Anda di halaman 1dari 66

ENDAPAN MINERAL

BAB I

PENDAHULUAN

LatarBelakang

Endapan mineral (bahan tambang )merupakan salah satu kekayaan alam yang berpengaruh
dalam perekonomian nasional. Oleh karenai tu upaya untuk mengetahui kuantitas dan kualitas
endapan mineral itu hendaknya selalu diusahakan dengan tingkat kepastian yang lebih tinggi,
seiring dengan tahapan eksplorasinya. Semakin lanjut tahapan eksplorasi, semakin besar pula
tingkat keyakinan akan kuantitas dan kualitas sumberdaya mineral dan cadangan.

Berdasarkan tahapan eksplorasi, yang menggambarkan pula tingkat keyakinan akan potensinya,
dilakukan usaha pengelompokan atau klasifikas sumberdaya mineral dan cadangan. Dasar atau
criteria klasifikasi di sejumlah Negara terutama adalah tingkat keyakinan geologi dan kelayakan
ekonomi. Hal ini dipelopori oleh:1. US Bureau of Mines dan US Geological Survey, yang hingga
sekarang masih dianut oleh negara-negara dengan industry tambang yang penting seperti
Australia 2. AmerikaSerikat. 3. Kanada. Negara-negara tersebut mengikuti klasifikasi cadangan
terbukti(proven) dan terkira (probable) dari Securitas dan Exchange Commision di
AmerikaSerikat. 4. PerserikatanBangsa-Bangsa (PBB) dalam hal ini Dewan Ekonomi dan Sosial
(Economic and Social Council) telah menyusun usulan klasifikasi cadangan dan sumberdaya
mineral yang sederhana dan mudah dimengerti oleh semua pihak 5. Selain criteria tersebut di
atas, PBB juga menggunakan ekonomi pasar (market economy) sebagai salah satu kriterianya.

Di Indonesia, masalah yang ada adalah belum terwujudnya klasifikasi sumberdaya mineral dan
cadangan yang baku sehingga be rbagai pihak baik instansi pemerintah maupun perusahaan
pertambangan menggunakan klasifikasi secara sendiri-sendiri, klasifikasi yang dianggap paling
sesuai dengan sifat-sifat endapan mineralnya dan kebijakasanaan yang ada di perusahaan
tersebut. Akibatnya adalah pernyataan mengenai kuantitas dan kualitas sumber daya mineral atau
cadangan sering menimbulkan kerancuan.

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya, baik yang bias
diperbaharui maupun tidak diperbaharui. Indonesia dipengaruhi control tektonik yang
bermacam-macam sehingga disetiap daerahnya memiliki keanekaragaman mineralisasi yang
banyak. Dari Sabang sampai Meurake memiliki masing-masing mineralisasi yang berbeda-beda
setiap daerahnya.

Seiring berjalannya waktu bermunculan disetiap daerahnya perusahaan-perusahaan yang


bergerak di bidang bijih, baik itu mencariemas, tembaga, perak, galena, dan lain-lain. Dari
mineral-mineral bijihtersebut cara keterdapatannya, pembentukanya, pengontrolnya, dan lain
sebagainya berbeda-beda tergantung dari penciri dari masing-masing mineral tersebut. Disinilah
diperlukannya orang geologi yang sangat berpengaruh didalamkesuksesan suatu pertambangan.

 MaksuddanTujuan

o Maksud

Adapun maksud dalam melakukan praktikum endapan mineral pada semester IV adalah

 Untuk mempelajari deskripsi dari berbagai mineral secara kimia maupun fisika serta
genesa mineral-mineral tersebut.

 Mempelajari mineral-mineral alterasi beserta prosesnya.

 Mengenali Ore mineral pada batuan beserta prosesnya.

 Tujuan

Adapun tujuan dalam melakukan praktikum endapan mineral pada semesterini adalah

 Untukmemberikanpemahamankepadapraktikanmengenaikonsentrasiilmuendapan
mineral, yang mananantinyaakanterjunlangsungkeduniatambang.

 Syarat untuk mengikuti laboratorium dan kuliah pada semester selanjutnya.

 Dapat mengetahui endapan – endapan mineral yang ada pada indonesia, khususnya
Sumatra Utara.

 Agar praktikan dapat mengetahui jenis-jenis endapan mineral dan proses pembentukan
atau genesa untuk masing-masing jenis endapan.

 Aplikasi endapan mineral pada bidang geologi

Mempelajari endapan mineral adalah salah satu kunci untuk mengetahui dan mempelajari lebih
lanjut mengenai bahan tambang, serta sangat erat kaitannya dengan dunia tambang dan juga
geologi, juga tidak lepas dari kedua hal tersebut. Selainituterdapatbeberapaaplikasiendapan
mineral di dalambidanggeologiataupunduniageologi.Adapun aplikasi endapan mineral pada
bidang geologi dapat diketahui sebagai berikut :

 Sebagai pegangan / acuan dalam melakukan pekerjaan dalam bidang tambang.


 Untuk menentukandanmencariore mineral pada suatu daerah yang sudah di petakan.

 Untukmembedakan yang manaore mineral, danmetallic mineral.

 Untukmengetahuidanmencarimetallic mineral (mineral logam) yang


bernilaiekonomisdarisetiapore

 Untukmengetahuisebarantambang mineral logam di Indonesia.

 Untukmengtahui control tektonikterhadapendapanbijih (ore deposit) atau mandala


metallogenic.

 Untukmengetahuiklasifikasitiap – tiapendapan mineral yang hadirdalambatuaninduk


(hostrock).

 Untukmengetahuistrukturdantekstur yang hadir di dalamtiap – tiapmineral deposit.

 Untukmengetahui parameter yang harusdiketahuidalammenentukan mineral logam di


dalamore

 Supayadapatmembedakankenampakkanfisikantara mineral logamdan non logam.

 Supayadapatmengetahuipersentasi mineral logam yang hadir di dalamore

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Endapan Mineral

Endapan mineral (Ore Deposit) adalah batuan yang mengandung satu atau lebih mineral logam
(metallic mineral) yang akan memiliki nilai ekonomis jika ditambang dinamakan Ore Mineral
atau mineral bijih. Suatu endapan dikatakan bijih sebenarnya dilihat dari nilai ekonomisnya, bila
harga pengolahan dan harga pasaran berfluktuasi, suatu saat endapan mineral dikatakan sebagai
bijih dan di saat lain bukan lagi. Pada saat ekstraksi didapatkan bahan logam dan juga bahan
limbah (gangue) yang tidak memiliki nilai ekonomis. Proses ekstraksi tersebut menghasilkan
timbunan limbah (tailing).

Suatu endapan mineral akan terbentuk oleh serangkaian proses yang mengubah kondisi suatu
batuan menjadi suatu endapan dengan kandungan mineral bijih yang disebut proses ubahan
(alteration). Proses tersebut akan menghasilkan mineral logam (metalic mineral) dan mineral
ubahan (alteration mineral), struktur serta tekstur batuan yang berubah karenanya.

Gambar 2.1.Genesa Endapan Mineral (Beck, 1909)

Kebanyakan bijih di dunia iniyang ditambang adalah berasal dari mineral bijih yang diendapkan
oleh larutan hidrotermal. Asal larutan hidrotermal masih sulit dipecahkan. Beberapa larutan
berasal dari pelepasan air yang terkandung dalam magma saat magma naik dan mendingin.
Lainnya berasal dari air meteoric atau air laut yang bersirkulasi dalam kerak. Endapan mineral
yang terbentuk oleh air laut yang terpanaskan aktifitas vulkanisme, dan endapannya berbentuk
senyawa sulfide, yang dinamakan volcanogenic massive sulfide deposits.

Kebutuhan umat manusia akan mineral semakin lama semakin meningkat dan bertambah banyak
baik dalam jumlah maupun macam atau jenisnya. Hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi
dan penemuan-penemuan baru dalam berbagai industri yang banyak memerlukan bahan baku
mineral.

Ilmu yang mempelajari dan membahas mengenai mineral baik yang bersifat logam maupun non
logam serta batuan dan asosiasinya didalam kulit bumi beserta cara terjadi dan penyebarannya
disebut ilmu Geologi Ekonomi. Penyebaran mineral dan batuan tersebut menyangkut mengenai
tempat terdapatnya, bentuk, ukuran, mutu, jumlah dan kontrol geologinya.

2.2. Mineral Bijih (Ore)

Proses dan aktivitas geologi bisa menimbulkan terbentuknya batuan dan jebakan mineral. Yang
dimaksud dengan jebakan mineral adalah endapan bahan-bahan atau material baik berupa
mineral maupun kumpulan mineral (batuan) yang mempunyai arti ekonomis (berguna dan
mengguntungkan bagi kepentingan umat manusia). Faktor-faktor yang mempengaruhi
kemungkinan pengusahaan jebakan dalam arti ekonomis adalah bentuk jebakan, besar dan
volume cadangan, kadar, lokasi geografis dan biaya pengolahannya.

Dari distribusi unsur-unsur logam dan jenis-jenis mineral yang terdapat didalam kulit bumi
menunjukkan bahwa hanya beberapa unsur logam dan mineral saja yang mempunyai prosentasi
relative besar, karena pengaruh proses dan aktivitas geologi yang berlangsung cukup lama,
prosentase unsur – unsur dan mineral-mineral tersebut dapat bertambah banyak pada bagian
tertentu karena Proses Pengayaan, bahkan pada suatu waktu dapat terbentuk endapan mineral
yang mempunyai nilai ekonomis. Proses pengayaan ini dapat disebabkan oleh :

1. Proses Pelapukan dan transportasi

2. Proses ubahan karena pengaruh larutan sisa magma

Proses pengayaan tersebut dapat terjadi pada kondisi geologi dan persyaratan tertentu.Kadar
minimum logam yang mempunyai arti ekonomis nilainya jauh lebih besar daripada kadar rata-
rata dalam kulit bumi. Faktor perkalian yang bisa memperbesar kadar mineral yang kecil
sehingga bisa menghasilkan kadar minimum ekonomis yang disebut faktor pengayaan
(Enrichment Factor atau Concentration Factor). Dari sejumlah unsur atau mineral yang terdapat
didalam kulit bumi, ternyata hanya beberapa unsur atau mineral saja yang berbentuk unsur atau
elemen tunggal (native element).

Sebagian besar merupakan persenyawaan unsur-unsur daaan membentuk mineral atau asosiasi
mineral.Mineral yang mengandung satu jenis logam atau beberapa asosiasi logam disebut
mineral logam (metallic mineral). Apabila kandungan logamnya relatif besar dan terikat secara
kimia dengan unsur lain maka mineral tersebut disebut Mineral Bijih (ore mineral). Yang disebut
bijih/ore adalah material/batuan yang terdiri dari gabungan mineral bijih dengan komponen lain
(mineral non logam) yang dapat diambil satu atau lebih logam secara ekonomis. Apabila bijih
yang diambil hanya satu jenis logam saja maka disebut single ore. Apabila yang bisa diambil
lebih dari satu jenis bijih maka disebut complex-ore.
Mineral non logam yang dikandung oleh suatu bijih pada umumnya tidak menguntungkan
bahkan biasanya hanya mengotori saja, sehingga sering dibuang. Kadang-kadang apabila
terdapatkan dalam jumlah yang cukup banyak bisa dimanfaatkan sebagai hasil sampingan (by-
product), misalnya mineral kuarsa, fluorit, garnet dan lain-lain. Mineral non logam tersebut
disebut gangue mineral apabila terdapat bersama-sama mineral logam didalam suatu batuan.
Apabila terdapat didalam endapan non logam yang ekonomis, disebut sebagai waste mineral.
Yang termasuk golongan endapan mineral non logam adalah material-material berupa padat,
cairan atau gas. Material-material tersebut bisa berbentuk mineral, batuan, persenyawaan
hidrokarbon atau berupa endapan garam. Contoh endapan ini adalah mika, batuan granit,
batubara, minyak dan gas bumi, halit dan lain-lain.

Kadar (persentase) rata-rata minimum ekonomis suatu logam didalam bijih disebut cut off grade.
Kandungan logam yang terpadat didalam suatu bijih disebut tenor off ore. Karena kemajuan
teknologi, khususnya didalam cara-cara pemisahan logam, sering menyebabkan mineral atau
batuan yang pada mulanya tidak bernilai ekonomis bisa menjadi mineral bijih atau bijih yang
ekonomis. Jenis logam tertentu tidak selalu terdapat didalam satu macam mineral saja, tetapi
juga terdapat pada lebih dari satu macam mineral.

Misalnya logam Cu bisa terdapat pada mineral kalkosit, bornit atau krisokola. Sebaliknya satu
jenis mineral tertentu sering dapat mengandung lebih dari satu jenis logam. Misalnya mineral
Pentlandit mengandung logam nikel dan besi. Mineral wolframit mengandung unsur-unsur
logam Ti, Mn dan Fe. Keadaan tersebut disebabkan karena logam-logam tertentu sering terdapat
bersama-sama pada jenis batuan tertentu dengan asosiasi mineral tertentu pula, hal itu erat
hubungannya dengan proses kejadian (genesa) mineral bijih.
Gambar 2.2. Mineral Logam

2.2.1. Golongan Mineral Bijih dan Metallic Mineral

Dari distribusi unsur-unsur logam dan jenis-jenis mineral yang terdapat didalam kulit bumi
menunjukkan bahwa hanya beberapa unsur logam dan mineral saja yang mempunyai persentasi
relatif besar, karena pengaruh proses dan aktivitas geologi yang berlangsung cukup lama,
persentasi unsur – unsur dan mineral-mineral tersebut dapat bertambah banyak pada bagian
tertentu karena Proses Pengayaan, bahkan pada suatu waktu dapat terbentuk endapan mineral
yang mempunyai nilai ekonomis. Proses pengayaan ini dapat disebabkan oleh :

1. Proses Pelapukan dan transportasi

2. Proses ubahan karena pengaruh larutan sisa magma

Proses pengayaan tersebut dapat terjadi pada kondisi geologi dan persyaratan tertentu.

Mineral yang mengandung satu jenis logam atau beberapa asosiasi logam disebut mineral logam
(metallic mineral). Apabila kandungan logamnya relatif besar dan terikat secara kimia dengan
unsur lain maka mineral tersebut disebut Mineral Bijih (ore mineral). Yang disebut
bijih/oreadalah material/batuan yang terdiri dari gabungan mineral bijih dengan komponen lain
(mineral non logam) yang dapat diambil satu atau lebih logam secara ekonomis. Apabila bijih
yang diambil hanya satu jenis logam saja maka disebut single ore. Apabila yang bisa diambil
lebih dari satu jenis bijih maka disebut complex-ore.

Mineral bijih adalah Batu yang mengandung satu atau lebih mineral metalik yang untung jika
ditambang.. Suatu endapan dikatakan bijih sebenarnya dilihat dari nilai ekonomisnya, bila harga
pengolahan dan harga pasaran berfluktuasi, suatu saat endapan mineral dikatakan sebagai bijih
dan di saat lain bukan lagi. Pada saat ekstraksi didapatkan bahan logam dan juga bahan limbah
(gangue) yang tidak memiliki nilai ekonomis. Proses ekstraksi tersebut menghasilkan timbunan
limbah (tailing).
Mineral bijih adalah Batu yang mengandung satu atau lebih mineral metalik yang untung jika
ditambang. Suatu endapan dikatakan bijih sebenarnya dilihat dari nilai ekonomisnya, bila harga
pengolahan dan harga pasaran berfluktuasi, suatu saat endapan mineral dikatakan sebagai bijih
dan di saat lain bukan lagi. Pada saat ekstraksi didapatkan bahan logam dan juga bahan limbah
(gangue) yang tidak memiliki nilai ekonomis. Proses ekstraksi tersebut menghasilkan timbunan
limbah (tailing).

Pembagian kelompok mineral bijih:

1. Bijih Silisius (Keiko) yang mengandung sulfiIda terutama kalkopirit, terdesssiminasi


dalam batuan tersilisifikasi.

2. Bijih Kuning (Oko), terutama pirit dengan sedikit kalkopirit dan Kuarsa.

3. Bijih hitam (Kuroko), percampuran kuat antara Sphalerite kaya besi berwarna gelap,
galena, barite, dan sejumlah kecil pirit dan kalkopirit ; wurzit, enargit, tetrahidrit,
markasit, serta sejumlah mineral lainnya yang ditemukan secara setempat dalam jumlah
kecil.

4. Urat (vein) dan massa besar gipsum (sekkoko), yang saling berhubungan tetapi dalam
tubuh yang terpisah- pisah.

5. Zona stringer, kaya kalkopirit dalam pipa- pipa bawah bijih (ryukoko)

6. Ferruginous (lapisan tetsusekiei), yang berada pada lapisan paling bawah.

2.2.2. Kegunaan Mineral Bijih

Kadar minimum logam yang mempunyai arti ekonomis nilainya jauh lebih besar daripada kadar
rata-rata dalam kulit bumi. Faktor perkalian yang bisa memperbesar kadar mineral yang kecil
sehingga bisa menghasilkan kadar minimum ekonomis yang disebut faktor pengayaan (”
Enrichment Factor” atau ”Concentration Factor”). Dari sejumlah unsur atau mineral yang
terdapat didalam kulit bumi, ternyata hanya beberapa unsur atau mineral saja yang berbentuk
unsur atau elemen tunggal (”native element”). Sebagian besar merupakan persenyawaan unsur-
unsur daaan membentuk mineral atau asosiasi mineral.

Bijih merupakan sejenis batu yang mengandung mineral penting, baik itu logam maupun bukan
logam. Bijih diekstraksi melaluipenambangan, kemudian hasilnya dimurnikan lagi untuk
mendapatkan unsur-unsur yang bernilai ekonomis.

Kandungan atau kadar mineral, atau logam, juga bentuk kewujudannya, secara langsung akan
memengaruhi ongkos pertambangan bijih. Biayaekstraksi harus diberi pembobotan untuk
dibandingkan dengan nilai ekonomis logam yang terkandung untuk menentukan bijih yang mana
yang lebih menguntungkan dan bijih yang mana yang kurang atau tidak menguntungkan. Bijih
logam secaraumum merupakan persenyawaan oksida, sulfida, silikat, atau logam “murni”
(misalnya tembaga murni yang biasanya tidak terkumpul di dalam kerak Bumi atau logam
“mulia” (biasanya tidak berbentuk persenyawaan) seperti emas. Bijih harus diolah untuk
mengekstraksi logam-logam dari “batuan sampah” dan dari mineral bijih. Tubuh bijih dibentuk
oleh berbagai macam proses geologis. Di dalam bahasa Inggris, proses “pembentukan bijih”
disebut sebagai ore genesis.

Dalam dunia pertambangan dikenal juga istilah mineral gangue. Gangue merupakan bahan
berharga komersial yang berada di sekeliling, tercampur, atau disebut sebagai mineral yang
diinginkan, yang terdapat pada suatu endapan bijih. Untuk memisahkan suatu mineral gangue,
maka diperlukan apa yang disebut dengan pengolahan mineral, yang merupakan aspek penting
dalam pertambangan. Pengolahan ini dapat menjadi sesuatu yang rumit, tergantung pada sifat
dari mineral yang terlibat. Keberhargaan suatu mineral dapat dilihat dari konsentrasi mineral
yang diinginkannya.

Dalam suatu pengolahan bijih maupun mineral gangue juga membutuhkan informasi yang detail
mengenai komposisi, tekstur dan kondisi mineral yang akan diolah dan dalam penyelidikan
mengenaicara serta hasil pengolahan bijih tersebut. Dengan mempelajari tekstur dan struktur dari
suatu bijih, maka dapat diperoleh gambaran tentangpembentukan awal bijih, metamorfosa,
lingkungan pengendapan, kemungkinan pengolahannya, deformasi dan pelapukan dari bijih.

Dengan demikian mineral bijih berfungsi sebagai material bahan tambang logam dan juga tidak
termasuk bahan galian industri (non logam) yang bernilai ekonomis yang dapat membantu di
dalam kehidupan sehari – hari dalam bidang industri, perekonomian, kosntruksi, dan lainnya.

2.3. Mineral Alterasi

Alterasi hidrothermal merupakan proses yang terjadi akibat adanya reaksi antara batuan asal
dengan fluida panasbumi. Batuan hasil alterasi hidrotermal tergantung pada beberapa faktor,
tetapi yang utama adalah temperatur, tekanan, jenis batuan asal, komposisi fuida (khususnya pH)
dan lamanya reaksi (Browne, 1984). Proses alterasi hidrotermal yang tejadi akibat adanya reaksi
antara batuan dengan air jenis klorida yang berasal dari reservoir panasbumi yang terdapat
jauhdibawah permukaan (deep chloride water) dapat menyebabkan teriadinya pengendapan
(misalnya kwarsa) dan pertukaran elemen-elemen batuan dengan fluida, menghasilkan mineral-
mineral seperti chlorite, adularia, epidote. Air yang bersifat asam, yang terdapat pada kedalaman
yang relatif dangkal dan elevasi yang relative tinggi mengubah batuan asal menjadi mineral clay
dan mineral-mineral lainnya terlepas. Mineral hidrothernal yang dihasilkan di zona permukaan
biasanya adalah kaolin, alutlite, sulphur, residu silika dan gypsum.

