PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gunung Kelud termasuk salah satu gunungapi dengan tipe keaktifan A di
Indonesia yang terletak di 7.93oS-112.308oE dengan ketingggian 1731 meter.
Lebih dari tiga puluh kali erupsi telah tercatat dari Gunung Kelud sejak seribu
Masehi. Menurut catatan sejarah kegiatannya, erupsi Gunung Kelud telah
menimbulkan banyak korban manusia dan harta benda. Sebelum letusan pada
tahun 2007, besar atau kecilnya jumlah korban jiwa sangan erat kaitannya dengan
volume air danau kawah yang berfungsi sebagai saluran pengendali air danau
yang dialirkan melalui sungai-sungai besar yang berhulu di puncak Gunung
Kelud, seperti Kali Bladak dan Kali Sumberagung.
Tipe letusan Gunung Kelud telah mengalami perubahan yang menarik selama
perkembangannya. Gunung Kelud yang tadi nya memiliki tipe letusan eksplosif,
pada tahun 2007 meletus dengan tipe letusan efusif. Letusan ini menghasilkan
munculnya kubah lava pada kawah Gunung Kelud, dan daerah kawah menjadi
kering.
1.3 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini ialah untuk merangkum,
menyusun, dan menyajikan informasi mengenai Gunung Kelud sebelum letusan
pada tahun 2007 dan kondisi Gunung Kelud pada saat letusan tahun 2007.
BAB 2
GEOLOGI REGIONAL
2.1 Fisiografi
Jawa Timur dan Madura di bagi menjadi 7 zona fisiografi yaitu, zona Pegunungan
Selatan Bagian Timur, Zona Solo, Zona Kendeng, Zona Randublatung, Zona
Rembang, Dataran Aluvial Jawa Utara, dan Gunungapi Kuarter (Van Bemmelen,
1949).
a. Zona Pegunungan Selatan Bagian Timur
Zona ini merupakan busur volkanik Eosen-Miosen yang terdiri atas endapan
silisiklastik, volkanoklastik, batuan karbonat, dan volkanik dengan kemiringan
seragam kearah selatan. Zona ini bersifat tidak menerus dan terdiri dari paling
tidak tiga bagian yang terisolasi (Van Bemmelen, 1949). Zona ini memanjang
sepanjang pantai selatan Jawa Timur dan Wonosari dekat Yogyakarta hingga
ujung paling timur Pulau Jawa. Daerah ini pada umumnya memiliki topografi
yang terbentuk oleh batugamping dan volkanik, serta sering dijumpai karst.
b. Zona Solo
Zona ini memiliki umur Tersier yang ditutupi oleh beberapa gunungapi yang
berumur kuarter, terbagi menjadi 3 subzone yaitu :
c. Zona Kendeng
Zona ini merupakan antiklinorium yang memanjang mulai dari Semarang
yang kemudian menyempit kearah timur sampai unung Jawa Timur di bagian
utara. Antiklinorium imi merupakan perpanjang kea rah timur dari
pegunungan Serayu Utara, Jawa Tengah. Zona Kendeng merupakan anjakan
berwarna barat-timur . zona ini umumnya terbentuk oleh endapan volkanik ,
batupasir, batulempung dan napal.
d. Zona Randublatung
Zona ini merupakan sinklinorium yang memanjang mulai dari Semarang di
sebelah barat hingga Wonosobo pada bagian timur. Zona ini berbatasan
dengan zona Kendeng di bagian selatan dan zona Rembang pada bagian utara.
e. Zona Rembang
Zona ini merupakan sebuah antiklinorium yang memanjang dengan arah
barrat-timur, mulai dari sebelah timur Semarang hingga Pulau Madura dan
Kangean. Zona ini memiliki lebar rata-rata 0 km. Zona ini merupakan hasil
dari segala gejala tektonik Tersier akhir. Zona ini terdiri dari sikuen mulai dari
Eosen hingga Pliosen yang berupa sedimen klastik laut dangkal dan karbonat
pada laut yang luas. Pada zona ini terdapat sebuah tinggian (tinggian
Rembang) yang dibatasi oleh sesar mayor berarah ENE-WSW.
f. Dataran Aluvial Jawa Utara
Bagian barat dari Dataran Aluvial Jawa Utara meliputi Semarang ke timur ke
Laut Jawa dan berbatasan dengan Zona Rembang di bagian timur. Pada bagian
timur mulai dari Surabaya hingga ke arah barat laut, di sebelah barat
berbatasan dengan Zona Randublatung, dan di sebelah utara serta selatan
berbatasan dengan Zona Rembang.
g. Gunungapi Kuarter
Zona ini berada di bagiah tengah Zona Solo, selain Gunung Muria. Beberapa
ahli menamakan sebagai Busur Volkanik Kenozoikum akhir yang aktif sejak
Miosen Akhir.
