Anda di halaman 1dari 10

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA


13 - 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

PERAN KARAKTERISTIK MINERALOGI UNTUK MENENTUKAN METODE


PENGOLAHAN EMAS : STUDI KASUS ENDAPAN URAT EPITERMAL PROSPEK
RANDU KUNING, KECAMATAN SELOGIRI, KABUPATEN WONOGIRI, JAWA
TENGAH

Nevio Muhammad Kamel*


Muhammad Sidqi
Jordan Romora Simarmata
Dian Yesy Fatimah
Arifudin Idrus
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada,
Jl. Grafika No.2, Bulaksumur, Yogyakarta,
Indonesia, Telp. 0274-513688
*corresponding author:Nevio.muhammad.K@mail.ugm.ac.id

ABSTRAK
Penemuan bijih emas bersifat free milling ore pada saat ini semakin berkurang dan cenderung
mengarah pada refractory ore yang disebabkan oleh kompleksitas mineralogi emas. Hal tersebut
menyebabkan perolehan emas menjadi semakin rendah. Studi mineralogi menjadi penting agar dapat
mengetahui dan menentukan karakteristik bijih emas yang akan diolah. Pemilihan metode pengolahan
yang efisien, agar dapat meningkatkan recovery, berkaitan langsung dengan sifat mineralogi yang
melekat pada bijih emas yang akan diolah. Penelitian dilakukan pada Prospek Randu Kuning
mencakup Desa Jendi, sebagian Desa Kepatihan dan Keloran, Kecamatan Selogiri, Kabupaten
Wonogiri.Analisis laboratorium dilakukan oleh Fatimah (2015) dalam penelitiannya yang berupa
skripsi dengan metode petrografi terhadap 9 sampel, metode mikroskopi bijih terhadap 25 sampel, dan
XRD (X-Ray Diffraction) terhadap 4 sampel, serta ditambah melalui studi pustaka. Metode petrografi,
mikroskopi bijih dan XRD bertujuan untuk mengidentifikasi komposisi, ukuran dan tekstur bijih emas
serta asosiasinya termasuk mineral gangue. Data mineralogi tersebut digunakan untuk menentukan
metode pengolahan bijih emas yang efisien dan efektif untuk diterapkan pada endapan urat epitermal
Prospek Randu Kuning. Melalui analisis laboratorium dan studi pustaka, metode pengolahan yang
dapat diterapkan di prospek Randu Kuning adalah kombinasi metode konsentrasi gravitasi dan
sianidasi.
Kata Kunci: emas, mineralogi, metode pengolahan, Randu Kuning

1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Data mineralogi tidak hanya digunakan untuk mengetahui karakteristik emas pada
tahap eksplorasi melainkan juga diperlukan pada tahap pengolahan mineral. Data tersebut
sangat berperan dalam pengolahan mineral apabila emas diolah melalui metode floatasi
dan/atau pelindihan seperti sianidasi. Pemahaman mengenai karakteristik bijih emas dapat
membantu menentukan metode pengolahan yang tepat, merancang bagan alir (flowsheet)
pengolahan bijih emas, dan dapat mengindikasikan nilai recovery maksimum yang dapat
diperoleh atau sebaliknya.Penentuan metode pengolahan emas sebetulnya tidak hanya
didasarkan pada aspek mineralogi maupun geologi saja. Beberapa aspek lain seperti
metalurgi, lingkungan, geografi, ekonomi, dan politik juga turut berperan untuk
menentukan metode pengolahan yang tepat (Marsden dan House, 2006). Penelitan
dilakukan pada endapan urat epitermal prospek Randu Kuning, Kecamatan Selogiri,
Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Pengolahan mineral skala industri belum

