Anda di halaman 1dari 14

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
MATA KULIA VOLKANOLOGI

TUGAS 1

OLEH :
VAN WIHEL OKRIAN MONCAI
D061181342

MAKASSAR
2021
”THE CHARACTERISTIC OF ERUPTION OF INDONESIAN ACTIVE
VOLCANOES IN THE LAST FOUR DECADES”
Ciri khas letusan gunung berapi aktif Indonesia dalam empat
dekade terakhir

1.1 PENDAHULUAN

Indonesia memiliki 129 gunung berapi aktif yang tersebar di seluruh nusantara
kecuali pulau Kalimantan. Sekitar 13% gunung berapi di dunia terdapat
di Indonesia. Kepulauan Indonesia merupakan salah satu kawasan klasik yang
menunjukkan hubungan antara vulkanisme aktif dan tektonik yang dipengaruhi
oleh interaksi tiga  lempeng tektonik, Lempeng Eurasia bergerak ke selatan,
lempeng India-Australia bergerak kebergerak ke arah utara, dan Lempeng Pasifik
arah barat.
Gunung berapi Kenozoikum di Jawa sebagian besar muncul di atas sedimen
laut Neogen di kompleks atas daripada di Pra-Tersier (Hamilton, 1979). Jenis
batuan lahar yang dominan di pulau Jawa adalah batuan andesit basalt dengan
kandungan silika kurang lebih 55% (Nicholls dan Whitford, 1976). Terdapat
korelasi positif antara kedalaman Zona Benioff dan kandungan K2O, elemen jejak
dan rasio isotop Sr, yang menunjukkan bahwa magma yang berasal dari mantel
berhubungan dengan subduksi. Ketebalan kerak di bawah busur vulkanik di Jawa
berkisar 20-25 km dengan zona Benioff mencelupkan 55 ⁰ ke arah utara.
Sistem pegunungan muda di Indonesia terdiri dari dua busur pulau paralel,
yaitu: busur dalam vulkanik dan palung busur luar non vulkanik. Sumatera dan
Jawa adalah contoh yang bagus. Hirokawa (1980) menyatakan bahwa sebagian
besar gunung api di busur dalam vulkanik adalah gunung api stratovolkano,
tersusun dari andesit yang banyak di antaranya aktif. Beberapa di antaranya
memiliki kerucut cinder dan atau kubah lava, sebagai gunung berapi pusat dan
parasit.
Berdasarkan aktivitas dan letusannya, gunung api aktif di Indonesia dibedakan
menjadi tiga jenis, yaitu: tipe A, tipe B, dan tipe C (Kusumadinata, 1979). Tipe A
adalah gunung api yang menunjukkan letusan magmatik setidaknya sekali sejak
tahun 1600, mengalami peningkatan aktivitas, atau bahkan hanya letusan freatik
saja. Saat ini beberapa diantaranya sering meletus, seperti Semeru, Dukono,
Marapi, Ibu dan Raung. Gunung berapi lain dari kelompok ini meletus secara
berkala paling lama 1-5 tahun. Oleh karena itu, gunung api tipe A dimasukkan
sebagai prioritas pertama untuk dipantau oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Wilayah Geologi. Pemantauan gunung api dengan metode seismik kontinyu dan
periodik dibantu dengan metode lain seperti pengukuran jarak elektronik (EDM),
tilting, global positioning system (GPS), dan geokimia gas dan air.