Berdasarkan klasifikasi diatas, daerah penelitian terletak pada Zona Gunungapi
Kuarter yang terletak ditengah Zona Solo yang terbentuk sejak Miosen Akhir.
Tatanan tektonik dan struktur geologi Pulau Jawa tidak terlepas dari adanya teori
tektonik lempeng. Kepulauan Indonesia merupakan titiik pertemuan antara tiga
lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif lebih stabil, Lempeng
Samudra Pasifik yang bergerak relatif ke arah baratlaut, dan Lempeng IndoAustralia yang relatif bergerak ke arah utara.
Van Bemmelen membagi Pulau Jawa menjadi dua elemen struktur, yaitu
geosinklin Jawa Utara dan geosinklin Jawa Selatan. Kedua elemen tersebut
memanjang dari arah barat-timur. Geosinklin Jawa Utara dikenal sebagai
Cekungan Jawa Timur Utara. Struktur-struktur yang berkembang di Pulau Jawa
diakibatkan adanya suatu pengangkatan yang terjadi selama Kala Intra Miosen
BAB 3
GUNUNG KELUD
3.1 Informasi Umum Gunung Kelud
Gunung Kelud termasuk salah satu gunungapi dengan tipe keaktifan A di
Indonesia yang terletak di 7.93oS-112.308oE dengan ketingggian 1731 m.
Menurut bentuknya, gunungapi ini termasuk tipe stratovolcano. Secara
administratif, Gunung Kelud termasuk wilayah Kabupaten Kediri, lebih tepatnya
berada di perbatasan antara Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar, kira-kira
jaraknya 27 km di sebelah timur pusat Kota Kediri. Gunung dengan ketinggian
1731 m diatas permukaan laut ini dapat berjarak 40 km atau 45 menit dari arah
timur Monumen Simpang Lima Gumul (SLG) yang diproyeksikan menjadi
central business district (CBD) Kabupaten Kediri.
Menurut catatan sejarah kegiatannya, erupsi Gunung Kelud telah menimbulkan
banyak korban manusia dan harta benda. Gunung Kelud merupakan salah satu
gunung yang memiliki erupsi terbesar dan mematikan di Indonesia. Kegiatan
erupsi pada umumnya mengalami migrasi searah jarum jam mengelilingi puncak
kompleks kepundan. Lebih dari tiga puluh kali erupsi telah tercatat dari Gunung
Kelud sejak seribu Masehi. Pasokan air dari Kawah Kelud umumnya sedikit,
tetapi erupsi telah membuat aliran piroklastik dan lahar yang menyebabkan
bencana dan kerusakan yang fatal. Bencana erupsi terbesar yang banyak menelan
korban jiwa manusia terjadi pada tahun 1586 dengan korban meninggal sekitar
10.000 orang. Pada erupsi yang terjadi pada tahun 1919, korban jiwa yang
meninggal dunia berjumlah 5.190 orang dan 9000 rumah rusak dan hancur. Pada
erupsi tahun 1966, korban jiwa yang meninggal dunia berjumlah 211 orang,
sedangkan korban luka-luka berjumlah 86 orang. Pada erupsi yang terjadi pada
tanggal 10 Februari 1990, tidak ada korban langsung akibat letusan. Korban
tidak langsung akibat bencana banjir lahar dan runtuhnya atap rumah sebanyak 34
orang. Kampung Lestari dan Wonorejo hancur total, 8 rumah hanyut, 29 rumah
rusak berat, dan 58 rumah rusak ringan. Besar atau kecilnya jumlah korban jiwa
sangan erat kaitannya dnegan volume air danau kawah yang berfungsi sebagai
saluran pengendali air danau yang dialirkan melalui sungai-sungai besar yang
berhulu di puncak Gunung Kelud, seperti Kali Bladak dan Kali Sumberagung.