1165
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 - 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

dilakukan pada prospek Randu Kuning. Penulis menentukan metode pengolahan dan bagan
alir pengolahan mineral yang dapat diadopsi pada prospek Randu Kuning dengan
menggunakan data mineralogi dan studi pustaka terkait.
1.2. Geologi Regional
Selogiri merupakan daerah perbukitan bergelombang terdiri atas Bukit Randu
Kuning, Bukit Tumbu, dan Bukit Kalipuru dengan ketinggian beragam mulai 150 sampai
222 meter (Htun dkk, 2006). Selogiri termasuk dalam Zona Pegunungan Selatan bagian
barat di Jawa Tengah. Stratigrafi daerah Selogiri, berdasarkan Peta Geologi Lembar
Surakarta-Giritontro oleh Surono dkk (1992) adalah Formasi Kebo-Butak berumur
Oligosen Awal – Miosen Awal, Formasi Mandalika berumur Oligosen Akhir – Miosen
Awal, Formasi Semilir berumur Miosen Awal – Miosen Tengah, Formasi Wonosari-
Punung berumur Miosen Tengah – Pliosen dan aluvial berumur Holosen. Wilayah Selogiri
terdiri atas dua formasi batuan Tersier yaitu batupasir Formasi Kebo-Butak, dan batuan
beku Formasi Mandalika. Batuan induk pembawa mineralisasi yang paling prospek
terdapat pada Formasi Mandalika yang tersusun atas lava andesit sampai dasit dan intrusi
diorit (Htun dkk, 2006). Prasetyanto (1987) menjelaskan, Selogiri dikontrol oleh sesar
geser dekstral, sesar geser sinistral, sesar naik dan sesar turun (Htun dkk, 2006).
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis laboratorium menggunakan sampel
penelitian skripsi milik Fatimah (2015) ditambah melalui studi pustaka. Analisis laboratorium
dilakukan dengan metode petrografi terhadap 9 sampel, metode mineragrafi terhadap 25
sampel, dan XRD (X-Ray Diffraction) terhadap 4 sampel. Metode mineragrafi bertujuan untuk
mengidentifikasi spesies, ukuran, asosiasi dan tingkat liberasi emas serta mineral logam lain.
Metode petrografi dan XRD bertujuan untuk mengidentifikasi mineral gangue.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Mineralisasi
Menurut Fatimah (2015), sistem endapan epitermal ditemukan pada Bukit Randu
Kuning, Bukit Tumbu, Bukit Piti, Bukit Alang-alang, Bukit Gede, Bukit Tekil, Bukit Kepil,
Bukit Geblak dan lembah Jangglengan. Mineralisasi Bukit Randu Kuning yang ditemukan
pada sampel berupa pirit, kalkopirit, kalkosit, kovelit, bornit, hematit, diseminasi magnetit
dan emas. Mineralisasi Bukit Tumbu yang terbentuk berupa diseminasi pirit, kalkopirit,
sfalerit dan emas. Mineralisasi Bukit Piti yang terbentuk berupa diseminasi pirit, kalkopirit,
sfalerit dan emas. Mineralisasi bijih Bukit Alang-alang (Randu Kuning bagian selatan)
berupa diseminasi pirit, kalkopirit, sfalerit, galena, dan emas. Mineralisai Bukit Gede
didominasi oleh hematit. Mineralisasi Bukit Kepil yang terbentuk dominan hematit dan
ditemukan sedikit emas. Mineralisasi Bukit Tekil dan lembah Jangglengan yang terbentuk
berupa diseminasi pirit, sfalerit, galena dan elektrum. Mineralisasi bijih di lembah
Jangglengan berupa hematit yang berasosiasi dengan breksi diatrem.
3.2. Tipe Mineral Emas
Berdasarkan analisis laboratorium berupa mineragrafi menggunakan sayatan poles,
didapatkan bahwa emas yang ditemukan umumnya sebagai free grain (Bukit Randu
Kuning, Bukit Tumbu, dan Bukit Piti), atau ditemukan juga mengisi microveinlet mineral
pirit, antar butir mineral pirit, dan terkunci dalam hematit sebagai mineral induk (Bukit
Tumbu, Bukit Piti,Bukit Alang-Alang) baik berupa native Au maupun electrum (Au-Ag).

