmid, 1981)

III-59
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel III. 4. Classification and nomenclature of pyroclasts and well-sorted


pyroclastic deposits based on clast size (after Schmid, 1981).
Pyroclastic deposit
Clast size
Pyroclast Mainly consolidated
in mm Mainly unconsolidated tephra
pyroclastic rock
agglomerate bed of blocks oragglomerate pyroclastic
> 64 bomb, block
bomb, block tephra breccia
layer, bed of lapilli or lapilli
64 to 2 lapillus lapilli tuff
tephra
coarse ash
2 to 1/16 coarse ash coarse (ash) tuff
grain
fine ash
< 1/16 fine ash (dust) fine (ash) tuff
grain

Gambar III. 8. Klasifikasi batuan piroklastik (Fisher, 1986)

Heinrich (1956) selama pengendapan tuf bisa bercampur dengan


material sedimen yang bermacam-macam. Material sedimen yang

III-60
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

paling banyak dapat dipakai untuk pemberian nama tuf. Misal


serpihan atau mengandung gamping, tuf gampingan dan sebagainya.

Batuan sedimen non volkanik, bisa tercampuri oleh tuf hasil letusan
gunung berapi, sehingga membentuk campuran dua bahan
pembentuk batuan yang mempunyai sumber dan proses
pembentukan yang tidak sama. Pettijohn (1975), adanya tuf di dalam
batuan sedimen bisa dipergunakan untuk pemerian tambahan.
Sehingga akan diperoleh penamaan seperti batupasir tufa, serpih
tufan dan lainnya.

Klasifikasi berdasarkan komposisi sangat penting untuk analisa tuf.


Batuan yang berdasarkan ukuran fragmen dengan mudah dan
sederhana dapat dimasukkan ke dalam kelompok tuf ini, ternyata
mempunyai komposisi yang cukup berariasi. Variasi komposisi
tersebut dikelompokan lagi.

Vitric Tuff
Menurut Heinrich (1956), penyusun utama terdiri atas gelas. Tuf
vitrik merupakan hasil endapan primer material letusan
gunungapi. Komposisi umumnya bersifat riolitik, meskipun juga
dijumpai berkomposisi dasitik, trasitik, andesitik dan basaltik.

Kepingan gelas umumnya mempunyai bentuk meruncing. Inklusi-


inklusi magnetit banyak dijumpai dalam gelas. Gelas biasanya
tidak berwarna, tetapi apabila berkomposisi basaltik berwarna
kuning sampai coklat.

Fragmen-fragmen berupa kristal dan fosil terkadang dijumpai,


walaupun dalam prosentase yang kecil. Mineral-mineral bisa
berupa mineral penyusun riolit, andesit dan lain-lain. Mineral
skunder yang hadir antara lain kalsit, opal, kalsedon, kuarsa,
oksida-oksida besi dan lain-lain. Beberapa tuf vitrik yang
mengendap dalam tubuh air tersemen oleh kalsit, Heinrich (1956).

III-61
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tuf vitrik umumnya bertekstur vitroclastic, yaitu kepingan-


kepingan gelas terletak dalam matrik yang berupa abu gelas yang
sangat halus, Williams, Turner dan Gilbert (1954).

Macam-macam tuf vitrik:

 Tuf palagonit

Penyusun utama gelas basa, dengan warna kuning


kehijauan sampai coklat tua. Tuf palagonit umumnya
mengandung kristal-kristal plagioklas, olivin, piroksen dan
bijih besi, lubang-lubang banyak terisi kalsit atau zeolit,
Heinrich (1956).

Porselanit atau batu cina

Penyusun berupa abu gelas yang sangat halus, sering


disebut tuf lempungan.

 Welded tuff atau ignimbrit

Penyusun terdiri atas kepingan-kepingan gelas yang


terelaskan, Heinrich (1956).

 Tuf pisolit

Penyusun terdiri atas pisolit-pisolit abu gelas yang sangat


halus, Williams, Turner dan Gilbert (1954).

Crystal tuff
Komposisi dominan terdiri atas kristal, sedangkan gelas dijumpai
berjumlah sedikit.

Tuf kristal riolitik, yaitu kristal kuarsa, sanidin, biotit, hornblende,


lain yang terkadang dijumpai seperti augit. Tuf kristal yang
mengandung tridimit.

Tuf kristal dasitik, yaitu kristal hornblende, hipersten, andesin,


magnetit dan augit banyak dijumpai pada trasit. Sedangkan pada

III-62
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

tuf kristal basaltik, tersusun atas olivin, augit, magnetit dan


labradorit.

Lithic tuff
Penyusun dominan berupa fragmen-fragmen batuan. Gelas
dijumpai dalam jumlah yang relatif sedikit. Fragmen tersebut
biasanya berupa fragmen batuapung, skoria, obsidian, andesit,
basalt, granofir, batuan beku hipo-abisik bertekstur porfiritik atau
halus. Kadang terdapat fragmen batuan plutonik, metamorfik
maupun sedimen, Heinrich (1956).

Bahan piroklastik yang dikeluarkan dari ventral volkan, sebelum


terendapkan mengalami berbagai proses, baik cara terangkuntnya
dan media transportasi, maupun material yang terendapkan.

III-63
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

III.6. PETROGRAFI
Ignimbrit/endapan aliran pumis (ignimbrites : pumice-flow deposit)
IGNIMBRIT - endapan aliran piroklastik didominasi pumis.

welded ignimbrite - ignimbrite terelaskan


Unwelded ignimbrite - ignimbrit tak terelaskan

Gambar III. 9. Kenampakan ignimbrit di lapangan

Tekstur mikroskopi ignimbrit (nonwelded texture)

III-64
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Nonwelded tuff dengan Nonwelded tuff dengan


kenampakan glass shards kenampakan unbroken glass
bubbles

Tekstur mikroskopi ignimbrit (welded texture)

(a). Welded tuffs dari SE Idaho

(b). Welded tuffs dari Vales, N.Mex-nampak penjajaran kristal denan glas shards

(c). Nampak kompaksi yang kuat dan perlipatan yang berlawanan dengan arah
kristal

III-65
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tekstur mikroskopi ignimbrit (welded texture)

(a). Kristal welded tuffs


(b). Fragmen batu welded tuffs yang lebih tua, dikungkung oleh
ignimbrit yang lebih muda

III-66
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar III. 10. Feldspathoidal Lavas

A. Nephelinite, Mikeno, East Africa. Diam. 1 mm. Microphenocrysts of green augite


and nepheline, in a matrix of dark-brown glass with granules of iron oxide, and
slender microlites of sanidine.
B. Leucite basanite, Vesuvius, Italy. Diam. 3 mm. Phenocrysts of olivine, green
diopsidic augite, and leucite, in an intergranular matrix of labradorile laths, iron
oxide, and augite. Locally there are minute interstitial grains of sanidine.
C. Hauynophyre, Tahiti. Diam. 1 mm. Microphenocrysts of deep-sky-blue hauyne
with webs ofrutile; slender prisms of pale-green diopsidic augite and euhedral
granules of iron oxide, in a matrix of pale glass.

A B C
Gambar III. 11. Volcanic Ashes

A. Andesitic crystal ash erupted from the volcano Santa Maria, Guatemala, in 1902.
Diam. 2 mm. Broken crystals of plagioclase, dark-green hornblende, paler-green
pyroxenes, rounded bioiite Hakes, magnetite, and a few lithic chips, of andesile.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

B. Dacilic vilric ash showing pumiceous texture. Uiam. 2 mm. Product of the
culminating explosions of Mount Mazama, which led to the formation of Crater
Lake, Oregon. Shredded and cellular bits of pumiceous glass accompanied by
fewer broken chips of plagioclase and small prisms of hypersthene.
C. Basaltic ash (Pele's Hair), Kilauea, Hawaii. Diam, 2 mm. Threads of brown
basaltic glass containing bubbles of gas. Material discharged by lava fountains in
the form of spray.

A B C

Gambar III. 12. Tuffs

A. Rhyolilic vitric tuff, Shasta Valley, California. Diarri. 2 mni. Shows typical
vitroclastic texture. Arcuate shards of glass lie in a matrix of almost impalpable
glass dust.
B. Rhyolitic crystal tuff, Etsch valley, Italy. Diam. 2 mm. Broken crystals ofquail/.
and sodic plagioclase, together with small Hakes ofbiotile, in a matrix of glass
dust and pumice fragments.
C. Andesitic lithic tuff, near Managua, Nicaragua. Diam. 2 mm. Fragments of
various kinds ofandesite predominate; between these lies a matrix made up of
plagioclase and pyroxene crystals and pale-brown glass dusi.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar III. 13. Rhyolitic Pumice and Ignimbrite

A. Rhvolitic pumice, Lipari Island, Italy. Diani. 3 mm. Entirely composed of


extremely vesicular glass.
B. Incipiently welded ignimbrile, near Bishop, California. Diam. 3 mm. Specimen
from the unwelded top of an ignimbrite. Crystals of quartz and sanidine, in a
matrix of undeformed glass shards and dust, with well-'preserved vitro-clastic
texture.
C. Welded tuff, from same locality. Diam. 3 mm. Specimen from the welded interior
portion of the same ignimbrite. Constituents as in B, but here the glass shards
are deformed and flattened.

A B C
Gambar III. 14. Basaltic Tuffs

A. Palagonite luff, Oamaru, New Zealand. Diam. 4 mm. Fragments of palagon-ile,


pale buff within and deep gold at the margins, including crystals of olivine and
labradorite. Between these fragments is a matrix of calcite.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

B. Palagonite,tuff, Oahu, Hawaiian Islands. Diam. 4 mm. The cores of the vesicular
fragments consist of fresh pale-buff palagonite including crystal's of olivine; the
rims of the fragments are fibrous and birefringent and largely composed of
smectite. Between the fragments is a matrix of zeolites.
C. Hornblende andesite scoria, product of the last ash flows from Mount Mazama
(Crater lake), Oregon. Diam. 4 mm. Phenocrysts of hornblende and labradorite,
embedded in extremely vesicular, brown-to-black andesitic glass.

A B

Gambar III. 15. Volcanic Sandstones

A. Volcanic wacke (Eocene), Tyee Formation, Umpqua River, Oregon: Diam. 1.2
mm. Poorly sorted angular and subangular grains of coarse silt and sand tightly
packed in an argillaceous matrix colored green by chloritic material. About half
of the grains are particles of volcanic rocks, chiefly andesite; about 30% are
plagioclase, chiefly andesine (lightly stippled, with cleavage); and about 20% are
quartz (clear).
B. Miocene arenite, 3700 m below surface, south of Lost Hills, California. Diam. 1.2
mm. Loosely packed, subangular grains of andesite, plagioclase (lightly stippled,
with cleavage), and quartz firmly cemented by coarse calcite (stippled, with two
cleavages). Single calcite crystal in center encloses many sand grains.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

BAB IV
BATUAN SEDIMEN KLASTIK

IV.1. PENGERTIAN BATUAN SEDIMEN KLASTIK


Asal mula mula batuan sedimen klastik adalah akibat dari proses-
proses yang menyangkut siklus sedimentasi (pelapukan – erosi -
transport - sedimentasi - diagenesa).

Dalam batuan sedimen kelompok mineral penyusunnya adalah :

a. Mineral autigenic

 Terbentuk di daerah sedimentasi dan langsung diendapkan

 Contoh : gipsum, kalsit, anhidrit, halit

b. Mineral allogenic

 Tidak terbentuk pada daerah sedimentasi/pada saat


sedimentasi.

 Telah mengalami transportasi dan kemudian diendapkan di


daerah sedimentasi

 Syarat :

 Tahan pelapukan

 Tahan pengikisan selama transportasi sampai


pengendapan

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Stabilitas mineral dalam batuan sedimen :

1. Mineral tak stabil


Merupakan mineral yang berada pada transportasi, tetapi jarang
sampai pada pengendapan.
a. Mineral yang umumnya allogenic (jarang sekali/tidak pernah
authigenic)

Olivin
Piroksen
Plagioklas basa
Hornblende
Plagioklas asam
Epidot Makin stabil
Andalusit
Staurolit
Kianit
Silimanit
Magnetit
Ilmenit
Garnet
Spinel

b. Mineral yang umumnya authigenic

Gypsum
Karbonat Makin stabil
Glaukonit
Plagioklas asam
K. Feldspar

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

2. Mineral stabil
Mineral yang tetap ada mulai dari transportasi sampai dengan
pengendapan.
Lempung (clay mineral)
Kuarsa
Chert
Muskovit
Tourmalin
Zirkon
Rutile
Brookit
Anatase

IV.2. PROSES PEMBENTUKAN BATUAN SEDIMEN KLASTIK


Dalam pembentukan batuan sedimen klastik ada 2 fase proses yaitu :

1. Fase pembentukan endapan

2. Fase pembentukan batuan sedimen klastik

1. Fase pembentukan endapan


Fase ini meliputi :
 Proses pelapukan
 Proses erosi
 Proses transportasi
 Proses pengendapan

2. Fase pembentukan batuan sedimen klastik


Fase ini sedimen yang telah terendapkan akan mengalami
beberapa proses yaitu:

 Sementasi, endapan tersemenkan oleh larutan kimia


(karbonat, silika, oksida besi)

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

 Pemadatan (compaction), memadatnya massa endapan


karena pengisian semen

 Pemampatan (desication), keluarnya air dari rongga-rongga


batuan

 Pembatuan (litification), membatunya endapan yang telah


kompak

Berdasarkan proses yang terjadi dalam pembentukan batuan sedimen


maka dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Batuan sedimen hasil proses mekanis, dengan media air, angin


dan es. Dicirikan oleh banyaknya mineral allogenik, mineralnya
detritus, bertekstur klastik, dibedakan :

 berbutir kasar, misalnya: breksi, konglomerat

 berbutir sedang, misalnya batupasir

 berbutir halus, misalnya batulempung, batulanau

2. Batuan sedimen hasil proses kimia, banyak mengandung


mineral autogenik, komposisi material non detritus, teksturnya
non klastik, dibedakan :

 sedimen evaporasi, misalnya gipsum, anhidrit, garam

 sedimen karbonat, misalnya batugamping, dolomit

3. Batuan sedimen yang dihasilkan akibat aktifitas jasad kehidupan


(proses organis), misal batubara, diatome, batugamping
terumbu.