Akibat letusan Gunung Kelud tahun 1990, banyak terjadi perubahan ataupun
kerusakan morfologi, infrastruktur, Sabo-Dam, sarana komunikasi, dan fasilitas
umum lainnya. Untuk pelayanan umum sekaligus untuk mengantisipasi
kemungkinan meletusnya kembali Gunung Kelud, hal-hal tersebut sebelumnya
perlu ditata kembali dan disajikan secara rinci dalam bentuk Peta Kawasan Rawan
Bencana Gunung Kelud.
Bladak, Kali Sumberagung, Kali Konto, Kali Putih, Kali Ngobo, dan Kali Semut.
Sejak letusan terakhir pada bulan Februari 1990 hingga 2004, aktivitas hanya
terdapat di sekitar tepi danau kawah berupa tembusan solfatara dan bualan air
berintensitas rendah.
Volume kubah lava per April 2008 adalah 16,2 juta meter kubik.
10
7 Februari 2001
Pihak VSI menemukan temperatur air di Danau Kawah Kelud meningkat seiring
dengan penurunan pH. Mulai dari 29 Januari 2001 sampai dengan 7 Februari 2001
temperatur air danau berkisar 50,1OC sampai dengan 51OC. Padahal, pada 18
Januari 2001 temperaturnya hanya 47,5OC dan pada 8 Januari 2001 hanya
38,5OC. Pada 7 Februari 2001, pH air menurun sampai dengan lima jika
dibandingkan dengan pengukuran pH pada Januari 2001 dan November 2000
yang menghasilkan pengukuran pH 6,3 dan 6,9. Level siaga gunungapi tetap dua
(dari skala 1-4).
21 Februari 2001
Pihak VSI melaporkan pada tanggal 12 sampai dengan 17 Februari 2001,
temperatur kawah Gunung Kelud menurun, tetapi terjadi kenaikan pH.
Temperatur turun menjadi 47,5OC dari range 50,1-51OC terukur dari 29 Januari
sampai 7 Februari 2001. Tingkat keasaman air menurun dari 5 menjadi 5,3 pada 7
Februari 2001. Status gunungapi tetap pada level siaga dua.
11 April 2001
Pihak VSI melaporkan tidak ada perubahan signifikanyang terjadi pada 2 s.d. 9
Apri 2001. Temperatur kawah mengalami penurunan yang tidak terlalu besar,
yaitu 48,5OC pada 2 April 2001 dan 48OC pada 9 April 2001.
17 Mei 2006
Berdasarkan laporan pilot Darwin VAAC diketahui bahwa pada 18 Mei 2006
terjadi kenaikan kepulan asap panas dari Gunung Kelud setinggi 5,5 m di atas
permukaan air laut.
12 September 2007
Pihak PVMBG melaporkan status Gunung Kelud dari meningkat dari level siaga
1 menjadi level siaga 2. Menurut laporan tersebut, air Kawah Gunung Kelud naik
dan terjadi perubahan warna hijau menjadi kuning.
11
26 September 2007
Pihak PVMBG melaporkan terjadi kenaikan status Gunung Kelud pada 29
September 2007 dari level siaga 2 menjadi level siaga 3. Hal ini didasarkan pada
observasi yang meliputi obeservasi kenaikan aktivitas seismik, perubahan
senyawa kimia air danau, dan temperatur air danau. Penduduk setempat dan turis
disarankan tidak mendekat sampai radius 5 km dari kawah.
3 Oktober 2007
Menurut artikel berita, konsentrasi karbondioksida dan gas alam lainnya dari
Gunung Kelud meningkat 7 kali dari kadar normal. Kenaikan aktivitas seismik
dan emisi gas membuat penduduk di dekat puncak memutuskan untuk mengungsi.
10 Oktober 2007
Pihak PVMBG melaporkan status Gunung Kelud meningkat dari level siaga 3
menjadi level siaga 4. Sejak 15 sampai dengan 28 September 2007, aktivitas emisi
gas dari kawah meningkat kemudian menyebar sampai dengan radius 5 meter dari
kawah. Kenaikan puncak terjadi pada 13 sampai dengan 16 Oktober 2007. Pada
16 Oktober, temperatur kawah menjadi 37,8OC. Karena terjadinya kenaikan level
status aktivitas gunungapi ini, pihak PVMBG merekomendasikan penduduk untuk
tidak mendekati kawah dalam radius 10 km dari kawah. Sebanyak lima puluh ribu
orang dievakuasi pada 16 Oktober 2007. Sehari setelahnya, seribu orang kembali
ke rumah mereka untuk menyelamatkan hasil panen dan ternak mereka.