1.2 METODE

Peninjauan karakteristik letusan gunung berapi aktif di Indonesia didasarkan


pada catatan letusan gunung berapi dan peningkatan aktivitas selama empat
dekade terakhir. Berdasarkan riwayat aktivitasnya, gunung berapi bukanlah
karakter letusan yang berubah secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan waktu yang
lama untuk berubah. Mt. Gunung Kelud misalnya, merupakan gunung berapi
dengan danau kawah yang telah berubah menjadi gunung berapi dengan kubah
lava.
Selama sejarah aktivitasnya, Mt. Kelud telah menghasilkan 7 kubah lava. Jadi
aktivitas Gunung Kelud sudah kembali ke karakter letusan sebelumnya. Dengan
mengetahui karakteristik letusan suatu gunung berapi diharapkan dapat
bermanfaat dalam peramalan dan upaya mitigasi bila aktivitasnya meningkat. Tapi
ini akan menjadi kekosongan untuk yang tidak aktifgunung berapi saat menjadi
aktif kembali. Dalam dua dekade, ada dua gunung berapi yang meletus setelah
400 tahun tidak aktif. Berdasarkan fakta tersebut maka klasifikasi gunung berapi
aktif di Indonesia harus dipikirkan kembali.

1.3 KARAKTERISTIK ERUPSI

Setiap tahun aktivitas sekitar 1.012 gunung berapi aktif di Indonesia


meningkat, dan dua hingga lima di antaranya meletus. Dalam lima dekade terakhir
karakteristik letusan gunung berapi aktif di Indonesia dapat dibagi menjadi lima
kategori yaitu: gunung berapi dengan kubah lava, danau kawah, ventilasi terbuka,
gas dan kerucut dalam kaldera.

1. Gunung Berapi Dengan Kubah Lava

Secara morfologi gunung berapi ini berbentuk kerucut dengan kubah lava di
puncaknya. Jenis ini milik Merapi (Yogyakarta); Soputan (Sulawesi Utara); dan
Karangetang (Kepulauan Sangihe) dan Kelud yang meletus pada tahun 2007. Ini
adalah gunung berapi teraktif di Indonesia, hampir setiap tahun setidaknya ada
satu gunung meletus yang menghasilkan kubah lava atau kubah sebelumnya
semakin membesar.
Merapi adalah gunung berapi yang terkenal di dunia. Ini memiliki karakter
khusus yang disebut tipe Merapi. Dalam lima dekade gunung berapi ini telah
membangun kubah lava baru dan menghasilkan beberapa peristiwa runtuhnya
kubah aliran piroklastik Saat kubah lava baru terbentuk, itu bergeser ke berbagai
titik di sekitar kawah yang menyiratkan daerah bahaya yang akan terkena dampak
letusan. Pemantauan gunung berapi terutama di daerah puncak, deformasi tanah,
seismik, dan metode visual sangat penting untuk memprediksi upaya mitigasi dan
letusan berikutnya. Medan gunung berapi merupakan kawasan yang baik untuk
pertanian karena tanah yang subur dan pemandangan yang bagus untuk
pariwisata, sehingga kawasan ini menjadi lebih diminati oleh banyak orang.
Populasi di zona bahaya menjadi lebih padat. Ini adalah masalah lain yang lebih
kompleks bagi Pemerintah Daerah untuk mengelola penggunaan lahan.

2. Gunung Berapi Dengan Danau Kawah

Indonesia dengan iklim tropisnya sangat berpotensi mengalami curah hujan


sepanjang tahun. Oleh karena itu, kawasan kawah merupakan kawasan yang
potensial untuk menampung air hujan yang cukup besar. Ijen, Galunggung, Awu,
Kelimutu, Dieng, Sorik Marapi, dan Gunungapi Papandayan adalah contoh di
mana air terkumpul melimpah di area kawah (Gambar 4). Beberapa kaldera juga
sebagian besar terisi air bervolume besar seperti: Danau Rinjani, Batur, dan Toba.
Untuk gunung api yang memiliki danau kawah, jika terjadi letusan biasanya
diawali dengan letusan freatik, kemudian dilanjutkan dengan air danau yang
mengalir ke lembah sekitarnya. Akan sangat berbahaya jika volume danau kawah
sangat besar, karena dapat menimbulkan banyak korban jiwa, seperti letusan
Gunung Kelud pada tahun 1586, dimana 10.000 orang telah meninggal akibat
letusan lahar tersebut. Korban terbanyak diakibatkan oleh letusan besar terakhir.
Hal itu disebabkan letusan Gunung Kelud pada tahun 1919, dimana 5.160 orang
tewas akibat letusan panas lahar yang mencapai 37,5 km dari kawah.