Cara pengendapan :

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

 Secara mekanis, ini menghasilkan sedimen detritus (sedimen


klastik)

Secara kimia, dengan reaksi anorganik (langsung) ataupun


dengan reaksi organik (dibantu oleh organisme)

Lingkungan pengendapan adalah direfleksikan oleh mineral –


mineral dalam batuan.

Untuk menghasilkan batuan sedimen, tergantung pada:

1. Litologi batuan asal

2. Stabilitas dari mineral –mineral yang ada

3. Kecepatan erosi : merupakan banyaknya materal sedimen


yang dapat diangkut / ditransport, sehingga turut
menentukan banyaknya material yang dapat/akan
diendapkan.

Transport akan menghasilkan :

 Sorting/pemilahan

 Roundness/kebundaran, yaitu ukuran butiran menjadi


kecil/lebih kecil

Proses diagenesa :
 Dapat mengubah tekstur batuan sedimen
 Dapat mengakibatkan rekristalisasi

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

IV.3. KOMPONEN DASAR KLASIFIKASI BATUAN SEDIMEN


KLASTIK
Komponen komposisi pada batuan sedimen terbagi atas:
1. Komposisi kimia
2. Komposisi mineral

Faktor yang mempengaruhi susunan komposisi batuan sedimen :

a. Besar butir

Serpih/lempung (Al2O3, K3O, FeO)

Pasir halus > SiO2

b. Tingkat maturity/kedewasaan

Keadaan batuan sedimen dibandingkan dengan batuan induknya

Tingkatan :
• Super mature
• Mature
• Sub mature
• Immature

Tingkatan tersebut dilihat berdasarkan :


 Tekstur
 Mineral
 komposisi

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Makin tinggi tingkat maturitynya maka makin banyak mineral


stabil yang dikandungnya.

Mineral-mineral yang umum adalah sebagai berikut:

1. Mineral Utama

Mineral yang terbentuk sebagai penyusun batuan sedimen

 Kuarsa
 Feldspar
 Mika
 Lempung
 Karbonat
2. Mineral ikutan/tambahan

Jumlahnya sedikit

 Zirkon
 Garnet
 Magnetit
 Tourmalin
 Piroksen
Manfaat dari komposisi mineral:

 Menunjukkan komposisi batuan induk

 Memberi nama batuan

 Mengetahui proses pembentukannya

 Mengetahui lingkungan sedimentasinya (environment)

 Kepentingan ekonomi

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

IV.4. TEKSTUR DAN STRUKTUR BATUAN SEDIMEN KLASTIK

a. Tekstur batuan klastik


Batuan sedimen yang terbentuknya berasal dari hancuran batuan lain,
kemudian tertranportasi dan terdeposisi, selanjutnya mengalami
diagenesa, sehingga terbentuk batuan tersebut, misalnya : batupasir.

Khusus batuan sedimen klastik untuk penelitian harus diperhatikan


mengenai ukurannya, bentuk (shape), kebundaran (roundness),
tekstur permukaan, orientasi dan komposisi mineralnya.

Shape adalah bentuk daripada butiran tersebut, dapat dibedakan


menjadi 4 macam, yaitu:

 Golongan I ................................................................

oblate/tabular
 Golongan II................................................................

equent/equiaxial
 Golongan III...............................................................

bladed/triaxial
 Golongan IV...............................................................

prolate/rod shape
Sphericity, pengukurannya dengan cara membandingkan luas
permukaan bola yang berisi obyek yang volumenya sama dengan
volume bola tersebut.

Roundness yaitu derajat kebulatan dari butiran tersebut atau bisa juga
disebut dengan keruncingan dari bola tersebut.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Bentuk dari pada sedimen sangat dipengaruhi oleh bentuk semula,


struktur, daya tahan, media transportasi, jarak transportasi dan lama
tertransport.

Orientasi butir adalah susunan dari pada butiran tersebut, yang


mencerminkan proses pengendapannya.

Tekstur permukaan yaitu morfologi dari butiran akibat pengaruh


media transportasi dan proses setelah transportasi.

Maturity yaitu derajat kedewasaan diketahui dengan membandingkan


komposisi mineral pada suatu tempat dengan mineral yang terdapat
pada batuan asalnya.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar IV. 1. Derajat kebundaran

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

b. Struktur batuan sedimen


Struktur batuan sedimen klastik terbagi atas :
1. Struktur Syngenetik (terjadi bersamaan dengan terjadinya
sedimentasi)

a. Proses fisik

 Eksternal struktur yaitu kelihatan dari luar

Misal ukuran dan bentuk dari tubuh sedimen.

Contoh : bentuk lembaran (sheet), lensa, lidah, delta dan


shoestring.

Ada juga yang hubungannya berupa konkresi, interfingering


dan intertongue.

 Internal struktur yang tercermin pada batuan sedimen itu


tersendiri

 Perlapisan dan laminasi (bedding dan lamination)

o Normal current bedding yaitu perlapisan karena arus


normal, misal: perlapisan sejajar. Berdasarkan
ukurannya dibedakan menjadi :

- laminasi, bila tebal lapisan < 1 cm

- stratum, bila tebal lapisan lebih dari 1 cm

- bed, kumpulan dari beberapa laminer dan straith

o cross bedding (perlapisan silang siur) yang terjadi akibat


adanya perubahan arah arus.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

o Graded bedding (perlapisan tersusun), yang terjadi


karena adanya pemilahan ukuran butir halus ke kesar
atau sebaliknya

 Freature of bedding planes yaitu bentuk dari permukaan


lapisan selama proses sedimentasi.

- Ripplemark yaitu bentuk permukaan bergelombang


karena adanya proses arus satu arah

- Mud crack yaitu bentuk retak-retak pada lapisan lumpur,


biasanya berbentuk segi lima.

- Rain drops prints yaitu bekas titik-titik air hujan pada


permukaan batuan

- Swash and riil marks yaitu jejak binatang pada


permukaan lapisan

- Flute cast yaitu bentuk gerusan pada permukaan


lapisan yang bentuknya seperti seruling

- Load cast yaitu lekukan pada batas perlapisan yang


diakibatkan oleh gaya tekan dari muatan yang ada
diatasnya.

 Deformational structure

Yaitu terjadinya perubahan struktur batuan pada saat


sedimen terendapkan karena adanya tekanan.

o Post deposisional slump feature

Yaitu struktur luncuran yang terjadi akibat adanya


desakan yang tinggi

o Intraformationalkonglomerat
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Yaitu struktur hancuran yang menyerupai konglomerat


karena adanya pergerakan pada sedimen sebelum
mengalami litifikasi

b. Struktur sedimen yang terbentuk akibat proses biologi

 External structure

 Biostromes

 Bioherm

Keterangan menurut Cuming (1932) Bioherm adalah


merupakan panggul bukit, lensa atau yang serupa yang
mempunyai penyebaran terbatas, terdiri atas kerangka
organisme yang belum tertransportasi dan dikelilingi oleh
litologi yang berbeda.

Biostromes menurut Cuming (1932) berupa struktur


batugamping yang berlapis sebagaimana shellbed , cronoid,
coral bed, yang berupa akumulasi sisa organisme yang
belum tertransport dan tidak menunjukkan pembengkaan
seperti tanggul bukit atau lensa.

Biostromes menurut Lingk (1950) merupakan batugamping


yang berlapis dan terdiri dari organisme yang merambat dan
membentuk lapisan keras.

 Internal structure

Misal fosil dalam batuan

2. Struktur epigenetik terjadi setelah batuan tersebut terbentuk)

a. Karena proses fisik (mekanis)

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

 External structure

 Batas antara tiap lapisan

o Batas tegas atau gradual

o Batas selaras atau tak selaras

 Lipatan dan sesar

 Internal structure

Clastic dike yaitu terjadi karena adanya tekanan


hidrostatika yang kuat sehingga material seperti
diinjeksikan

b. Karena proses kimia atau organisme

 Corroion zone

 Concretions

 Stilolites

 Cone in cone

 Cristal mold and cast

 Seins and dike

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

IV.5. KLASIFIKASI BATUAN SEDIMEN KLASTIK

Sand
cobbles Mud (clay and fine silt)

Sandy
mudstone

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar IV. 2. Classification of Sandstones

Figure modified after Dolt, journal of Sedimentary Petrology, vol. 34


(1964): p. 629. Three mineral components of sand—quartz [Q),
feldspar (F), and lithic grains (L)—and represented by the three apices
of the triangles; points within the triangles represent relative
proportions of these three components. Percentage of argillaceous
matrix is represented by a vector extending toward [he rear of the
diagram. The term arenite is restricted to sandstones that are
essentially free of matrix material; all others are argillaceous (muddy)
sandstone, or wacke.

IV.6. PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN KLASTIK

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B
Gambar IV. 3. Recent Sands as Seen in Thin Section

A. Firm beach sand, Point Reyes, California. Impregnated with plastic before
collection in order to preserve texture. Diam. 3 mm. Uncompacted sub-rounded
grains very well sorted; porosity very high—about 30%. This is a lithic sand with
high feldspar content; it contains abundant chert grains (heavily stippled), quartz
(lightly stippled), feldspar (shown with cleavage lines), and various rock
fragments.
B. Sand from channel of jacalitos Creek, Coalinga, California. Impregnated with
plastic before collection in order to preserve texture. Diam. 3 mm. Uncompacted
subangular grains fairly well sorted; porosity very high; finer-grained layer at
bottom. This is a lithic sand derived from a mixed sedimentary terrane including
volcanic sandstones; it contains about 40% chips of andesite, argillite, shale,
chert, and serpentine, 35% quartz, and 25% feldspar.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B

Gambar IV. 4. Uncemented Sandstones as Seen in Thin Section

A. St. Peter Sandstone (Ordovician), Beloit, Wisconsin. Diam. 2.5 mm. Very well-
sorted sandstone consisting of subrounded quartz grains, a quartz arenite. The
texture is very porous, but grains have been compacted until they are in close
contact. Compare texture in Figure 11—4A.
B. Temblor arkosic sandstone (Miocene), 2500 m below surface, Kettleman Hills,
California. Diam. 2.5 mm. Moderately sorted sandstone consisting of abundant
subangular grains of quartz and feldspar (with cleavage), together with fewer
biotite flakes (lined) and rock particles (heavily stippled). Texture very porous,
but deep burial has caused rearrangement and compaction of grains. Compare
the texture in Figure 11—4B. Note deformed biotite pinched between compacted
grains.

A B C
Gambar IV. 5. Cements in Sandstones

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A. Lithic arenite (Miocene, Temblor Formation), 2500 m below surface, Kettle-man


Hills, California. Diam. 1 mm. Lithic grains, quartz, and plagioclase enclosed in
and cemented by a single barite crystal. Note uniformly oriented right-angle
cleavages in barite.
B. Volcanic arenite (Miocene, Temblor formation), 1000 m below surface, Jacal-itos
Field, California. Diam. 1 mm. Cement is chlorite. A micronbrous fringe rims each
grain, but in the centers of pores the chlorite appears microgranular.
C. Arkose (Miocene, Topanga Formation), Santa Monica Mountains, California. Diam.
1 mm. Calcile replacing plagioclase, irregular patches of uniformly oriented
feldspar being enclosed within a single calcite crystal. An adjacent quartz-
feldspar grain (upper left) is not replaced.