Proses ubahan : proses replacement, leaching (pelarutan) dan pengendapan mineral (pengisisan).

Dampak pada batuan : perubahan kimia, fisika dan mineral

1. Perubahan Kimia
Perubahan kimiawi dari fluida sehingga secara kimia terjadi penambahan unsur atau
pengurangan unsur oleh proses replacement, leaching (pelarutan) dan pengendapan mineral

2. Perubahan fisik

3. Densitas

 Densitas meningkat à silisifikasi

 Densitas menurun àleaching

b.Porositas dan permeabilitas

 Leachingà porositas / permeabilitas

 Porositas ( à densitas )

c.Magnetic Properties

 Batu gunungapi umumnya mengandung sedikit magnetik dan atau titano magnetit, yang
dapat menimbulkan kemagnetan.

 Beberapa lapisan pabum mengandung “less-magnetic mineral” seperti hematit, pirit,


leucoxene, titanit. Hal ini menyebabkan batuan Hostrock menjadi “de – magnetised”

d.Resistivity

Konduktivitas batuan hostrock dipengaruhi oleh :

 Konsentrasi elektrolit air panas yang dikembangkannya.

 Kehadiran mineral clay& zeolit di dalam matrik.

 Hadir mineral lempung seperi : kaolin (kaolinit, haloisit)

 (Metahaolisit, dickite) Ca – monmorila (smectite), ilit (K-mica), klorit. (Mineral clay


merupakan mineral hidrasi, dimana tergantung pada temperatur dan komposisi fluida
(pH).

3. Perubahan Mineral

4. Pengendapan langsung

Mineral ubahan / sekunder yang diendapkan secara langsung dari larutan hidrotermal pada
kekar, sesar, bidang ketidakselarasan, pori-pori, vug.
– Kuarsa, kalsit dan anhidrit dapat diendapkan pada urat, vug.

– Kalsit, aragonit & silika dapat diendapkan pada pipa bor.

1. Replacement

Mineral primer dapat direplace menjadi mineral baru.

Tabel 2.1. Perubahan mineral primer akibat replecement

Mineral primer Hasil replacement


Zeolit (mordenit, laumontit) kristobalit, kuarsa,
gelas vulkanik
kalsit, Ip (monmorilonit).
magnetik / ilmenik / titano
Pirit, leucoxene, titanit, pirotit, hematit
magnetic
piroksen / amfibol / olivin /
Klorit, ilit, kuarsa, pirit, kalsit anhidrit
biotit
Kalsit, albit, adularia, wairakit, kuarsa, anhidrat,
plagioklas Ca
klorit, ilit, kaolin, manmorilonit, epidot
anortoklas / sanidin /
Adularia
ortoklas

4. Mineral alterasi

Karbonat : kalsit, aragonit, siderit

Sulfat : anhidrit, alunit, natroalunit, barit

Sulfida : pirit, pirotrit, markasit, sfalerit, galena.

Oksida : hematit, magnetik, leukosen, diaspor

Pospat : apatit

Halit : fluorit

Silicates – Ortho – &Ring : titanit, garnetm epidot.

Silicate – sheet : ilit, biotit, pirofilit, klorit, group kaolin,

montmorilonit, prehnite.
Silicate – framework : adularia, albit, kuarsa, kristobalit.

5. Intensitas alterasi

Intensitas alterasi : Persentasi mineral ubahan terhadap batuan, dibedakan atas

– Batuan tak terubah

– Batuan terubah lemah

– Batuan terubah sedang

– Batuan terubah kuat

– Batuan terubah sangat kuat

6. Tingkat/range alterasi

Tingkat/range alterasi : identifikasi mineral ubahan yang didasarkan pada kondisi bawah
permukaan, menunjukan kondisi tertentu, misal tingkat alterasi petunjuk temperatur tinggi atau
permeabilitas tinggi.
Gambar 2.3. Alterasi mineral pada berbagai temperatur

2.3.1. Pembagian Zona Alterasi

Zona alterasi adalah sekumpulan mineral yang terbentuk pada suatu zona alterasi yang
sama.Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004) membuat klasifikasi alterasi hidrotermal pada
endapan tembaga porfir menjadi empat tipe yaitu propilitik, argilik, potasik, dan himpunan
kuarsa-serisit-pirit. Lowell dan Guilbert(1970, dalam Sutarto, 2004) membuat model alterasi-
mineralisasi juga pada endapan bijih porfir, menambahkan istilah zona filik untuk himpunan
mineral kuarsa, serisit, pirit, klorit, rutil, kalkopirit. Adapun delapan macam tipe alterasi antara
lain :

Zona alterasi ada enam, yaitu :

1. Zona Potassic

Zona potasik merupakan zona alterasi yang berada pada bagian dalam suatu sistem hidrotermal
dengan kedalaman bervariasi yang umumnya lebih dari beberapa ratus meter. Zona alterasi ini
dicirikan oleh mineral ubahan berupa biotit sekunder, K Feldspar, kuarsa, serisit dan magnetite.
Mineral logam sulfida berupa pirit dan kalkopirit dengan perbandingan 1:1 hingga 3:1, bentuk
endapan dapat juga dijumpai dalam bentuk mikroveinlet serta dalam bentuk menyebar
(“disseminated”). Pembentukkan biotiti sekunder ini dapat terbentuk akibat reaksi antara
mineral mafik terutama hornblende dengan larutan hidrotermal yang kemudian menghasilkan
biotit, feldspar maupun piroksin. Selain biotisasi tersebut mineral klorit muncul sebagai penciri
zona ubahan potasik ini. Klorit merupakan mineral ubahan dari mineral mafik terutama piroksin,
hornblende maupun biotit, hal ini dapat dilihat bentuk awal dari mineral piroksin terlihat jelas
mineral piroksin tersebut telah mengalami ubahan menjadi klorit. Pembentukkan mineral klorit
ini karena reaksi antara mineral piroksin dengan larutan hidrotermal yang kemudian membentuk
klorit, feldspar, serta mineral logam berupa magnetit dan hematit.

Alterasi ini diakibat oleh penambahan unsur pottasium pada proses metasomatis dan disertai
dengan banyak atau sediktnya unsur kalsium dan sodium didalam batuan yang kaya akan mineral
aluminosilikat. Sedangkan klorit, aktinolit, dan garnet kadang dijumpai dalam jumlah yang
sedikit. Mineralisasi yang umumnya dijumpai pada zona ubahan potasik ini berbentuk menyebar
dimana mineral tersebut merupakan mineral – mineral sulfida yang terdiri atas pirit maupun
kalkopirit dengan pertimbangan yang relatif sama. Bentuk endapan berupa hamburan dan veinlet
yang dijumpai pada zona potasik ini disebabkan oleh pengaruh matasomatik atau rekristalisasi
yang terjadi pada batuan induk ataupun adanya intervensi daripada larutan magma sisa (larutan
hidrotermal) melalui pori-pori batuan dan seterusnya berdifusi dan mengkristal pada rekahan
batuan.Potasik Perubahan, khas dari deposito emas lapisan, hasil dalam produksi mengandung
mika, mineral mengandung kalium seperti biotit dalam batuan kaya zat besi, mika muskovit atau
serisit batuan felsik, dan orthoclase (disamping adularia) perubahan, seringkali cukup meresap
dan memproduksi berbeda salmon-pink perubahan vena selvages.

2. Zona Skarn

Skarns adalah dalam arti mereka luas dibentuk oleh transportasi massa dan kimia dan reaksi
antara satuan batuan yang berdekatan. Mereka tidak perlu batuan beku dalam asal; dua lapisan
sedimen yang berdekatan seperti pembentukan terbalut besi dan batu gamping mungkin bereaksi
terhadap logam pertukaran dan cairan selama metamorfosis, menciptakan sebuah forsiterite.

Skarns asal beku diklasifikasikan sebagai exoskarns atau endoskarns. Exoskarns terjadi pada dan
di luar granit yang dihasilkan mereka, dan perubahan batuan dinding. Endoskarns, termasuk
greisens, bentuk dalam massa granit itu sendiri, biasanya terlambat dalam emplacement
mengganggu dan terdiri dari stockwork lintas sektor, sendi pendinginan dan di sekitar margin dan
bagian paling atas granit itu sendiri. Mineral forsiterite umum termasuk piroksen, garnet,
idocrase, wollastonite, aktinolit, magnetit atau hematit, dan epidot. Karena skarns terbentuk dari
kompatibel-unsur yang kaya, cairan air mengandung silika berbagai jenis mineral jarang
ditemukan di lingkungan forsiterite, seperti: turmalin, topaz, beryl, korundum, fluorit, apatit,
barit, strontianite, tantalite, anglesite, dan lain. Seringkali, feldspathoids dan langka calc-silikat
seperti scapolite ditemukan di daerah marjinal lebih.

Alterasi ini terbentukl akibat kontak antara batuan sumber dengan batuan karbonat, zona ini
sangat dipengaruhi oleh komposisi batuan yang kaya akan kandungan mineral karbonat. Pada
kondisi yang kurang akan air, zona ini dicirikan oleh pembentukan mineral garnet, klinopiroksin
dan wollastonit serta mineral magnetit dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan pada kondisi
yang kaya akan air, zona ini dicirikan oleh mineral klorit.,tremolit – aktinolit dan kalsit dan
larutan hidrotermal. Proses pembentukkan skarn akibat urutan kejadian Isokimia –
metasomatisme – retrogradasi. Dijelaskan sebagai berikut :

 Isokimia merupakan transfer panas antara larutan magama dengan batuan samping,
prosesnya H2O dilepas dari intrusi dan CO2 dari batuan samping yang karbonat. Proses
ini sangat dipengaruhi oleh temperatur,komposisi dan tekstur host rocknya (sifat
konduktif).

 Metasomatisme, pada tahap ini terjadi eksolusi larutan magma kebatuan samping yang
karbonat sehingga terbentuk kristalisasi pada bukaan – bukaan yang dilewati larutan
magma.

 Retrogradasi merupakan tahap dimana larutan magma sisa telah menyebar pada batuan
samping dan mencapai zona kontak dengan water falk sehingga air tanah turun dan
bercampur dengan larutan.
 Forsiterite dan jenis batuan skarnoid, biasanya berdekatan dengan intrusi granit dan
pembentukan besi berdekatan dengan satuan batuan reaktif seperti batu gamping, napal
dan

3. Zona Prophyritic

Zona ini merupakan zona terluar dan selalu ada. Klorit adalah mineral yang umum pada zona ini.
Pirit, kalsit, dan epidot berasosiasi dengan mineral mafik (biotit dan homblenda) yang teralterasi
sebagian atau seluruhnya menjadi klorit dan karbonat. Plagloklas adalah mineral yang tidak
terpengaruh. Zona ini terdapat di sekeliling tubuh batuan yang panjangnya mencapai ratusan
meter.

4. Zona Sericitic

Alterasi Sericitic mengubah batuan menjadi mineral sericite, merupakan mika putih yang sangat
halus. Alterasi ini terbentuk oleh dekomposisi feldspars, sehingga menggantikan feldspar. Di
lapangan, kehadirannya pada batuan dapat dideteksi oleh kelembutan batu, seperti yang mudah
digores. Terasa berminyak ketika mineral ini banyak, dan warna putih, kekuningan, coklat
keemasan atau kehijauan. Alterasi Sericitic menunjukkan kondisi low pH (acidic).

Perubahan terdiri dari kuarsa + sericite disebut “phyllic” alterasi. Alterasi ini terkait deposit
phophyry tembaga yang mungkin berisi cukup halus, pyrite yang disebarkan secara langsung
terkait dengan peristiwa perubahan.

5. Zona Argillic

Alterasi Argillic memperkenalkan beberapa variasi dari mineral lempung seperti kaolinite,
smectite and illite. Alterasi Argillic umumnya pada low temperature dan sebagian mungkin
terajadi pada kondisi atmospheric. Tanda-tanda awal alterasi argillic adalah bleaching out
(pemutihan) feldspar.

Subkategory spesial dari alterasi argillic adalah “advanced argillic”. Kategori ini terdiri dari
kaolinite + quartz + hematite + limonite. feldspars tercuci and teralterasi menjadi sericite.
Keberadaan alterasi ini menunjukkan kondisi low pH (highly acidic). Pada highertemperatures,
mineral pyrophyllite (white mica) terbentuk pada dalam kaolinite.

Zona ini terbentuk akibat rusaknya unsur potasium, kalsium dan magnesium menjadi mineral
lempung. Zona ini dicirikan oleh mineral lempung, kuarsa dan karbonat. Unsur potassium,
kalsium dan magnesium dalam batuan berubah menjadi montmorilonit, illit, hidromika dan
klorite. Pada bagian atas dari zona ini terbentuk zona advance argilik pada kondisi fluida yang
lebih asam dibandingkan zona argilik. Zona ini tidak selalu hadir, dicirikan oleh mineral kuarsa,
silica amor seperti andalusit, alunit, dan korundum. Kehadiran mineral sulfida tidak intensif
dijumpai, kandungan pirite sekitar 2%.

6. Zona Advance Argillic

Sedangkan untuk sistem epitermasl sulfidasi tinggi (fluida kaya asam sulfat), ditambahkan
istilah advanced argilic yang dicirikan oleh kehadiran himpunan mineral:

untuk temperatur tinggi, 250°-350°C), atau himpunan mineral:

 pirofilit+

 diaspor±

 andalusit±

 kuarsa±

 turmalin±

untuk temperatur rendah,< 180 °C):

 enargit-luzonit

 kaolinit+

 alunit±

 kalsedon±

 kuarsa±

 pirit
Gambar 2.4. Pembagian Zona Alterasi Terry Leach &Co

2.3.2. Mineral Penciri Zona altersi

Setiap mineral-mineral yang berada pada suatu zona alterasi, dan mineral tersebut tidak
akan ada pada zona alterasi lainnya, dan itulah yang akan menjadi penciri daripada zona alterasi.
Adapun mineral-mineral tersebut adalah:

1. Zona Potassic : Actinolit dan Biotit

2. Zona Skarn : Tremolit, Vesuvianit dan Wllastonit.


3. Zona Prophyritic : Actinolit dan epidot.

4. Zona Sericitic : Sericit

5. Zona Argillic : Kuarsa dan Siderit

6. Zona AdvanceArgillic : Alunit, Opalin Silika dan Tridimit.

2.3.3. Jenis Alterasi Pada Beberapa Jenis Fluida

Adapun jenis alterasi pada beberapa jenis fluida diantaranya adalah sebagai berikut:

 Alterasi Fluida Klorida

Alterasi yang umum ditemukan adalah Argillic – propylitic. Mineral yang seringditemukan
antara lain: silika, albite – adularia, illite, chloride, epidote, zeolite, calcite, pyrite, pyrrhotite
dan base metal sulphide.

 Alterasi sulfat

Alterasi yang biasa ditemukan adalah advance argillic, dengan kaolinite, halloysite, cristobalite
dan alunite sebagai diagnostik mineral. Silica residu umum ditemukan sebagai hasil dari acid
fluid activity (leach) dan ini beda dengan silika sinter yang dihasilkan sebagai proses
pengendapan bukan sebagai proses alterasi.

 Alterasi Bikarbonat

Alterasi umumnya argillic (kaoline, montmorillonite) dan mordinite, minor calcite dan
silisifikasi. Endapan mineral yang sering ditemukan adalah travertine.

2.3.4. Tipe – Tipe Alterasi

1.Tipe Alterasi Propylitic

Tipe alterasi ini mengubah batuan menjadi hijau, karena mineral baru terbentuk berwarna hijau.
Mineral tersebut adalah chlorite, actinolite dan epidote. Mineral tersebut terbentuk dari
dekomposisi Fe – Mg seperti biotite, amphibole atau pyroxene, walaupun bisa tergantikan oleh
feldspar. Alterasi jenis ini relative terjadi pada low temperatures (temperatur rendah).

1. Tipe Alterasi Sericitic (Sericite)


Alterasi jenis ini mengubah batuan menjadi mineral sericite, merupakan mika putih yang sangat
halus. Alterasi jenis ini terbentuk oleh dekomposisi feldspar, sehingga menggantikan feldspar. Di
lapangan, kehadirannya pada batuan dapat dideteksi oleh kelembutan batu, seperti yang mudah
digores. Terasa berminyak ketika mineral ini banyak, dan warna putih, kekuningan, coklat
keemasan atau kehijauan. Alterasi jenis ini menunjukkan kondisi low Ph (acidic).

Perubahannya terdiri dari kuarsa + sericite disebut “phyllic” alterasi. Alterasi jenis ini terkait
deposit phophyry tembaga yang mungkin berisi cukup halus, pyrite yang disebarkan secara
langsung terkait dengan peristiwa perubahan.

2. Alterasi Tipe Potassic (Biotite, K – Feldspar, Adularia)

Alterasi jenis ini relatif terjadi pada high temperature (temperatur tinggi) yang merupakan hasil
pengayaan potassium. Bentuk alterasi jenis ini terbentuk sebelum kristalisasi magma selesai,
biasanya terbentuk kusutan dan agak terputus – putus oleh pola vein. Alterasi jenis ini bisa terjadi
di lingkungan plutonic dalam, dimana orthoclase akan terbentuk, atau daerah dangkal,
lingkungan vulkanik dimana adularia terbentuk.

3. Tipe Alterasi Jenis Albitic (Albite)

Perubahan albitic membentuk albite atau sodic plagioclase. Hal ini mengidentifikasikan
keberadaan pengayaan Na. Tipe Alterasi ini juga terjadi pada High Temperature (temperatur
tinggi). Kadang – kadang white mica paragonite (Na – rich) bisa terbentuk juga.

4. Tipe Alterasi Jenis Silification (silifikasi kuarsa)

Merupakan proses penambahan silica (SiO2) sekunder. Silification salah satu tipe alterasi yang
paling umum terjadi dan dijumpai dalam bentuk yang berbeda – beda. Salah satu bentuk yang
paling sering dijumpai adalah “silica flooding”, merupakan hasil pergantian batuan dengan
microcrystallinequartz (chalcedony), porositas besar dari batuan akan memfasilitasi proses ini.
Selain itu bentuk dari silification adalah pembentukan rekahan dekat spasi dalam jaringan atau
stockworks yang berisi quartz. Silica flooding dan atau stockworks kadang – kadang hadir dalam
wallrock sepanjang batas quartzvein (urat kuarsa). Silification dapat terjadi melalui berbagai
temperatur.

5. Tipe Alterasi Jenis Silication (Silicate Minerals +/- Quartz)

Silication merupakan terminologi umum untuk penambahan silica dengan bentuk berbagai
mineral silika. Hal ini berasosiasi dengan kuarsa. Seperti pembentukan biotite atau garnet dan
juga tourmaline. Silication bisa terjadi pada daerah berbagai temperatur. Contoh klastik
pergantian limestone (calcium carbonate) dengan mineral silicate berbentuk sebuah “skarn”,
yang biasanya terjadi pada kontak intrusi batuan beku. Sebuah subset khusus dari silication
dikenal “greisenization”. Bentuk dari tipe batuan ini disebut “greisens”, yang mana batuan ini
terdiri dari parallel veins dari Quartz + Muscovite + mineral lain (seringnya tourmaline). Parallel
veins merupakan bentuk pada zona atap dari sebuah plutonik. Dengan veining yang intensif
(banyak), beberapa wallrocks bisa tergantikan sepenuhnya oleh mineral baru yang sama dengan
pada sebuah vein.

6. Tipe Alterasi Jenis Carbonatization (Carbonate Minerals)

Merupakan terminologi umum untuk penambahan beberapa mineral karbonat. Umumnya calcite,
ankerite, dan dolomite. Carbonatization biasanya juga berasosiasi dengan penambahan mineral
albite. Alterasi jenis ini bisa terbentuk pola zonal sekeliling ore deposit dengan kaya akan besi
(Fe).

7. Tipe Alterasi Jenis Alunitic (Alunite)

Alterasi jenis ini terkait dengan lingkungan sumber mata air panas. Alunite merupakan sebuah
mineral potassium aluminium sulfat yang cenderung membentuk ledges di beberapa daerah.
Kehadiran alunite didukung kondisi yang akan gas SO4, hal ini terjadi karena oksidasi mineral
sulfide.

8. Tipe Alterasi Jenis Argillic (Clay Minerals)

Alterasi jenis ini memperkenalkan beberapa variasi dari mineral lempung seperti kaolinite,
smectite, dan illite. Alterasi jenis ini pada umumnya terbentuk pada low temperature (temperatur
rendah) dan sebagian mungkin terjadi pada kondisi atmospheric. Tanda – tanda awal alterasi
argillic adalah bleaching out (pemutihan) feldspar. Subkategori special dari alterasi jenis ini
adalah “Advanced argillic”. Kategori ini terdiri dari kaolonite + quartz + hematite + limonite.
Feldspar tercuci dan teralterasi menjadi sericite. Keberadaan alterasi ini menunjukkan kondisi
low ph (Highly acidic). Pada temperatur yang lebih tinggi, mineral pyrophilite (White mica)
terbentuk menjadi kaolinite.