3. Gunung Berapi Dengan Sistem Ventilasi Terbuka

Karakteristik letusan gunung api dengan sistem ventilasi terbuka ditunjukkan


oleh letusan kecil dengan ketinggian kolom letusan berkisar dari beberapa meter
hingga beberapa ratus meter di atas kawah, seperti: Semeru, Raung, Dukono,
Marapi (Sumatera Barat), dan Kerinci. . Gunung berapi ini sangat sering meletus;
beberapa kali sehari. Gunung berapi Semeru dan Dukono meletus setiap 20 - 30
menit Gunung berapi ini tidak begitu berbahaya bagi masyarakat yang tinggal
disekitar gunung berapi, bagi yang berada pada jarak lebih dari 700 m akan tidak
terpengaruh oleh bom dan lapili, dan pecahan-pecahan. Letusan tersebut
terkadang menjadi objek wisata yang menarik untuk mengetahui letusan gunung
berapi yang sesungguhnya. Dengan memahami karakteristik letusan gunung
berapi, masa depan letusan gunung berapi dapat diprediksi dengan lebih akurat.
Karakteristik letusan gunung berapi ini umumnya menghasilkan endapan jatuhnya
piroklastik yang hanya tersebar di sekitar kawasan puncak pada jarak hingga 700
m. Jatuhnya piroklastik secara terus menerus yang menghasilkan letusan akan
menyebabkan penumpukan material lepas di sekitar puncak.

4. Letusan Gas Vulkanik Mematikan

Ciri-ciri letusan ini termasuk dalam kompleks vulkanik Dieng di Kabupaten


Bondowoso - Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Daerah ini merupakan dataran
tinggi yang terletak sekitar 2000 di atas permukaan laut, terdiri dari beberapa
kerucut dan kawah. Berdasarkan ciri geologis Kompleks Dieng dibedakan
menjadi dua wilayah yaitu Dieng Timur dan Dieng Barat. Kawasan Dieng Timur
merupakan kompleks vulkanik yang lebih muda dibandingkan kawasan Dieng
Barat. Kedua wilayah tersebut dibatasi oleh Gn. Nagasari menempati bagian
tengah.
Kompleks vulkanik Dieng terbentuk pada Kuarterner Akhir hingga Saat Ini.
Aktivitas magmatik terakhir terjadi sekitar satu abad yang lalu. Aktivitas terakhir
hanya berupa letusan freatik dan gas mematikan (Sukhyar, 1994). Letusan freatik
selanjutnya terjadi pada bulan Juli 2004. Daerah ini dikendalikan oleh trend sesar
barat-timur sebagai generasi sesar orde pertama, dan diikuti oleh tren tenggara-
barat laut sebagai proses sesar orde dua. Terdapat banyak kawah yang terbentuk
dan sebaran emisi gas vulkanik berhubungan dengan sesar di daerah ini Dieng
Barat merupakan daerah paling berbahaya dari emisi gas vulkanik; daerah ini
disebut juga depresi Batur (Sukhyar, 1994).
Letusan gas vulkanik besar yang mematikan pernah terjadi pada tanggal 20
Februari 1979 dan menewaskan 149 penduduk desa. Peristiwa tersebut terjadi
setelah gempa bumi tektonik yang mengguncang daerah Dieng kemudian disusul
dengan letusan freatik dari kawah Sinila. Warga panik karena suara letusan dan
letusan freatikdeposit yang mengalir di lembah dekat desa mereka. Mereka berlari
ke arah yang berbeda dari daerah endapan freatik. Gas vulkanik mematikan yang
berasal dari magma melewati zona patahan yang lebih lemah dan mereka
terperangkap oleh lapisan lempung dari endapan jatuhnya piroklastik abu yang
telah diubah. Di Dieng Barat ditemukan beberapa sesar terkubur yang sangat sulit
dikenali di lapangan, karena tertutup oleh endapan piroklastik yang lebih muda.
Kawah kecil tua tersebar di sekitar area ini. Supriyati et al., (2006) mempelajari
sesar di daerah ini dengan metode kandungan merkuri dalam tanah. Selain itu
Humaida et al (2005) memetakan konsentrasi CO2 dalam tanah yang
menunjukkan bahwa sebaran CO2 membentuk pola yang mengikuti sesar.