31 Oktober 2007
Pihak PVMBG melaporkan bahwa rangkaian gempa bumi di Gunung Kelud
terjadi selama 24 sampai dengan 31 Oktober 2007. Gempa ini didominasi oleh
gempa dangkal dan tremor. Keadaan seismik meningkat selama 2 sampai dengan
3 November 2007 lalu berkurang pada 4 November 2007. Pada 2 November 2007,
temperatur air di danau kawah adalah 50OC. Ini merupakan temperatur tertinggi
yang tercatat. Pada 4 November 2007, kepulan asap putih membumbung hingga
12
ketinggian 2 km (6600 ft) di atas permukaan laut. Pada saat itu, level siaga tetap
berada pada level 4.
7 November 2007
Pihak PVMBG melaporkan bahwa pada 6 November 2007, temperatur di
permukaan Danau Kawah Kelud mencapai 75OC, sedangkan temperature di
permukaan kubah lava yang baru muncul mencapai 150-210OC. Kepulan asap
menghalangi terlihatnya kubah lava. Pihak PVMBG menurunkan status siaga
Gunung Kelud pada 8 November 2007 dari level siaga 4 menjadi 3. Akibat dari
penurunan aktivitas seismik dan stabilitas yang diindikasikan oleh alat
pengawasan deformasi, pihak PVMBG memutuskan bahwa warga bisa kembali
ke rumahnya, tetapi tidak melakukan aktivitas di dalam radius 3 km. Berdasarkan
artikel berita, seorang vulkanologist melaporkan bahwa kubah lava berada 120 m
di atas permukaan danau kawah dengan diameter 250 m. Pada 11 November
2007, kepulan asap naik hingga ketinggian 3,7 km (12000 ft) di atas permukaan
laut. Hujan abu pun dilaporkan terjadi di beberapa daerah.
28 November 2007
Pihak PVMBG melaporkan bahwa pada tanggal 29 November 2007 status siaga
Gunung Kelud menurun dari level siaga 3 menjadi 2. Hal ini diakibatkan oleh
penurunan aktivitas seismik dan perubahan bentuk. Observasi yang dilakukan
pada 25 November 2007 memperlihatkan bahwa kubah lava masih aktif, sehingga
pengunjung dan turis diharapkan untuk tidak berada pada radius 1,5 km dari
danau kawah.
3 Juni 2009
Pada 9 Juni 2009, pihak PVMBG melaporkan status siaga menurun hingga level
1. Tidak ada lagi perubahan yang terlihat. Kepulan asap putih sekali-kali terlihat
50 s.d. 150 m di atas kawah. Pihak PVMBG menyarankan agar penduduk tidak
mendekati kubah lava karena ketidakstabilan daerah, temperatur yang sangat
tinggi, dan gas yang beracun.
13
awan.
Awan
panas
ini
merupakan
produk
erupsi
14
Aliran lava merupakan aliran massa pijar bersuhu tinggi (600-10000C) yang
mengalir secara perlahan melalui lereng dan lembah menuju ke tempat-tempat
yang lebih rendah. Aliran lava ini adalah produk efusif magmatic tipe
Stromboli Gunung Kelud berskala letusan paling kecil (VEI = 0 3).
Lontaran batu (pijar) biasanya terbentuk pada saat terjadi letusan eksplosif,
bisa berasal dari cairan magma yang dilontarkan kemudian membeku di udara
atau bisa juga berasal dari fragmen batuan tua yang terbongkar kemudian
terlontarkan pada saat erupsi eksplosif. Ukurannya sangat bervariasi, ukuran
yang besar biasanya tersebar pada radius 5 km dari pusat erupsi, sedangkan
ukuran yang lebih kecil bisa mencapai radius lontaran lebih jauh.
Huajn abu (lebat) merupakan material erupsi Gunung Kelud berukuran halus
(pasir halus hingga abu). Pasir halus dan abu apabila tercampur dengan air
danau akan jatuh bebas ke permukaan bumi sebagai hujan lumpur dan
mengalir secara perlahan menuju daerah yang lebih rendah.
Lahar letusan biasanya terbentuk karena erupsi eksplosif di danau kawah yang
mengakibatkan terjadinya percampuran antara produk letusan dengan air
danau. Selanjutnya, bahan campuran tersebut mengalir menuju daerah yang
lebih rendah melalui lembah atau sungai yang berhulu di pusat erupsi.