A B C

Gambar IV. 6. Cements in Sandstones

A. Pennsylvanian sandstone, Zuni Mountains, New Mexico. Diam. 1.5 mm. Quartz
and turbid rock particles coated with ferric oxide (black), locally covered in turn
by clear euhedral overgrowths of quartz, and the whole cemented by calcite
(stippled). Note trains of globular opaque inclusions in quartz grains.
B. Cretaceous arkosic arenite, Gualala, California. Diam. 0.5 mm. Local clear
euhedral overgrowths of authigenic quartz on detrital quartz (center, lower right,
and left). Quartz overgrowths covered and remaining pores filled by the zeolite
laumontite (cleavage lines but no stippling).
C. Lithic sandstone (Miocene, Temblor Formation), Reef Ridge, California. Diam.
0.75 mm. An incomplete cement of uniformly oriented calcite (stippled, with
cleavage lines); voids fringed with microfibrous chlorite covering both calcite and
detrital grains alike; chloritic fringe covered with opal (blank).

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C
Gambar IV. 7. Graywacke

A. Ordovician lithic graywacke (Fortune Formation), Lawrence Harbor, New-


foundland. Diam. 1.5 mm. An unsorted aggregate of angular grains of sand and
coarse silt set in an abundant argillaceous matrix. Grains are quartz (clear or
lightly stippled), feldspar (chiefly plagioclase, shown with cleavage), a few shreds
of mica, and particles of phyllite, argillite, chert, and andesite or basalt. Long
dimensions of most grains lie roughly parallel to bedding plane which is nearly
normal to the section.
B. Franciscan graywacke, Mendocino County, California. Diam. 1.5 mm. Generally
similar to A, but shows less orientation of grains, slightly less matrix, and more
grains of feldspar and basalt. This specimen is typical of many Franciscan
sandstones thai fall near the boundary between lithic and feld-spathic types.
C. Precambrian feldspathic graywacke, Hurley, Wisconsin. Diam. 1.3 mm. Texturally
like B, except that the margins of the grains are corroded. Quartz grains are very
abundant, feldspar is common, and rock chips are sparse. This is a well-known
chemically analyzed graywacke (U.S. Geological Survey Bulletin, vol. 150 (1898):
pp. 84-87).

A B C
Gambar IV. 8. Arkosic Sandstones

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A. Arkose (Tertiary), Lake Manapouri, New Zealand. Diarn. 2.5 mm. Unsorted
angular grains of orthoclase and oligoclase (with cleavage) and of quartz (clear),
accompanied by large and small unoriented flakes of biotite and a grain of
sphene (upper left), all bound together by a mortar of silty clay slightly stained
with limonite. Essentially residual, resting on granitic rock from which it was
derived.
B. Arkose (Pennsylvanian, Fountain Formation), Boulder, Colorado. Diam. 2.5 mm.
Poorly sorted angular grains of quartz, turbid oligoclase, and microdine (both
feldspars stippled and showing cleavage), and accessory flakes of muscovite, all
bound together by a matrix of silty clay stained red by ferric oxides. The deposit
has been transported but suggests a near-by granitic source.
C. Torridonian arkose (Precambrian), Loch Assynt, Scotland. Diam. 2.5 mm. Poorly
sorted subangular grains of quartz (clear and very slightly stippled) and of
microcline, orthoclase, and oligoclase, firmly bonded in a matrix of micaceous
clay. Feldspars are in part fresh (shown with cleavage) and in part very turbid
(stippled). A few rock fragments (schist) are not shown.

A B C
Gambar IV. 9.Arkosic Sandstones

A. Miocene arkosic arenite, or arkose, 3000 m below surface, near Simmler,


California. Diam. 2 mm. Very tightly packed angular and subangular grains: not
well sorted, but free from clay. Consolidated by compaction without cement.
Plagioclase, orthoclase, and microcline (all lightly stippled) and quartz (blank)
are about equally abundant; grains ofcalcite (heavily, stippled) and biotite are
accessory. Note pinched and contorted mica.
B. Micaceous arkosic arenite, or arkose (Triassic), Portland, Connecticut. Diam. 2
mm. Fairly well-sorted angular to subangular grains of feldspar (lightly stippled)
and quartz (blank); abundant parallel oriented flakes of muscovite and
chloritized biotite, larger than other grains, lie parallel to the bedding. The rock is
lightly cemented by scattered grains of calcite (heavily stippled and showing
cleavage) and secondary quartz overgrowths (separated from detrital quartz by
dotted lines). Porosity high. A few schist particles, not shown in this field.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

C. Red arkosic wacke, or arkose (Triassic), Mt. Tom, Massachusetts. Diam. 3 mm.
Unsorted angular-to-subangular grains of quartz and turbid feldspar, in a very
abundant matrix of ferruginous clay.

A B C

Gambar IV. 10. Lithic Arenite and Lithic Graywacke

A. Calcareous lithic arenite (Miocene Modelo Formation), Santa Monica Mountains,


California. Diam. 2.5 mm. Fairly well-sorted sandstone consisting of subangular
and subrounded slate and schist fragments and smaller angular grains of quartz
and feldspar (trace only) cemented with fine-grained calcite.
B. Bragdon lithic graywacke (Mississippian), Trinity County, California. Diam. 2.5
mm. An unsorted aggregate of angular grains set in a dark argillaceous matrix.
Less matrix than in graywackes of Figure 13-5. Grains are largely chert and
devitrified rhyolites (stippled), andesile, and slate; there are fewer angular quartz
grains (clear) and a trace of plagioclase (with cleavage). No preferred orientation
of grains is visible.
C. Volcanic graywacke (Triassic), southern New Zealand. Diam. 2.5 mm. An
unsorted aggregate of angular and subangular grains in a matrix containing
much microcrystalline chlorite. Grains are chiefly fragments of andesilic or
basaltic rocks; plagioclase grains (with cleavage) are common; and quartz (clear)
is subordinate.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C
Gambar IV. 11. Miscellaneous Lithic Sandstones

A. Andesite arenite (Upper Miocene, Neroly Formation), Mount Diablo, California.


Diam. 2.5 mm. Well-sorted, loosely packed, subangular grains of andesite rock,
andesine (clear, with cleavage), hypersthene (center and top), and hornblende
(lower left and right). Each grain enclosed in a thin fibrous rim of smectite.
Hypersthene and hornblende are euhedral, but hypersthene has been etched by
intrastratal solutions after development of smectite rims. This is an epiclastic
arenite, not a tuff or a tuffaceous arenite.
B. Calcareous tuffaceous sandstone (Oligocene, Tunnel Point Formation), Coos Bay,
Oregon. Diam. 3 mm. A mixture of pyroclastic and epiclastic material deposited
in a marine environment, where it was mixed with glauconite and cemented with
very fine-grained calcite (stippled). Curved glass shards and detrital quartz and
feldspar are clear; turbid fragments of meta-andesite and phyllite, and
spheroidal pellets of glauconite, are darkly stippled.
C. Calcareous serpentine arenite (Eocene), southeastern Monterey County, Cal-
ifornia. Diam. 3 mm. Angular and subangular grains of serpentine (line pattern),
together with microcrystalline carbonate pellets (stippled), firmly cemented with
finely granular calcite. Note two unbroken foraminifers.

A B C
Gambar IV. 12. Lithic Arenites

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A. Triassic sandstone, Boonton, New Jersey. Diam. 2 mm. Not well soned, but
contains little or no clay. Composed of angular and subangular grains derived
from sedimentary and low-grade metamorphic rocks. Rock fragments of shale,
slate, argillite, and limestone (lower left and right); also ragged grains of quartz
and very few of feldspar.
B. Chico Sandstone (Cretaceous), near Chico, California. Diam. 1 mm. Finegrained,
well-sorted arenite consisting of subangular grains; poorly consolidated and very
porous. Rock fragments are slate and Hne schist, with a littlt-chert; quartz (clear
or slightly stippled) is abundant, and feldspar (with cleavage), both fresh and
cloudy, is common; hornblende and epidote (darkly stippled, with cleavage, in
upper left and at bottom) are present in every thin section; a bent flake ofbiotite
in upper left.
C. Triassic sandstone (Keuper), Stuttgart, Germany. Diam. 1 mm. Tightly packed
subangular grains; porosity relatively low. Abundant schist and micro-granular
rock particles (lined and stippled); abundant quart/, and feldspar (lightly stippled
with cleavage), both orthoclase and plagioclase; some mica flakes. Grains of
mica schist are commonly oriented parallel to bedding and give the rock a very
micaceous aspect in hand specimen.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

BAB V
BATUAN SEDIMEN KARBONAT

V.1. PENGERTIAN BATUAN SEDIMEN KARBONAT


Batuan karbonat didefinisikan sebagai batuan dengan kandungan
material karbonat lebih dari 50 % yang tersusun atas partikel
karbonat klastik yang tersemenkan atau karbonat kristalin hasil
presipitasi langsung (Reijers & Hsü, 1986). Bates & Jackson (1987)
mendefinisikan batuan karbonat sebagai batuan yang komponen
utamanya adalah mineral karbonat dengan berat keseluruhan lebih
dari 50 %. Sedangkan batugamping, menurut definisi Reijers & Hsü
(1986) adalah batuan yang mengandung kalsium karbonat hingga 95
%. Sehingga tidak semua batuan karbonat merupakan batugamping.

V.2. KARAKTERISTIK KOMPONEN BATUAN KARBONAT–


MIKROFASIES
Menurut Tucker (1991) komponen penyusun batugamping dibedakan
atas non skeletal grain, skeletal grain, matrix, dan cement.

1). Non Skeletal Grain, terdiri dari :


a. Ooid dan Pisolid

Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elips


yang mempunyai satu atau lebih struktur lamina yang konsentris
dan mengelilingi inti. Inti penyusun biasanya partikel karbonat
atau butiran kuarsa. Ooid memliki ukuran butir < 2 mm dan
apabila memiliki ukuran > 2 mm disebut pisoid.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

b. Peloid

Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid


atau meruncing yang tersusun oleh micrite dan tanpa struktur
internal. Ukuran dari peloid antara 0,1 – 0,5 mm.

c. Pellet

Pellet merupakan partikel berukuran < 1mm berbentuk spheris


atau elips dengan komposisi CaCO 3. Secara genetis pellet
merupakan kotoran dari organisme.

d. Agregat dan Intraklas


VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Agregat merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran


karbonat yang tersemen bersama-sama oleh semen
mikrokristalin atau tergabung akibat material organik.
Sedangkan intraklas ialah fragmen dari sedimen yang sudah
terlitifikasi atau setengah terlitifikasi yang terjadi akibat
pelepasan air lumpur pada daerah pasang surut/tidal flat.

2). Skeletal Grain.........................................................................


Merupakan butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang
terdiri dari seluruh mikrofosil, butiran fosil ataupun pecahan dari
fosil-fosil makro. Cangkang ini merupakan allochem yang paling
umum dijumpai dalam batugamping.

3). Lumpur Karbonat dan Micrite.


Micrite adalah matriks yang biasanya berwarna gelap. Pada
batugamping hadir sebagai butir yang sangat halus. Micrite
memilliki ukuran butir kurang dari 4 um. Micrite dapat mengalamai
alterasi dan dapat tergantikan oleh mosaik mikrospar yang kasar.

4). Semen
Semen terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar
butiran dan mengisi rongga pori yang terendapkan setelah fragmen
dan matriks. Semen dapat berupa kalsit, silika, sulfat atau oksida
besi.

V.3. KLASIFIKASI BATUAN KARBONAT


Dalam praktikum ini digunakan 4 macam klasifikasi yaitu klasifikasi
untuk batugamping yaitu klasifikasi Dunham (1962) yang kemudian
dikembangkan menjadi klasifikasi Embry & Klovan (1971), klasifikasi
Folk (1959) dan klasifikasi untuk batuan campuran silisiklastik-
karbonat yaitu Klasifikasi Mount (1985).
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

a. Klasifikasi Dunham (1962) dan Embry & Klovan (1971).........


Klasifikasi Dunham (1962) didasarkan pada tekstur deposisi dari
batugamping. Karena menurut Dunham, dalam sayatan tipis,
tekstur deposisional merupakan aspek yang tetap. Kriteria dasar
dari tekstur deposisi yang diambil Dunham (1962) berbeda dengan
Folk (1959).

Dasar yang dipakai oleh Dunham untuk menentukan tingkat energi


adalah fabrik batuan. Bila batuan bertekstur mud supported
diinterpretasikan terbentuk pada energi rendah karena Dunham
beranggapan lumpur karbonat hanya terbentuk pada lingkungan
yang berarus tenang. Sebaliknya Dunham berpendapat bahwa
batuan dengan fabrik grain supported terbentuk pada energi
gelombang kuat sehingga hanya komponen butiran yang dapat
mengendap.

Batugamping dengan kandungan beberapa butir (< 10 %) di dalam


matrikss lumpur karbonat disebut mudstone, dan bila mudstone
tersebut mengandung butiran tidak saling bersinggungan disebut
wackestone. Lain halnya bila antar butirannya saling
bersinggungan disebut packstone atau grainstone; packstone
mempunyai tekstur grain-supported dan biasanya memiliki matriks
mud. Dunham memakai istilah boundstone untuk batugamping
dengan fabrik yang mengindikasikan asal-usul komponen-
komponennya yang direkatkan bersama selama proses deposisi
(misalnya : pengendapan lingkungan terumbu). Dalam hal ini
boundstone ekuivalen dengan istilah biolithite dari Folk.