1166
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 - 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

3.3. Persebaran Ukuran Bijih Emas


Berdasarkan analisis laboratorium berupa analisis petrografis menggunakan
mikroskop polarisasi didapatkan bahwa ukuran emas (native Au) adalah 0,3-0,4 mm yang
ditemukan di Bukit Tumbu, Bukit Randu Kuning, Bukit Piti, Bukit Geblak, dan Bukit
Tekil, sedangkan ukuran emas dalam bentuk electrum (Au-Ag) adalah <0,3 mm yang
ditemukan di Bukit Tumbu, Bukit Randu Kuning, Bukit Geblak, dan Bukit Tekil
Bijih emas, dalam metalurgi, dapat terbagi menjadi dua kelompok yaitu free milling
ore dan refractory ore. Free milling ore adalah bijih yang dapat diolah menggunakan
metode sianidasi dan menghasilkan recovery emas diatas 90%. Refractory ore
menghasilkan recovery dibawah 90% menggunakan metode sianidasi serta umumnya
harus melalui pre-treatment sebeleum diolah. Faktor penyebabnya adalah kompleksitas
mineralogi suatu bijih emas. Penemuan bijih emas bersifat free milling ore pada saat ini
semakin berkurang dan cenderung mengarah pada refractory ore (Zhou, 2012). Studi
mineralogi semakin diperlukan agar dapat mempelajari karakteristik suatu bijih yang
mempengaruhi pemilihan metode pengolahan dan bagan alir pengolahan bijih emas.
Faktor mineralogi sendiri mencakup ukuran butir, tingkat liberasi, kimia
permukaan, asosiasi dengan mineral-mineral lain, coating dan rimming, kehadiran
cyanicides, oxygen consumers, preg robbers, dan mineral-mineral lempung, dan
penguncian di mineral lain. Dari beberapa faktor tersebut tingkat liberasi, ukuran butir dan
asosiasi merupakan faktor-faktor paling umum yang mempengaruhi pengolahan bijih emas
(Zhou, 2012).
Melalui pengamatan sayatan poles, emas yang dijumpai pada Prospek Randu
Kuning umumnya ditemukan sebagai free grain namun ditemukan juga berada mengisi
microveinlet dan antar butir mineral pirit dan terkunci dalam hematit sebagai mineral induk
(Gambar 1). Berdasarkan karakteristik mineraloginya,bijih emas pada prospek Randu
Kuningcenderung bersifat free-milling(klasifikasi Zhou dan Fleming., 2007; dalam Zhou.,
2012), (Gambar 2). Emas yang telah terliberasi (free grain gold) dan berukuran kasar
dapat diperoleh melalui metode konsentrasi gravitasi,floatasi maupun sianidasi. Emas yang
belum terliberasi dari mineral induknya (host mineral) dibebaskan terlebih dahulu dengan
metode milling atau melalui preoxidation kemudian disianidasi dengan atau tanpa floatasi
(Zhou, 2012).
Proses liberasi emas dibutuhkan agar nilai recovery dan kadar menjadi maksimal.
Liberasi merupakan proses untuk melepas emas dari mineral induk yang tidak berharga.
Liberasi, umumnya, merupakan tahapan pengolahan sebelum bijih diolah. Semakin tinggi
tingkat liberasi maka recovery dan kadar yang dihasilkan juga semakin tinggi. Proses
liberasi dapat dilakukan melalui proses-proses fisika seperti peremukan atau penggerusan
halus atau sangat halus dan kimia seperti pressure oxidation.
Mineral induk pembawa emas pada Prospek Randu Kuning sebagian besar adalah
pirit dan sebagian kecil merupakan hematit. Emas yang terkunci di dalam hematit dapat
diabaikan karena distribusinya yang sangat kecil (Gambar 3). Pirit pembawa emas dalam
Prospek Randu memiliki karakteristik banyak memliki microveinlet (Gambar 1b). Emas
dalam hematit kemungkinan berasal dari pirit yang teroksidasi. Pemilihan metode liberasi,
melalui proses fisika atau kimia, dapat didasarkan atas mode of occurrence. Emas pada
Prospek Randu Kuning diklasifikasikan sebagai microscopic gold atau emas yang tampak