2. Bahaya Sekunder (Bahaya Tidak Langsung)
Bahaya sekunder adalah bahaya tidak langsung dari letusan gunungapi dalam
bentuk lahar (lahar hujan). Lahar ini terbentuk akibat adanya hujan lebat di
daerah puncak pada saat atau sesudah terjadi letusan yang menghasilkan awan
panas atau material lepas lainnya.
Potensi pembentukan lahar hujan di Gunung Kelud sangat besar karena
hampir setiap letusan besar yang menghasilkan material lepas (awan panas,
jatuhan piroklastik, dan lontaran batu pijar) kebetulan terjadi pada musim
hujan.
Aliran lahar Gunung Kelud selalu mengalir ke arah yang sama, yaitu ke arah
baratdaya, terutama melalui Kali Bladak.
15
16
BAB 4
ENDAPAN GUNUNG KELUD
4.1 Endapan Permukaan
Koluvium merupakam endapan termuda yang sebarannya hanya terdapat di
daerah danau kawah dan membentuk kipas. Litologinya merupakan hasil
rombakan dan runtuhan dinding kawah, berukuran pasir sampai bongkah dengan
kemas tertutup, pemilhan buruk dengan bentuk komponen menyudut sampai
menyudut tanggung dan tidak kompak.
17
18
yang
19
20
21
22
adalah andesit berwarna abu-abu sampai abu-abu tua, berbutir sedang sampai
halus, porfiritik dengan fenokris piroksen dan plagioklas yang tertanam dalam
masadasar afanitik bewarna abu-abu tua.
Batuan Volkanik Gunung Kawi-Butak
Satuan batuan ini tersebar di sebelah timur dan tenggara Gunung Kelud dan
berumur relatif muda dari batuan volkanik Gunung Anjasmoro yang berada di
sebelah utaranya. Lava yang dijumpai ada yang berkomposisi basalt dan andesit.
Aliran lava yang telah lapuk kuat membentuk lapisan tanah yang berkomposisi
andesit bewarna abu-abu kehijauan sampai abu-abu kecoklatan, bertekstur
porfiritik sedang dengan fenokris piroksen dan plagioklas yang tertanam dalam
masadasar afanitik bewarna abu-abu.
24
BAB 5
MITIGASI BENCANA
5.1 Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Kelud 2004
Peta kawasan rawan bencana Gunung Kelud merupakan peta yang menunjukkan
daerah yang menjadi tempat berbahaya jika terjadi letusan atau kegiatan
gunungapi. Peta ini menjelaskan mengenai jenis dan sifat bahaya gunungapi,
25
daerah yang menjadi rawan bencana, arah evakuasi, lokasi pengungsian, dan pos
penanggulangan bencana.
Berdasarkan potensi bahaya yang dapat ditimbulkan dari letusan gunung Kelud,
Peta kawasan Rawan Bencana Gunung Kelud dibagi menjadi tiga, yaitu :
Radius sebaran
lontarannya bisa saja lebih besar jika skala erupsi Gunung Kelud lebih besar
dari skala letusan tahun 1990.
26
Membuat atap dengan kemiringan yang curam agar endapan abu letusan tidak
menyebabkan atap bangunan roboh.
Untuk mengetahui tingkat kegiatan Gunung Kelud dilakukan pemantauan. Saat ini
telah dibangun Pos Pengamatan Gunungapi Kelud di desa Margomulyo pada
ketinggian 721 mdpl, berjarak 8 km dari puncak sebelah barat kawah aktif.
Pemantauan dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Visual, mencakup volume air danau kawah, warna, suhu air, dan juga
mengenai perubahan prilaku dari flora dan fauna di sekitar kawah.
Pemantauan geokimia
Pemantauan deformasi
Saat Gunung Kelud meletus, penyelamatan diri dapat dilakukan dengan cara :
Menjauh dari radius lingkaran sebaran jatuhan piroklastik dan lontaran batu
pijar berukuran > 2 cm (radiusnya 5 km dari kawah)
Arah dan tujuan penyelamatan diri hendaknya mengacu kepada Peta Kawasan
rawan Bencana Gunung Kelud yang telah dibuat oleh Direktorat Volkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi.
Perubahan ini dapat merubah arah mitigasi bencana dari Gunung Kelud. Bahaya
utama yang perlu diwaspadai dari Gunung Kelud sebelum letusan 2007 adalah
28
aliran lahar oleh air danau kawah. Setelah letusan 2007 danau tersebut kering dan
digantikan oleh muncul nya kubah lava. Sehingga muncul bahaya baru yang harus
diwaspadai jika Gunung Kelud meletus kembali yaitu aliran piroklastik ketika
kubah lava tersebut runtuh.