Klasifikasi Dunham (1962) memiliki kemudahan dan kesulitan.


Kemudahannya adalah tidak perlunya menentukan jenis butiran

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

dengan detail karena tidak menentukan dasar nama batuan.


Kesulitan adalah di dalam sayatan petrografi, fabrik yang menjadi
dasar klasifikasi kadang tidak selalu terlihat jelas karena di dalam
sayatan hanya memberi kenampakan dua dimensi, oleh karena itu
harus dibayangkan bagaimana bentuk tiga dimensi batuannya
agar tidak salah dalam penafsirannya.

Embry dan Klovan (1971) mengembangkan klasifikasi Dunham


(1962) dengan membagi batugamping menjadi dua kelompok
besar yaitu autochtonous limestone dan allochtonous limestone
berupa batugamping yang komponen-komponen penyusunnya
tidak terikat secara organis selama proses deposisi.

Pembagian allochtonous dan autochtonous limestone oleh Embry


dan Klovan (1971) telah dilakukan oleh Dunham (1962) hanya saja
tidak terperinci. Dunham hanya memakainya sebagai dasar
penglasifikasiannya saja antara batugamping yang tidak terikat
(packstone, mudstone, wackestone, grainstone) dan terikat
(boundstone) ditegaskan. Sedangkan Embry dan Klovan (1971)
membagi lagi boundstone menjadi tiga kelompok yaitu
framestone, bindstone,dan bafflestone, berdasarkan atas
komponen utama terumbu yang berfungsi sebagai perangkap
sedimen. Selain itu juga ditambahkan nama kelompok batuan yang
mengandung komponen berukuran lebih besar dari 2 cm > 10 %.
Nama yang mereka berikan adalah rudstone untuk component-
supported dan floatstone untuk matrix supported. Klasifikasi
Embry & Klovan (1971) dapat dilihat pada Gambar V.1.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel V. 1. Klasifikasi Embry & Klovan (Reijers & Hsü, 1986)

Kelebihan yang lain dari klasifikasi Dunham (1962) adalah dapat


dipakai untuk menentukan tingkat diagenesis karena apabila sparit
dideskripsi maka hal ini bertujuan untuk menentukan tingkat
diagenesis.

Tabel V. 2. Klasifikasi Dunham (1962)


b. Klasifikasi Folk (1959)
Dasar klasifikasi Folk (1959) yang dipakai dalam membuat
klasifikasi ini adalah bahwa proses pengendapan pada batuan
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

karbonat sebanding dengan batupasir, begitu juga dengan


komponen-komponen penyusun batuannya, yaitu :

a. Allochem

Analog dengan pasir atau gravel pada batupasir. Ada empat


macam allochem yang umum dijumpai yaitu intraklas, oolit, fosil
dan pellet

b. Microcrystalline calcite ooze

Analog dengan matrik pada batupasir. Disebut juga micrite


(mikrit) yang tersusun oleh butiran berukuran 1- 4 μm.

c. Sparry calcite (sparit)

Analog sebagai semen. Pada umumnya dibedakan dengan mikrit


karena kenampakannya yang sangat jernih. Merupakan pengisi
rongga antar pori.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel V. 3. Klasifikasi Folk (1959)

c. Klasifikasi Mount (1985)


Klasifikasi Mount (1985) merupakan klasifikasi deskriptif.
Menurutnya sedimen campuran memiliki empat komponen :

(1) Silisiclastic sand (kuarsa, feldspar yang berukuran pasir),

(2) Mud campuran silt dan clay),

(3) Allochem butiran karbonat seperti pelloid, ooid, bioklas, dan


intraklas yang berukuran >20 µm), dan lumpur karbonat
atau mikrit (berukuran <20 µm).

Komponen-komponen tersebut suatu tetrahedral yang memiliki


pembagian delapan kelas umum dari sedimen campuran. Nama-
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

nama tiap kelas menggambarkan baik tipe butir dominan maupun


komponen antitetik yang melimpah sebagai contoh : batuan yang
mengandung material silisiklastik >50 % berukuran pasir dengan
sedikit allochem maka disebut allochemical sandstone. Diagram
klasifikasi Mount (1985) dapat dilihat pada Gambar V. 3.

SILISICLASTIC > SAND > ALLOCHEMS >


NAME
CARBONATE ? MUD ? MICRITE ?
yes allochemical sandstone
yes
no micrite sandstone
yes
yes allochemical mudrock
no
no micrite mudrock

yes sandy allochem limestone


yes
no sandy micrite
no
yes muddy allochem limestone
no
no muddy micrite

Tabel V. 4. Klasifikasi Mount untuk penamaan batuan campuran


silisiklastik-karbonat (Mount,1985)

V.4. TIPE-TIPE POROSITAS/PERMEABILITAS

Ada beberapa ahli geologi yang mencoba memberikan klasifikasi


mengenai tipe-tipe porositas tersebut. Salah satu di antaranya adalah
Choquette & Pray (1970) dalam Reeckmann & Sanders (1981).
Klasifikasi ini mencoba menghubungkan ukuran pori, bentuk dengan
kemas dari batuan tersebut. Adapun klasifikasi dari Choquette & Pray
(1970) adalah sebagai berikut :

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

1. Porositas pada batuan karbonat, sepenuhnya dikontrol oleh


kemas batuan yang disebut sebagai fabric selective dan dibagi
menjadi:

a. Interparticle :

Bisa termasuk dalam porositas primer yaitu merupakan pori –


pori yang terdapat di antara partikel atau intergranular, dan
biasanya tidak mengalami sementasi. Porositas ini bervariasi
tergantung pada sortasi, kemas, dan ukuran butiran.

b. Intraparticle :

Pori–pori yang terdapat di dalam butiran, bisa terbentuk sebagai


porositas primer atau bisa terbentuk pada awal diagenesis, oleh
proses yang dikenal sebagai maceration, dimana material
organik yang ada, dibusukkan di antara skeletal. Jenis porositas
ini juga bisa disebabkan oleh proses perpindahan dari interior
butiran yang tidak terlalu mengalami kalsitifikasi. Melalui
proses ini tertinggal bagian cortex-nya saja.

c. Intercrystalline :

Merupakan pori–pori yang terdapat diantara kristal–kristal yang


relatif sama ukurannya, yang tumbuh karena adanya proses
rekristalisasi atau dolomitisasi. .

d. Mouldic :

Suatu rongga yang terbentuk karena proses pelarutan fragmen


dalam batuan. Porositas ini termasuk porositas sekunder dan
termasuk dalam fabric selective. Untuk membentuk tipe
porositas ini, dibutuhkan perbedaan tingkat kelarutan antara
butiran dan struktur yang ada. Terbentuk dalam batuan
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

monomineralik berhubungan dengan perbedaan kristalinitas,


ukuran kristal, inklusi organik, porositas primer dan lain-lain.

e. Fenestral :

Merupakan variasi dari interparticle porosity yang terbentuk


pada lingkungan yang khusus, seperti supratidal levee.
Terbentuk sebagai akibat hilangnya beberapa butir pembentuk
batuan sehingga terbentuk rongga–rongga yang besar.

f. Shelter :

Merupakan variasi dari interparticle porosity, dimana adanya


butiran yang berbentuk lempeng, menjadi semacam payung
bagi area di bawahnya, untuk melindungi dari pengisian
sedimen yang mengendap.

g. Growth framework :

Pertumbuhan kerangka seperti kerangka koral, yang


mengakibatkan rongga yang diisi oleh koral, menjadi terbuka.

2. Porositas batuan karbonat tersebut tidak dipengaruhi atau


dikontrol oleh kemas (fabric) batuan, disebut sebagai not fabric
selective, yaitu porositas:

a. Fracture :

Rongga yang berbentuk rekahan, yang terbentuk akibat adanya


tekanan luar, dan biasanya terjadi setelah pengendapan, serta
berasosiasi dengan proses perlipatan, pensesaran ataupun salt
doming. Terjadi pada batuan karbonat yang relatif brittle,
biasanya homogen, seperti kapur dan dolomit.

b. Channel :

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Saluran antar rongga yang terbentuk akibat pelarutan.

c. Vug :

Lubang yang terbentuk sebagai akibat proses pelarutan, seperti


gerowong.

d. Cavern :

Pelarutan lubang yang bisa membesar, sehingga dapat


dimasuki manusia.

Tabel V. 5.

3. Porositas batuan karbonat yang dapat bersifat sebagai kedua–


duanya, disebut sebagai fabric selective or not. Tipe porositas
ini antara lain :

 Breccia :

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Terbentuk karena adanya proses retakan yang menyebabkan


batuan hancur menjadi bongkah-bongkah kecil dan terbentuklah
pori-pori yang berada di antaranya.

 Boring :

Pori-pori yang terbentuk karena adanya aktivitas pemboran oleh


organisme.

 Burrow :

Porositas yang terbentuk karena penggalian organisme.

 Shrinkage :

Penciutan, dimana sedimen yang telah diendapkan, menjadi


kering dan menciut, sehingga terjadi rekahan-rekahan yang
dapat menimbulkan pori.

V.5. DIAGENESA BATUAN KARBONAT


a. Lingkungan Diagenesis

• Diagenesis di bawah air laut : laut dangkal, bagian laut dalam

• Meteoric diagenesisfreshwater diagenesis : diatas muka air


tanah, di bawah muka air tanah

b. Lingkup dan proses diagenesis

• Lingkup diagenesis : pengisian pori, lithifikasi, neomorphisme


dan pelarutan

• Proses diagenesis

1. Pengisian pori dengan mikrit/lumpur karbonat


VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

2. Mikritisasi oleh ganggang

3. Pelarutan

4. Sementasi

5. Polimorfisme

6. Rekristaliasi

7. Pengubahan/penggantian

8. Dolomitisasi

9. Slisifikasi

• Sementasi : proses perekatan antar butir batuan akibat adanya


proses pelarutan dan pembatuan

V.6. TEKSTUR BATUAN SEDIMEN KARBONAT


Pada umumnya batuan terdiri dari mineral – mineral authigenic.
Batuan memperlihatkan gejala diagenesa pada tekanan (P) dan
temperatur (T) tertentu, maka porositas batuan menjadi sangat
rendah atau hilang.

Batuan karbonat dicirikan oleh porositas yang rendah dan ditandai


oleh tekstur mozaic. Contoh : batugamping

Terdiri dari kristal – kristal kalsit dan tidak memperlihatkan porositas /


porositas rendah. Butiran – butiran kalsit dapat berupa polygon –
polygon atau bergerigi. Butiran kalsit yang bergerigi menunjukkan
adanya rekristalisasi yang terjadi pada saat diagenesa. Sebelum
rekristalisasi, ada pori sehingga menjadi ada porositas. Pada non
klastik kadang - kadang ada butiran – butiran yang amorf :

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

o Kalsedon
Sebagai semen
o Opal

Ciri yang penting pada batuan karbonat, butiran – butiran yang mula –
mula halus, pada diagenesa akan menjadi bertambah besar.

Ada 3 unsur tekstur :

 Butiran (grain)

Butiran klastik (yang tertransport), disebut sebagai fragmen

 Massa dasar (matrix)

Lebih halus dari butiran/fragmen, diendapkan bersama-sama


dengan fragmen

 Semen (cement)

Berukuran halus, merekat butiran/fragmen dan matriks :


diendapkan kemudian (setelah fragmen dan massa dasar)

Sorting/pemilahan

 Sorting baik

Besar butir merata (matriks hanya sedikit/tidak ada)

 Sorting buruk

Besar butir tak merata dan matriks cukup banyak

Rounding/kebundaran

• Merupakan sifat permukaan dari pada butiran

• Disebabkan oleh pengaruh transport terhadap butiran yang


akibatnya menjadi butiran membundar

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

• Terbagi atas :

- Angular (menyudut)

- Sub angular (menyudut tanggung)

- Sub rounded (membulat tanggung)

- Rounded (bulat)

- Well rounded (sangat bulat)

V.7. FAMILI BATUGAMPING


Ada tiga tipe famili batugamping, yaitu:

1. Sparry allochemical rocks/mud-free allochems

Batugamping tipe ini merupakan batugamping yang tersaring dan


identik dengan konglomerat dan batupasir yang well rounded dan
pada umumnya terbentuk pada kondisi pengendapan yang
dipengaruhi oleh arus yang mempunyai tenaga yang penuh. Daerah
pengendapanseperti itu misalnya daerah pantai, bar ataupun
daerah submarin yang dangkal.

Tapi biarpun demikian dapat juga sparry allochemical rocks


terbentuk pada lingkungan dengan arus yang lebih lemah.

2. Microcrystalline allochemical rocks

Batugamping tipe ini identik dengan batupasir lempungan ataupun


konglomerat dan terbentuk pada lingkungan pengendapan yang
dipengaruhi oleh arus yang tidak begitu kuat dan begitu cepat.