1167
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 - 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

(visible gold) (Tabel 1). Metode liberasi untuk microscopic gold umumnya cukup
menggunakan metode fisika seperti penggilingan sampai ukuran tertentu. Butir emas
dalam pirit berukuran mulai dari 10 sampai diatas 60 mikron (Gambar 4a). Penggilingan
sampai rata-rata berukuran 10 mikron dibutuhkan untuk mendapatkan recovery maksimal.
Aspek lain yang sangat berpengaruh terhadap pemilihan metode pengolahan yang
tepat adalah ukuran butir emas. Ukuran butir emas merupakan faktor yang sangat
berpengaruh terhadap efisiensi proses perolehan emas. Prospek Randu Kuning memiliki
butir emas bebas dengan ukuran diatas 10 mikron meter (Gambar 4b). Emas tersebut
dapat diperoleh secara efektif melalui metode floatasi maupun metode pelindihan
(Gambar 5).
Metode konsentrasi gravitasi tidak menghasilkan recovery yang maksimal karena
hanya mampu menangkap butir emas terliberasi dengan ukuran diatas 50 µm. Butir emas
berukuran kasar (>50 µm), membutuhkan waktu yang lebih lama agar dapat larut secara
sempurna pada metode sianidasi. Terkadang, butir emas tersebut masuk ke dalam tailling
karena tidak larut secara sempurna. Kombinasi metode gravitasi dan sianidasi umum
ditemukan untuk mengatasi hal tersebut. Emas tersebut umumnya ditangkap terlebih
dahulu melalui metode gravitasi, sehingga tidak lagi dibutuhkan waktu pelindihan yang
lebih lama.
Emas umumnya diekstrak melalui metode floatasi ketika emas tersebut merupakan
produk sampingan pada bijih sulfida, seperti pada bijih tembaga porfiri, logam dasar dan
tembaga-emas (Petruk, 2000). Emas pada prospek Randu Kuning merupakan produk
utama dari endapan urat epitermal pada zona shearing. Kebanyakan emas pada tipe
endapan urat diekstrak menggunakan metode sianidasi (Petruk, 2000).
Aspek asosiasi juga turut berperan dalam penentuan metode pengolahan yang
dianggap efisien dan efektif. Selain berasosiasi dengan mineral sulfida seperti pirit, emas
juga berasosiasi dengan mineral sulfida lain seperti galena, kalkopirit, kovelit dan sfalerit
(Gambar 6a). Kovelit merupakan mineral tembaga sekunder yang dapat dikelompokkan
sebagai cyanicides, yaitu material yang mengkonsumsi sianida. Reaksi antara sianida dan
kovelit menghasilkan larutan sianida yang lebih encer sehingga terlalu lemah untuk
melarutkan emas. Oxidative pretreatment harus jika emas hadir bersama dengan cyanicides
dalam jumlah yang signifikan.
Oksigen merupakan salah satu reagen yang digunakan selama sianidasi. Defisiensi
oksigen selama proses sianidasi akan menyebabkan reaksi sianidasi melambat. Mineral-
mineral pemakan oksigen seperti pirhotit dan markasit dapat menyebebkan efek
mengganggu selama sianidasi (Coetzee dkk, 2011). Kehadiran mineral tersebut tidak
dijumpai pada prospek Randu Kuning.
Preg-robber yang utamanya grafit dan material karbonan juga tidak ditemukan
pada prospek Randu Kuning. Mineral gangue terutama mineral lempung yang dapat larut
dalam larutan sianida juga tidak hadir dalam jumlah yang signifikan sehingga tidak akan
mengganggu proses presipitasi emas setelah sianidasi.
Selain sebagai native Au, emas dalam bentuk elektrum (Gambar 7) juga dapat
dijumpai pada Prospek Randu Kuning dengan kelimpahan diatas 10% (Gambar 8). Kedua