9. Tipe Alterasi Jenis Zeolitic (Zeolite Minerals)

Alterasi jenis ini sering berasosiasi dengan lingkungan vulkanik tetapi bisa terjadi pada jarak
yang jauh dari lingkungan ini. Pada lingkungan vulkanik, mineral zeolite menggantikan matriks
glass (kaca). Mineral zeolite merupakan mineral yang terbentuk pada temperatur yang rendah,
jadi mineral ini terbentuk selama tahap redanya aktifitas vulkanik pada daerah dekat permukaan.

1. Tipe Alterasi jenis Serpentinization and Talc (Serpentine, Talc)

Tipe alterasi ini membentuk Serpentine, yang softness, waxy, kehijauan, dan massive. Tipe
alterasi ini hanya ditemukan ketika batuan asal adalah batuan mafic atau ultramafic. Tipe batuan
ini relatif memiliki kandungan besi dan magnesium yang banyak. Serpentine merupakan mineral
yang terbentuk pada temperatur yang rendah. Talc hampir sama dengan mineral serpentine,
tetapi penampakkannya sedikit berbeda (pale to white). Alterasi Talc mengindikasi sebuah
konsentrasi magnesium yang tinggi selama proses kristalisasi terjadi.

1. Tipe Alterasi Jenis Oxidation (Oxide Minerals)


Merupakan pembentukan semua mineral oksidasi. Yang paling umum dijumpai adalah hematite
dan limonite (oksida besi), tetapi banyak jenis bisa terbentuk, tergantung kandungan metal di
dalamnya. Sulfida merupakan mineral yang sering terlapukkan dengan mudah karena rentan
dengan oksidasi dan digantikan oleh oksida besi. Oksida terbentuk dengan mudah pada
permukaan atau dekat permukaan dimana oksigen pada atmosfer lebih mudah tersedia.
Temperatur oksidasi bervariasi. Ini bisa terjadi pada permukaan atau kondisi atmosferik atau bisa
terjadi pada low to moderate temperature dari fluidanya.

2.3.5. Klasifikasi Endapan Mineral

Pembentukan jebakan mineral terjadi/dikontrol oleh proses diferensiasi magma yang juga
menghasilkan komposisi batuan yang berbeda-beda.

Konsep pembentukan jebakan oleh Niggli :

1. Stadium Likwido Magmatis (T = > 600), terbentuk mineral tahap awal (sedikit unsur
volatilnya, yaitu silikat) dan logam, endapannya : Jebakan magmatis atau endapan
ortomagmatik.

2. Stadium Pegmatik-Pneumatolitik (T = 600 -400), larutan sisa magma dgn unsur volatil
meningkat sehingga tekanan juga meningkat, membentuk endapan/jebakan
pegmatik/pneumatolitik.

3. Stadium Hidrotermal (T = 450 -350/50), larutan sisa magma semakin encer tekanan juga
menurun, membentuk endapan/jebakan hidrotermal.

Adapun tipe endapan pada endapan mineral adalah:

 Tipe Endapan Ortomagmatik

Terutama berasosiasi dengan batuan ultrabasa-basa, yaitu :

1. Kimberlite – eclogit :Diamond, garnet.

2. Peridotite – pyroxenite :cromite,platinum metals, chrysotile


asbestos, nikel – copper sulphies.

3. Norit gabbro – anorthosite : Titaniferous magnetite, ilmenite, native copper

 Tipe Endapan Pegmatik


Endapan dari sisa larutan magma Pegmatik – pneumatolitik yang kaya dari fase cair dengan
sedikit gas H2O, CO2, H3BO3, HCl dan HF, pada T = 600 – 550 dengan tekanan yang mulai
meningkat. Menerobos batuan sekitar dengan tekstur kasar, umum asosiasi dengan granit.
Mineral gaunge : felspar, kuarsa, muskopit. Mineral logam adalah timah, wolfram, molibden,
tungsten, bismuth, Yttrium, thorium, dan lain lain. Struktur endapan adalah butiran kasar yang
intergrwoth, comb, banded atau crustified dengan replacement. Kadang-kadang hadir non logam
berharga adalah permata.

 Tipe Endapan Pneumatolitik

Terbentuk dari larutan sisa yang kaya volatil (gas dan uap) dengan T = 550 -450. Endapan
terbentuk dari proses sulimasi volatil maupun hasil reaksi antara volatil dengan batuan yang
diterobosnya (metasomatis kontak Batemen, 1949) membentuk endapan logam dan non logam.

Logam terbentuk dua tahap :

1. Tahap pertama pada T tinggi terbentuk logam Magnetit, hematit, spinel, wolframit,
scheelit, kasiterit dan martit.

2. Tahap kedua pada T yang lebih rendah : Arsenopirit, pirit, pirotit, sfalerit, galena dan
kalkopirit.

Mineral gaunge adalah wolastonit, augit, epidot, forsterit, skapolit, fluorit, topaz, turmalin,
kalsit, dolomit, felspar, flogopit, kuarsa. Struktur endapan dikontrol oleh struktur dan sifat
batuannya, seperti proses pengisian rekahan (cavity filling) dan umumnya diikuti proses
kristalisasi, replacement dan alterasi.

 Tipe Endapan Hidrotermal

Terbentuk dari larutan sisa magma yang sangat encer (kaya akan H2O, T = 350 – 100.
Berdasarkan temperatur dan kedalaman (Lindgren, 1933) dibedakan atas :

 Hipotermal / Porphyri deposit, T = 300 – 500 C, P 3 – 10 km.

 Mesotermal deposit, T = 200 – 300 C, P 1 – 4 km.

 Epitermal deposit, T = 50 – 200 C, P 0.3 – 1.3 km.

 Teletermal deposit, T < 50, P rendah (Shallow)

 Xenotermal deposit, T tinggi sampai rendah, P rendah.


Gambar 2.3. Sistem Endapan Hidrotermal

Endapan hidrotermal banyak menghasilkan mineral-mineral logam (epitermal dan porfiri),


terutama pada magma seri kalk-alkali dan alkali.

Pembagian endapan logam dibedakan atas :

1. Logam mulia → Au, Ag, kelompok Pt (PGM, platinum group metals).

2. Logam bukan besi → Cu, Pb, Zn, Sn, Al (empat yang pertama dikenal dengan istilah
logam dasar, base-metals).

3. Besi dan logam campurannya → Fe, Mn, Ni, Cr, Mo, W, V, dan Co.
4. Logam jarang → Sb, As, Be, Cd, Mg, Hg, REE, Se, Ta, Te, Ti, Zr, dll.

5. Logam fisi (membelah) → U, Th (Ra).

Untuk membentuk logam yang ekonomis dibutuhkan minimal 3x sirkulasi hidrotermal atau
berumur 1 juta tahun. Sebagai contoh tipe endapan porfiri Freeport 4 x intrusi, Batu Hijau 3x dan
Bangka-Belitung 5x intrusi, Selogiri 2x.

 Tipe Endapan Ortomagmatik

Terutama berasosiasi dengan batuan ultrabasa-basa, yaitu :

1. Kimberlite – eclogit : Diamond, garnet.

2. Peridotite – pyroxenite : cromite, platinum metals, chrysotile, asbestos,


nikel – copper sulphies.

3. Norit gabbro – anorthosite : Titaniferousmagnetite, ilmenite, native copper.

BAB III
PROSES DAN STRUKTUR ENDAPAN MINERAL

3.1. Struktur Internal Bumi dan Tektonik Lempeng


Dipusat bumi terdapat inti yang berkedalaman 2900-6371 km. Terbagi menjadi dua macam yaitu
inti luar dan inti dalam. Inti luar berupa zat cair yang memiliki kedalaman 2900-5100 km dan inti
dalam berupa zat padat yang berkedalaman 5100-6371 km. Inti luar dan inti dalam dipisahkan
oleh Lehman Discontinuity.
Dari data geofisika material inti bumi memiliki berat jenis yang sama dengan berat jenis meteorit
logam yang terdiri dari besi dan nikel. Atas dasar ini para ahli percaya bahwa inti bumi tersusun
oleh senyawa besi dan nikel. Pembagian lapisan struktur internal bumi dapat berdasarkan sifat
kimia (atau komposisinya) ataupun berdasarkan sifat fisiknya dapat dijelaskan seperti beikut:
1. Pembagian Lapisan bumi berdasar komposisi kimia
 Kerak Benua (Continental Crust), 0,374% masa bumi, pada kedalaman 0-75 Km. Mengandung
0,554% masa Mantel-kerak, merupakan bagian paling luar dari bumi yang tersusun oleh berbagai
batuan. Merupakan lapisan dengan densitas rendah (2,7 g/cm3) yang didominasi mineral-mineral
kuarsa (SiO2) dan feldspar, membentuk batuan berkomposisi granitik.
 Kerak Samodera (Oceanic Crust), 0,099% masa bumi, dengan kedalaman 0-10 km. Lapisan
ini mengandung 0,147% masa mantel-kerak. Mayoritas kerak ini terbentuk karena aktifitas
magmatisme-volkanisme pada zona pemekaran. Sistem Punggungan Tengah Samodera, sebagai
jaringan gunungapi sepanjang 40.000 km, menghasilkan kerak samodera baru dengan kecepatan
17 Km3 /tahun, menutup lantai samodera membentuk batuan berkomposisi basaltik (densitas
3,0g/cm3).
 Mantel Atas (Upper Mantle), 10,3% masa bumi, kedalaman 10-400 km, mengandung 15,3%
masa mantel-kerak. Berdasarkan observasi fragmen yang berasal dari erupsi ngunungapi atau
jalur pegunungan yang tererosi, mineral utama pada mantel atas adalah Olivin (Mg,Fe)2SiO4
dan Piroksen (Mg,Fe)SiO3, membentuk batuan ultra mafik (Peridotit).
 Zona Transisi Mantel Bawah-Mantel Atas, 7,5% masa bumi, kedalaman 400-650 km. Zona
transisi atau Mantel Tengah atau secara fisik dikenal sebagai Mesosfer mengandung 11,1% masa
mantel-kerak, merupakan sumber magma basaltic. Juga mengandung kalsium (Ca), Aluminium
(Al), dan garnet, merupakan kompleks silikat mengandung Aluminium. Lapisan ini relative
mempunyai densitas tinggi jika dingan, disebabkan kandungan granetnya. Tetapi akan mudah
mengapung atau ringan jika panas, karena mineral yang lebur akan membentuk basalt,
menerobos naik melewati mantel atas membentuk magma.

Gambar 3.1 gambar susunan internal bumi

 Mantel Bawah (Lower Mantle), 49.2% masa bumi, kedalaman 650-2.890 km, 72,9% disusun
oleh masa mantel-kerak dengan komposisi terdiri dari silicon (Si), magnesium (Mg), dan oksigen
(O). Sebagian kemungkinan disusun oleh besi (Fe), kalsium (Ca), dan aluminium (Al). Para ahli
membuat deduksi ini berdasarkan asumsi bahwa proporsi dan jenis unsus pada bumi relative
sama dengan meteorit primitive.
 Inti Bumi, 32,5% masa bumi, kedalaman 2.890-6370 km. Lapisan ini didominasi oleh besi
(Fe), juga mengandung sekitar 10% sulfur (S) dan atau oksigen (O). Sulfur dan Oksigen
menyebabkan lapisan ini densitasnya sedikit lebih ringan dari leburan besi murni

3.1.1. Komposisi Kerak Bumi


Kerak bumi merupakan lapisan kulit bumi paling luar (permukaan bumi). Kerak bumi terdiri dari
dua jenis, yaitu kerak benua dan kerak samudra. Lapisan kerak bumi tebalnya mencapai 70 km
dan tersusun atas batuan-batuan basa dan masam. Namun, tebal lapisan ini berbeda antara di
darat dan di dasar laut. Di darat tebal lapisan kerak bumi mencapai 20-70 km, sedangkan di dasar
laut mencapai sekitar 10-12 km. Lapisan ini menjadi tempat tinggal bagi seluruh makhluk hidup.
Suhu di bagian bawah kerak bumi mencapai 1.100°C.
Kerak bumi merupakan bagian terluar lapisan bumi dan memiliki ketebalan 5-80 km. kerak
dengan mantel dibatasi oleh Mohorovivic Discontinuity. Kerak bumi dominan tersusun oleh
feldsfar dan mineral silikat lainnya. Kerak samudra, tersusun oleh mineral yang kaya akan Si, Fe,
Mg yang disebut sima. Ketebalan kerak samudra berkisar antara 5-15 km (Condie, 1982)dengan
berat jenis rata-rata 3 gm/cc. Kerak samudra biasanya disebut lapisan basaltis karena batuan
penyusunnya terutama berkomposisi basalt. Kerak benua, tersusun oleh mineral yang kaya akan
Si dan Al, oleh karenanya di sebut sial. Ketebalan kerak benua berkisar antara 30-80 km
(Condie !982) rata-rata 35 km dengan berat jenis rata-rata sekitar 2,85 gm/cc. kerak benua
biasanya disebut sebagai lapisan granitis karena batuan penyusunya terutama terdiri dari batuan
yang berkomposisi granit.
Disamping perbedaan ketebalan dan berat jenis, umur kerak benua biasanya lebih tua dari kerak
samudra. Batuan kerak benua yang diketahui sekitar 200 juta tahun atau Jura. Umur ini sangat
muda bila dibandingkan dengan kerak benua yang tertua yaitu sekitar 3800 juta tahun. Tabel
Skala waktu geologi dapat dilihat di Skala Waktu Geologi.
Seperti di sebutkan di atas,kerak bumi dibedakan menjadi kerak samudera yang berkomposisi
basaltic dan kerak benua yang berkomposisi granitic. Disamping adanya perbedaan komposisi
batuan, kedua tipe kerak tersebut juga mempunyai perbedan kadar unsur-unsur yang yang
terdapat di dalamnya, walupun demikian terdapat beberapa unsure yang mempunyai proporsi
relative sama pada kedua kerak tersebut.
Tabel 2.1. Daftar kadsar beberapa logam penting di kerak bumi
Logam Granit (kerak benua) Diabas (kerak samudera) Kadar Dlm Kerak(%) Mining Grade(%)
Au/Emas 0.000 000 4 0.000 000 4 0.000 000 4 0.000 1
Ag/Perak 0.000 0055 0.000 008 0.000 007 0.008
Fe/Besi 1.37 7.76 5 25-55
Cu/Tembaga 0.0013 0.011 0.005 1
Pb/Timbal 0.0048 0.00078 0.0013 20-Apr
Zn/Seng 0.0045 0.0086 0.007 10-Apr
Ni/Nikel 0.0001 0.0076 0.0075 1.5-2,5
Cr/Krom 0.002 0.0114 0.01 30
Mn/Mangan 0.0195 0.128 0.09 35
Al/Aluminium 7.43 7.94 8.13 30
Sn/Timah 0.00035 0.00032 0.000 2 0.5-2
Hg/ Raksa 0.000 01 0.000 02 0.000 008 0,2-8
Mo/Molibdenum 0.000 65 0.000 057 0.000 15 0,01-0,6
W/wolfram 0.000 04 0.000 05 0.000 15 0,3-6 WO3
Pt/Platina 0.000 00019 0.000 00012 0.000 001 0,0003-0,0015
Si/Silikon 33.96 24.6 27.7
O/Oksigen 48.5 44.9 46.6
3.1.2. Tektonik Lempeng dan Mineralisasi
Tektonik lempeng adalah suatu teori yang menerangkan proses dinamika bumi tentang
pembentukan jalur pegunungan, jalur gunung api, jalur gempa bumi dan cekungan endapan di
muka bumi yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng. Pada dasarnya teori tektonik lempeng
adalah bahwa bumi yang padat ini terdiri dari banyak lempengan yang pecah-pecah, yang
merupakan pembalut keras bumi, yang terus bergerak mendorong, menjauh, berpapasan,
menggilas, mendidih tiada hentinya. Lempeng ini sedikitnya ada delapan lempeng yang besar,
delapan lempeng yang berukuran kecil, yang semuanya terus bergerak berarak-arak tiada henti
hingga kini. Teori semakin banyak diyakini setelah data dari berbagai dunia analisis, yang
meyakinkan bahwa telah terjadi pergerakan lempeng sejagad. Misalnya, pada saat batuan kuno di
kepulauan Inggris diukur kemagnetanya, tercatat penyimpangan sejauh 300 drajat dari kutub
magnet sekarang. Pertanyaan timbul, apakah kutub magnet bumi telah berpindah sejauh ini,
ataukah kepulauan Inggris yang telah bergeser dari waktu ke waktu hingga pada posisinya
sekarang.
Menurut teori kerak bumi (litosfer) dapat diterangkan ibarat suatu rakit yang sangat kuat dan
relative dingin yang mengapung di atas mantel astenosfer yang liat dan sangat panas, atau bisa
juga disamakan dengan pulau es yang mengapung di atas air laut. Ada dua jenis kerak bumi yaitu
kerak samudera yang tersusun oleh batuan yang bersifat basa dan sangat basa, yang dijumpai
pada samudera yang sangat dalam, dan kerak benua yang tersusun dari batuan asam dan lebih
tebal dari kerak samudera. Kerak bumi yang menutupi seluruh permukaan bumi, namun akibat
adanya aliran panas yang mengalir di dalam astenosfer menyebabkan kerak bumi ini pecah
menjadi bebrapa bagian yang lebih kecil yang disebut lempeng kerak bumi. Dengan demikian
lempeng dapat terdiri dari kerak benua, kerak samudera atau keduanya. Arus konveksi tersebut
merupakan kekuatan utama yang menyebabkan terjadinya pergerakan lempeng.
Pergerakan lempeng kerak bumi ada tiga macam, yaitu pergerakan yang saling mendekat, saling
menjauh, dan saling berpapasan. Pergerakan lempeng saling mendekati akan menyebabkan
tumbukan dimana salah satu dari lempeng akan menujam ke bawah. Daerah penujaman
membentuk suatu palung yang dalam, yang biasa merupakan jalur gempa bumi yang kuat.
Dibelakang alur penujaman akan terbentuk rangkaian kegiatan magmatic dan gunung api serta
berbagai cekungan pengendapan. Salah satu contohnya terjadi di Indonesia, pertemuan antara
kedua lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia menghasilkan jalur penujaman di selatan
pulau Jawa dan jalur gunung api Sumatera, Jawa dan Nusa tenggara, dan berbagai cekungan
seperti Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan cekungan Jawa Utara.
Pergerakan lempeng saling menjauh akan menyebabkan penipisan dan peregangan kerak bumi
dan akibatnya terjadi pengeluaran material baru dari mantel membentuk jalur magmatic atau
gunung api. Contoh pembentukan gunung api di pematang tengah samudera di laut Pasifik dan
benua Afrika. Pergerakan saling berpapasan dicirikan ileh adanya sesar mendatar yang besar
seperti misalnya sesar besar San Andreas di Amerika.
Continental rifting dan Mid Oceanic Spreading dibentuk pada retakan lempeng, ketika magma
bergerak naik dari mantel menuju permukaan lantai samudra membentuk sekuen batuan ofiolit
penampang tengah samudera, sebagai lempeng baru. Lempeng baru yang terbentuk bergerak
menjauhi sumbu pemekaran, makin lama semakin dingin dan semakin tebal, hingga densitasnya
semakin besar dan kemudian tenggelam membentuk penunjaman (Subduction Zone), sehingga
lempeng akan panas, hancur, menyebabkan terbentuknya leburan sebagian pada mantel
membentuk magma, dengan densitas rendah bergerak kembali ke permukaan menbentuk
rangkaian gunungapi.
Pergerakan lempeng seringkali juga menimbulkan pergeseran membentuk sesar mendatar besar
(Transform faults), juga diikuti oleh pembentukan magma.
Litosfer bumi dibagi menjadi delapan lempeng besar serta sekitar 24 lempeng kecil, yang
bergerak di atas lapisasn Astenosfer dengan kecepatan sekitar 5-10 cm/tahun. Kedelapan
lempeng besar tersebut terdiri dari:
• Lempeng Afrika (African Plate)
• Lempeng Antartik (Antarctic Plate)
• Lempeng Hindia-Australia (Indian-Australian Plate)
• Lempeng Pasifik (Pasific Plate)
• Lempeng Amerika Utara (North American Plate)
• Lempeng Amerika Selatan (South American Plate)
• Lempeng Nazca (Nazca Plate)
Batas-batas lempeng tektonik tersebut di atas, membentuk lingkungan tektonik yang beragam,
secara umum dikenal sebagai
1) Mid-oceanic ridge dan back arc rifting dan transform faults, yang membentuk batas lempeng
konstruktif
2) Subduction zone, yang merupakan batas lempeng destruktif, menghasilkan island arcs dan
active continental margins
3) Oceanic intra-plate, menghasilkan oceanic island (hot spots)
4) Continental intra-plate, yang menghasilkan continental flood basalt dan continental rift zone
Tektonik Lempeng berperan besar dalam mengontrol terjadinya magmatisme, hidrotermal, dan
volkanisme pada lapisan kerak bumi. Sebagian besar proses pembentukan mineralisasi sangat
terkait dengan proses magmatisme dan hidrotermal atau pembentukan batuan. Oleh karena itu
sangat penting memahami lempeng tektonik, sebagai dasar untuk memahami adanya
mineralisasi. Pada kenyataannya tektonik lempeng sangat baik dalam menjelaskan karakteristik
batuan beku dan asosiasi endapan mineral. Lebih dari 90% aktivitas batuan beku yang sekarang
ada terletak di dekat batas lempeng tektonik. Sehingga batas lempeng merupakan tempat yang
paling penting bagi penyebaran endapan mineral.
Keberadaan endapan bijih di dunia sebagian besar tersebar pada wilayah batas lempeng,
terutama pada jalur magmatisme-vulkanisme yang disebabkan subduksi lempeng. Sebagai
contoh adalah batas wilayah lempeng pasifik, yang membentuk busur kepulauan di bagian barat
mulai dari Selandia Baru-Papua Nuegini-Indonesia-Pilipina-Jepang dan busur magmatic
kontinen di bagian timur mulai dari Chili-Amerika Serikat hingga Kanada, yang dikenal sebagai
Ring Of Fire, merupakan jalur mineralisasi yang sangat potensial.
Keberadaan endapan mineral yang signifikan di Indonesia, sebagian besar
berasosianya atau berada pada jalur busur magmatic, seperti endapan porfiri Cu-Au kompleks
Grasberg-Ertzberg yang berada pada busur irian Jaya Tengah, Endapan Cu-Au Batuhijau
Sumbawa dan Endapan Au-Ag Epitermal Pongkor yang berada pada busur Sunda-banda,
Endapan Au Epitermal Kelian pada busur Kalimantan Tengah, Endapan Au Sedimen Hosted
Messel di busur Sulawesi Mindanau, Endapan Au epitermal Gosowong yang berada pada busur
Halmmahera, dan lain sebagainya. Jenis logam yang terkonsentrasi, pada wilayah tertentu,
sangat dikontrol oleh lingkungan tektoniknya. Sn, W,Mo, F, Nb umumnya dikontrol oleh oleh
keberadaan kerak kontinen, baik pada intra-continental hotspot, intra-continental rift zone,
maupun pada continental magmatic arcs. Cr, Ni,Pt, Cu dikontrol oleh kehadiran kerak samudera,
diantaranya pada pemekaran tengah samudera. Au, Ag,Cu paling sering hadir pada lingkungan
tektonik busur kepulauan.