5. Kerucut Pertumbuhan di Calderas

Indonesia memiliki banyak kaldera prasejarah di seluruh nusantara, namun


hanya terdapat dua kaldera pembentuk letusan yang terjadi selama masa sejarah,
yaitu: Krakatau pada tahun 1883 dan Tambora pada tahun 1815. Kedua formasi
kaldera tersebut disebabkan oleh aliran piroklastik yang sangat besar yang
menghasilkan letusan yang tersebar luas hingga daerah sekitarnya. Tsunami tahun
1883 menyebabkan letusan Gunung Krakatau melanda di sepanjang pesisir
Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan India. Kolom letusan letusan mencapai
ketinggian lebih dari 10 km dan menewaskan 36.541 orang. Letusan Gunung
Tambora tahun 1815 telah meluluhlantahkan wilayah sekitar gunung berapi dan
menewaskan 92.000 orang, sebagian besar korban akibat kekeringan dan tertutup
oleh jatuhnya piroklastik yang tebal dan endapan beku. Supriatman (2006)
menyatakan bahwa dua kerajaan di kawasan itu hilang akibat letusan. Letusan ini
sangat terkenal di dunia sebagai letusan terbesar dalam catatan waktu sejarah yang
menyebabkan kemiskinan dan juga dikenal sebagai tahun tanpa musim panas.
Setelah terbentuknya kaldera, aktivitas vulkanik biasanya berlanjut hingga
membentuk kerucut vulkanik baru. Sebagian besar berukuran kecil, sedangkan
yang besar berbentuk stratocones, seperti kerucut Widodaren dan Segarawedi di
dalam Kaldera Pasir Laut (Tengger - Bromo), kerucut Blau dan Papak di dalam
Kaldera Ijen. Formasi kaldera yang lebih tua akan melahirkan beberapa post
caldera cone yang sebagian besar memiliki strato-cone yang besar. Sedangkan
formasi kaldera yang lebih muda, biasanya hanya mengandung kerucut kecil,
seperti Rinjani, Krakatau, dan Batur Calderas. Umumnya, kerucut menghasilkan
air terjun piroklastik skala kecil dan aliran lava letusan tipe strombolian Distribusi
hasil letusan cukup singkat di dalam kaldera, pada malam hari letusan ini menjadi
event yang sangat menarik untuk disaksikan oleh wisatawan.