29
BAB 6
KESIMPULAN
Gunung Kelud termasuk salah satu gunungapi dengan tipe keaktifan A di
Indonesia yang terletak di 7.93oS-112.308oE dengan ketingggian 1731 m.
Menurut bentuknya, gunungapi ini termasuk tipe stratovolcano. Secara
administratif, Gunung Kelud termasuk wilayah Kabupaten Kediri, lebih tepatnya
berada di perbatasan antara Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar, kira-kira
jaraknya 27 km di sebelah timur pusat Kota Kediri. Berdasarkan catatan sejarah,
kegiatan erupsi Gunung Kelud mulai terjadi pada tahun 1000. Letusan besar yang
tercatat terjadi pada tahun 1586, 1919, 1951, 1966, 1990. Letusan Gunung Kelud
umumnya hanya berlangsung dalam beberapa jam, tetapi letusan gunungapi ini
sangat berbahaya karena hampir selalu menghasilkan aliran piroklastik (awan
panas) dan lahar letusan, bahkan kadang-kadang diikuti bencana sekunder berupa
lahar hujan (lahar dingin) yang meluncur melalui media sungai-sungai besar,
seperti Kali Bladak, Kali Sumberagung, Kali Konto, Kali Putih, Kali Ngobo, dan
Kali Semut. Aktivitas gunungapi ini pada tahun 2004 masih bersifat ekplosif
seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Namun, pada tahun 2007, aktivitas Gunung
Kelud berubah menjadi letusan yang bersifat efusif dimana terbentuk lava dome.
Kubah lava ini mulai muncul ke permukaan sekitar tanggal 2 November 2007,
ketika gempa spasdomic tremor dan kenaikan suhu air danau kawah yang sangat
tajam. Berdasarkan jenis bahayanya, ada dua macam bahaya yang diakibatkan
oleh letusan gunungapi yang dapat mengancam daerah lereng dan kaki Gunung
Kelud, yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer (bahaya
langsung) yang diakibatkan oleh letusan gunungapi ini adalah awan panas, aliran
lava, lontaran batu (pijar), hujan lumpur (panas), hujan lapilli, pasir dan hujan abu
gunungapi, serta lahar letusan. Awan panas adalah bahaya dari letusan Gunung
Kelud yang paling berbahaya. Bahaya sekunder (bahaya tidak langsung) dari
letusan Gunung Kelud adalah lahar hujan. Potensi pembentukan lahar hujan di
Gunung Kelud sangat besar karena hampir setiap letusan gunungapi ini terjadi
pada saat musim hujan. Berdasarkan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh letusan
Gunung Kelud, bentuk penyelamatan diri yang harus dilakukan pada saat gunung
ini meletus adalah menjauhi pusat erupsi dan menjauhi aliran sungai-sungai besar
yang berpotensi menjadi media transportasi lahar hujan. Setelah aktivitas Gunung
kelud pada tahun 2007 yang menyebabkan terbentuknya lava dome, upaya
penyelamatan diri harus segera dilakukan ketika gunungapi menunjukkan
aktivitas yang mengindikasikan akan terjadinya letusan karena letusan yang akan
terjadi berpotensi menyebabkan terbentuknya awan panas jika lava dome-nya
hancur.
30
DAFTAR PUSTAKA
Zaennudin, Akhmad. 2007. Laporan Penelitian Endapan Piroklastik Gunung Kelud, Jawa
Timur. Bandung : Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral : Badan Geologi
Pusat Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Hamidi, Sumarna. 1986. Kelut Volcano. Bandung : Workshop on Volcanic Forecasting and
Hazards Mitigation.
Zaennudin, Akhmad. 2008. Evaluasi hasil analisis kimia kubah lava hasil letusan Gunung
Kelud. 2007. Bandung : Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi Pusat
Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia Vol. 1A General Geology of
Indonesia and Adjacent Archipelagoes. Hague : Government Printing Office
Zaennudin, A., I.N. Dana, dan D. Wahyudin, 1992. Peta Geologi Gunungapi Kelut, Jawa
Timur. Bandung.
Mulyana, A.R., A.Nasution, A.Martono, A.D.Sumpena, Puwoto, dan M.S.Santoso. 2004.
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Kelud, Provinsi Jawa Timur. Bandung :
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral : Badan Geologi Pusat Volkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi.
31