3.2. Bentuk Endapan Bijih


Kebanyakan endapan mineral terbentuk pada temperature yang sedang sampai temperature
tinnggi berasosiasi dengan batuan beku, dan asalnya sangat berhubungan dengan proses
magmatik. Beberapa mineral bijih dapat terakumulasi langsung dari proses difernsiasi magma:
horizon dari kromit ditemukan dalam lapisan intrusi mafic. Seperti di Bushfield, daerah di Afrika
Selatan, sebagai contohnya. Lebihnya adalah endapan logam yang dalam transportasinya
dilakukan oleh air danterlarut dalam cairan dan suatu saat akam terakumulasi menjadi suatu
lapisan endapan yang kita temukan. Salah satu sumber air yang mengandung material residu dari
proses kristalisai magma. Sumber dari logam yang mungkin dari hujan meteorit atau air laut
yang bersirkulasi pada kedalaman yang tinggi atau didekat tubuh intrusi. Atau air yang
terperangkap dalam suatu formasi sediment. Atau sebagai volatile yang perpecah dari prose
metamorfisme. Apapun sumber mereka larutan yang memiliki temperatur hangat ini disebut
fluida hidrotermal, dan mineral bijih yang mungkinterendapka adalah mineral bijih hidrotermal.
Terkait dengan waktu pembentukan bijih dihubungkan dengan host rock nya, dikenal istilah
singenetik dan epigenetic. Singenetik diartikan bahwa bijih terbentuk relative bersamaan dengan
pembentukan batuan, sering merupakan bagian rangkaian stratigrafi batuan, seperti endapan bijih
besi pada batuan sediment. Epigenetik, kebalikan dengan singenetik, merupakan bijih yang
terbentuk setelah host rock-nya terbentuk. Contoh endapan epigenetic adalah endapan yang
berbentuk urat (vein). Seperti dalam terminology batuan beku, juga dikenal istilah tubuh bijih
diskordan dan konkordan. Tubuh bijih diskordan, jika memotong perlapisan batuan, sedangkan
tubuh bijih konkordan jika relaqtif sejajar dengan lapisan batuan.
3.2.1. Tubuh Bijih Diskordan
Tubuh bijih tabulat mempunyai ukuran pada dua sisi yang memanjang, tetapi sisi ketiga relative
pendek. Bentuk tubuh bijih tabular, umumnya membentuk vein (urat) atau fissure -veins. Vein
pada umumnya mempunyai kedudukan miring, seperti pada sesar, pada bagian bawah dikenal
sebagai footwall, sedangkan bagian atasnya dikenal sebagai hanging wall (Gambar 3.1).

Gambar 3.2. Badan bijih yang berbentuk tabular berupa vein yang mengalami sesar normal.

Gambar tersebut memberikan gambaran tentang struktur pinch and swell yang membentuk urat.
Ketiga pada rekahan tersebut membentuk sesar normal, maka akan terbentuk ruang terbuka
(dilatant zones), yang memungkinkan fluida pembawa bijih masuk ke rongga tersebut dan
membentuk urat. Vein pada umumnya terbentuk pada system rekahan yang memperlihatkan
keteraturan pada arah maupun kemiringan.

3.2.1.1. Tubuh Bijih Beraturan


Tubuh bijih ini, relative pendek pada dua dimensi , tetapi panjang pada sisi ketiganya. Pada
posisi vertical atau sub vertical tubuh ini dikenal sebagai pipa (pipes) atau chimneys, sedangkan
pada posisi horizontal sering digunakan istilah “mantos”. Terbentuknya tubuh bijih yang tubular,
umumnya disebabkan oleh pelarutan batuan induknya (host rocks), serta bijih yang berupa
breksiasi. Beberapa tubuh bijih seringkali tidak menerus, sehingga membentuk tubuh bijih yang
disebut pod (podshaped orebodies).

Gambar 3.3. Memperlihatkan kenampakan breksi hidrotermal.


Gambar 3.4. Foto kiri memperlihatkan masif kalkopirit ± pirit-magnetit

3.2.1.2. Bentuk Tidak Beraturan


a. Endapan Sebaran (Disseminated Deposits)
Pada endapan sebaran (diseminasi), bijih tersebar pada tubuh batuan, seperti pada pembentukan
mineral asesori pada batuan beku. Pada kenyataannya bijih ini sering sebagai mieral asesori pada
batuan beku.
Endapan bijih diseminasi juga banyak terbentuk pada sebagian besar perpotongan jaringan urat-
urat halus (veinlets), yang dikenal sebagai stockwork, juga di sepanjang urat halus atau pada pori
batuan. Stock work sebagian besar terbentuk pada tubuh intrusi berkomposisi intermediet sampai
asam, tetapi juga dapat menerus hingga pada batuan sampingnya.
b. Endapan Replacement (penggantian)
Beberapa endapan bijih terbentuk oleh proses replacement (penggantian) pada mineral atau
batuan yang telah ada, berlangsung pada temperature rendah hingga sedang. Replacement yang
berlangsung pada temperature tinggi, umum terbentuk terutama pada contak dengan intrusi yang
berukuran besar hingga menengah. Endapan ini sering dikenal atau popular sebagai endapan
skarn. Tubuh bijih dicirikan oleh pembentukan mineral-mineral calc-silicate seperti diopsit,
wolastonit, andradidgrosularit garnet, maupun tremolit-aktinolit.

Gambar 3.5 Kiri, kenampakan magnetite veinlets pada endapan skarn Big Gossan.
3.2.2. Tubuh Bijih Korkordan
Konkordan adalah tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan batuan di
sekitarnya. Tubuh bijih konkordan dapat terbentuk secara singenetik , membentuk satu kesatuan
stratigrafi dengan host rock-nya, tetapi juga dapat terbentuk secara epigenetic, setelah batuan
ada. Endapan konkordan umumnya terbentuk pada batas batuan yang berbeda ,juga dapat
terbentu dalam satu tubuh batuan; dapat batupasir, batugamping, batuan lempungan, atau pada
endapan vulkanik, kadang juga pada batuan plutonik atau metamorf.
Pada tubuh bijih konkordan, sebagian besar tubuh bijih relative parallel dengan bidang
perlapisan, beberapa bagian sering miring atau bahkan tegak lurus dengan bidang perlapisan.
Pada batuan vulkanik, endapan dapat terbentuk mengisi vesikuler pada tubuh lava basat yang
umumnya membentuk outobreccia dan pada endapan volcanogenic massive sulphide.
Endapan massive sulphide merupakan endapan yang penting dan lebih signifikan. Pada tubuh
intrusi plutonik, juga sering membentuk lapisan-lapisan mineral ekonomik seperti magnetit-
ilmenit atau kromit. Pembentukan ini disebabkan oleh gravitational settling atau liquid
immicibility.

Gambar 3.6. Memperlihatkan tubuh bijih konkordan pada batuan sedimen

3.3. Proses Pembentukan Bijih


Tekstur bijih dapat bercerita banyak tentang genesa atau sejarah pembentukan bijih. Interpretasi
genesa mineral dari tekstur sangat sulit dan haruslah hati-hati. Ada tiga tekstur yang dikenal,
yaitu tekstur open space filling (infilling), tekstur replacement, serta exolution.
3.3.1. Tekstur Infilling (pengisian)
Proses pengisian umumnya terbentuk pada batuan yang getas, pada daerah dimana tekanan pada
umumnya relatif rendah, sehingga rekahan atau kekar cenderung bertahan. Tekstur pengisian
dapat mencerminkan bentuk asli dari pori serta daerah tempat pergerakan fluida, serta dapat
memberikan informasi struktur geologi yang mengontrolnya. Mineral-mineral yang terbentuk
dapat memberikan informasi tentang komposisi fluida hidrotermal, maupun temperatur
pembentukannya.
Pengisian dapat terbentuk dari presipitasi leburan silikat (magma) juga dapat terbentuk dari
presipitasi fluida hidrotermal. Kriteria tekstur pengisian dapat dikenali dari kenampakan:
• Adanya vug atau cavities, sebagi rongga sisa karena pengisian yang tidak selesai
• Kristal-kristal yang terbentuk pada pori terbuka pada umumnya cenderung euhedral seperti
kuarsa, fluorit, feldspar, galena,sfalerit, pirit, arsenopirit, dan karbonat. Walupun demikian,
mineral pirit, arsenopirit, dan karbonat juda dapat terbentuk euhedral, walaupun pada tekstur
penggantian.

Gambar 3.7. kenampakan Tekstur Infilling dilapan


• Adanya struktur zoning pada mineral, sebagai indikasi adanya proses pengisian, seperti mineral
andradit-grosularit. Struktur zoning pada mineral sulit dikenali dengan pengamatan megaskopis.
• Tekstur berlapis. Fuida akan sering akan membentuk kristal-kristal halus, mulai dari dinding
rongga, secara berulang-ulang, yang dikenal sebagai crustiform atau colloform. Lapisan
crustiform yang menyelimuti fragmen dikenal sebagai tekstur cockade. Apabila terjadi
pengintian kristal yang besar maka akan terbentuk comb structure. Pada umumnya perlapisan
yang dibentuk oleh pengisian akan membentuk perlapisan yang simetri.

Gambar 3.8. Gambar yang menunjukkan beberapa kenampakan tekstur pengisian. a) Vuggy atau
rongga sisa pengisian, b). Kristal euhedral, c). Kristal zoning, d). Gradasi ukuran Kristal, e).
Tekstur crustiform, f). Tekstur cockade, g). Tekstur triangular, h). Comb structure, i). Pelapisan
simetris.
• Kenampakan tekstur berlapis juga dapat terbentuk karena proses penggantian (oolitik, konkresi,
pisolitik pada karbonat) atau proses evaporasi (banded ironstone), tetapi sebagain besar tekstur
berlapis terbentuk karena proses pengisian.
• Tekstur triangular terbentuk apabila fluida mengenap pada pori diantara fragmen batuan yang
terbreksikan. Kalau pengisian tidak penuh, akan mudah untuk mengenalinya. Pada banyak kasus,
fluida hidrotermal juga mengubah fragmen batuan secarara menyeluruh. Problemnya apabila
mineral hasil pengisian antar fragmen sama dengan mineral hasil ubahan pada fragmen (contoh
paling banyak adalah silika pengisian dibarengi silika penggantian). Walau demikian, pada
tekstur pengisian umumnya memperlihatkan kenampakan berlapis (tekstur cockade).

3.3.2. Tekstur Replacement (penggantian)


Proses ubahan dibentuk oleh penggantian sebagian atau seluruhnya tubuh mineral menjadi
mineral baru. Karena pergerakan larutan selalu melewati pori, rekahan atau rongga, maka tekstur
penggantian selalu perpasangan dengan tekstur pengisian Oleh karena itu mineralogi pada
tekstur penggantian relative sama dengan mineralogi pada tekstur pengisian, akan tetapi
mineralogy pengisian cenderung berukuran lebih besar.
Berikut beberapa contoh kenampakan tekstur ubahan:
 Pseudomorf, walaupun secara komposisi sudah tergantikan menjadi mineral baru, seringkali
bentuk mineral asal masih belum terubah
 Rim mineral pada bagian tepi mineral yang digantikan
 Melebarnya urat dengan batas yang tidak tegas
 Tidak adanya pergeseran urat yang saling berpotongan
 Mineral pada kedua dinding rekahan tidak sama
 Adanya mineral yang tumbuh secara tidak teratur pada batas mineral lain.
Gambar 3.9 Gambar yang menunjukkan beberapa kenampakan tekstur penggantian (Guilbert dan
Park, 1986). Pseudomorf, bementit mengganti sebagian Kristal karbonat, Bornit mengganti pada
bagian tepid an rekahan kalkopirit, Digenit yang mengganti kovelit dan kalkopirit,
memperlihatkan lebar yang berbeda
Gambar 3.10. Gambar yang menunjukkan beberapa kenampakan tekstur penggantian (Guilbert
dan Park, 1986). Berturut-turut dari arah kiri:
a) Urat kalkopirit yang saling memotong, tidak memperlihatkan pergesaran
b) Komposisi mineral yang tidak simetris pada dinding rekahan
c) Kenampakan tumbuh bersama yang tidak teratur pada bagian tepi mineral

3.2.3. Tekstur Exolution (Eksolusi)


Mineral-mineral yang terbentuk sebagai homogenous solid-solution, pada saat temperatur
mengalami penurunan, komponen terlarut akan memisahkan diri dari komponen pelarut,
membentuk tekstur exolution. Kenampakan komponen (mineral) terlaut akan membentuk
inklusi-inklusi halus pada mineral pelarutnya. Inklusi-inklusi ini kadang teratur dan sejajar,
kadang brlembar, kadang tidak teratur.

Gambar 3.11. Kanan: Memperlihatkan kenampakan foto mikroskopis tekstur penggantian


mineral kovelit pada bagian tepi mineral kalkopirit. Kiri: memperlihatkan kenampakan foto
mikroskopis tekstur exolution mineral kalkopirit pada tubuh sfalerit (perbesaran 40x. Lok.
Ciemas).
Gambar 3.12. Beberapa kenampakan khas tekstur exolution pada mineral sulfide dan okksida
(Evans, 1993).
a) Pemilahan mineral hematite dalam ilmenit
b) Exolution lembaran ilmenit dalam magnetit
c) Exolution butiran kalkopirit dalam sfalerit
d) Rim exolution pendlandit dari pirhotit
Adanya tekstur exolution menunjukkan adanya temperature pembentukannya yang relatit tinggi,
sekitar 300-600°C.
Tabel 3.2. Beberapa contoh tekstur exolution mineral kalkopirit-stannit-sfalerit temperatur
pembentukannya (Evans, 1993)

3.3.4. Paragenesa Mineral


Definisi dan batasan paragenesa mineral, antara ahli yang satu dengan lainnya seringkali
berbeda. Guilbert dan Park (1986) mengartikan paragenesa sebagai himpunan mineral bijih, yang
terbentuk pada kesetimbangan tertentu, yang melibatkan komponen tertentu. Sedangkan
beberapa penulis lain mengartikan paragenesa sebagai urutan waktu relatif pengendapan mineral;
berapa kali suatu pengendapan mineral telah terbentuk (Park dan MacDiarmid, 1970; Taylor
dkk., 1996).
Kronologi pengendapan mineral tersebut, oleh Guilbert dan Park (1986), disebut sebagai sikuen
paragenesa. Penulis mengartikan Paragenesa mineral sebagai kronologi pembentukan mineral,
yang dibagi menjadi beberapa stadia pembentukan. Batasan stadia sendiri juga sering
menghasilkan banyak tafsiran. Secara umum dapat diartikan sebagai kumpulan mineral yang
terbentuk atau diendapkan selama aliran fluida berjalan menerus (Taylor, 1998). Jika suatu aliran
fluida berhenti dan kemudian terjadi aliran lain, maka dapat diartikan terdapat dua stadia. Secara
ilmiah tidak mungkin mengetahui atau membuktikan secara pasti adanya ketidak-menerusan
aliran fluida hidrotermal yang melewati suatu tempat. Dalam prakteknya pembagian stadia
dihitung dari berapa kali suatu batuan mengalami tektonik. Dengan anggapan setiap rekahan
hasil tektonik yang mengandung mineralisasi merupakan satu sikuen waktu relatif.
Untuk dapat menyusun paragenesa mineral (bijih) pada suatu tempat, perlu
dilakukan observasi overprinting pada sejumlah contoh batuan. Pengertian overprinting dapat
diartikan sebagai observasi tekstur pada sampel bijih untuk mengetahui bahwa satu mineral
terbentuk lebih awal atau lebih akhir dibanding mineral lain. Observasi overprinting merupakan
bagian dari proses untuk menyusun paragenesa mineral yang merupakan dasar untuk mengetahui
apa yang terjadi pada suatu sistem hidrotermal.

3.3.5. Kriteria Overprinting


Secara teori kriteria overprinting cukup sederhana, akan tetapi relatif cukup rumit dalam
prakteknya. Pemahaman tekstur penggantian dan pengisian lebih dulu harus dipahami. Secara
umum ada beberapa kriteria, kriteria pertama adalah criteria yang paling mudah dipahami dan
meyakinkan.
3.2.5.1. Kriteria Pertama (Confidence Building)
a) Mineral Superimposition
Fluida hidrotermal yang melewati rekahan yang terbuka, akan mengendapkan mineral, dimana
satu mineral menutup yang lain, membentuk sikuen pengisian (sequentian infill). Tekstur
pengisian memberikan informasi yang sangat berharga terkait dengan sikuen pengendapan
mineral. Dalam satu stadia pengendapan, secara ideal mineral yang terbentuk paling awal akan
ditumpangi atau dilingkupi oleh pembentukan mineral berikutnya.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan observasi overprinting
dengan kriteria sikuen pengisian, diantaranya:
• Pada rongga (cavity) yang tidak terisi seluruhnya, akan mudah untuk mengetahui urutan sikuen
pengendapannya. Tetapi apabila seluruh rongga terisi penuh, kadang sedikit sulit untuk
mengetahui mineral mana yang terbentuk lebih dulu.
• Pada urat yang membentuk perlapisan bagus, kadang terlihat suatu kristal yang terisolasi yang
tidak mengikuti perlapisan. Untuk kasus tersebut, penyelesaian dengan hanya satu sampel akan
ada banyak kemungkinan yang bisa disimpulkan. Oleh karena itu harus dilakukan pengamatan
pada beberapa contoh lain, untuk mengetahui sikuen yang sebenarnya dari kristal tersebut.
• Rekahan atau rongga pada breksi akan diendapi mineral dalam jangka waktu yang panjang.
Tidak ada jaminan bahwa yang terlihat sebagai satu ikuen lapisan mewakili satu stadia
pengendapan. Pada prinsispnya sangat sulit untuk menyusun overprinting dari suatu
lapisan/pengendapan yang menerus. Makin besar rongga makin terbuka kesempatan untuk
pengendapan berikutnya membentuk lapisan yang menerus. Walaupun perekahan mungkin dapat
terjadi dan memungkinkan hadir stadia baru, tetapi kenyataannya overprinting tidak mudah
teramati (rongga lebih sulit untuk pecah)
• Untuk kasus seperti poin c), perbedaan tekstur dan besar butir yang mencolok, bisa digunakan
untuk menduga adanya overprinting. Bagian paling dalam dari suatu rongga (sikuen terakhir
pengendapan) biasanya sebagai kristal yang paling kasar. Sehingga jika terjadi perubahan ukuran
kristal dari kasar ke halus, kemungkinan merupakan stadia pengendapan yang berbeda.
• Perbedaan temperatur pembentukan dari sangat tinggi ke rendah, juga bisa mengindikasinkan
adanya stadia yang berbeda.
b) Structural Superimposition
c) Urat-stockwork yang saling memotong
d) Breksiasi, fragmen yang termineralisasi awal di dalam komponen yang mengalami
mineralisasi baru
Cross-cutting veins-stockworks merupakan kriteria overprinting yang paling jelas dan mudah
menafsirkannya. Pada umumnya proses perekahan akan mendukung terjadinya proses
pengendapan mineral. Pengendapan stadia kedua akan mengikuti perekahan stadia kedua, yang
terlihat memotong rekahan pertama.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
 Pada sistem yang didominasi oleh silika, urat-urat halus silica yang tidak beraturan sering
saling memotong. Apabila tidak terlihat adanya pergeseran urat yang dipotong, akan sulit untuk
menentukan urat mana yang terbentuk lebih dulu.
 Pada saat terjadi aliran fluida (sebelumnya sudah terbentuk lapisan), bisa terjadi perekahan
baru yang memotong dan menggeser lapisan yang telah ada. Jadi dalam kenyataan yang kita lihat
(dari tekstur cross-cutting) terdapat dua stadia, walaupun dua-duanya dibentuk dari fluida yang
mengalir kontinyu.