 Tipe Erupsi Gunungapi


Ada beberapa klasifikasi yang digunakan untuk membedakan tipe erupsi
gunungapi, beberapa di antaranya dinamakan berdasarkan tempat gunungapi
tersebut berada dan beberapa lainnya dinamakan berdasarkan bentuk hasil
letusan yang dihasilkan
1. Tipe erupsi Hawiian, terbentuk oleh larutan magma yang bersifat basaltik
yang terlempar ke udara dari sebuah saluran (vent) pada bagian puncak atau
lereng sebuah gunungapi. Semburan api tersebut bisa berlangsung dalam
waktu beberapa jam sampai dengan hitungan hari.
2. Erupsi Tipe Strombolian
Tipe erupsi ini terjadi akibat adanya semburan lava dengan komposisi basal
sampai dengan basal andesitik dari mulut conduit atau saluran magma.
Letusan biasanya terjadi secara teratur maupun tidak dalam hitungan menit.
Tipe letusan ini dicirikan dengan letusan lava yang tinggi mencapai ratusan
meter yang disebabkan oleh akumulasi gas dalam jumlah yang banyak pada
bagian dalam dan leher mulut yang kemudian tertekan dan meletus ketika
sampai pada mulut gunungapi. Letusan ini menghasilkan lava dengan
tekstur kaca dan scoria serta lava bomb.
3. Erupsi vulkanian, merupakan tipe erupsi yang singkat namun sangat
eksplosif yang umumnya disusun oleh magma yang bersifat andesit, dasit,
atau riolit. Letusan ini dihasilkan oleh fragmentasi dan ledakan dari lava
yang berada pada saluran gunungapi atau juga bisa dihasilkan dari runtuhan
kubah vulkanik. Erupsi vulkanian dapat menghasilkan sebuah ledakan yang
sangat hebat dengan material yang meledak dapat terlempar dengan
kecepatan lebih dari 350 meter/jam dan mencapai ketinggian sampai dengan
beberapa kilometer di udara.
4. Erupsi Tipe Plinian, Tipe erupsi gunungapi yang paling tinggi daya ledak
dan paling luas cakupannya adalah tipe erupsi plinian. Letusan ini
dihasilkan akibat fragmentasi dari magma dengan kandungan gas yang
sangat tinggi dan biasanya berasosiasi dengan magma yang bersifat kental,
yaitu berkomposisi riolitik dan dasitik. Erupsi ini akan menghasilkan energi
ledakan yang sangat besar yang disertai dengan terbentuknya kolom energi
yang disusun oleh gas dan debu yang menjulang mencapai ketinggian 50 km
dan kecepatan yang sangat tinggi, mencapai ratusan meter per jam. Debu
yang dihasilkan dari tipe letusan ini dapat menjangkau jarak ratusan bahkan
ribuan kilometer dari sumbernya.
5. Erupsi Tipe Pelean, Tipe erupsi ini sering juga disebut dengan Nuee
Ardent yang berarti gumpalan awan, terbentuk akibat magma yang sangat
kental yang biasanya berkomposisi riolitik atau andesitik terlempar ke udara
dan jatuh kembali lalu membentuk sebuah gumpalan yang bercampur
dengan material hasil erupsi lainnya. Erupsi ini mempunyai karakteristik
utama, yaitu dengan kehadiran gumpalan awan panas yang terdiri atas
material piroklastik dan debu vulkanik yang panas bergerakmenjauh dari
pusat erupsi. Selain itu tipe erupsi ini juga dicirikan dengan pembentukan
kubah lava.
6. Erupsi Tipe Merapi, Tipe ini adalah ciri khas Gunung Merapi,
Yogyakarta-Jawa Tengah Tipe erupsi ini dicirikan oleh leleran lava dan
awan panas guguran yang terjadi akibat longsornya kubah lava. Kubah lava
yang sedang tumbuh cenderung tidak stabil. Selain karena masih terdesak
oleh pasokan fluida magma, materialnya masih ringkih, antara membeku
dan liquid yang menyebabkan mudah retak. Ketika volume kubah mencapai
besaran tertentu dan batuan dasarnya tidak mampu menopangnya, maka
akan runtuh, kesempatan itulah yang dimanfaatkan oleh magma ikut
terdorong dan tercipta awan panas guguran (rock avalanche atau nuee
ardante d’avalanche). Ancaman yang utama dari tipe ini adalah aliran awan
panas guguran. Arah ancaman tergantung aliran awan panas guguran.
7. Erupsi Tipe Karangetan, Tipe letusan ini sangat spesifik terjadi di gunung
Karangetan, pulau Siau, Sulawesi Utara Tipe ini mirip dengan tipe Merapi,
namun perbedaaannya adalah awan panas guguran terjadi bukan dari puncak
kubah tetapi dari ujung leleran lava. Pada saat terjadi efusif (leleran lava),
lava di permukaan relatif lebih cepat membeku, sedangkan di bagian dalam
masih liquid sehingga seolah-olah bergerak dalam terowongan (tunnel).
Ketika ujung tunnel tersebut tersumbat oleh lava yang membeku, lama
kelamaan akan membesar dan membentuk gundukan di bagian ujung.
Karena masih adanya lava yang masih liquid, akan mendorong kemudian
membongkar gundukan dan menyebabkan awan panas guguran.
8. Tipe erupsi Vincent, Tipe erupsi ini mempunyai ciri berupa lava yang agak
kental dan bertekanan gas menengah. Pada kawah terdapat danau kawah,
yang sewaktu terjadi letusan akan dimuntahkan ke luar dengan membentuk
lahar letusan. Setelah danau kosong, disusul oleh hembusan bahan lepas
gunungapi berupa bom, lapili dan awan pijar. Suhu lahar letusan adalah
sekitar 100°C. Contoh tipe ini di Indonesai adalah G. Kelud yang meletus
pada tahun 1906 dan 1909.
9. Erupsi Tipe Surtseyan dan Tipe Freatoplinian, Kedua tipe erupsi ini
merupakan erupsi yang terjadi pada pulau gunungapi, gunungapi bawah
laut atau gunungapi yang berdanau kawah. Surtseyan merupakan erupsi
interaksi antara magma basaltic dengan air permukaan atau bawah
permukaan, letusannya disebut freatomagmatik. Tipe Freatoplinian
mempunyai mempunyai proses kejadian yang sama dengan Surtseyan,
tetapi magma yang berinteraksi dengan air berkomposisi riolitik.