1168
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 - 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

jenis pembawa emas tersebut dapat larut dalam secara cepat dalam sianida (Coetzee dkk,
2011) sehingga dapat menghasilkan recovery yang maksimal.
Aspek geologi juga turut menjadi perhatian dalam pemilihan metode
pengolahanbijih emas. Aspek geologi tersebut terbagi menjadi kadar bijih dan cadangan,
serta geometri tubuh bijih dan variabilitas. Harga kadar harus diketahui untuk dapat
menentukan cut-off grade. Nilai cut-off grade diterapkan pada metode pengolahan yang
berbeda-beda tergantung respon uji coba metalurgi yang diberikan untuk setiap individul
bijih, yang diindikasikan oleh gold recovery, processing costs dan put rates (Marsden dan
House, 2006).
Geometri tubuh bijih pada Prospek Randu Kuning didominasi oleh bentuk urat
epitermal dengan ketebalan berkisar 1 cm hingga 1 m. Metode pengolahan yang biasanya
digunakan untuk endapan urat epitermal adalah metode sianidasi (Petruk, 2000).
Penentuan metode pengolahan emas sebetulnya tidak hanya didasarkan pada aspek
mineralogi maupun geologi saja. Beberapa aspek lain seperti metalurgi, lingkungan,
geografi, ekonomi, dan politik juga turut berperan untuk menentukan metode pengolahan
yang tepat (Marsden dan House, 2006). Akan tetapi, aspek mineralogi dan metalurgi
berdampak secara langsung terhadap penentuan metode pengolahan karena menangkap
respon yang diberikan bijih terhadap metode-metode pengolahan mineral (Zhou, 2012).
Setelah melalui penjabaran aspek pemilihan metode pengolahan diatas, barulah
bagan alir pengolahan emas yang dapat diterapkan pada prospek Randu Kuning dapat
dirancang (Gambar 9). Metode ektraksi yang digunakan merupakan kombinasi metode
konsentrasi gravitasi dan sianidasi.
4. Kesimpulan
1. Karakteristik bijih emas prospek Randu Kuning cenderung bersifatfree milling ore dalam
bentuk endapan urat epitermal.
2. Metode pengolahan yang dapat diterapkan di Prospek Randu Kuning adalah metode
konsentrasi gravitasi yang dikombinasikan dengan sianidasi.
Saran
1. Penentuan distribusi emas, ukuran butir, tingkat liberasi, asosiasi mineral pada Prospek
Randu Kuning secara kuantitatif dapat menghasilkan data yang komprehensif dengan
ketelitian yang lebih tinggi menggunakan QEMSCAN/MLA.
2. Selain aspek mineralogi, aspek metalurgi, lingkungan, geografi, ekonomi, dan politik
sebaiknya juga dipertimbangkan untuk dapat menentukan metode pengolahan yang tepat.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dian Yesy Fatimah
yang telah memberikan sampel untuk dianalisis dalam penelitian ini dan Bapak Arifudin Idrus
sebagai pembimbing dalam menyelesaikan penelitian ini.

Daftar Pustaka
Coetzee, L. L., Theron, S. J., Martin, G. J., van Der Merwe, J., D., Stanek, T. A., 2011,
Modern Gold Deportment and Its Application to Industry.SGS Minerals Technical Paper,
Vol. 04.