3. Microcrystalline rocks

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Batugamping tipe ini identik dengan batulempung dan terbentuk


pada lingkungan yang tidak dipengaruhi oleh arus yang kuat.

Daerah pengendapannya pada laut amat dangkal, dengan laguna


yang terlindunglereng yang landai dan terendam serta mempunyai
tingkat kedalaman yang sedang. Disamping pada daerah-daerah
tersebut diatas Microcrystalline rocks dapat juga terbentuk di dalam
daerah lepas pantai yang lebih dalam dari daerah-daerah diatas.

Dari semua partikel alkimia, intraklast adalah paling penting karena


terbentuk di air dangkal, dibawah garis gelombang, atau mencirikan
kemungkinan adanya pengangkatan tektonik.

Akan tetapi tidaklah dapat dipungkiri bahwa satuhal dapat terjadi


diantara banyak kemungkinan yang merupakan suatu kelainan.
Kelainan-kelainan tersebut misalnya, mikrit dapat terbentuk di
dalam zone energi yang tinggi jika lumpur karbonat tersebut
terperangkap oleh algae yang kotor (penuh lumpur) dan diangkut
dengan keras oleh gelombang.

Sedangkan sparit mungkin saja terjadi pada suatu lingkungan air


yang tenang apabila disitu terjadi suatu akumulasi fragmen-
fragmen fossil, dan zat kimia yang terdapat pada lingkungan
tersebut tidak bercampur dengan lumpur karbonat. Sparit tersebut
dapat terbentuk oleh pretipitasi kimiawi ataupun oleh peristiwa
abrasi dalam lingkungan yang tenang tersebut.

Mikrit atau diamikrit adalah analog dengan lempung/serpih yang


terbentuk di tengah-tengah dari sebagian besar laguna ataupun
terentuk di dalam air laut lepas pantai.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Batuan yang tersaring dari lumpur karbonat ataupun tersaring dari


alokimia merupakan transisi biomikrit ke biosparit dan identik
dengan immature sandstone.

Batuan tersebut dapat terbentuk apabila gelombang atau arus tidak


begitu kuat. Bila kegiatan arus tersebut berlangsung dengan
sporadis maka semua mikrit tidak akan dapat dikikis ataupun
diangkut.

Biosparite, intrasparite dan sebagainya adalah identik dengan super


mature sandstone.

Satu hal yang dipandang penting di dalam pembagian lingkungan


pengendapan batugamping adalah adanya matriks lumpur
gampingan dan semen sparry calsite yang diakibatkan oleh adanya
pembagian antara kegiatan gelombang dan arus. Arus turbulen
akan mempercepat proses pencucian lumpur gampingan dan
lumpur gampingan tersebut kemudian bercampur satu sama lain
hingga menjadi suatu suspensi lumpur karbonat. Suspensi lumpur
karbonat tersebut kemudian diangkut ke dalam zone energi rendah.

Proses tersebut merupakan garis pemisah antara tingkat mature


dan sub mature dalam batupasir dan antara mikrit dan sparit dalam
klasifikasi pertama Folk (1959).

Derajat sortasi/pemilahan

Derajat sortasi untuk pertama kalinya ditulis oleh Dunham, R.J. dan
seperti halnya dalam batupasir derajat sortasi dalam batugamping
merupakan fungsi dari mean grain size.

Sebagai contoh, bila semua material alokimia terdiri dari fossil,


sehingga hanya mempuyai satu sifat saja, maka sortasinya akan

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

bagus. Derajat sortasi tersebut tetap bagus walaupun pengaruh arus


kuat, karena ukuran dari binatang-binatang tersebut tidak dapat
dipisah-pisahkan satu sama lain dalam arti kata lain mempunyai
ukuran yang mendekati seragam.

Penyaringan, pemilahan dan pembundaran dalam karbonat

Penyaringan dari matriks lumpur karbonat terjadi pada tingkat energi


yang rendah karena lumpur karbonat mempunyai diameter yang
begitu sangat halusnya dan mempunyai sifat mudah diangkut atau
dipindahkan ke tempat lain. Batuan yang yang di dalam proses
pembentukkannya tidak mengalami penyaringan (winnowing) akan
tercirikan oleh melimpahnya kandungan lumpur karbonat (seperti
biomikrit), pada umumnya mempunyai indikasi diendapkan pada
lingkungan dengan energi yang rendah.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C
Gambar V. 1. Allochemical Limestones

a. Foraminiferal biomicrite (Eocene), Italy. Diam. 3 mm. Abundant foraminifers in a


matrix of microcrystalline calcite (stippled). Orbitoids predominate, but a variety
of other forms is included.
b. Gastropod biomicrite (Miocene), Ulm, Germany. Diam. 3 mm. Fresh-water
limestone containing abundant whole and broken Planorbis shells. Matrixes
turbid microcrystalline calcite (dark stippling) containing patches of clear coarser
calcite. Larger shells were partly filled with carbonate mud at the time of
deposition. Voids remaining within shells, and also cavities under shell
fragments, were later filled with coarser spar as a result of authigenic precip-
itation. The filling within several shells is an example of geopetal structure;
contact between microcrystalline calcite and sparry calcite within shells is the
bedding surface and is shown right side up.
c. Trilobite sparite (Silurian), Asker, Norway. Diam. 3 mm. Very abundant car-
apaces of the trilobite Olenus enclosed in sparry calcite cement in which crudely
columnar crystals stand approximately normal to the shell surfaces.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C
Gambar V. 2. Allochemical Limestones

A. Biomicrite, Twin Creek Limestone (Jurassic), near Jackson, Wyoming. Diarn. 2.7
mm. Poorly sorted, ragged organic fragments enclosed in a matrix of calcite mud
(stippled). Most larger fragments are fibrous calcite and may be bits of
brachiopod or of certain molluscan shells; two coarse calcite fragments are bits
of echinoids. Ragged, disoriented character of the organic fragments suggests
bioturbation.
B. Crinoidal limestone, Trenton Limestone (Ordovician). Trenton Falls, New York.
Diam. 3 mm. Medium-grained limestone composed of tightly interlocking crinoid
fragments. Pressure solution along grain boundaries has produced
microstylolites between the grains. One phosphate shell fragment in lower part
of diagram. '
C. Cephalopod biomicrite (Silurian), Chuohle, Bohemia. Diam. 4 mm. Casts of the
nautiloid cephalopod Orthoceras (circular cross-sections) composed of medium-
grained sparry calcite are embedded in a matrix of microcrystalline calcite and
small shell fragments. Absence of any trace of shell in the large casts suggests
that the original shells were removed by solution and the resulting molds later
filled with calcite spar,

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C
Gambar V. 3. Oolitic Limestones

A. Pleistocene ooids. Great Salt Lake, Utah. Diam. 3 mm. Ooids consist of sub-
angular detrital quartz grains enclosed by aragonite having both concentric and
radial fibrous structure. Incipient cement.
B. Oomicrite, Volksen, Deister Mountains, Germany. Diam. 3 mrp. Loosely packed
ooids consist of nuclei encased by microcrystalline calcite (dark stippling); nuclei
are shell fragments, some of which have been recrystallized to calcite mosaics.
Ooids occur in a micrite matrix that has been partially recrystallized; note
patches of neomorphic microspar and fine-grained spar. The allochems are
called ooids, because nuclei are visible and also because vague relics of
concentric structure are visible in some (not illustrated); they have probably
been micritized.
C. Composite ooids (Pleistocene), Pyramid Lake, Nevada. Diam. 6 mm. Large ooids
consisting of microcrystalline (stippled) and radial fibrous (clear) concentric
layers. Nuclei are fragments of broken ooids, clusters of tiny ooids (right and
center), and bits of granular carbonate (lower right). Incipient cementation as in
A.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar V. 4. Oolitic Limestones

A. Oolitic biosparite (Jurassic), Bath, England. Diam. 2.5 mm. Radial fibrous calcite
ooids (upper right), microgranular calcite pellets (heavily stippled, at bottom),
and abraded shell fragments, all cemented with fine-grained calcite. Cement
fabric consists of bladed calcite crystals rimming each carbonate fragment, with
coarse calcite crystals (lightly stippled, near bottom) occupying the centers of
original pores. Some shell fragments are original fibrous calcite; some are
abraded single crystals, probably from echinoids (right and left); some are
recrystallized granular calcite and were probably aragonite originally. Micrite
envelopes on most allochems.
B. Recent ooids, coast of southern Florida. Diam. 2.5 mm. Dark microcrystalline
ooids having distinct concentric structure. Nuclei are microcrystalline pellets;
concentric carbonate is aragonite. Partly cemented with fine-grained calcite,
which probably formed in the vadose environment. Remaining pores are blank.
C. Oosparite, St. Louis Limestone (Mississippian), Bowling Green, Kentucky. Diam.
2.5 mm. Ooids consisting of radial fibrous calcite, but with distinct concentric
banding, tightly packed and firmly cemented by fine-grained clear calcite. Nuclei
in ooids are mostly microcrystalline calcite pellets, but a few appear organic
(right edge and lower right). Compare the looser packing in B.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar V. 5..Dolomitized Limestones

A. Dolomitized Devonian coral. Bear River Range, northern Utah. Diam. 8 mm.
Limestone matrix and septa of coral replaced by very fine-grained dolomite;
coarser dolomite has filled in between septa in coral; dolomite euhedra near the
center are enclosed in a single large calcite crystal.
B. Dolomitized crinoidal limestone (Silurian), Niagara River, \New York. Diam. 6 mm.
Coarse calcite crystals (stippled) are remnants of crinoid plates and stem
segments enclosed and marginally replaced by a fine-grained mosaic of
subhedral dolomite crystals.
C. Dolomitized Devonian coral {Cyathophyllum}, Eifel, Germany. Diam. 3 mm.
Coral structure cut longitudinally. Septa consist of cross-oriented prismatic
dolomite; dolomite mosaic between septa is composed of interlocking larger
anhedral grains, generally elongated parallel to septa.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar V. 6. Dolomites

A. Lone Mountain Dolomite (Silurian), 3000 m below surface, near Eureka, Nevada.
Diam. 2.5 mm. Mosaic of dolomite anhedra, not visibly different from some
recrystallized calcite mosaics.
B. Glauconitic Bonneterre Dolomite (Cambrian), near St. Louis, Missouri. Diam. 2.5
mm. Inequigranular dolomite mosaic, with patches of microcrystalline glauconite
between dolomite grains. Local ferric oxide (black), Compare pellet form of
glauconite (stippled) in C. Relict ovoid in large dolomite grain at right may be
organic. The rock contains some detrital quartz grains (not shown in this field)
and is perhaps a dolomitized glauconitic calcarenite.
C. Sandy glauconitic dolomite (Cambrian, Sawatch Formation), Ute Pass, El 1'aso
County, Colorado. Subrounded quartz grains and glauconite pellets Healing in a
dolomite mosaic; probably a dolomitized calcarenite. Compare the non-porous
mosaic of anhedral dolomite grains at the bottom with porous aggregate of
dolomite rhombs in upper part of figure. Local ferric oxide stain (black).

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar V. 7. Cherts

A. Cherty portion of Madison Limestone (Mississippian), Bear River Range, northern


Utah. Diam. 2.5 mm. Dolomite rhombohedra and detrital quartz sporadic grains
(blank and irregular) set in a matrix of microcrystalline quartz. Chert bands like
that in center parallel the bedding and alternate with others, like that at bottom,
composed almost entirely of dolomite. Opaque lamina in dolomite is probably
organic material. Secondary veinlet of chalcedony.
B. Foraminiferal chert (Upper Miocene, McLure Formation), Reef Ridge, California.
Diam. 2 mm. In lower half, well-preserved calcite tests, infilled partly with coarse
calcite (two cleavages) and partly with chalcedony (blank), are set in a matrix of
opal (stippled). In upper half, matrix is clear chalcedony (blank), and calcite tests
(without distinct outlines) have been largely replaced by chalcedony.
C. Chert in Helderberg Limestone (Devonian), Genesee County, New York. Diam.
2.5 mm. An irregular patch of uniformly oriented calcite (dark stippling plus
cleavage) is enclosed and seemingly replaced by microcrystalline quartz (light
stippling). Dolomite euhedra, some of which are zoned, are scattered through
both chert and calcite.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar V. 8. Ironstones

A. Frodingham Ironstone (Lias), Scunthrope, Lincolnshire, England. Diam. 2 mm.


Ovoid limonite ooids in a shelly limestone. Ooids are brown, concentrically
banded, and translucent in thin section. The matrix is finely granular calcite,
containing a variety of abraded shell fragments, some of which are granular and
some fibrous. Cavities in three shell fragments (center and lower part) are filled
with green chamosite (stippled).
B. Northampton Sand Ironstone (Lias), Corby, Northamptonshire, England. Diam. 2
mm. Sideritic limestone containing numerous chamosite ooids (stippled lightly)
and also shell fragments and grains of detrital quartz (blank). One ooid has
quartz nucleus. An abraded phosphate shell fragment (stippled) in lower center,
two fibrous shell fragments marginally replaced by siderite.
C. Northampton Sand Ironstone (Lias), Irthlingborough, Northamptonshire, England.
Diam. 2 mm. Chamosite ooids in a matrix of chamosite mud. Both matrix and
ooids partly replaced by patches of granular siderite.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

BAB VI
BATUAN METAMORF

VI.1. PENGERTIAN BATUAN METAMORF


Metamorfosa adalah suatu proses pengubahan batuan akibat
perubahan P (tekanan), T (temperatur) atau kedua-duanya.