 Bentuk Gunungapi

Gunungapi merupakan bentukan alam yang terbentuk karena aktivitas magma


yang keluar dari perut bumi. Bentuk gunungapi dikontrol oleh tipe letusan
yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Berikut beberapa bentuk
gunungapi yang umum dijumpai
1. Stratovolcano/Kerucut
Gunungapi ini tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan
berubah-ubah sehingga dapat menghasilkan susunan yang berlapis-lapis
dari beberapa jenis batuan, sehingga membentuk suatu kerucut besar
(raksasa), yang kadang-kadang bentuknya tidak beraturan karena letusan
terjadi beberapa ratus kali. Puncak gunungapi ini semakin lama semakin
tinggi karena endapan erupsi lava dan bahan piroklastik dari kawah
gunung. Pembentukan stratovolcano ini terjadi di zona subduksi.
Indonesia merupakan negara dimana gunungapi strato ini paling banyak
dijumpai seperti Gunung Merapi.
2. Cinder Volcano
Gunungapi ini dicirikan dengan lubang kepundan yang berbentuk seperti
corong/kubah dengan kemiringan lereng yang curam. Gunungapi ini
memiliki letusan yang sangat besar dimana abu dan pecahan kecil batuan
vulkanik hasil letusannya menyebar di sekeliling gunung. Sebagian besar
gunung jenis ini membentuk mangkuk di puncaknya Mempunyai
ketinggian yang relatif rendah yaitu kurang dari 500 meter dari
permukaan di sekitarnya.
3. Perisai (Shield)
Gunungapi ini berbentuk seperti perisai atau tameng (shield). Bentuk
gunungapi ini relatif datar dan landai karena jenis lava yang dihasilkan
merupakan lava cair bersifat basalt. Shield volcano banyak terbentuk pada
zona hot spot di tengah samudera. Tersusun dari batuan aliran lava yang
pada saat diendapkan masih cair, sehingga tidak sempat membentuk suatu
kerucut yang tinggi (curam), bentuknya akan berlereng landai, dan
susunannya terdiri dari batuan yang bersifat basaltik. Contoh bentuk
gunung berapi ini terdapat di kepulauan Hawai.
4. Maar
Gunungapi ini terbentuk dari erupsi eksplosif dan dikendalikan oleh dapur
magma yang dangkal. Ketinggian gunungapi ini rendah dan pasca letusan
biasanya akan terbentuk danau yang dasarnya relatif kedap air.
5. Kaldera (Caldera)
Gunung berapi jenis ini terbentuk dari ledakan yang sangat kuat yang
melempar ujung atas gunung sehingga membentuk cekungan atau kaldera.
Kaldera merupakan kawah gunungapi yang sangat luas dan di dalam
kompleks kawah tersebut sering muncul gunungapi baru seperti Kaldera
Bromo dan Yellowstone di Amerika Serikat.