3.2.5.2. Kriteria Kedua (Suspicion Arousing)


Struktur apapun yang telah mengalami mineralisasi, cenderung mengalami reaktivasi selama
batuan kembali mengalami perekahan. Sesar, urat, zona breksiasi cenderung membentuk bagian
yang relatif lemah, mudah rekah, sehingga fluida akan mudah melewatinya.
Sehingga sangat umum bahwa rangkaian mineralisasi berikutnya akan berada pada bagian yang
sama dari mineralisasi berikutnya, membentuk multistadia overprinting. Situasi seperti ini akan
dicirikan oleh :
a) Ketidaksinkronan antara alterasi dan mineralisasi (proporsinya tidak umum).
• Suatu urat halus yang memotong zona ubahan yang luas
• Urat di dalam suatu batuan yang membentuk zona ubahan yang tidak simetri
• Sikuen pengisian pada urat yang tidak simetri. Walaupun lapisan pada proses pengisian tidak
harus simetri, tetapi adanya perbedaan lapisan pada satu sisi perlu dicurigai
b) Konfigurasi alterasi yang tidak konsisten
Sangat umum terjadi, bahwa suatu zona alterasi meng-overprint alterasi yang telah ada
sebelumnya. Jika pada suatu tempat, alterasi kedua mengubah seluruh hasil alterasi pertama,
sedang ditempat lain alterasi kedua hanya mengubah sebagian alterasi pertama, maka akan
terlihat adanya perbedaan zona alterasi. Sehingga, kalau berjalan dari host rock ke arah zona
urat, akan dijumpai perbedaan zona alterasi di beberapa bagian.
c) Alterasi pada batuan yang telah teralterasi
Sangat umum terjadi bahwa hasil alterasi masih memperlihatkan tekstur batuan yang telah
teralterasi sebelumnya. Mineral alterasi awal sering diganti sebagian oleh mineral alterasi
berikutnya.

3.2.5.3. Kriteria Ketiga (Indirect Overprinting)


Pada banyak contoh inti bor, atau contoh batuan yang di-slab, sering memperlihatkan urat-urat
halus yang terpisah dengan himpunan mineral ubahan/pengisian yang satu sama lain sangat
berbeda. Kehadiran dua atau lebih himpunan mineral pada tempat yang berbeda, menunjukkan
adanya dua atau lebih stadia mineralisasi, tetapi sulit mengetahui mana yang lebih dulu
terbentuk. Perbedaan kristal yang mencolok pada sikuen pengisian juga dapat dijadikan indikasi
adanya stadia yang berbeda, setidaknya ada perbedaan atau perubahan kondisi kimia dan fisik.

3.2.5.4. Kriteria Ke-empat (Indirect Overprinting-Temperature Inference)


Sebagian besar sikuen paragenetik memperlihatkan kecenderungan adanya penurunan
temperatur. Stadia awal umumnya terbentuk pada temperatur yang relative lebih tinggi.
Himpunan mineral yang mengandung biotit secara normal terbentuk pada temperatur lebih tinggi
dengan himpunan yang mengandung mineral lempung. Bukan berarti apabila didapati asosiasi
biotit dengan mineral lempung dapat diartikan bahwa biotit terbentuk lebih dulu dibanding
mineral lempung. Tetapi paling tidak criteria temperatur dapat digunakan untuk membantu
memilahkan stadia satu dengan lainnya.

BAB IV

TIPE PORFIRI

4.1. Endapan Porfiri

Porphyry adalah endapan tembaga tembaga orebodies yang terkait dengan porfiritik
mengganggu batu dan cairan yang menyertai mereka selama masa transisi dan pendinginan dari
magma ke batu. Sirkulasi air bawah tanah permukaan atau cairan dapat berinteraksi dengan
cairan plutonik. Amplop penerus dari perubahan hidrotermal biasanya menyertakan inti mineral
bijih disebarluaskan sering stockwork membentuk garis rambut patah tulang-dan vena. Porfiri
orebodies biasanya berisi antara 0,4 dan 1% tembaga dengan jumlah yang lebih kecil dari logam
lain seperti molibdenum , perak dan emas.

Alterasi hidrotermal sangat luas baik untuk ukuran cebakan dan berada di sekitar urat-urat dan
rekahan. Pada beberapa cebakan porfiri, zona alterasi pada cebakan terdiri dari bagian dalam
zona potasik dicirikan oleh biotite dan / atau K-feldspar (± amphibole ± magnetit ± anhydrite)
dan zona luar alterasi propilitik yang terdiri dari kuarsa, klorit, epidote, kalsit, dan lokal albite
berasosiasi dengan pirit. Zona alterasi filik (kuarsa + sericite + pirit) dan alterasi argillik (kuarsa
+ illite + kaolinit ± pirit ± smectite ± montmorillonite ± kalsit) bisa menjadi zona antara zona
potasik dan propilitik, bisa juga tak beraturan dan tabular, zona yang lebih muda menindih
alterasi dan kumpulan mineral yang lebih tua (misalnya, Ladolam; Moyle et al., 1990).

Zona sulfida ekonomis sangat erat berkaitan dengan alterasi potasik, seperti ditunjukkan oleh
Carson dan Jambor (1974) pada sejumlah cebakan porfiri Cu dan Cu-Mo. Alterasi sodic
(utamanya albite sekunder) berasosiasi alterasi potasik pada beberapa cebakan porfiri Cu-Au
seperti pada Copper Mountain dan Ajax, British Columbia (Preto, 1972; Barr et al., 1976; Ross
et al., 1995).
Sebagian alterasi albitik tumpang tindih dengan alterasi potasik dan Cu di bagian utara cebakan
Ingerbelle di Copper Mountain; pada cebakan Ajax, Cu kadar tinggi terbentuk dekat, tapi bukan
di dalam, batuan alterasi albitik yang intens. Eaton dan Setterfield (1993) menunjukkan bahwa
cebakan porfiri Cu Nasivi 3 porphyry di tengah-tengah kaldera shoshonitik Tavua bersebelahan
dengan tambang epitermal Emperor Au di Fiji, berisi albitik, inti Cu berada di sekitar tepian
alterasi propilitik dan menempati alterasi filik yang lebih muda. Alterasi sodic-calcic (oligoclase
+ kuarsa + sphene + apatit ± actinolite ± epidote) yang berada di bagian bawah zona di bawah
alterasi seperti potasik pada cebakan porfiri Cu Yerington dan Ann-Mason, Nevada (Carten,
1986; Dilles dan Einaudi, 1992).
Alterasi mineralogi dikontrol oleh sebagian komposisi batuan induk. Pada batuan yang mafic
dengan besi dan magnesium yang signifikan, biotite, hornblende adalah mineral alterasi yang
dominan pada zona alterasi potasik, sedangkan K.feldsfar dominan di batuan yang lebih felsic.

Pada batuan yang karbonatan, mineral calc-silikat seperti garnet dan diopside berlimpah. Alterasi
mineralogi juga dikontrol oleh sistem komposisi mineralisasi. Pada lingkungan yang lebih
oksida, mineral seperti pirit, magnetit (± bijih besi) dan anhydrite sangat umum, sedangkan
pyrrhotite hadir dalam lingkungan yang kurang oksida. Sistem kaya-fluorine seperti yang
berhubungan dengan banyak cebakan porfiri Sn dan W Mo, beberapa cebakan porfiri Mo,
umumnya mengandung mineral-mineral pembawa fluorine sebagai bagian dari kumpulan
alterasi.

Pada Mount Pleasant, sebagai contoh, alterasi potasik jarang dan laterasi utama berasosiasi
dengan cebakan W-Mo yang terdiri dari kuarsa, topaz, fluorit dan sericite, dan di sekitar alterasi
propilitik terdiri dari klorit + sericite (Kooiman et al., 1986). Seperti halnya alterasi pada
cebakan Sn kadar rendah di Australia (misalnya, Ardlethan) nilai kadar keluar dari zona tengah
kuarsa + topaz ke zona klorit ± sericite dan karbonat (Scott, 1981). Siems (1989) berpendapat
bahwa alterasi lithium silicate (mis. mica kaya-lithium dan tourmaline) yang menyertai Sn, W
dan Mo pada beberapa granit yang terkait dengan cebakan, adalah analogi perubahan potasik
pada cebakan porfiri Cu dan Au.

Alterasi pilik tidak hadir pada semua cebakan porfiri. Pada banyak cebakan dimana mereka
hadir, bagaimanapun alterasi pilik berada di atas kumpulan alterasi potasik awal (Carson dan
Jambor, 1979). Pada Chuquicamata di Chili, misalnya, zona yang intens alterasi pilik meluas
sampai ke dalam inti cebakan dan menindih alterasi potasik awal dan sejumlah kecil asosiasi
sulfida Cu dengan kadar Cu rendah. Zona plik ini mengandung kadar lebih tinggi daripada rata-
rata kadar Cu dan berasosiasi dengan arsen-pembawa Cu dan Molybdenite.
Endapan porfiri adalah suatu endapan primer (hipogen) yang berukuran relatif besar dengan
kadar rendah sampai medium, Pada umumnya dikontrol oleh struktur geologi, Secara spasial dan
genetik berhubungan dengan intrusi porfiritik felsik sampai dengan intermediet.

Pertambangan pertama dari endapan tembaga porfiri kelas rendah dari lubang terbuka besar kira-
kira bertepatan dengan diperkenalkannya uap sekop, pembangunan rel kereta api, dan
meningkatnya permintaan pasar dekat awal abad ke-20. Beberapa tambang mengeksploitasi
deposit porfiri yang mengandung emas yang cukup atau molybdenum, tetapi sedikit atau tidak
ada tembaga.

Porphyry tembaga endapan saat ini sumber terbesar bijih tembaga. Sebagian besar porphyrys
diketahui terkonsentrasi di Selatan barat dan Amerika Utara dan Asia Tenggara dan Oceana –
sepanjang Pacific Ring of Fire , Karibia, Eropa tengah dan selatan daerah sekitar Turki timur;
tersebar daerah di Cina, Timur Tengah, Rusia, dan negara-negara CIS, dan Australia timur.

Hanya sedikit yang di identifikasi di Afrika, di Namibia dan Zambia tidak ada yang dikenal di
Antartika. Konsentrasi terbesar dari porphyrys tembaga terbesar di Chili. Hampir semua tambang
mengeksploitasi deposit porfiri besar menghasilkan dari lubang terbuka.

Karakteristik endapan tembaga porfiri termasuk:

 Para orebodies berhubungan dengan beberapa intrusi dan retas dari diorit untuk kuarsa
monzonite komposisi dengan tekstur porfiritik.

 Breksi zona dengan atau secara lokal bulat fragmen sudut yang umumnya terkait dengan
intrusives. Mineralisasi sulfida biasanya terjadi antara atau dalam fragmen.

 Endapan biasanya memiliki luar epidot – klorit perubahan zona mineral.

 Sebuah kuarsa – serisit zona biasanya terjadi perubahan lebih dekat ke tengah dan dapat
mencetak di atas.

 Sebuah zona potasik pusat sekunder biotit dan orthoclase alterasi umumnya terkait
dengan sebagian besar bijih.
 Fraktur sering diisi atau dilapisi dengan sulfida, atau oleh kuarsa urat dengan sulfida. Erat
fraktur spasi beberapa orientasi biasanya dikaitkan dengan bijih kelas tertinggi.

 Bagian atas endapan tembaga porfiri dapat dikenakan supergen Ini melibatkan logam di
bagian atas yang dilarutkan dan dibawa turun ke bawah meja air, di mana mereka
presipitat.

Porphyry tembaga endapan biasanya ditambang oleh lubang terbuka metode.

Bab I Contoh endapan tembaga porfiri :


 La Caridad , Sonora , Mexico

 Dizon, Philippines

 Batong-Buhay, Baguio, Philippines

 Carmen, Atlas, Cebu, Philippines

 Basay, Negros Oriental , Philippines.

 Type tambang Grasberg, pada> 3 miliar ton pada 1 ppm Au, merupakan salah satu
terbesar di dunia dan kekayaan simpanan porfiri jenis apapun.

Bab II · Papua Nugini :

Tembaga bukan hanya logam yang terjadi di endapan porfiri. ada juga endapan ditambang bijih
porfiri terutama untuk molibdenum, banyak yang mengandung tembaga yang sangat kecil.
contoh endapan molibdenum porfiri adalah Climax, urad, dan Henderson endapan di pusat
Colorado, dan Questa deposit di utara New Mexico. US Geological Survey telah diklasifikasikan
dalam Chorolque dan Catavi endapan timah di Bolivia merupakan endapan porfiri timah.
Beberapa endapan tembaga porfiri di lingkungan kerak samudera, seperti yang di Filipina,
Indonesia, dan Papua New Guinea, cukup kaya emas yang mereka disebut emas-tembaga porfiri
endapan.

4.2. Jenis Endapan

Alterasi pilik tidak hadir pada semua cebakan porfiri. Pada banyak cebakan dimana mereka
hadir, bagaimanapun alterasi pilik berada di atas kumpulan alterasi potasik awal (Carson dan
Jambor, 1979). Pada Chuquicamata di Chili, misalnya, zona yang intens alterasi pilik meluas
sampai ke dalam inti cebakan dan menindih alterasi potasik awal dan sejumlah kecil asosiasi
sulfida Cu dengan kadar Cu rendah. Zona plik ini mengandung kadar lebih tinggi daripada rata-
rata kadar Cu dan berasosiasi dengan arsen-pembawa Cu dan Molybdenite.
Endapan porfiri adalah suatu endapan primer (hipogen) yang berukuran relatif besar dengan
kadar rendah sampai medium.

Pada umumnya dikontrol oleh struktur geologi, Secara spasial dan genetik berhubungan dengan
intrusi porfiritik felsik sampai dengan intermediet.
1. Sub-tipe endapan porfiri

1. a) Endapan Porfiri Cu (± Au, Mo, Ag, Re, PGE)

2. b) Endapan Porfiri Cu-Mo (± Au, Ag)

3. c) Endapan Porfiri Cu-Mo-Au (± Ag)

4. d) Endapan Porfiri Cu-Au (± Ag, Mo)

5. e) Endapan Porfiri Mo (± W, Sn)

6. f) Endapan Porfiri Sn (± W, Mo, Ag, Bi, Cu, Zn, In)

7. Jenis mineral

a). Porfiri tembaga


Chalcopyrite, Pyrite, Chalcocite, Bornite, Molybdenite, Galena, Magnetite, Gold, Copper.

b). Porfiri timah Arsenopyrite, Frankeite, Pyrrhotite, Sphalerite, Chalcopyrite, Galena,


Stannite,FluoriteTetrahedrite-Tennantite, Sheelite.

4.3. Tipe Alterasi

Tipe mesotermal terbentuk pada temperatur dan tekanan menengah, dan bertemperatur > 300oC
(Lindgren, 1922 dalam Corbett dan Leach, 1996). Kandungan sulfida bijih terdiri dari kalkopirit,
spalerit, galena, tertahidrit, bornit, dan kalkosit. Mineral penyerta terdiri dari kuarsa, karbonat
(kalsit, siderit, rodokrosit), dan pirit. Mineral alterasi terdiri dari serisit, kuarsa, kalsit, dolomit,
pirit, ortoklas, dan lempung.

Tipe epitermal terbentuk di lingkungan dangkal dengan temperatur < 300oC, dan fluida
hidrotermal diinterpretasikan bersumber dari fluida meteorik. Endapan tipe ini merupakan
kelanjutan dari sistem hidrotermal tipe porfiri, dan terbentuk pada busur magmatik bagian dalam
di lingkungan gunungapi kalk-alkali atau batuan dasar sedimen (Heyba et al., 1985 dalam
Corbett dan Leach, 1996).
Menurut Lindgren, 1933 faktor yang mengontrol terkonsentrasinya mineral – mineral logam
(khususnya emas) pada suatu proses mineralisasi dipengaruhi oleh adanya :

1. Proses diferensiasi, pada proses ini terjadi kristalisasi secara fraksional (fractional
crystalization), yaitu pemisahan mineral-mineral berat pertama kali dan mengakibatkan
terjadinya pengendapan kristal-kristal magnetit, kromit dan ilmenit. Pengendapan kromit
sering berasosiasi dengan pengendapan intan dan platinum. Larutan sulfida akan
terpisah dari magma panas dengan membawa mineral Ni, Cu, Au, Ag, Pt, dan Pd.

2. Aliran gas yang membawa mineral-mineral logam hasil pangkayaan dari magma, pada
proses ini, unsur silika mempunyai peranan untuk membawa air dan unsur-unsur
volatil dari magma. Air yang bersifat asam akan naik membawa CO2, N, senyawa S,
fluorida, klorida, fosfat, arsenik, senyawa antimon, selenida dan telurida. Pada saat
yang bersamaan mineral logam seperti Au, Ag, Fe, Cu, Pb, Zn, Bi, Sn, Tungten, Hg, Mn,
Ni, Co, Rd dan U akan naik terbawa larutan.

Komponen-komponen yang terbawa dalam aliran gas tersebut berupa sublimat pada erupsi
vulkanik dekat permukaan dan membentuk urat hidrotermal atau terendapkan sebagai hasil
penggantian (replacement deposits) di atas atau di dekat intrusi batuan beku.

4.4. Tektonik Setting

Epithermal Low Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem geothermal yang didominasi oleh air
klorit dengan pH near-neutral, dimana terdapat kontribusi dominan dari sirkulasi air meteorik
yang dalam dan mengandung CO2, NaCl, and H2S. Tectonic Setting Vulcano-plutonic arcs (busur
kepulauan/benua) yang berasosiasi dengan zona subduksi.

Umumnya endapan epithermal di Western Pacific terbentuk pada Miocene Akhir-Pliocene


Quarternary, sedangkan di Western America berumur relatif lebih tua (Cretaceous Awal –
Miocene Akhir).

Endapan emas epithermal umumnya terjebak dalam batuan volkanik, setempat pada batuan
volcanogenic sedimentary rocks dan kadang-kadang pada basement. Pada beberapa lokasi,
mineralisasi epithermal berasosiasi dengan porfiri Cu-Au.

 Jenis mineral

Endapan Ag-Sn, Arsenopyrite, Frankeite, Pyrrhotite, Sphalerite, Chalcopyrite, Stannite, Galena,


Goldfieldite, Cassiterite, Tetrahedrite-Tennantite Endapan Ag-Au-Cu, Pyrite, Chalcopyrite,
Galena, Enargite, Luzonite, Covelite, Famatinite, Sphalerite, Tetrahedrite- Tennantite,
Freibergite, Gold, Silver, Elektrum.
 Alterasi Hydrothermal

 Endapan Ag-Sn

 Silisification (silicainter)

 Advanced argillic

 Sericitization

 Tourmalinization

 Endapan Au-Ag-Cu

 Silisification

 Advanced argillic

 Sericitization

 Potassic

 Struktur vein

 Low Sulphidation

 Neutral pH, meteoric

 Open-spaces vein : sangat dominant.

 Stockwork : umum dijumpai.

 Disseminated : minor (jarang).

 Replacement : minor.

 High Sulphidation

 Acid pH, magmatic

 Disseminated : sangat dominan.

 Replacement ore : umum dijumpai.

 Veins : jarang dan bersifat lokal.


 Stockwork : minor.

4.5. Fluida Bijih

Larutan hidrotermal adalah cairan bertemperatur tinggi (100 – 500o C) sisapendinginan magma
yang mampu merubah mineral yang telah ada sebelumnya danmembentuk mineral-mineral
tertentu. Secara umum cairan sisa kristalisasimagma tersebutbersifat silika yang kaya alumina,
alkali dan alkali tanah yang mengandung air dan unsur-unsur volatil (Bateman, 1981).

Larutan hidrotermal terbentuk pada bagian akhir dari sikluspembekuan magma dan umumnya
terakumulasi pada litologi dengan permeabilitas tinggiatau pada zona lemah. Interaksi antara
larutan hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya (wall rocks) akan menyebabkan terubahnya
mineral primer menjadi mineral sekunder (alteration minerals). Proses terubahnya mineral
primer menjadi mineral sekunder akibatinteraksi batuan dengan larutan hidrotermal disebut
dengan proses alterasi hidrotermal.