Proses metamorfosa merupakan proses isokimia yang tidak terjadi


penambahan unsur-unsur kimia. Temperatur yang dibutuhkan
berkisar antara 2000 C - 8000C. Proses metamorfosa berjalan tanpa
melalui fase cair.

Akibat metamorfosa adalah batuan keluar dari kondisi kesetimbangan


lama dan memasuki kondisi kesetimbangan yang baru.

Perubahan yang terjadi pada tekstur dan assosiasi mineral, sedangkan


yang tetap komposisi kimia, fase padat (tanpa melalui fase cair).

Berdasarkan perubahan P dan T, dikelompokan atas:

a. Progresive metamorfosa, merupakan perubahan dari P dan T


rendah ke P dan T tinggi.

b. Retrogresive metamorfosa, merupakan perubahan dari P dan T


tinggi ke P dan T rendah.

Kondisi fisik yang mengontrol metamorfosa/mempengaruhi


rekristalisasi dan tekstur.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A. Tekanan

• Tekanan hidrostatik

• Tekanan searah (stress)

Kelompok mineral yang dikenal, yaitu :

o Stress mineral yaitu mineral-mineral yang tahan terhadap


tekanan.

Contoh: Staurolit, kianit

o Anti stress mineral yaitu mineral-mineral yang jarang


dijumpai pada batuan yang mengalami stress.

Contoh: olivin, andalusit.

B. Temperatur
Pada umumnya perubahan temperatur jauh lebih efektif dari pada
perubahan tekanan dalam hal pengaruhnya bagi perubahan
mineralogi.

Katalisator berfungsi mempercepat reaksi, terutama pada


metamorfosa bertemperatur rendah.

Hal-hal yang mempercepat reaksi :

a. Adanya larutan-larutan kimia yang berjalan antar ruang butiran.

b. Deformasi batuan, yaitu batuan yang pecah-pecah menjadi


fragmen-fragmen kecil sehingga memudahkan kontak antara
larutan kimia dengan fragmen-fragmen.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

C. Komposisi
Type metamorfosa

a. Metamorfosa termal :

 Disebut juga metamorfosa dinamo atau metamorfosa kontak

 Terjadi akibat perubahan temperatur (kenaikan temperatur)

 Biasa dijumpai disekitar intrusi/batuan plutonik

b. Metamorfosa regional

 Terjadi akibat perubahan (kenaikan) P dan T bersama-sama

 Meliputi daerah yang luas, misalnya pada geosinklin yang


mengalami sedimentasi kemudian terlipat

 Tekanan yang berpengaruh adalah P hidrostatis & P stress

c. Metamorfosa kataklastik

 Disebut juga metamorfosa kinematik atau metamorfosa


dislokasi

 Adanya penghancuran batuan oleh sesar dsb, kemudian


diikuti dengan rekristalisasi .. (kenaikan P stress)

 Struktur-struktur pada metamorfosa kataklastik :


• struktur kataklastik :
Apabila penghancuran tidak begitu kuat (butiran masih
kasar)
• struktur milonitik :
Apabila penghancuran cukup kuat (butiran sedang)
• struktur filonitik :

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Apabila penghancuran kuat sekali (butiran halus sekali)

VI.2. TEKSTUR DAN STRUKTUR

1. Sifat pertumbuhan kristal

 Rekristalisai terjadi dalam keadaan padat, maka setiap kristal


yang tumbuh harus mempunyai daya desak/daya tumbuh yang
tinggi

 Tekstur sangat khas disebabkan oleh P dan T tinggi

 Setiap tekstur yang terbentuk pada saat metamorfosa disebut


tekstur kristaloblastik

Dpl adalah tekstur dari kristal-kristal yang dihasilkan oleh


proses metamorfosa

 Tekstur sisa (yang terbentuk sebelum metamorfosa)  diberi


awalan blasto, contoh: Blastoporfiritik

2. Urutan kristalisasi (Crystaloblastic series)

 Mineral yang tersusun menurut kemampuan mendesak dari


mineral terhadap mineral di sekitarnya

 Jika kuat  cenderung untuk tumbuh sempurna (euhedral)

 Golongan 1
rutile – titanit – magnetit
Golongan 2 turmalin – kyanit – sataurolit – garnet
Golongan
epidot – zolsit – forsierit
Golongan 4 piroksin – ampibol – wollastonit
Golongan 5 mika – klorit – talk
Golongan 6 kalsit – dolomit

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Golongan 7
kordierit – skapelit – feldspar
Golongan 8
kuarsa
 Kuarsa umumnya dijumpai dalam bentuk anhedral

3. Bentuk individul kristal

 Idioblast mineral berbentuk euhedral

 Hypidioblast/xenoblastikmineral berbentuk enhedral

4. Tekstur

 Lepidoblastikterdiri dari mineral-mineral tabular

 Nematoblastikterdiri dari mineral-mineral prismatik

 Granoblastik  terdiri dari mineral - mineral yang


equidimensional (granular) dengan batas-
batas yang satured (tak teratur). Mineral-
mineral mempunyai bentuk anhedral

 Granuloblastik  terdiri dari mineral - mineral yang


equidimensional (granular) dengan batas-
batas yang unsatured (lebih teratur).
Mineral-mineral mempunyai bentuk
anhedral

 Homeoblastik  apabila batuan terdiri dari satu tekstur

Contoh: Lebidoblastik saja ataupun Nematoblastik


saja

 Heteroblastik  apabila batuan terdiri atas lebih dari satu


tekstur
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Contoh: Lebidoblastik dan Granoblastik

Ada beberapa mineral yang ditemukan dengan ukuran yang lebih


besar dari pada yang lain, dikenal sebagai tekstur porfiroblastik.
Mineral-mineral tersebut ditemukan pada deret atas dari urutan
rekristalisasi (Crystalloblastic series).

Mineral-mineral tersebut adalah :

• Garnet
• Kyanit
• Andalusit
• Kordierit
• Staurolit
 Tekstur relict merupakan tekstur sisa yang dapat
menunjukkan batuan asal sebelum mengalami
proses metamorfose

Contohnya :

 Blastoporfiritikbatuan asal bertekstur porfiritik

 Blastofitikbatuan asal bertekstur ofitik

 Tekstur lain yang biasa dijumpai


 Granoblastik polygonal
 Decussate
Sama dengan granoblastik polygonal, hanya bentuk
individu kristal lebih euhedral dan rapat sekali
 Web tekstur
Khas untuk metamorfose thermal

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

 Mortar tekstur
Merupakan hasil crushing/pemecahan sehingga
hancur
 Sacaroidal
Seperti gula pasir

5. Struktur batuan metamorf


Secara umum struktur batuan metamorf terdiri atas foliasi dan
non foliasi.

a. Foliasi (schistosity)

Merupakan struktur paralel yang ditimbulkan oleh mineral-


mineral pipih sebagai akibat proses metamorfosa.

Foliasi ini meskipun tak sempurna, dapat diperlihatkan oleh


mineral-mineral prismatik yang menunjukan orientasi tertentu.

• Mineral pipih ...............................................................


biotit

• Mineral prismatik.........................................................
hornblende, piroksen

b. Non foliasi

Merupakan struktur yang dibentuk oleh mineral yang


equidimensional sehingga terdiri atas butiran – butiran
(granular), dapat dijumpai pada batuan hornfels.

Foliasi dihasilkan oleh  metamorfosa regional dan metamorfosa


kataklastik

Non foliasi dihasilkan  metamorfosa termal...........................

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Struktur – struktur yang biasa dikenal:

1. Slaty cleavage
• Merupakan struktur foliasi planar yang
dijumpai sebagai bidang-bidang belah
pada batu sabak

2. Granulose/hornfelsic
• Tidak menunjukkan cleavage
• Merupakan mozaic yang terdiri dari
mineral-mineral yang equidimensional
• Merupakan hasil dari metamorfosa
termal
3. Filitik
• Terlihat rekristalisasi yang lebih kasar
dari pada slaty cleavage
• Batuan mempunyai kilap yang lebih
mengkilap daripada batu sabak
• Sudah mulai terjadi pemisahan mineral
pipih dengan mineral granular, tetapi
masih belum jelas/belum sempurna
• Gejala segregation / pemisahan
tersebut disebut juga diferensiasi
metamorfosa
4. Schistose
• Struktur akibat perulangan dari mineral
pipih dengan mineral
equigranular/equidimensional
• Mineral pipih orientasinya tidak
terputus-putus (menerus)

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

• Disebut juga close schistosity


5. Gneissose
• Struktur akibat perulangan mineral
pipih dengan mineral equidimensional
atau granular
• Orientasi mineral pipih terputus-putus
(tidak menerus) oleh mineral-mineral
granular
• Disebut juga open schistosity
6. Milonitik
• Berbutir halus
• Menunjukkan goresan-goresan akibat
granulation (penggerusan) yang kuat
7. Filonitik
• Gejala dan kenampakan sama dengan
milonitik
• Disini sudah terjadi rekristalisasi
• Menunjukkan kilap silky

VI.3. KLASIFIKASI
Klasifikasi batuan metamorf dapat terbagi berdasarkan komposisi
kimia dan tekstur.

1. Klasifikasi berdasarkan komposisi kimia batuan metamorf


a. Batuan metamorf sekis pelitik
 Merupakan batuan sekis yang banyak mengandung Al

 Di darat berasal dari : lempung, serpih, mudstone

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

b. Batuan metamorf kuarso-feldspatik


 merupakan Batuan metamorf yang banyak mengandung
kuarsa dan feldspar

 dapat berasal dari batupasir greywacke

c. Batuan metamorf yang kalkareous


 merupakan Batuan metamorf yang banyak mengandung
Ca

 dapat berasal dari batugamping, dolomit

d. Batuan metamorf yang basic


 Batuan metamorf dengan kadar Fe dan Mg tinggi

 Dapat berasal dari tuff

e. Batuan magnesian
 Batuan metamorf yang kaya Mg saja

 Dapat berasal dari batuan sedimen yang kaya akan Mg

2. Klasifikasi berdasarkan Struktur


a. Hornfels/granulose
 Batuan metamorf yang terdiri dari mozaic butir-butir yang
equidimensional (mineral yang granular/interlocking) dan
tidak menunjukkan pengarahan/orientasi/foliasi
 Tidak menunjukkan schistosity
 Tekstur granoblastik
 Struktur granular/hornfelsik
 Hasil metamorfosa thermal / metamorfose kontak
b. Slate (batusabak)
 Batuan metamorf berbutir halus
 Struktur : slaty cleavage (memperlihatkan foliasi yang jelas,
tetapi tanpa agregation banding (selang seling mineral
pipih dan granular)
 Sebagai hasil metamorfosa regional dari mudstone,
siltstone, claystone dan lain-lain
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Catatan: makin tinggi derajat metamorfosa, semakin


terlihat segregation banding
c. Phyllite
 Batuan metamorf berbutir halus
 Memperlihatkan schistosity
 Mulai terlihat segregation banding (meskipun kurang baik,
terlihat rekristalisasi yang lebih kasar dibanding slate,
sudah mulai terjadi pemisahan mineral pipih dengan
mineral granular
 Memperlihatkan kilap karena timbulnya mineral muskovit
dan klorit
 Butiran lebih halus daripada batusabak
d. Sekis
 Batuan metamorf yang sangat schistose,
 Butiran – butiran cukup kasar sehingga mineral -
mineralnya dapat dibedakan satu sama lain
 segregation banding baik sekali
 terdiri dari perulangan mineral – mineral pipih / tabular
dengan mineral granular, orientasi mineral pipih terputus-
putus oleh mineral granular (open schistocity)
 Struktur close schistose
 Sebagai hasil metamorfosa regional
e. Amphibolite
 Batuan metamorf yang berbutir sedang – kasar
 Terdiri atas mineral hornblende dan plagioklas saja,
kadang-kadang ada biotit dan minera penyerta
 Schistosity timbul akibat orientasi dari mineral – mineral
prismatik (hornblende)
 Schistosity tidak sebaik batuan sekis
 Hasil metamorfosa regional berderajat medium-tinggi
f. Gneiss
 Batuan metamorf berbutir kasar
 Schistosity tidak baik karena terpotong oleh mineral-
mineral equidimensional (kuarsa dan feldspar)
 Struktur : open schistose
 Hasil metamorfose regional
g. Granulite
 Batuan metamorf tanpa mika / ampibol (sedikit)
 Tidak ada schistosity

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

 Terdiri atas mineral – mineral equidimensional dan


prismatik
 Tekstur : granoblastik
 Kadang – kadang ada orientasi yang diperlihatkan oleh
mineral kuarsa atau feldspar atau kedua – duanya sehingga
sebagai lensa-lensa pipih
 Hasil metamorfose regional fasies granulite
h. Marble
 Batuan metamorfose yang terdiri dari karbonat (kalsit atau
dolomit)
 Tekstur granoblastik
 Schistosity tidak ada, kalaupun ada sangat buruk dan
hanyalah berupa orientasi dari lensa-lensa kalsit
i. Milonit
 Batuan metamorf berbutir halus
 Sebagai hasil penggerusan yang kuat
 Terlihat goresan-goresan ataupun lensa-lensa dari batuan
asal yang tidak hancur, berbentuk seperti mata
 Sebagai hasil metamorfose kataklastik
j. Kataklastik
 Butiran lebih kasar dari pada milonit
 Penggerusan kurang kuat
 Tidak ada rekonstitusi kimia
k. Filonit
 Gejala dan kenampakan sama dengan milonit
 Disini sudah terjadi rekristalisasi
 Menunjukkan kilap silky, karena adanya mineral mika
 Sebagai hasil penggerusan (granulation) yang kuat sekali
 Butiran halus sekali

VI. 4. FASIES METAMORFOSE DAN TEKTONIK LEMPENG


Fasies metamorfose adalah kelompok batuan metamorfose yang
menunjukkan suatu kondisi fisik tertentu yang dicirikan oleh asosiasi
mineral yang tetap.