1169
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 - 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Fatimah, D. Y., 2015, Karakteristik Alterasi, Mineralisasi Emas, dan Fluida Hidrotermal
Pada Urat Epitermal Prospek Randu Kuning, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri,
Jawa Tengah, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, 143 pp.
Htun, T.M., Warmada, I.W., Harijoko, A., Saputra, R., Setijadji, L.D., Watanabe, K., Imai, A.,
2006, Arsenic and Heavy Metals Contamination in Small Scale Mining, Selogiri Area,
Wonogiri Regency, Central Java, Indonesia, Proceedings of 9th International Symposium
on Mineral Exploration Aula Barat ITB, Bandung, Indonesia.
Marsden, J., dan House, I., 2006, The Chemistry of Gold Extraction, Colorado: Society for
Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc.
Petruk, W., 2000, Applied Mineralogy in the Mining Industry, Ottawa: Elsevier.
Surono, Toha, B., Sudarno, I. dan Wiryosujono, 1992. Peta Geologi Lembar Surakarta–
Giritontro, Jawa, PPPG Bandung, skala 1:100,000.
Zhou, J., Jago, B., dan Martin, C., 2004, Establishing the Process Mineralogy of Gold Ores.
SGS Minerals Technical Bulletin, Vol. 03.
Zhou, J., 2012, Proccess Mineralogy and Application in Mineralogy Proccessing and
Extractive Metallurgy. Presented at First International Metallurgical Meeting Peru 2012,
October 26th, 2012, Lima, Peru.

Au

Gambar 1. (a) Emas dalam bentuk free grain. (b) Emas berada di dalam microveinlet pirit. (c) Emas
yang terkunci dalam mineral hematit.

Gambar 2.Klasifikasi karakteristik emas dan dampaknya terhadap esktraksi metalurgi emas (Zhou
danFleming, 2007 dalam Zhou, 2012). Prospek Randu Kuning masuk dalam kategori satu (1) dan
dua (2).

1170
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 - 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 3. Perbandingan mineral induk pembawa emas pada Prospek Randu Kuning. Sebagian besar,
mineral induk pembawa emas berupa pirit.

Gambar 4. (a). Distribusi ukuran butir emas belum terliberasi. (b) Distribusi ukuran butir emas
terliberasi. Butir emas pada Prospek Randu Kuning memiliki ukuran rata-rata diatas 10
mikrometer.

1171
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 - 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 5. Prediksi metode pengolahan emas berdasarkan distribusi ukuran butir emas terliberasi
(modifikasi dari Zhou, 2012). Butir emas terliberasi pada Prospek Randu Kuning, berukuran
diatas 10 mikrometer, dapat diolah melalui metode sianidasi, floatasi maupun konsentrasi

gravitasi.

Gambar 6. Asosiasi emas pada Prospek Randu Kuning. (a) Emas berasosiasi dengan pirit, sfalerit,
kalkopirit dan galena. (b) Emas berasosiasi dengan magnetit dan hematit.

Gambar 7. Elektrum sebagai salah satu pembawa emas pada Prospek Randu Kuning. (a) Elektrum
hadir dalam bentuk butir bebas (free grain). (b) Elektrum hadir bersama (attached) dengan
pirit (c) Elektrum berada diantara butir mineral pirit.

1172
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 - 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 8. Perbandingan native Au dan elektrum sebagai pembawa emas pada Prospek Randu
Kuning. Prospek Randu Kuning didominasi oleh native Au, baik yang hadir sebagai butir
bebas maupun terkunci di dalam pirit.

Gambar 9. Bagan alir pengolahan emas yang dapat diterapkan pada prospek Randu Kuning

1173
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 - 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Tabel 1. Klasifikasi emas berdasarkan bentuk dan pembawa (Zhou, Jago dan Martin, 2004) serta
ukuran (Yang et al., 1998). Bijih emas Prospek Randu Kuning termasuk kategori microscopic
gold.

Submicroscopic
Form Microscopic Gold Surface Gold
Gold
Nature (Zhou,
Visible under Invisible under Invisible under
Jago dan Martin,
microscope microscope microscope
2004)

All gold minerals:


native gold and Arsenopyrite, Carbonaceous
electrum are the pyrite, marcasite, matter, FeOx,
Carrier (Zhou, most common chalcopyrite, stained quartz,
Jago dan Martin, ones, and enargite, realgar, activated carbon,
2004) claverite, loellingite, clay minerals,
aurostibite, and acanthite, FeOx, wood chips, pyrite,
maldonite are less clay minerals arsenopyrite
common

Size (Yang et al.,


>100 to 1 µm <1 µm to ≥2.8 Å <2.8 Å
1998)

1174

Anda mungkin juga menyukai