4.6. Kontrol Mineralisasi

Endapan porfiri terbentuk dan berhubungan erat dengan intrusi-intrusi epizonal dan mesozonal.
Pada intrusi felsik dicirikan dengan keberadaan tekstur-tekstur tertentu, seperti comb-quartz.
Hubungan yang erat antara aktivitas magma dan mineralisasi hidrothermal dicirikan dengan
keberadaan mineral-mineral pada intrusi dan breksi hydrothermal.

Karakteristik Mineralisasi dalam skala endapan bijih (ore deposits), beberapa tipe mineralisasi
berupa veins, vein sets, stockworks, fractures, ‘crackled zones’ and breccia pipes pada umumnya
berasosiasi dengan struktur. Secara regional, suatu kompleks endapan porfiri yang memiliki nilai
ekonomis biasanya dicirikan oleh tingginya tingkat kerapatan mineralized veins and fractures.

Jumlah/konsentrasi veinlets tersebut akan semakin besar dengan bertambahnya permeabilitas


batuan induk (host rock) sepanjang berlangsungnya proses mineralisasi. Komposisi mineralogi
suatu endapan porfiri secara umum cukup bervariasi. Kehadiran pirit (FeS2) sebagai mineral
sulfida yang dominan dapat mencirikan endapan porfiri Cu, Cu-Mo dan Cu-Au (Ag), yang
menunjukkan tingginya porsi sulfur yang terdapat dalam endapan. Sebaliknya, pada endapan
porfiri Sn, W dan Mo akan memperlihatkan kandungan sulfur dan mineral-mineral sulfida yang
rendah.

4.7. Karateristik Mineralisasi

Dalam skala endapan bijih (ore deposits), beberapa tipe mineralisasi berupa veins, vein sets,
stockworks, fractures, ‘crackled zones’ dan breccia pipes pada umumnya berasosiasi dengan
struktur. Secara regional, suatu kompleks endapan porfiri yang memiliki nilai ekonomis biasanya
dicirikan oleh tingginya tingkat kerapatan mineralized veins dan fractures. Jumlah/konsentrasi
veinlets tersebut akan semakin besar dengan bertambahnya permeabilitas batuan induk (host
rock) sepanjang berlangsungnya proses mineralisasi.

Komposisi mineralogi suatu endapan porfiri secara umum cukup bervariasi. Kehadiran pirit
(FeS2) sebagai mineral sulfida yang dominan dapat mencirikan endapan porfiri Cu, Cu-Mo dan
Cu-Au (Ag), yang menunjukkan tingginya porsi sulfur yang terdapat dalam endapan. Sebaliknya,
pada endapan porfiri Sn, W dan Mo akan memperlihatkan kandungan sulfur dan mineral-mineral
sulfida yang rendah, dimana kehadiran mineral- mineral oksida akan lebih dominan.

4.8. Zona Alterasi

Endapan Porfiri adalah endapan mineral yang terjadi akibat suatu intrusi yang bersifat
intermedier-asam, yang kemudian terjadi kontak dengan batuan samping yang mengakibatkan
terjadinya mineralisasi. Porfiri bersifat epigenetik. Produk utama dari Porfiri adalah Cu-Au atau
Cu-Mo. Porfiri terbentuk dari beberapa aktifitas intrusi, terdiri dari kumpulan dike dan breksi
intrusi. Mineralisasi terjadi akibat alterasi batuan samping, disseminated dan stockwork
mineralization. Alterasi yang terjadi pada host rock intensif dan ektensif akibat dari fluida
hidrotermal yang terbentuk. Pada dasarnya endapan porfiri mempunyai tonnase yang besar dan
grade yang kecil.

Endapan Porfiri adalah endapan penghasil tembaga (Cu) terbesar, lebih dari 50 %. Endapan
porfiri umumnya terbentuk pada jalur orogenik, contohnya pada lingkar Pasifik. Contoh endapan
ini di Indonesia, terdapat di Grassberg, Selogiri-Wonosari
Gambar 4.2 Pembentukan zona alterasi

Lowell-Guibert membagi endapan porfiri menjadi beberapa zona bedasarkan asosiasi


mineralnya, yaitu :

 Potassic Zone – selalu hadir dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: K-felspar sekunder,
biotit, dan atau klorit yang menggantikan K-felspar.

 Phyllic Zone – tidak selalu ada dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: vein quartz,
sericiteand pyrite and minor chlorite,illite dan rutile menggantikan K-spar and biotite.

 Argillic Zone – tidak selalu ada dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: mineral lempung
kaolinite dan montmorillonite dengan sedikit disseminated pirit. Plagioclase teralterasi
kuat, K-spar tidak terpengaruh, dan biotit mengalami kloritisasi.

 Propylitic Zone– selalu ada dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: klorit, kalsit dan minor
epidote. Mineral mafik terubah sangat kuat sedangkan plagioklas sedikt terubah.

Sedangkan berdasarkan mineral bijihnya, endapan porfiri dibagi menjadi beberapa zona, yaitu:

 Inner Zone – bersamaan dengan zona alterasi potasik. Mengandung sedikit sulfida, tapi
paling banyak mengandung Molybdenum. Pyrite 2-5% dan rasio py/cp sekitar 3:1.
Mineralisasi lebih banyak disseminateddaripada stockwork.

 Ore Zone – berada pada perbatasan zona potasik dan filik. Pyrite 5-10% dan rasio py/cp
sekitar 2.5:1.Mineral bijih utama: chalcopyrite yang hadir sebagai stockwork

 Pyrite Zone – lebih banyak terdapat pada zona filik dan argilik. Kandungan pirit tinggi
(10-15%) dan rasio py/cp sekitar 15:1. Mineralisasi hadir sebagai urat dan disseminasi.

 Outer Zone– hadir bersamaan dengan propylitic zone. Pyrite minor, dan mineralisasi
copper sangat jarang. Sphalerite dan galena sangat umum dijumpai, tapi biasanya sub-ore
grade. Mineralisasi hadir berupa vein sebenarnya (mirip vein epithermal).

Batuan dinding (wall rock/country rock) adalah batuan di sekitar intrusi yang melingkupi urat,
umumnya mengalami alterasi hidrotermal. Derajat dan lamanya proses alterasi akan
menyebabkan perbedaan intensitas alterasi dan derajat alterasi (terkait dengan stabilitas
pembentukan). Stabilitas mineral primer yang mengalami alterasi sering membentuk pola alterasi
( style of alteration ) pada batuan ( Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004 ).

Pada kesetimbangan tertentu, proses hidrotermal akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu
yang dikenal sebagai himpunan mineral ( mineral assemblage ) (Guilbert dan Park, 1986,
dalam Sutarto, 2004). Setiap himpunan mineral akan mencerminkan tipe alterasi ( type of
alteration ). Satu mineral dengan mineral tertentu sering kali dijumpai bersama ( asosiasi
mineral ), walaupun mempunyai tingkat stabilitas pembentukan yang berbeda, sebagai contoh
klorit sering berasosiasi dengan piroksen atau biotit.

BAB V

TIPE EPITHERMAL

5.1. Asosiasi Geokimia

Endapan epitermal didefinisikan sebagai salah satu endapan dari sistem hidrotermal yang
terbentuk pada kedalaman dangkal yang umumnya pada busur vulkanik yang dekat dengan
permukaan (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani, 2008). Penggolongan tersebut berdasarkan
temperatur (T), tekanan (P) dan kondisi geologi yang dicirikan oleh kandungan mineralnya.
Secara lebih detailnya endapan epitermal terbentuk pada kedalaman dangkal hingga 1000 meter
dibawah permukaan dengan temperatur relatif rendah (50-200)0 C dengan tekanan tidak lebih
dari 100 atm dari cairan meteorik dominan yang agak asin (Pirajno, 1992).

Tekstur penggantian (replacement) pada mineral tidak menjadi ciri khas karena jarang terjadi.
Tekstur yang banyak dijumpai adalah berlapis (banded) atau berupa fissure vein. Sedangkan
struktur khasnya adalah berupa struktur pembungkusan (cockade structure). Asosiasi pada
endapan ini berupa mineral emas (Au) dan perak (Ag) dengan mineral penyertanya berupa
mineral kalsit, mineral zeolit dan mineral kwarsa. Dua tipe utama dari endapan ini adalah low
sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan terutama berdasarkan pada sifat kimia
fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan mineraloginya.

Pada daerah volcanic, sistem epithermal sangat umum ditemui dan seringkali mencapai
permukaan, terutama ketika fluida hydrothermal muncul (erupt) sebagai geyser dan fumaroles.
Banyak endapan mineral epithermal tua menampilkan fossil ‘roots’ dari sistem fumaroles kuno.
Karena mineral-mineral tersebut berada dekat permukaan, proses erosi sering mencabutnya
secara cepat, hal inilah mengapa endapan mineral epithermal tua relatif tidak umum secara
global. Kebanyakan dari endapan mineral epithemal berumur Mesozoic atau lebih muda.

Terdapat suatu kelompok unsur-unsur yang umumnya berasosiasi dengan mineralisasi epitermal,
meskipun tidak selalu ada atau bersifat eksklusif dalam sistem epitermal. Asosiasi klasik unsur-
unsur ini adalah: emas (Au), perak (Ag), arsen (As), antimon (Sb), mercury (Hg), thallium (Tl),
dan belerang (S). Dalam endapan yang batuan penerimanya karbonat (carbonat-hosted deposits),
arsen dan belerang merupakan unsur utama yang berasosiasi dengan emas dan perak (Berger,
1983), beserta dengan sejumlah kecil tungsten/wolfram (W), molybdenum (Mo), mercury (Hg),
thallium (Tl), antimon (Sb), dan tellurium (Te); serta juga fluor (F) dan barium (Ba) yang secara
setempat terkayakan.

Dalam endapan yang batuan penerimanya volkanik (volcanic-hosted deposits) akan terdapat
pengayaan unsur-unsur arsen (As), antimon (Sb), mercury (Hg), dan thallium (Tl); serta logam-
logam mulia (precious metals) dalam daerah-daerah saluran fluida utama, sebagaimana
asosiasinya dengan zona-zona alterasi lempung. Menurut Buchanan (1981), logam-logam dasar
(base metals) karakteristiknya rendah dalam asosiasinya dengan emas-perak, meskipun demikian
dapat tinggi pada level di bawah logam-logam berharga (precious metals) atau dalam asosiasi-
nya dengan endapan-endapan yang kaya perak dimana unsur mangan juga terjadi. Cadmium
(Cd), selenium (Se) dapat berasosiasi dengan logam-logam dasar; sedangkan fluor (F), bismuth
(Bi), tellurium (Te), dan tungsten (W) dapat bervariasi tinggi kandungannya dari satu endapan ke
endapan yang lainnya; serta boron (B) dan barium (Ba) terkadang terkayakan.
Gambar 5.1. Sketsa model cebakan endapan ephitermal

5.2. Zonasi Logam

Contoh zonasi logam yang menunjukkan hubungan skematik antara unsur arsen-antimon-
thallium terhadap emas dan perak dapat dilihat dalam Model Sistem Epitermal Hot
Spring (Berger dan Eimon, 1982). Contoh tipikalnya di distrik McLaughlin (Knoxville),
California; yaitu tambang Manhattan (Becker, 1888; Averrit, 1945). Contoh tipikal lainnya,
Round Mountain, Nevada (Berger dan Tingley, 1980), distrik Hasbrouck Peak (Divide),
Nevada (Silberman, 1982), dan Sulphur, Nevada (Wallace, 1980). Dalam contoh-contoh tipikal
ini, dikenal kejadian-kejadian logam berharga pada mata air panas, endapan-endapan bijihnya
terdiri dari bijih-bijih tipe bonanza (bonanza ores) dan bijih bulk berkadar rendah yang dapat
ditambang.

Contoh lainnya, mineralisasi emas di dalam dan di sekitar breksi erupsi dan sinter purba yang
berada di atasnya dapat terlihat pada Model Sistem epitermal aktif, di broadlands dan waitopu,
New Zealand. Mineralisasi di Mc Laughlin, keradaannya sering dinyatakan dengan adanya
“sinter“. Sinter termineralisasikan bersamaan dengan mercury. Kebanyakan mineralisasi terjadi
pada level dangkal (kedalaman 40-120 meter) dan pada suhu purba 160°-200°C, serta berasosiasi
dengan Zone Silisifikasi kuat.

Asosiasi silisifikasi kuat dan “thallium halo effect” dalam lingkungan epitermal teramati juga
dalam sistem aktif di New Zealand (Weisberg, 1969; Ewers dan Keays, 1977). Dalam sumur 16
(Broadlands), teramati distribusi sulfida dan konsentrasi Au, Ag, As, Sb, dan Tl dalam sulfida
sistem aktif tersebut (Ewer dan Keay, 1977).

Pola umum logam mulia (precious metals) berada di atas logam dasar (base metals) dalam
Model Sistem Epitermal Aktif (Buchanan, 1981) dengan jelas terbukti juga di Broadlands
maupun di Waiotopu, New Zealand. Arsen, antimon, dan thallium juga cenderung berkonsentrasi
dekat permukaan, demikian juga mercury. Mercury dan thallium memperlihatkan pengayaannya
dekat dengan permukaan sehubungan dengan volatilitasnya dapat diperkirakan bahwa kedua
unsur ini akan terzonasikan secara lateral menjauhi zone bersuhu tinggi. Perlu dicatat bahwa,
belum banyak informasi mineralogi dan geokimia dari daerah-daerah sistem aktif bersuhu rendah
yang dapat membuktikan ini, baik dari sumur dangkal maupun dari bagian sistem yang lebih
dalam ini disebabkan eksplorasi geotermal hanya mengarah pada sumberdaya suhu yang tinggi
dalam sistem aktif ini. Salah satu petunjuk yang penting, adanya kenaikan yang sangat cepat ke
arah permukaan teramati dari kandungan logam-logam berikut ini, yaitu: mercury, antimon,
thallium, dan arsen.
Dalam fosil sistem epitermal, jelaslah bahwa level erosi (erosion level) atau kedalaman
erosi yang menyingkapkan suatu sistem epitermal yang teralterasikan dan termineralisasikan
akan merupakan faktor yang sangat penting dalam penentuan level logam-logam anomali di
permukaan, dan tentunya tidak perlu hanya menunjukkan potensi mineral di permukaan, tetapi
dapat mengindikasikan ada atau tidaknya potensi mineralisasi di bawah permukaan.

Bohan dan Giles (1983) membuktikan bahwa adanya atau tidak adanya unsur-unsur
jejak (trace elements) tertentu, misalnya Hg dan W), dalam suatu sistem epitermal tergantung
pada karakteristik batuan sumber (source rock) setempat. Sedangkan jika membandingkan
konsentrasi-konsentrasi logam dalam endapan permukaan pada tabel distribusi sulfida serta
logam-logam dalam sulfida di sumur 16, sistem epithermal aktif Waimangu, Waitopu, dan
Broadlands, New Zealand (Weisberg, et al., 1979; Ewer dan Keays, 1977) membuktikan
anggapan tersebut keliru. Kesimpulannya, unsur-unsur jejak tidak tergantung pada karakteristik
batuan sumber.

Mineralisasi epitermal memiliki sejumlah fitur umum seperti hadirnya kalsedonik quartz, kalsit,
dan breksi hidrotermal. Selain itu, asosiasi elemen juga merupakan salah satu ciri dari endapan
epitermal, yaitu dengan elemen bijih seperti Au, Ag, As, Sb, Hg, Tl, Te, Pb, Zn, dan Cu. Tekstur
bijih yang dihasilkan oleh endapan epitermal termasuk tipe pengisian ruang terbuka
(karakteristik dari lingkungan yang bertekanan rendah), krustifikasi, colloform banding dan
struktur sisir. Endapan yang terbentuk dekat permukaan sekitar 1,5 km dibawah permukaan ini
juga memiliki tipe berupa tipe vein, stockwork dan diseminasi.

Dua tipe utama dari endapan ini adalah low sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan
terutama berdasarkan pada sifat kimia fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan
mineraloginya (Hedenquist et al., 1996:2000 dalam Chandra,2009).

Dibawah ini digambarkan ciri-ciri umum endapan epitermal (Lingren, 1933 dalam Sibarani,
2008):

 Suhu relatif rendah (50-250°C) dengan salinitas bervariasi antara 0-5 wt.%

 Terbentuk pada kedalaman dangkal (~1 km)

 Pembentukan endapan epitermal terjadi pada batuan sedimen atau batuan beku, terutama
yang berasosiasi dengan batuan intrusiv dekat permukaan atau ekstrusif, biasanya disertai
oleh sesar turun dan kekar.

 Zona bijih berupa urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan dengan pembentukan
kantong-kantong bijih, seringkali terdapat pada pipa dan stockwork. Jarang terbentuk
sepanjang permukaan lapisan, dan sedikit kenampakan replacement(penggantian).

 Logam mulia terdiri dari Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U
 Mineral bijih berupa Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi, Pirit, markasit, sfalerit, galena,
kalkopirit, Cinnabar, jamesonite, stibnite, realgar, orpiment, ruby silvers, argentite,
selenides, tellurides.

 Mineral penyerta adalah kuarsa, chert, kalsedon, ametis, serisit, klorit rendah-Fe, epidot,
karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite, rhodochrosite, zeolit

 Ubahan batuan samping terdiri dari chertification(silisifikasi), kaolinisasi, piritisasi,


dolomitisasi, kloritisasi

 Tekstur dan struktur yang terbentuk adalah Crustification (banding) yang sangat umum,
sering sebagai fine banding, vugs, urat terbreksikan.

Karakteristik umum dari endapan epitermal (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani, 2008) adalah:

 Jenis air berupa air meteorik dengan sedikit air magmatik

 Endapan epitermal mengandung mineral bijih epigenetic yang pada umumnya memiliki
batuan induk berupa batuan vulkanik.

 Tubuh bijih memiliki bentuk yang bervariasi yang disebabkan oleh kontrol dan litologi
dimana biasanya merefleksikan kondisi paleo-permeabilitypada kedalaman yang dangkal
dari sistem hidrotermal.

 Sebagian besar tubuh bijih terdapat berupa sistem urat dengan dip yang terjal yang
terbentuk sepanjang zona regangan. Beberapa diantaranya terdapat bidang sesar utama,
tetapi biasanya pada sesar-sesar minor.

 Pada suatu jaringan sesar dan kekar akan terbentuk bijih pada urat.

 Mineral gangue yang utama adalah kuarsa sehingga menyebabkan bijih keras dan realtif
tahan terhadap pelapukan.

 Kandungan sulfida pada urat relatif sedikit (<1 s/d 20%).

5.3 Alterasi Epithermal

Fluida-fluida hidrotermal menyebabkan alterasi atau ubahan-ubahan pada batuan-batuan


penerima (host rock) dan terjadinya mineralisasi unsur-unsur yang terbawa oleh fluida-fluida
dalam bentuk antara lain vein, veinlet, lode, stringer, stockwork, dan breksi eksplosi. Alterasi dan
mineralisasi ini membentuk zona-zona yang dibedakan sebagai berikut ini: Phyllic, Quartz+Illite,
Quartz+Sericite, Adularia, dan Sulfidasi Rendah atau Sulfidasi Khlorida Netral.
Kebanyakan emas epitermal terdapat dalam vein-vein yang berasosiasi dengan Alterasi Quartz-
Illite yang menunjukkan pengendapan dari fluida-fluida dengan pH mendekati netral (Fluida-
fluida Khlorida Netral). Dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai
dalam vein, veinlet, breksi ekplosi atau breksi hidrotermal, dan stockwork atau stringer
Pyrite+Quartz yang berbentuk seperti rambut (hairline).

Emas epitermal juga terdapat dalam Alterasi Advanced-Argillic dan alterasi-alterasi sehubungan
yang terbentuk dari Fluida-fluida asam sulfat. Dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis fluida
ini, emas dijumpai dalam veinlet, batuan-batuan silika masif, atau dalam rekahan-rekahan atau
breksi-breksi dalam batuan yang tersilisifikasikan, serta dapat hadir bijih tembaga seperti
enargite, luzonite, dan covelite.

Mineralisasi epitermal dicirikan oleh berbagai jenis alterasi, yang perbedaannya ditentukan oleh:
pH dan kedalaman yang berbeda dalam sistem epitermal, serta beberapa variasi komposisi yang
luas dari sekitarnya (host rocks). Identifikasi jenis-jenis alterasi penting dilakukan untuk
memahami level erosi sistem tersebut, penentuan keberadaan titik lokasi di permukaan dalam
daerah alterasi tersebut, dan jenis bijih yang diperkirakan.

5.4 Jenis Alterasi Epithermal

Fluida-fluida hidrotermal menyebabkan alterasi atau ubahan-ubahan pada batuan-batuan


penerima (host rock) dan terjadinya mineralisasi unsur-unsur yang terbawa oleh fluida-fluida
dalam bentu k antara lain: vein, veinlet, lode, stringer, stockwork, dan breksi eksplosi. Alterasi
dan mineralisasi ini membentuk zone-zone yang dibedakan sebagai berikut ini: phyllic,
quartz+illite, quartz+sericite, adularia, dan sulfidasi rendah.