Dalam menentukan fasies metamorfose, perlu diingat 2 hal yang


penting, yaitu:
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

 Komposisi mineral batuan metamorf

 Kondisi fisik (temperatur dan tekanan)

Harus diingat bahwa asosiasi mineral tidak akan menyimpang dari


komposisi kimia batuan asal.

Fasies-fasies yang dikenal dalam batuan metamorf:

1. Fasies metamorf kontak


a. Fasies albite-epidot-hornfels

b. Fasies Hornblende-hornfels

c. Fasies Piroksen-hornfels

- Temperatur tinggi

- Tekanan sedang

- Metamorfose thermal

d. Fasies sanidinit

2. Fasies Metamorfose regional derajad rendah


a. Fasies zeolit

b. Fasies pumpelit

c. Fasies Lawsonit-albit-clorit

d. Fasies Skis Biru (blueschist) atau Skis-mika (glaucophane-


schist)

e. Fasies Skis Hijau (green-schist)

3. Fasies Metamorfose regional derajat tinggi


a. Fasies amphibolite

 Silimanit – almandit sub fasies (Tekanan dan temperatur


tinggi)
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

 Staurolit – kianit sub fasies (Tekanan dan temperatur


rendah)

 Kordierit – antofilit sub fasies (Tekanan dan temperatur


sedang)

b. Fasies granulite

c. Fasies eklogit (Lebih tinggi dari granulite fasies)

VI. 5. PRODUK METAMORFOSA KONTAK DAN MEKANIK


Pelitik Hornfels : melimpah mineral mengandung oksida Al 2O3
(andalusit atau cordierit atau keduanya) porfiroblastik,
matrik granoblastik berbutri halus : kuarst, felsdpar,
mika atau grafit.

Fasies Piroksin Homfels : orthoklas atau mikroklin


hadir bersama andalusit atau silimanit tanpa
muskovit. Fasies Sanidinit: Batuan basaltik
mengandung xenolit kaya alumma-homfds

Buchite : Xenolit, pada partial melting yang menghasilkan


batuan transisi antara batuan beku dan metamorf

Pelitic buchite ; cordierit, spinel, alumunium silikat


mulit (temperatur tinggi)  jarang, dan glas.

Pelitic Spoted schist : Bagian luar kontak aureole yang berkembang


pada batuan tekstur slaty atau filitik yang akan
menghasilkan batuan metamorf tekstur foliasi;
schistosic. Asal batuan mengandung oksida K2O tinggi
atau sedimen pelitik kandungan biotit atau muskovit
tinggi.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Kuarts-Feldspatik hornfels : Kuarst, plagioklas dan K-feldspar dari


batupasir atau siliceous volcanic rocks (riolit, dasit)

Tekstur ; mosaik kuarts dan feldspart

Marmer (Marble): hasil metamorfisme kontak tingkat tinggi, kontak


dengan batuan karbonat dan dolomit, Granoblastik,
mosaik butiran kalsit yang seragam.

Cals-Silicate Hornfels dan Skarn : matamorfik kontak calcium-bearing


silicates. Skarn  metamorfik pada argillaceons
limestones

Basic Hornfels : Metamorfisme kontak tingkat tinggi pada famili


basalt dan andesit. Granobalstik, mosaik labradorit,
diopsid, hipersten dan asesirus magnetit, apatit dan
spinel. Pada batuan asal sangat basa, dijumpai olivin

Magnesian Hornfels : hornfels kasar dengan komposisi magnesian


amphibol seperti antopilit atau cummingtonit, cordierit
dan biotit, almandin, gamet.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel VI. 1. Some Characteristic Mineral Assemblages (Accessory Phases Omitted) in Common Rocks on Contact
Aureoles
Rock Group Hornblende-Hornfels Facies Pyroxene-hornfels Facies
Pelitic Muscovite-biotite With quartz Plus biotite
Andalusite'-muscovite-biotite Plus anyor all of quarts K-feldspar-sillimanite''-cordierite (and
Andalusite'-cordierite-muscovite- plagioclase K-feldspar K-feldspar—sillimanite'' plagioclase)
biotite Without quartz.
Staurolite-biotite andalusite" Plus any or all
Cordierite-corundum-spinel
Staurolite-cordierite-muscovite biotite, K-feldspar,
Cordierite-corundum-sillimanite''
plagioclase
Calcite-tremolite (-quartz) Calcite-wollastonite (-diopside)
Calcareous
1. Calcic marbles' Calcite-diopside (-quartz) Calcite-diopside (-forsterite)
Calcite-tremolite-diopside Calcite-wollastonite-diopside-
Calcite-diopside-grossular grossular
2. Magnesian Calcite-dolomite-tremolite-clinohumite Calcite-forstente-periclase Calcite- Clinohumitc
marbles Calcite-dolomite-forsterite forsterite-monticellite Cakite- possible additional
(metadolomites)' Calcite-dolomite-forsterite-phlogopite forsterite-spinel Calcite-forsterite- phase
diopside
3. Calc-silicate Diopside-epidote-hornblende
rocks Diopside-grossular-epidote Diopside-wollastonite-grossular-vesuvianite
Diopside-vesuvianite-grossular-wollastonite Diopside-grossular-anorthite (or calcic plagioclase)
Diopside and grossular, commonly with significant iron
Basic Hornblende-plagiocalse (-biotite, -almandine) Diopside-hypersthene-plagioclase
Hornblende-plagioclase-diopside Diopside-olivine-plagioclase
Magnesian
1. Metaserpenites
Antigorite-forsterite-tremolite Forsterite-enstatite-spinel (-diopside)
Forsterite-talc-tremolite
Forsterite-anthophyllite-tremolite
Anthophyllite-talc

2. Alumious types Cordierite anthophyllite (-biotite) Anthophyllite-curnmingtonite- Hypersthene-cordierite (-biotite)


biotite
'Or sillimanite.
<
'"Or andalusite. K-feldspar or plagioclase, or both, possible minor phase.

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

VI. 6. PRODUK METAMORFOSA REGIONAL DERAJAD RENDAH

1. Metamorfisme sangat rendah  Immature product

Metapelitik : Batuan induk shale, pada fase awal terkena


metamorfisme (montmonlonit, illit, pyrophyllite)
• Metagraywacke
• Metabasalt
 Fasies Zeolit dan Pumpellyite
2. Metamorfisme pada tekanan sedang  Mature Product

• Slate dan Filit : Asal sedimen berbutir halus, komposisi utania


mica, clorit kuarts dan grafit. Asesoris :
tourmalin, rutil, epidot-, spinel, magnetit dan
pirit.
• Pelitik Skis Mika : komposisi dominan ; muskovit, dorit, kuarts
serta albit, epidot atau clinozoisit, dolomit (atau
kalsit). Asesoris ; spinel, tourmalin, apatit dan
magnetit, sering pula gamet, grafit dan rutil.
• Kuarts-Feldphatic Skis Mika : Skis mika turunan asal dari
graywacke dengan kuarts dan felsdpart
melimpah.
• Low-Grade Calc-Schists : tekstur skistosik komposisi kalsit,
dolomit, dan sedikit kuarts ,albit, muskovit,
clorit, clonozoisit, spinel dan gafit.
• Skis hijau (Greenschists): metmorfisme temperatur rendah
pada batuan basa-semibasa. Melimpah mineral
clorit, epidot dan aktinolit.
• Magnesian Schists : metamorfisme pada batuan peridotit
pada metamorfisme asosiasi dengan hidrotermal
dan metamorfisme burial
 Fasies Skis Hijau (Greenschist)
3. Metamorfisme pada tekanan tinggi  mature product (tekanan
diatas 10-12 kb)

 Fasies Skis Biru (Blueschist)

VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel VI. 2. Low-grade mineral paragenesis in relation to facies of regional metamorphism (selected
mineral assemblages)
Rock type Zeolite and pumpellyite facies Greenschist facies Blueschist facies
Metapelites Montmorrillonite-illite-quartz-alkali Muscovite (phengitic)-chlorite-quartz- Muscovite (phengitic)-
feldspar + pyrophyllite albite-epidote + stilpnomelane orbital paragonite-lawsonite-chlorite-
chloritoid glaucophane-quartz-albite-
Same as above plus biotite + sphene
almandine; stilpnomelane rare
Metagraywacke Quartz-heulandite + analcime Quartz-albite-epidote-muscovite- Quartz-jedelite-muscovite-chloite-
Quartz-albite-laumontite-prehnite- chlorite + stilpnomelane lawsonite-glaucophane-sphene
chlorite + stilpnomelane Same as above with biotite + Same as above + almandine +
Quartz-albite-prehnite-pumpellyite- almandine; stilpnomelane absent epidote
chlorite + stilpnomelane
metacherts Quartz + iron oxides Quartz + iron oxides Quartz-stilpnomelane-spessatine
Quartz-piedmontite-muscovite- Quartz-crossite-aegirine +
spessartine-stilpnomelane lawsonite
Calcareous Calcite + quartz Calcite-quartz + tremolite orbital talc Argonite + lawsonite +
Calcite-dolomites + tremolite orbital glaucophane
talc Calcite + relict aragonite
Calcite-zoisite-grossular (andraditic)
Calcite-albite-epidote
Metabasalt Sphilitic assemblages\; albite-chlorite- Albite-chlorite-epidote + stilpnomelane Albite-lawsonite-pumpellyite-
epidote orbital pumpellyte + relict Albite-actinolite-epidote-chlorite + glaucophane-chlorite-
augite calcite + biotite stilpnomelane-sphene
Albite-epidote-glaucophane-
omphasite-chlorite-actinolite
Albite-lawsonite-clinozoisite-
chlorite + hornblende + almadine
Serpentinites and Chrysotile and/orbital lizardite + brucite Calcite-quartz + tremolite Antigorite + tremolite + talc
derivative magnesite Antigorite-calcite-talc
rocks Antigorite-diopside-forsterite
Talc-magnesite + tremolite

VI-22
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

VI. 7. PRODUK METAMORFOSA REGIONAL DERAJAT TINGGI


Hydrous Rocks :

• High-Grade Skis Pelitik

• Kuarts-Feldspart Skis dan Gneis

• Granitik dan Granodioritik Gneis

• Amphibolit : batuan metamorfik foliasi dengan komposisi


utama homblende dan plagioklas

• High-Grade Magnesian Skis : progresif

Anhydrous Rocks :