1.4 PEMBAHASAN (diskusi)

Ciri-ciri letusan gunung api aktif di Indonesia terbagi menjadi lima jenis.
Untuk memahami karakteristik letusannya, sangat penting bagi Pusat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi untuk memantau dan memetakan daerah rawan.
Tanahnya yang subur, pemandangan yang bagus, cuaca yang sejuk, dan kaya akan
mineral, gunung berapi menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk datang dan
tinggal di sekitar lerengnya, mengolah tanah untuk bercocok tanam, mendaki
gunung, olah raga dll. Gunung berapi aktif Indonesia penting dan sangat berguna
dalam upaya mitigasi dan prediksi letusan gunung berapi di masa mendatang.
Setiap gunung api memiliki karakter letusan yang berbeda-beda, dan dampak
letusannya berbeda-beda terhadap daerah sekitarnya saat terjadi letusan. Dalam
empat dekade terakhir, gunung berapi aktif di Indonesia terbagi menjadi lima
karakter letusan yang berbeda. Ciri letusan pertama adalah gunung api dengan
kubah lava di puncaknya. Jenis pertama adalah gunung berapi yang sangat aktif
dengan rentang letusan 1 - 5 tahun.
Ciri letusan kedua adalah gunung berapi dengan danau kawah. Letusan
biasanya diawali dengan letusan freatik kemudian diikuti oleh letusan magmatik,
namun di gunung api lain kemungkinan hanya berupa freatik saja, tanpa diikuti
dengan letusan magmatik. Setiap letusan Gunung Kelud selalu diikuti letusan
magmatik singkat. Energinya yang besar menghasilkan aliran piroklastik dalam
jumlah besar dan jatuhnya piroklastik menghasilkan letusan.
Ciri letusan ketiga adalah gunung api dengan sistem ventilasi terbuka dimana
letusan terus menerus terjadi sepanjang hari. Jenis gunung api tersebut merupakan
gunung api teraktif di Indonesia sama aktifnya dengan gunung api berkubah lava.
Secara umum, gunung berapi dengan sistem ventilasi terbuka ini adalah gunung
berapi yang paling aktif, dimana kubahnya selalu berasap.
Jenis letusan yang keempat adalah gunung api dengan gas letusan yang
mematikan seperti kompleks gunung api Dieng. Kompleks kanikus tersesar oleh
beberapa sesar dimana sesar utama berorientasi pada arah timur - barat dan
tenggara - barat laut. Sesar-sesar ini terkubur oleh endapan musim gugur
piroklastik muda. Beberapa kesalahan masih aktif. Pada akhir Maret 2006 sesar
barat-timur di kawasan selatan kompleks vulkanik Dieng aktif dan menyebabkan
kegempaan di kawasan ini. Aktivitas kompleks vulkanik Dieng meningkat,
tingkat kewaspadaan ditingkatkan menjadi level dua. Gempa tektonik lokal
dirasakan oleh masyarakat sekitar. Adanya gempa bumi mengkhawatirkan, karena
dapat memecah lapisan penutup abu yang jatuh, yang mengakibatkan keluarnya
gas vulkanik beracun yang mematikan.
Jenis kelima dari karakteristik letusan adalah kerucut vulkanik di dalam
kaldera. Dalam empat dekade terakhir, letusan ini terjadi dalam skala kecil yang
menghasilkan beberapa aliran lava dan endapan jatuhan udara. Letusan
strombolian sangat umum terjadi pada karakter letusan ini. Endapan air fall
biasanya terdiri dari andesit basaltik - andesit, abu untuk memblokir fragmen yang
hanya tersebar di sekitar dan di dalam kaldera.
Dengan memahami karakteristik semua gunung api teraktif di Indonesia,
semoga bermanfaat dalam mitigasi dan prediksi letusan gunung berapi.
Pemantauan dimaksudkan untuk memberi tahu masyarakat ketika aktivitas
vulkanik meningkat, apa yang harus dilakukan, ¸ kemana mereka harus pergi
untuk evakuasi. Selama tidak ada perubahan yang berarti baik secara fisik maupun
instrumental, perubahan karakteristik letusan dari letusan yang akan datang
kemungkinan besar tidak akan terjadi.

Anda mungkin juga menyukai