Kebanyakan emas epitermal terd u Sulfidasi Khlorida Netral. apat dalam vein-vein yang
berasosiasi dengan Alterasi Quartz-Illite yang menunjukkan pengendapan dari fluida-fluida
dengan pH mendekati netral (Fluida-fluida Khlorida Netral). Dalam alterasi dan mineralisasi
dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam vein, veinlet, breksi ekplosi atau breksi
hidrotermal, dan stockwork atau stringer Pyrite+Quartz yang berbentuk seperti rambut
(hairline).

Emas epitermal juga terdapat dalam alterasi advanced-argillic dan alterasi-alterasi sehubungan
yang terbentuk dari fluida-fluida asam sulfat. dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis fluida
ini, emas dijumpai dalam veinlet, batuan-batuan silika masif, atau dalam rekahan-rekahan atau
breksi-breksi dalam batuan yang tersilisifikasikan, serta dapat hadir bijih tembaga seperti
enargite, luzonite, dan covelite.

Jenis Alterasi Epitermal Mineralisasi epitermal dicirikan oleh berbagai jenis alterasi, yang
perbedaannya ditentukan oleh: pH dan kedalaman yang berbeda dalam sistem epitermal, serta
beberapa variasi komposisi yang luas dari sekitarnya (host rocks). Identifikasi jenis-jenis alterasi
penting dilakukan untuk memahami level erosi sistem tersebut, penentuan keberadaan titik lokasi
di permukaan dalam daerah alterasi tersebut, dan jenis bijih yang diperkirakan.
Jenis alterasi endapan epitermal di daerah volkanik andesitik-dasitik adalah:

 Alterasi Fluida Khlorida Netral (Neutral Chloride Fluid Alteration)

 Alterasi Fluida Asam Sulfat (Acid Sulphate Fluid Alteration)

5.5. Keterbentukan Endapan Ephitermal

Jika kita berbicara tentang pembentukan endapan, kita dapat membedakannya menjadi tiga
kelas berdasarkan jenis fluida yang membentuk endapan tersebut, yaitu:

 Magmatic

 Magmatic-meteoric

 Meteoric

1. Magmatic

endapan ini didominasi dari magmatic fluida( dimana yang kita ketahui bahwa magma juga
terdiri dari air) yang berasal dari dalam bumi.

2. Magmatic-Meteoric

Endapan ini terbentuk dari fluida yang merupakan campuran dari Magmatic fluida dan Meteoric
fluida.

3. Meteoric

Endapan ini terbentuk karena dominasi dari Meteoric fluida yang berasal dari permukaan bumi.

5.6. Proses Terbentuknya Ephitermal

Endapan ini terbentuk jauh dari tubuh intrusi dan terbentuk melalui larutan sisa magma yang
berpindah jauh dari sumbernya kemudian bercampur dengan air meteorik di dekat permukaan
dan membentuk jebakan tipe sulfidasi rendah, dipengaruhi oleh sistem boiling sebagai
mekanisme pengendapan mineral-mineral bijih. Proses boiling disertai pelepasan unsur gas
merupakan proses utama untuk pengendapan emas sebagai respon atas turunnya tekanan.
Perulangan proses boiling akan tercermin dari tekstur “crusstiform banding” dari silika dalam
urat kuarsa. Pembentukan jebakan urat kuarsa berkadar tinggi mensyaratkan pelepasan tekanan
secara tiba-tiba dari cairan hidrotermal untuk memungkinkan proses boiling. Sistem ini terbentuk
pada tektonik lempeng subduksi, kolisi dan pemekaran (Hedenquist dkk., 1996 dalam Pirajno,
1992).

Kontrol utama terhadap pH cairan adalah konsentrasi CO2 dalam larutan dan salinitas. Proses
boiling dan terlepasnya CO2 ke fase uap mengakibatkan kenaikan pH, sehingga terjadi
perubahan stabilitas mineral contohnya dari illit ke adularia. Terlepasnya CO2 menyebabkan
terbentuknya kalsit, sehingga umumnya dijumpai adularia dan bladed calcite sebagai mineral
pengotor (gangue minerals) pada urat bijih sistem sulfidasi rendah.

Endapan epitermal sulfidasi rendah akan berasosiasi dengan alterasi kuarsa–adularia, karbonat
dan serisit pada lingkungan sulfur rendah. Larutan bijih dari sistem sulfidasi rendah variasinya
bersifat alkali hingga netral (pH 7) dengan kadar garam rendah (0-6 wt)% NaCl, mengandung
CO2 dan CH4 yang bervariasi. Mineral-mineral sulfur biasanya dalam bentuk H2S dan sulfida
kompleks dengan temperatur sedang (150°-300° C) dan didominasi oleh air permukaan.

Batuan samping (wallrock) pada endapan epitermal sulfidasi rendah adalah andesit alkali,
riodasit, dasit, riolit ataupun batuan – batuan alkali. Riolit sering hadir pada sistem sulfidasi
rendah dengan variasi jenis silika rendah sampai tinggi. Bentuk endapan didominasi oleh urat-
urat kuarsa yang mengisi ruang terbuka (open space), tersebar (disseminated), dan umumnya
terdiri dari urat-urat breksi (Hedenquist dkk., 1996). Struktur yang berkembang pada sistem
sulfidasi rendah berupa urat, cavity filling, urat breksi, tekstur colloform, dan sedikit vuggy
(Corbett dan Leach, 1996).

5.7. Karakter Endapan Ephitermal

Pada lingkungan epitermal terdapat 2 (dua) kondisi sistem hidrotermal yang dapat dibedakan
berdasarkan reaksi yang terjadi dan keterdapatan mineral-mineral alterasi dan mineral bijihnya
yaitu epitermal low sulfidasi dan high sulfidasi (Hedenquist et al .,1996; 2000 dalam Sibarani,
2008). Pengklasifikasian endapan epitermal masih merupakan perdebatan hingga saat ini, akan
tetapi sebagian besar mengacu kepada aspek mineralogi dan gangue mineral, dimana aspek
tersebut merefleksikan aspek kimia fluida maupun aspek perbandingan karakteristik mineralogi,
alterasi (ubahan) dan bentuk endapan pada lingkungan epitermal. Aspek kimia dari fluida yang
termineralisasi adalah salah satu faktor yang terpenting dalam penentuan kapan mineralisasi
tersebut terjadi dalam sistem hidrotermal.

5.7.1. Karakter Endapan Ephitermal Low sulfidation

Endapan epitermal sulfidasi rendah dicirikan oleh larutan hidrotermal yang bersifat netral dan
mengisi celah-celah batuan. Tipe ini berasosiasi dengan alterasi kuarsa-adularia, karbonat, serisit
pada lingkungan sulfur rendah dan biasanya perbandingan perak dan emas relatif tinggi. Mineral
bijih dicirikan oleh terbentuknya elektrum, perak sulfida, garam sulfat, dan logam dasar sulfida.
Batuan induk pada deposit logam mulia sulfidasi rendah adalah andesit alkali, dasit, riodasit atau
riolit. Secara genesa sistem epitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan vulkanisme riolitik.
Tipe ini dikontrol oleh struktur-struktur pergeseran (dilatational jog).

Endapan ini terbentuk jauh dari tubuh intrusi dan terbentuk melalui larutan sisa magma yang
berpindah jauh dari sumbernya kemudian bercampur dengan air meteorik di dekat permukaan
dan membentuk jebakan tipe sulfidasi rendah, dipengaruhi oleh sistem boiling sebagai
mekanisme pengendapan mineral-mineral bijih. Proses boiling disertai pelepasan unsur gas
merupakan proses utama untuk pengendapan emas sebagai respon atas turunnya tekanan.
Perulangan proses boilingakan tercermin dari tekstur “crusstiform banding” dari silika dalam
urat kuarsa. Pembentukan jebakan urat kuarsa berkadar tinggi mensyaratkan pelepasan tekanan
secara tiba-tiba dari cairan hidrotermal untuk memungkinkan proses boiling. Sistem ini terbentuk
pada tektonik lempeng subduksi, kolisi dan pemekaran (Hedenquist dkk., 1996 dalam Pirajno,
1992).

Kontrol utama terhadap pH cairan adalah konsentrasi CO2 dalam larutan dan salinitas.
Proses boiling dan terlepasnya CO2 ke fase uap mengakibatkan kenaikan pH, sehingga terjadi
perubahan stabilitas mineral contohnya dari illit ke adularia. Terlepasnya CO2 menyebabkan
terbentuknya kalsit, sehingga umumnya dijumpai adularia dan bladed calcite sebagai mineral
pengotor (gangue minerals) pada urat bijih sistem sulfidasi rendah

Endapan epitermal sulfidasi rendah akan berasosiasi dengan alterasi kuarsa–adularia, karbonat
dan serisit pada lingkungan sulfur rendah. Larutan bijih dari sistem sulfidasi rendah variasinya
bersifat alkali hingga netral (pH 7) dengan kadar garam rendah (0-6 wt)% NaCl, mengandung
CO2 dan CH4 yang bervariasi. Mineral-mineral sulfur biasanya dalam bentuk H2S dan sulfida
kompleks dengan temperatur sedang (150°-300° C) dan didominasi oleh air permukaan

Batuan samping (wallrock) pada endapan epitermal sulfidasi rendah adalah andesit alkali,
riodasit, dasit, riolit ataupun batuan – batuan alkali. Bentuk endapan didominasi oleh urat-urat
kuarsa yang mengisi ruang terbuka (open space), tersebar (disseminated), dan umumnya terdiri
dari urat-urat breksi (Hedenquist dkk., 1996). Struktur yang berkembang pada sistem sulfidasi
rendah berupa urat, cavity filling, urat breksi, tekstur colloform, dan sedikit vuggy (Corbett dan
Leach, 1996), lihat Tabel 2.1

Tabel 2.1 Karakteristik endapan epitermal sulfidasi rendah (Corbett dan Leach, 1996).

Tipe endapan Sinter breccia, stockwork


Posisi tektonik Subduction, collision, dan rift
Tekstur Colloform atau crusstiform
Asosiasi mineral Stibnit, sinnabar, adularia, metal sulfida
Mineral bijih Pirit, elektrum, emas, sfalerit, arsenopirit
Contoh endapan Pongkor, Hishikari dan Golden Cross
Gambar 5.2. Model endapan emas epitermal sulfidasi rendah

(Hedenquist dkk., 1996 dalam Nagel, 2008).

 Karakter Endapan Ephitermal High sulfidation

Endapan epitermal high sulfidation dicirikan dengan host rock berupa batuan vulkanik
bersifat asam hingga intermediet dengan kontrol struktur berupa sesar secara regional atau intrusi
subvulkanik, kedalaman formasi batuan sekitar 500-2000 meter dan temperatur 1000C-3200C.
Endapan Epitermal High Sulfidation terbentuk oleh sistem dari fluida hidrotermal yang berasal
dari intrusi magmatik yang cukup dalam, fluida ini bergerak secara vertikal dan horizontal
menembus rekahan-rekahan pada batuan dengan suhu yang relatif tinggi (200-3000C), fluida ini
didominasi oleh fluida magmatik dengan kandungan acidic yang tinggi yaitu berupa HCl, SO2,
H2S (Pirajno, 1992).
Gambar 5.3. Keberadaan sulfida tinggi

Endapan epitermal high sulfidation terbentuk dari reaksi batuan induk dengan fluida magma
asam yang panas, yang menghasilkan suatu karakteristik zona alterasi (ubahan) yang akhirnya
membentuk endapan Au+Cu+Ag. Sistem bijih menunjukkan kontrol permeabilitas yang
tergantung oleh faktor litologi, struktur, alterasi di batuan samping, mineralogi bijih dan
kedalaman formasi. High sulphidation berhubungan dengan pH asam, timbul dari bercampurnya
fluida yang mendekati pH asam dengan larutan sisa magma yang bersifat encer sebagai hasil dari
diferensiasi magma, di kedalaman yang dekat dengan tipe endapan porfiri dan dicirikan oleh
jenis sulfur yang dioksidasi menjadi SO.

Epithermal High Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem magmatic-hydrothermal yang


didominasi oleh fluida hidrothermal yang asam, dimana terdapat fluks larutan magmatik dan
vapor yang mengandung H2O, CO2, HCl, H2S, and SO2, dengan variabel input dari air meteorik
lokal.

Gambar 5.4 Sketsa zona endapan ephitermal

BAB VI

TIPE SKARN

6.1. Pengertian Dan Terminologi Skarn

Endapan skarn pertama kali dinyatakan sebagai batuan metamorf hasil kontak antara batuan
sedimen karbonatan dengan intrusi magma oleh ahli petrologi metamorf, dengan terjadi
perubahan kandungan batuan sedimen yang kaya karbonat, besi, dan magnesium menjadi kaya
akan kandungan Si, Al, Fe dan Mg dimana proses yang bekerja berupa metasomatisme pada
intrusi atau di dekat intrusi batuan beku (Best 1982).
Endapan skarn terbentuk sebagai efek dari kontak antara larutan hidrothermal yang kaya silika
dengan batuan sedimen yang kaya kalsium. Proses pembentukannya diawali pada keadaan
temperatur 400°C – 650°C dengan mineral-mineral yang terbentuk berupa mineral calc-silicate
seperti diopsid, andradit, dan wollastonit sebagai mineral-mineral utama pembawa mineral bijih
(Einaudi et al. 1981). Tapi terkadang dijumpai juga pembentukan endapan skarn juga terbentuk
pada temperatur yang lebih rendah, seperti endapan skarn yang kaya akan kandungan Pb-Zn
(Kwak 1986). Pengaruh tekanan yang bekerja selama pembentukan endapan skarn bervariasi
tergantung pada kedalaman formasi batuan.

Secara umum, kuarsa dan kalsit selalu hadir dalam semua jenis skarn. Sedangkan mineral lain
hanya hadir pada jenis skarn tertentu seperti talk, serpentine, dan brusit yang hadir hanya pada
skarn tipe magnesian.

6.2. Endapan Skarn

Pada saat kontak dengan batuan karbonat, maka batuan samping tersebut terubah (altered)
menjadi marbel, calc-silicate hornfelses, dan/atau skarn akibat dari kontak metamorfik ini.
Temperatur pembentukan endapan skarn ini berkisar sekitar 650-440 °C. Beberapa mineral bijih
(oksida ataupun sulfide) dan fluorite biasanya muncul (terbentuk) pada lingkungan skarn ini.
Umumnya dijumpai fluorite (CaF2) mendukung pendapat bahwa silika dan beberapa logam
bereaksi dengan batuan gamping.

6.2.1. Zonasi Skarn Deposit

Terdapat pola zonasi pada skarn pada umumnya. Pola zonasi ini berupa proximal garnet, distal
piroksen, dan idiokras (atau piroksenoid seperti wolastonit, bustamit dan rodonit) yang terdapat
pada kontak antara skarn dan marmer. Selain itu, masing-masing mineral penyusun skarn dapat
menunjukan warna yang sistematis atau komposisi yang bervariasi dalam pola zonasi yang lebih
luas.

6.2.2. Pembentukan Endapan Skarn

Skarn dapat terbentuk selama metamorfisme kontak atau regional. Selain itu juga dari berbagai
macam proses metasomatisme yang melibatkan fluida magmatik, metamorfik, meteorik, dan
yang berasal dari laut. Skarn dapat ditemukan di permukaan sampai pluton, di sepanjang sesar
dan shear zone, di sistem geotermal dangkal, pada dasar lantai samudra maupun pada kerak
bagian bawah yang tertutup oleh dataran hasil metamorfisme burial dalam. Skarn dibagi menjadi
endoskarn dan eksoskarn dengan didasarkan pada jenis kandungan protolit.

Endapan skarn terbentuk sebagai efek dari kontak antara larutan hidrothermal yang kaya silika
dengan batuan sedimen yang kaya kalsium. Proses pembentukannya diawali pada keadaan
temperatur (400°C – 650° C) dengan mineral-mineral yang terbentuk berupa mineral calc-
silicate seperti diopsid, andradit, dan wollastonit sebagai mineral-mineral utama pembawa
mineral bijih (Einaudi et al. 1981). Tapi terkadang dijumpai juga pembentukan endapan skarn
juga terbentuk pada temperatur yang lebih rendah, seperti endapan skarn yang kaya akan
kandungan Pb-Zn, (Kwak 1986). Pengaruh tekanan yang bekerja selama pembentukan endapan
skarn bervariasi tergantung pada kedalaman formasi batuan.

6.3. Tipe Endapan Skarn

Endapan skarn pertama kali dinyatakan sebagai batuan metamorf hasil kontak antara batuan
sedimen karbonatan dengan intrusi magma oleh ahli petrologi metamorf, dengan terjadi
perubahan kandungan batuan sedimen yang kaya karbonat, besi, dan magnesium menjadi kaya
akan kandungan Si, Al, Fe dan Mg dimana proses yang bekerja berupa metasomatisme pada
intrusi atau di dekat intrusi batuan beku (Best 1982).

6.3.1. Skarn Isokimia

Alterasi skarn terbentuk pada fluida yang mempunyai salinitas tinggi dengan temperatur tinggi
(sekitar 300°-700° C). Proses pembentukkan skarn akibat urutan kejadian Isokimia
metasomatisme retrogradasi. Dijelaskan sebagai berikut :

 Isokimia merupakan transfer panas antara larutan magama dengan batuan samping,
prosesnya H2O dilepas dari intrusi dan CO2 dari batuan samping yang karbonat. Proses
ini sangat dipengaruhi oleh temperatur,komposisi dan tekstur host rocknya (sifat
konduktif).

 Metasomatisme, pada tahap ini terjadi eksolusi larutan magma kebatuan samping yang
karbonat sehingga terbentuk kristalisasi pada bukaan – bukaan yang dilewati larutan
magma.

 Retrogradasi merupakan tahap dimana larutan magma sisa telah menyebar pada batuan
samping dan mencapai zona kontak dengan water falk sehingga air tanah turun dan
bercampur dengan larutan.

6.3.2. Skarn Metamorfik

Batuan metamorfik adalah batuan yang terbentuk dari proses metamorfisme batuan-batuan
sebelumnya karena perubahan temperatur dan tekanan. Metamorfisme terjadi pada keadaan
padat (padat ke padat) meliputi proses kristalisasi, reorientasi dan pembentukan mineral-mineral
baru serta terjadi dalam lingkungan yang sama sekali berbeda dengan lingkungan batuan asalnya
terbentuk.
Banyak mineral yang mempunyai batas-batas kestabilan tertentu yang jika dikenakan tekanan
dan temperatur yang melebihi batas tersebut maka akan terjadi penyesuaian dalam batuan dengan
membentuk mineral-mineral baru yang stabil. Disamping karena pengaruh tekanan dan
temperatur, metamorfisme juga dipengaruhi oleh fluida, dimana fluida (H2O) dalam jumlah
bervariasi di antara butiran mineral atau pori-pori batuan yang pada umumnya mengandung ion
terlarut akan mempercepat proses metamorfisme.

Batuan metamorf memiliki beragam karakteristik. Karakteristik ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor dalam pembentukan batuan tersebut ;

 Komposisi mineral batuan asa

 Tekanan dan temperatur saat proses metamorfisme

 Pengaruh gaya tektonik

 Pengaruh fluida

Pada pengklasifikasiannya berdasarkan struktur, batuan metamorf diklasifikasikan menjadi dua,


yaitu :

 Foliasi, struktur planar pada batuan metamorf sebagai akibat dari pengaruh tekanan
diferensial (berbeda) pada saat proses metamorfisme.

 Non foliasi, struktur batuan metamorf yang tidak memperlihatkan penjajaran mineral-
mineral dalam batuan tersebut.

Jenis-jenis pada Metamorfisme yaitu :

 Metamorfisme kontak/termal

 Metamorfisme oleh temperatur tinggi pada intrusi magma atau ekstrusi lava.

 Metamorfisme regional

 Metamorfisme oleh kenaikan tekanan dan temperatur yang sedang, dan terjadi pada
daerah yang luas.

 Metamorfisme Dinamik

 Metamorfisme akibat tekanan diferensial yang tinggi akibat pergerakan patahan lempeng.

 Skarn Prograde
Mineral skarn pada tipe ini terbentuk pada suhu yang tinggi, dan terjadi pada fase awal.
Beberapa jenis mineral pencirinya adalah; garnet, klinopiroksen, biotit, humit,dan montiselit.

Gambar 6.1. Model penampang endapan Skarn Prograde

 Skarn Retrograde
Minineral skarn pada tipe ini terbentuk pada suhu yang rendah. Beberapa contoh mineral
pencirinya adalah; serpentin, amfibol, tremolit, epidot, klorit dan kalsit.

Gambar 6.1. Model penampang endapan Skarn Retrograde


6.4. Endapan Bijih Skarn

Endapan skarn pertama kali dinyatakan sebagai batuan metamorf hasil kontak antara batuan
sedimen karbonatan dengan intrusi magma oleh ahli petrologi metamorf, dengan terjadi
perubahan kandungan batuan sedimen yang kaya karbonat, besi, dan magnesium menjadi kaya
akan kandungan Si, Al, Fe dan Mg dimana proses yang bekerja berupa metasomatisme pada
intrusi atau di dekat intrusi batuan beku (Best 1982).