• Kuartsit

• High-grade Marbles dan Calc-granulits

• Granulit: kuarts-Feldspart Granulit, Piroksen Granulit

• Ecklogit

VI-22
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel VI. 3. High-Grade Mineral Paragenesis in Relation to Facies of Regional Metamorphism (Selected Mineral
Assemblages)
Rock Type Amphibolite Facies Granulite Facies Eclogite Facies
Metapelite (micas Muscovite-biotite-quartz-plagioclase ± Quartz- K- feldspar-plagioclase-
predominant) and orthoclasea-almandine ± staurolite ± sillimanile (or kyanite)-
quartzo-feldspathic kyanite or sillimanite ± chlorite ± epidote almandine-phlogopite
rocks (quarts and Same as above, with cordierite and Same plus cordierile (kyanile
feldspars predominant) andalusite as Al2SiO3 potymorphb excluded)c
Granitic Quartz-plagioclase-orthoclase (or Quartz-orthoclase (or microcline)- Quartz-jadeite-phengile-
microcline)-biotite ± hornblende or plagioclase-hypersthene- zosite-pyrope-rutile
muscovite augite-almandine
Metacherts Quartz-diopside Quartz-hedenbergite-fayalite-
(hedenbergitic)-hypersthene-garnet magnetite
Quartz-diopside-hedenbergite-
cummingtonite-garnet
Calcareous Calcite-tremolite-quartz Calcite-diopside- Calcite-dolomite-forsterite spinel Garnet (magnesian
quartz Calcite-diopside-tremolite Calcite- Calcite-diopside-wollastonite' grossular)-omphacite ±
dolomite-forsterite Diopside-scapolite-bytownite- kyanite
clinohumite grossular-andradite
Calcite-tremolite-forsterite-phlogopite
Zoisite-scapolite-quartz
Calcite-plagioclase (An>20)
Diopside-zoisite-plagioclase ± hornblende
Metabasalt and Hornblende-plagiocklase + biotite + Plagiocklase – diopside- Omphacite-pyrope-
metagabbros alamandite hyperstene-rutile + olivine + almandite-rutile +
Hornblende-plagiocklase + diopside + spinel + sapphirine kyanite + amphibolite
almandine
Hornblende-plagiocklase – epidote + quartz
Magnesian schist and Antigorite-forsterite-tremolite Forsterite-enstatite-diopside + Forsterite-enstatite-
granulite Forsterite-talc-tremolite spinel diopside-pyrope-spinel
Forsterite-anthophyllite-tremolite
Forsterite-enstatite-tremolite + spinel
Magnesit-anthophyllite (or enstatite)-
tremolite
Cordierite-anthophyllite

VI-22
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C
Gambar VI. 1. Metamorphic Textures

A. Porphyroblastic texture in garnei-mica-quartz schist, Perthshire, Scotland.


Diam. 5 mm. Porphyroblasis of garnet enclose curved trains of graphite
inclusions, the arrangement of which indicates counterclockwise rotation of
the growing porphyroblasts.
B. Granoblastic texture in garnet-hypersthene-plagioclase granulite, Hart-
mannsdorf. Saxony. Diam. 2 mm. The two largest crystals are of almandine
garnet.
C. Poikiloblastic (sieve) texture in skarn, Doubtful Sound, New Zealand. Diam. 1
mm. On the right, pink andradite garnet; on the left, part of a large crystal of
epidote enclosing quartz and calcite.

A B C

Gambar VI. 2. Pelitic Hornfelses and Spotted Slates

A. Ctiiastolite slate, Fichtelgebirge, Bavaria. Diam. 3 mm. A porphyroblast of


chiastolite (now converted to a mat of indeterminate colorless micaceous
minerals), cut at right angles to the z (c) axis, shows geometrically arranged
graphite inclusions. The groundmass consists of finely crystalline, colorless
micas, pale-brown biotite, and minor quartz and graphite. Note how the slaty

VI-23
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

cleavage (horizontal) and the cross-cutting strain-slip cleavage (steeply


inclined) have been destroyed in the vicinity of the growing porphyroblast.
B. Chiastolite slate, near Mariposa, Sierra Nevada, California. Diam. 7 mm.
Section cut parallel to slaty cleavage. Porphyroblasts of altered chiastolite are
enclosed in a matrix of biotite, graphite, and quartz. Note tlie unaltered core,
which has survived in the upper part of the central porphyroblast.
C. Andalusite hornfels, near Andlau, Germany. Diam. 3 mm. Spongy andalusite,
biotite, muscovite, and iron oxides in a matrix of quartz.

A B C

Gambar VI. 3. Skarns

A. Scapolite-aciinolite-phlogopite marble, Germany. Diam. 2.5 mm. The three


colorless idioblastic crystals with relatively low refractive index are of scapo-
lite.
B. Skarn, Donegal, Ireland. Diam. 2.5 mm. Vesuvianite enveloping green diop-
sidic pyroxene (in lower half). Grossular (upper right) and vesuvianite (upper
edge), both enclosing granular epidote-clinozoisite.
C. Skarn, Aberdeenshire, Scotland. Diam. 2 mm. Large prismatic crystal of
vesuvianite (at left) and darker grains of grossular-andradite with irregular
fracture, enclosed in colorless, radially prismatic prehnite.

VI-24
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar VI. 4. Basic Hornfelses

A. Diopsicle-plagioclase-biotite hornfels, near Cisco, Sierra Nevada, California.


Uiani. 3 nun. Diopside shown stippled; a few grains of magnetite.
B. Hornblende-plagioclase hornfels, near Cisco, Sierra Nevada, California. Diam.
3 mm. Relict phenocrysts of plagioclase retaining zonary structure indicate
igneous origin.
C. "Beerbachite," Odenwald, Germany. Diam 3 mm. Hypersthene, diopside, pla-
gioclase, and magnetite; pyroxenes show retrograde alteration to fibrous
pale-green amphibole; olivine (not shown) is also present.

A B C

Gambar VI. 5. Magnesian Contact Marbles

A. Chondrodite-spinel marble. Amity, New York. Diani. 3 mm. Pale-yellow chon-


drodite and deep-green pleonaste in a matrix of calcite. A single crystal of
pyrite (right) and a ragged Hake of graphite (lower left). Addition of fluorine
and sulfur is indicated by presence of chondrodite and pyriie.

VI-25
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

B. Ludwigite-forsterite-spinel marble, Twin Lakes, Sierra Nevada, California.


Diani. 2 mm. Calcite encloses round grains of forsterite and green pleonaste
and slender prisms of the magnesium-iron borate ludwigite ("y == dark
brown; a = dark green; refractive index 1.85-2.0; elongation parallel to "y).
Presence of ludwigite indicates addition of boron and iron.
C. Brucite marble (predazzite), Predazzo, Italy. Diam. 2 mm. Colorless clear
areas are of brucite, pseudomorphous after periclase; under crossed polar-
izers they show a complex, concentric arrangement of deformational kinks in
the brucite crystals. A few round granules of forsterite are also present.

A B C
Gambar VI. 6. Mylonites

A. San Gabriel Mountains, California. Diam. 5 mm. Strained and broken coarse
crystals ("porphyroclasts") of feldspar and a train of garnet granules set in a
fine-grained schistose matrix of quartz and feldspar veined with granoblastic
quartz.
B. Granite mylonite, San Gabriel Mountains, California. Diam. 5 mm. Coarse,
strained, partially granulated crystals are of plagioclase, microcline, and
quartz. The granular matrix is composed of quartz, feldspar, and biotite.
C. Mylonitic augen gneiss, Deadman Lake, British Columbia. Diam. 6 mm. Ovoid
relict crystals of plagioclase and of K-feldspar, in a matrix of muscovite,
chlorite, and quartz, traversed by swarms of stringers of later undeformed
quartz.

VI-26
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C
Gambar VI. 7. High-Grade Politic Schists

A. Almandine-biotite-plagioclase schist, sillimanite zone, Scottish Highlands.


Diain. 4.5 mm.
B. Staurolite-biotite-muscovite-quartz schist, near Innsbruck, Austria. Diam. 4.5
mm. The central porphyroblast of golden staurolite is marginally altered to
finely divided white mica (retrograde metamorphism involving introduction of
potassium).
C. Kyanite-staurolite-almandine-muscovite schist with minor biotite and quartz,
Gassets, Vermont. Diam. 3 mm. Pale-pink almandine at right and top left
margins; golden siaurolite, lacking cleavage, at top right and lower right;
kyanite prisms have well-developed cleavage (the crystal at lower left is cut
parallel to {100} and shows a nearly centered negative bisectrix figure;
extinction is at 30° to the cleavage).

A B
Gambar VI. 8. Eclogites

A. Kyanite eclogite, Suiztal, Tyrol. Diam. 3 mm. Pink pyrope, colorless ompha-
cite, and kyanite, with accessory rutile. Crystals ofkyanite (with closely
spaced cleavage cracks) show strong preferred orientation.
B. Eclogite, closely associated with serpentinite, near Healdsburg, Coast Ranges,
California. Diam. 3 mm. Idioblastic pink garnets rimmed with chlorite; abun-
dant colorless omphacite; deep-brown rutile rimmed with granular sphene.
VI-27
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Sphene and chlorite (and in other sections glaucophane) are products of


incipient retrograde metamorphism.

VI-28
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

VI-29
DAFTAR PUSTAKA
Akiho M., 1978, Metamorphism and Metamorphic Belts, George
Aleen & Unwin. The Gresham Press. London.
Boggs, S., Jr., 1987, Principles of Sedimentology und Stratigraphy,
Mc Hill Publishing Company, Ohio.
Cas, R.A.F. & Wright, J.V., 1987, Volcanic Successions : Modern and
Ancient, Allen and Unwin (Publisher) Ltd., London UK.
Ernest G. E., and Blatt H., 1982, Petrology of Igneous, Sedimentary,
and Metamophic Rodes, W. H. Freeman and Company, San
Fransisco.
Fisher, R.V. & H.-U., Schmince, 1984, Pyroclastic Rocks, Springer-
Verlag, Berlin.
Flugel,. E, 1982, Microfacies Analysis of Limestones, Springer-Verlag,
New York.
Gilbert., C, M,. Turner., F.J., and Williams., H, 1982, Petrography; An
introduction to the Study of Rocks in Thin Section.
Groves, D., I, and Muller., D., 1997, Potassic Igneous Rocks and
Associated Gold-Copper Mineralization, Springer .
Hekinian, R., 1982, Petrology of Ocean Floor, Elsevier Scientific
Publishing. Company, Asterdam,
Hyndman, Donald., W., 1972, Petrology of Igneous and Metamorphic
Rocks, Mc.Graw-Hill, Inc,
Macdonald., G., A, 1972, Volcanoes, University of Hawaii, Prentise-
Hall, Inc, New Jersey.
Mc. Phie., J., Doyle,. And Allen, 1993, Volcanic Texture, Centre for
Ore Deposit and Exploration Studies, University Tasmania.
Pettijohn., F. J, 1957, Sedimentary Rocks, Harper and Brother, New
York.
Philpotts., Anthony., R, 1989, Petrography of Igneous and
Metamorphic Rocks, Prentice Hall. Inc.
Rollinson, H., 1993, Using Geochemical Data : Evaluation,
Presentation, Interpretation, Longman Group, United Kingdom.
Rusdi, Irianto, 2003, Endapan Volkaniklastik pada Lingkungan Laut,
Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Geologi, (tidak dipublikasikan)
Sorensen., H, 1979, The Alkaline Rocks, Universitetets
Mineralogiske-Geoloske Instituter, Copenhagen, John Wiley &
Sons.
Travis, R. B., 1955, Classification of Rocks, Quarterly of Colorado
School of Mines.
Williams, H. & McBirney, A. 1979, Volcanology, Freeman Cooper and
Company, San Francisco,
Wilson, M.,1991, Igneous Petrogenesis : A Global Tectonic Approach,
Publisher, London

Df-1
Contoh Format Deskripsi Batuan

LOKASI SATUAN
LABORATORIUM
PETROGRAFI TUGU Batugamping Bioklastik
Analisa sayatan tipis batuan No. Lokasi No. Peraga Bagian
Pemeriksa :
Jenis batuan : Nama Lapangan :
Perbesaran 40 x
Deskripsi Sayatan Tipis
Nikol Paralel
a b c d e f g h I

10

Nikol bersilang
a b c d e f g h I

10

Df-2
LEMBAR DATA PETROGRAFI
IDENTIFIKASI CONTOH
Kedalaman
Lokasi
TIPE BATUAN DAN TEKSTUR
Nama Batuan Batupasir Sorting Poorly sorted
Klasifikasi Quarzarenite Roundness Angular – sub angular
Range ukuran butir 0,04 – 0,3 mm Hubungan antar butir PC >< mengambang
Mean ukuran butir 0,12 mm (very fine sand Struktur
Butiran terrigenous % Matriks % %
Butiran karbonat
Monocrystalline quartz 76.25 Lempung detrital 16 Buitiran skeletal
Straight extenction Carbonate mud Foraminiferals
Undulose extenction Pseudomatrix Arenaceous forams
Pseudomatrix Planktonic forams
Feldspars Vulcanic glass Small benth.
forams
Potash feldspar Indeterminate Large forams
Plagioclase feldspar 1.5
Microline 0.5 CEMENTS % Mollucas
Lithic fragments Silica Pellecypoda
Igneous Pyrite Gastropoda
Acid Chlorite Ostracoda
Basic Kaolinite
Metamorphic Illite Algals
Polycristalline 3 Zeolites Red algae
quartz
Low grade Indeterminate clays Green algae
Mod. Grade Calcite spar Blue green algae
High grade Dolomite
Sedimentary Siderite Echinoderms
Chert Ferroan calcite Brachiopod
Claystone Ferroan dolomite Bryozoan
Siltstone Pylloid algae
Sandstone REPLACEMENT % Corals
Calcite spar Indeterminate
bioclast
Accessory minerals Dolomite
Micas 0.5 Siderite Non skeletal grains
Glauconite Kaolinite Intraclast
Heavy minerals Chlorite Oolites
Carbonacous mat Pyrite Pisolites
Opaque minerals Indeterminate clays Oncolites

Df-3
Df-4

Anda mungkin juga menyukai