Base metal atau logam dasar sangat berkaitan dengan aktivitas magma sebagai endapan
primernya dan proses pelapukan sebagai endapan sekundernya. Dengan demikian , endapan
primernya sangat berkaitan dengan jalur magmatik Umumnya base metal atau logam dasar ini
dekat dengan endapan emas.

Mineral logam yang terdiri dari logam dasar dan endapan emas ini adalah emas murni, electrum,
kalkopirirt, bornit, kalkosit, kovelit, galena, cerrusite, anglesite, sfalerit, zinkit, smithsonite,
bismut, bismutinit, antimon, stibnite, cinnabar, kaseterit, dan stannit.

Tipe endapan emas dan logam dasar ini umumnya hidrotermal (mineral Au, Sb, Hg, banyak
terdapat pada zona epitermal bersama urat kuarsa; mineral Cu, Pb, Zn pada zona mesotermal
sebagai endapan porfiri ; Bi dan Sn pada zona hipotermal). Sn pula terdapat sebagai endapan
greisens, pegmatite, pneumatolitik. Endapan logam Cu, Pb, Zn dapat pula ditemukan dalam tipe
endapan skran.

Di Indonesia telah diketahui sebaran dari potensi endapan primer emas dan logam dasar yang
mengikuti jalur magmatik berumur Trias-Jura-Kapur-Tersier. Endapan logam Sn menempati jalur
magmatik Trias-Jura. Sedangkan Endapan logam Au, Cu, Pb, Zn,Hg, Sb, dan Bi menempati jalur
magmatik Kapur-Tersier.

BAB VII

TIPE SEDEX

7.1. Pengertian Endapan Sedex

Sedex (sedimentary exhalative) adalah suatu jenis endapan sulfida masif yang berasosiasi dengan
batuan sedimen. Sedek terdiri dari perlapisan (layers) sulfida masif yang interbedded dengan
perlapisan batuan sedimen termasuk sedimen kimia seperti rijang, barit dan karbonat serta
sedimen klastik seperti lanau, mudstone dan argilit, dimana pegendapannya terjadi di dasar laut.
Ketebalan perlapisan masif sulfida berkisar dari beberapa milimeter hingga beberapa meter.
Masif sulfida sendiri terdiri dari selang-seling dari perlapisan sulfida besi (pirit dan/atau pirhotit)
dengan sfalerit dan galena.
Sulfida masif terbentuk dari hasil presipitasi larutan hidrotermal yang dialirkan ke dasar laut
melalui suatu saluran. Saluran ini berupa zona yang memotong bagian bawah perlapisan batuan
sedimen dan memasuki horizon sulfida masif diatasnya. Saluran hidrotermal ini hadir/teramati
sebagai jaringan urat-urat dan penggantian batuan induk pada batuan namun sering sulit diamati
dan bahkan tidak selalu hadir. Pembentukan sulfida masif terjadi pada saat yang bersamaan
dengan batuan induk. Namun bisa juga mineralisasi sulfida terbentuk ketika fluida hidrotermal
yang kaya logam melewati sedimen induk dan menggantikan pirit hasil tahap awal diagenesa.
Cekungan sedimen dimana Sedex terbentuk paling sering dibatasi oleh sejumlah patahan (basin-
bounding faults) dan cekungan ini biasanya berada dalam suatu cekungan besar (large
sedimentary basins) yang memiliki kisaran umur dari 300 juta hingga 1,8 milyar tahun.

Morfologi Sedex endapan sangat bervariasi dan termasuk gundukan, lensa, dan tabular atau
lembaran-seperti tubuh. Arsitektur internal mereka dikendalikan oleh kedekatan oor seafl sulfida
untuk fluid debit ventilasi. Proksimal-vent endapan biasanya terbentuk dari apung UID fl
hidrotermal, sedangkan-distal endapan lubang terbentuk dari UID fl yang lebih padat daripada
air laut dan dikumpulkan dalam depresi batimetri yang mungkin jauh dari ventilasi or seafl.

Kebanyakan deposit-host. Sedex oleh batuan sedimen kaya organik yang diendapkan dalam
cekungan selama periode dalam sejarah bumi ketika lautan stratified dengan H2S-kaya dan
kolom air anoksik lebih rendah. Dalam Paleozoikum Selwyn Basin, misalnya, ada hubungan
yang erat antara temporal meningkat δ34S ke atas tren sekuler di pirit sedimen, serpih karbonan
anoksik laminasi dan cherts, dan tiga besar Sedex membentuk peristiwa di Kambrium Akhir,
Awal Silur, dan Devon Akhir .

Basinal arsitektur khas endapan Sedex paling adalah cekungan benua dengan setidaknya 2-5 km
dari syn-rift, kasar, clastics permeabel dan batuan yang terkait dan/atau volkaniklastik ditutupi
melalui pos-keretakan basinal serpih atau karbonat yang relatif kedap . Debit hidrotermal ke oor
seafl pada umumnya terfokus di persimpangan ekstensional dan mengubah kesalahan. Ada dekat
temporal dan, dalam banyak kasus spasial asosiasi, endapan Sedex dengan batu vulkanik basal,
tanggul, dan kusen. Kekakuan yang rendah, permeabilitas, dan konduktivitas termal sedimen
dilayani tuan rumah untuk fokus dan memperpanjang debit hidrotermal di sejumlah situs
ventilasi terbatas, sehingga menghasilkan endapan yang merupakan urutan besarnya rata-rata
lebih besar dibandingkan endapan VMS.

Sedex endapan kemungkinan besar terbentuk dari teroksidasi dan oleh karena itu miskin fl UID-
H2S yang dihasilkan dalam reservoir hidrotermal geopressured dalam syn-rift klastik (dan
evaporitic) sedimen berbutir disegel oleh fi-ne sedimen laut. Variabilitas yang besar dalam suhu,
salinitas, kandungan logam, dan kondisi redoks fluida Sedex dikontrol oleh sejumlah parameter
termasuk rezim termal lokal, negara redoks sedimen dari waduk, dan adanya atau tidak adanya
menguap.

7.2. Tatanan Geologi Dan Tektonik


Bumi itu dinamis, dengan proses-proses internal dan eksternal yang kompleks. Prosesproses
internal bertanggung jawab atas bergeraknya lempeng-lempeng besar litosfera. Interaksi antar
lempeng-lempeng ini membangkitkan tekanan internal yang dapat mengakibatkan deformasi
batuan, menghasilkan gempa, kegiatan gunung berapi, dan gerakangerakan tektonik secara
perlahan (creep) sepanjang jalur-jalur sesar (patahan).

Proses-proses ini memicu berbagai kejadian eksternal seperti tanah longsor, aliran lumpur, dan
tsunami. Menurut teori tektonik lempeng, lapisan kulit bumi yang terdiri dari litosfer dan kerak,
berbentuk lempengan-lempengan yang terpecah-pecah, yang mengapungapung di atas lapisan
cair-liat yang disebut astenosfer. Berdasarkan komposisi dan beratjenisnya, lempeng-lempeng
litosfer dapat dibedakan menjadi lempeng benua dan lempeng samudra.

Lempeng benua disusun terutama oleh unsur-unsur Si (silikon) dan Al (aluminium), yang pada
umumnya berketebalan 30- 70 km, dengan berat jenis + 2,6 sampai 2,7, Sedangkan lempeng
samudra tersusun oleh unrus-unsur Si dan Mg (magnesium), biasanya tipis (+ 8 km) dengan berat
jenis + 3 (Zumberge & Nelson, 1976).

Potonganpotongan lempeng ini bergerak, ada yang saling menjauh, ada yang saling bertemu dan
bertumbukan, serta ada yang saling bergeseran. Bila dua lempeng saling bertumbukan, maka
gejala-gejala geologi yang ditimbulkan adalah vulkanisme (pembentukan gunungapi),
pembentukan pegunungan lipatan, pengangkatan, dan persesaran. Bila dua lempeng saling
menjauh, akan terjadi pembentukan palung, atau pembentukan pematang tengah samudra.

Gambar 7.1. Tatanan geologi dalam tektonik


Pada pematang tengah samudra, dierupsikan magma secara terus-menerus dari astenosfer ke
permukaan, yang kemudian membentuk morfologi seperti “zebra cross” di tengah-tengah
samudra. Bila dua lempeng saling bergeseran akan terbentuk sesar transformal. Kepulauan
Indonesia terbentuk akibat pertemuan antara Lempeng Benua Eurasia (Eropa-Asia), Lempeng
Hindia – Australia, dan Lempeng Samudra Pasifik. Lempeng Hindia – Australia mendesak
Lempeng Eurasia dari arah selatan, dan Lempeng Pasifik mendesak dari arah timur.

Implikasi pertemuan lempeng-lepeng ini di Indonesia adalah terbentuknya sirkumsirkum


gunungapi aktif, jalur-jalur pegunungan lipatan, sesarsesar aktif, dan zona-zona gempa tektonik.
Sebagian besar bencana alam merupakan bencana geologi. Bencana geologi meliputi semua
bencana yang timbul akibat atau mengikuti suatu proses geologi. Proses-proses geologi dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu proses eksogenik (eksternal) berasal dari luar bumi, dan proses
endogenik (internal) yang berasal dari dalam bumi. Proses eksogenik antara lain: pelapukan dan
erosi.

Proses endogenik, antara lain: orogenesis, epirogenesis, pengangkatan, vulkanisme, dan


tektonisasi. Gempa bumi dihasilkan oleh proses-proses magmatisme dan tektonisasi, letusan
gunung api dihasilkan oleh proses magmatisme (vulkanisme), tanah longsor dihasilkan oleh
proses-proses erosi, pelapukan, hidrologis, dan tektonik, serta banjir lebih diakibatkan oleh
proses erosi dan hasil kerja manusia. Sebagaimana diketahui, litosfer terpecah-pecah menjadi
beberapa lempeng besar dan banyak lempeng kecil yang relatif saling bergerak satu sama lain.
Pada saat dua atau lebih lempeng saling bertemu atau berpapasan, maka mereka akan saling
berdesakan atau bergesekan.

Apabila pada saat berdesakan atau bergesekan, tegangan yang diderita batuan melebihi
kekuatan/ketahanannya, maka batuan tersebut akan patah. Pada saat dua lapisan litosfer saling
bergesekan atau yang satu menggerus yang lain pada suatu sesar (patahan), karena adanya
tekanan (stress) dari kedua belah pihak, maka akan terjadi akumulasi energi di sepanjang batas
sesar tersebut. Bila suatu saat kekuatan batuan tidak mampu lagi menahan akumulasi energi,
bagian-bagian yang lemah akan bergeser, dan energi yang terlepas pada saat batuan bergeser
menimbulkan gelombang seismik yang dikenal sebagai gempa. Berdasarkan pusat kejadiannya,
gempa dapat diklasifikasikan sebagai gempa dalam, sedang, dan dangkal. Yang paling sering
menelan korban justru gempa dangkal, seperti yang terjadi di Liwa, Bengkulu, Bantul
Yogyakarta, dan Nusa Dua Bali. Letusan gunung api pada umumnya berkaitan dengan dua
lempeng litosfer yang saling bertemu dan berdesakan

7.3. Proses Hidrothermal VHMS

Endapan VHMS atau volcanic hosted massif sulphide yang dikenal juga dengan nama endapan
volcanic-associated, volcanic-hosted, dan volcano-sedimentary-hosted massive sulphide adalah
endapan sulfida logam dasar yang terdapat di sekuen vulkanik submarin. Endapan bijih ini
memiliki kadar sulfida sangat tinggi sampai mencapai 95% sulfida dari setiap endapan bijihnya.

Endapan VHMS biasanya terjadi sebagai lensa polymetallic masif sulfida yang terbentuk pada
atau dekat dasar laut di lingkungan vulkanik bawah laut. Endapan ini terbentuk dari cairan logam
diperkaya terkait dengan konveksi hidrotermal dasar laut.
Host endapan ini dapat berupa batuan vulkanik atau batuan sedimen. Endapan VHMS
merupakan sumber utama Zn, Cu, Pb, Ag, dan Au, dan sumber yang signifikan untuk Co, Sn, Se,
Mn, Cd, In, Bi, Te, Ga, dan Ge.
Endapan VHMS berada di, atau dekat,dasar laut melalui fokus pelepasan panas, larutan
hidrotermal yang kaya logam. Untuk alasan ini, endapan VHMS diklasifikasikandi bawah
klasifikasi umum dari endapan “Exhalative”, yang termasuk sedimen exhalative (Sedex) dan
endapan nikel (Eckstrand et al., 1995),
biasanya berbentuk gundukan sampai tabular, tubuh terdiri atas batas strata terutama kandungan
sulfida yang besar (> 40%), kuarsa dan bagian bawahnya merupakan phyllosilicates,dan mineral
dan oksida besi serta silikat yang mengubah dinding-batu, serta terdapat white smoker dan black
smoker.

Ini mewakili penampang klasik dari endapan VHMS, dengan semi-massif sampai massif sulfida
lensa ditutupi oleh sistem urat stockwork dan berasosiasi dengan alterasi yang berasal dari pipa.
Dari (Hannington et al. (1998).
Tatanan Geologi & Tektonik Endapan VHMS ini, berasosiasi dengan back arc rifting, pada
tatanan busur vulkanik dan berasosiasi dengan pembentukan kaldera dan struktur di lingkungan
submarin. Endapan VHMS ini, juga berasosiasi dengan pemekaran samudera aktif pada back arc
basin serta pegunungan api bawah laut, juga berperan dalam pembentukan endapan VHMS.

Tatanan tektonik dan geologi yang paling umum di antara semua jenis endapan VHMS adalah
bahwa mereka terbentuk dalam perpanjangan tektonik dasar laut, termasuk didalamnya
pemekaran lantai samudera dan lingkungan busur (Herzig dan Hannington, 1995), tetapi
endapan yang tercatat dalam geologi yang terbentuk terutama di busur samudera, busur benua
dan sistem back-arc (Franklin et al. 1998; Allen et al., 2002). Ini dikarenakan selama aktivitas
tektonik subduksi kebanyakan dari lantai samudera tua tersubduksi .

Proses Hidrotermal VHMS Endapan VHMS berhubungan erat dengan kegiatan vulkanik bawah
laut. Larutan hidrotermal yang berperan sangat dipengaruhi oleh fluida magmatis serta aliran air
laut yang masuk ke dalam sistem hidrotermal. Fluida meteorik berasal dari air laut yang
mempunyai karakter kimiawi tertentu dengan komposisi tinggi kadar klorida dan sulfat. Karena
merupakan percampuran antara fluida magmatis dan air laut mengakibatkan fluida mineralisasi
mempunyai salinitas tinggi (umumnya 5-20 wt % NaCl eq.) dengan tingginya kadar sulfida &
sulfat Tahapan- tahapan mineralisasi endapan VHMS sebagai berikut :

 Air laut meresap melalui rekahan yang terbentuk di lantai samudera


Fluida tersebut dipanaskan oleh batuan bagian dalam yang melebur pada kerak samudera
sampai ketinggian temperatur setinggi 400°C

 Fluida yang panas perlahan naik ke permukaan

 Lalu memancar ke permukaan dan terbentuklah black smoker

 Proses urat hidrotermal ini menghasilkan 2 tipe proses geologi, yaitu black smoker dan
white smoker. Perbedaan antara black smoker dan white smoker :
 Pada black smoker :

 Mempunyai suhu lebih dari 360 0C

 Endapan mineral yang dihasilkan, yaitu pirit (FeS2), kalkopirit (CuFeS2), anhidrit
(CaSO4)

 Mineral yang dihasilkan yaitu mineral sulfide

 Pada white smoker :

 Memiliki suhu antara 260-300 0

 Endapan mineral yang dihasilkan yaitu pirit (FeS2) dan sphalerit (ZnS).
Kaya akan zinc

 Lebih dalam berada pada pinggir sekuen vulkanik submarine

Tipe-tipe Endapan VHMS Terdapat tipe-tipe endapan VHMS di dunia ini berdasarkan pada
litologi footwall dan sistem geotektonik :

 Cyprus type: berhubungan dengan tholeiitic batuan basalt dalam sekuen ofiolit (back arc
spreading ridge), g. Troodos Massif (Siprus).

 Besshi-type: berasosiasi dengan lempeng vulkanik dan turbidit kontinental, g. Sanbagwa


(Jepang).

 Kuroko-type: berasosiasi dengan batuan vulkanik felsik terutama kubah rhyolite (back
arc rifting), e.g. Kuroko deposits (Jepang).

 Primitive–type : berasosiasi dengan differensiasi magma, g Canadian Archean rocks.

Karakteristik setiap tipe endapan ditunjukkan pada Tipe endapan Vulkanik Hosted Massif
Sulphide erminologi konvensional (Dimodifikasi dari Hutchinson, 1980) Mineralogi ubahan &
Urat Mineral ubahan dan tekstur yang terdapat di urat, adalah sebagai berikut :

 Mineral sulfida dominan : pirit, pirhotit, markasit, arsenopirit,kalkopirit, sfalerit, galena

 Mineral sulfat : barit, anhidrit

 Mineral lempung : smektit, illit, serisit (temperatur meningkat)

BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan

Dari hasil praktikum endapan mineral yang telah dilaksanakan, penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa bijih (ore) adalah suatu batuan atau kumpulan mineral, yang mengandung
mineral-mineral yang bernilai ekonomis, dan dapat diekstrak. Bijih terdiri dari mineral-mineral
yang bernilai ekonomis (biasanya mengandung logam) yang disebut sebagai mineral bijih (ore
mineral, mengandung logam) serta termasuk mineral industri (industrial mineral, non-logam) dan
mineral yang tidak bernilai ekonomis yang disebut sebagai mineral penyerta (gangue mineral).

Alterasi hidrothermal merupakan proses yang terjadi akibat adanya reaksi antara batuan asal
dengan fluida panasbumi. Batuan hasil alterasi hidrotermal tergantung pada beberapa faktor,
tetapi yang utama adalah temperatur, tekanan, jenis batuan asal, komposisi fuida (hususnya pH)
dan lamanya reaksi (Browne, 1984). Proses alterasi hidrotermal yang tejadi akibat adanya reaksi
antara batuan dengan air jenis klorida yang berasal dari reservoir panasbumi yang terdapat jauh
dibawah permukaan (deep chloride water) dapat menyebabkan teriadinya pengendapan
(misalnya kwarsa) dan pertukaran elemen-elemen batuan dengan fluida, menghasilkan mineral-
mineral seperti chlorite, adularia, epidote. Tipe endapan mineral dibagi menjadi : tipe endapan
orthomagmatik, tipe endapan pegmatik, tipe endapan pneumatolotik dan tipe endapan
hidrotermal. Tipe endapan hidrotermal sendiri terbagi atas epithermal high sulfide dan low
sulfida. Contohnya Tambang Emas di Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi
Sumatra Utara (PT. Agincourt Resources).

Skarn adalah sebuah terminology pada dunia pertambangan untuk mengidentifikasikan suatu
lapisan seperti seam yang berwarna gelap (kehitaman) akibat dari adanya intrusi (terobosan) oleh
fluida pembawa bijih. Endapan skarn juga dikenal dengan beberapa terminology lain, yaitu :
hydrothermal metamorphic, igneous metamorphic, dan contact metamorphic.

Umumnya terbentuk (namun tidak selalu) pada kontak antara intrusi plutonik dengan batuan
induk (country rock) karbonat.

Skarn dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu Eksoskarn dan endoskarn. Eksoskarn dan
endoskarn adalah terminologi umum yang digunakan untuk menandai batuan sedimen dan
batuan beku, kandungan magnesium dan kalsit skarn komposisinya mendominasi pada protolith
dan menghasilkan skarn mineral.

8.2. Saran

Setelah pelaksanaan praktek endapan mineral di laboratorium, penulis ingin menyarankan


kepada kakanda asisten yang berbau positif dan bersifat membangun untuk kepentingan kita
bersama. Saran dari penulis antara lain :
 Diharapkan kepada asisten agar lebih menekankan pemahaman praktikan daripada
mengejar jumlah deskripsi, karena walaupun deskripsi banyak, namun dia belum paham,
itu tidak ada artinya dan hanya sia-sia.

 Diharapkan kepada asisten untuk melakukan penambahan sampel dari berbagai macam
tipe endapan, tujuannya untuk agar para praktikan memahami sifat fisik dari masing-
masing tipe endapan.

 Carilah referensi-referensi dan informasi yang lebih membangun, hal ini diharapkan agar
adanya perkembangan bagi para praktikan dan mudah dalam mendapatkan informasi
tentang dunia endapan mineral.

 Selanjutnya penulis juga berharap untuk semester depan kita sudah punya format laporan
yang baku, sehingga tidak membingungkan para praktikan, lalu untuk semester depan
diharap format penuntun praktikum ini hendaknya telah ada guna membantu praktikan
maupun asisten pada saat praktikum berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai