Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ANALISIS KONDISI GEOMORFOLOGI DI KABUPATEN


BANJARNEGARA

Studi Kasus Bentang Alam Vulkanik Dataran Tinggi Dieng


dan Bentang Alam Fluvial Sungai Serayu

Disusun oleh :

Muhammad Rofid Azzuhdi

NIM : 21110120130054

Dosen Pengampu :

Najib, ST., M.Eng. Ph.D

DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
Jl. Prof Sudarto SH, Tembalang, Semarang Telp. (024) 76480785, 76480788
E-mail: geodesi@undip.ac.id

2021
BAB I
Gambaran Umum Kabupaten Banjarnegara

I.1 Kondisi Geografis Kabupaten Banjarnegara


Kabupaten Banjarnegara adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Tengah
yang secara astronomis terletak di antara 70 12’ - 70 31’ lintang selatan dan 1090 29’ -
1090 45’50” bujur timur. Luas wilayah Kabupaten Banjarnegara adalah 106.970,997
ha atau 3,10% dari luas seluruh wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten
Banjarnegara terdiri dari 20 kecamatan, 266 desa dan 12 kelurahan. Batas wilayah
administrasi Kabupaten Banjarnegara adalah sebagai berikut :
 Sebelah Utara : Kab. Pekalongan dan Kab. Batang
 Sebelah Timur : Kab. Wonosobo
 Sebelah Selatan : Kab. Kebumen
 Sebelah Barat : Kab. Purbalingga dan Kab. Banyumas
Kabupaten Banjarnegara mempunyai ketinggian yang bervariasi, meskipun
kebanyakan berada pada ketinggian lebih dari 100 mdpl karena letaknya berada pada
jalur pegunungan yang membujur dari barat sampai timur; yang sebagian besar berada
pada ketinggian 100–500 mdpl (37,04%); 500– 1.000 mdpl (28,74%); dan >1.000 mdpl
(24,4%); sedangkan wilayah dengan ketinggian kurang dari 100 mdpl hanya seluas
9,82%.
Berdasarkan bentuk tata alamnya secara umum wilayah Kabupaten
Banjarnegara dibagi menjadi 3 bagian :
a. Bagian Utara merupakan daerah pegunungan dengan relief bergelombang dan
curam, bagian ini meliputi kecamatan, yaitu: Kalibening, Pandanarum,
Wanayasa, Karangkobar, Pagentan, Pejawaran, Batur, Madukara dan
Banjarmangu.
b. Bagian Tengah merupakan daerah yang relatif datar, merupakan lembah sungai
Serayu yang subur, bagian wilayah ini meliputi kecamatan: Banjarnegara
(sebagian), Madukara, Bawang, Purwanegara, Mandiraja, Purwareja Klampok,
sebagian Kecamatan Susukan, Rakit, Wanadadi dan Banjarmangu.
c. Bagian Selatan merupakan daerah pegunungan yang berelief curam, bagian ini
meliputi kecamatan: Sigaluh, sebagian Kecamatan Banjarnegara, Pagedongan,
Bawang, Mandiraja dan sebagian Kecamatan Susukan.
BAB II
Bentang Alam Kabupaten Banjarnegara

II.1 Bentang Alam


Bentang alam adalah bagian dari ruang di permukaan bumi yang tersusun oleh
sistem-sistem kompleks, yang terbentuk melalui aktifitas bebatuan, udara, air,
tumbuhan, hewan, dan manusia, serta melalui fisignominya membentuk suatu entitas
yang dapat dikenali. Menurut Verstappen bentang alam dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa bagian yaitu :
1. Bentang alam vulkanik
2. Bentang alam struktural
3. Bentang alam fluvial
4. Bentang alam marine
5. Bentang alam karst
6. Bentang alam glasial/aeolen
7. Bentang alam denudasional
II.2 Bentang Alam Vulkanik di Kabupaten Banjarrnegara
II.2.1 Morfologi Bentang Alam Vulkanik
Bentang alam vulkanik adalah bentang alam yang pembentukannya
dikontrol oleh proses vulkanisme. Vulkanisme adalah segala peristiwa yang
berhubungan dengan magma yang keluar menuju permukaan bumi melalui rekahan
dalam kerak bumi. Proses vulkanisme tersebut menghasilkan morfologi bentang
alam yang berupa gunung api. Faktor yang memengaruhi proses vulkanisme adalah
sifat magma (komposisi, kekentalan), tekanan (berhubungan dengan jumlah
kandungan gas), kedalaman dapur magma dan faktor eksternal yang berupa iklim
dan suhu.
Berdasarkan proses terjadinya, vulkanisme diklasifikasikan menjadi tiga
bagian yaitu :
1. Vulkanisme Letusan
Dikontrol oleh magma yang bersifat asam yang kaya akan gas, bersifat kental
dan ledakan kuat. Vulkanisme ini biasanya menghasilkan material piroklastik
dan membentuk gunungapi yang tinggi dan terjal.
2. Vulkanisme Lelehan
Dikontrol oleh magma yang bersifat basa, sedikit mengandung gas, magma
encer dan ledakan lemah. Vulkanisme ini biasanya menghasilkan gunungapi
yang rendah dan berbentuk perisai seperti yang ada di Dataran Tinggi Dieng.
3. Vulkanisme Campuran
Dipengaruhi oleh magma intermediet yang agak kental. Vulkanisme ini
menghasilkan gunungapi strato.
Gambar 1. Klasifikasi bentang alam vulkanik
II.2.2 Studi Kasus Bentang Alam Vulkanik Dataran Tinggi Dieng
Bentang alam vulkanik yang terdapat di Kabupaten Banjarnegara adalah
kawasan Dataran Tinggi Dieng (Dieng Volcano Complex). Kawasan ini merupakan
dataran tinggi hasil pembentukan proses vulkanik yang didalamnya masih terdapat
aktivitas vulkanisme hingga sekarang.
II.2.3 Proses Pembentukan Bentang Alam Vulkanik Dataran Tinggi Dieng
Ahli vulkanologi mencatat bahwa Dataran Tinggi Dieng terbentuk sejak 3,6
juta tahun yang lalu sampai sekitar 2.500 tahun silam. Beberapa ahli
mengemukakan pendapat bahwa Plato Dieng merupakan kaldera besar dari vulkan
raksasa tua yang meletus dan tinggal menyisakan dinding-dinding tepinya (berupa
Gunung Perahu, Gunung Nagasari, Gunung Bismo, Gunung Sidele, Gunung Seroja
dan Gunung Kunir). Kemudian didasar kaldera tumbuh formasi vulkan-vulkan
muda seperti Gunung Pangonan, Gunung Pakuwojo, Gunung Sipandu. Pendapat ini
dikemukakan dan didukung oleh Junghun (1845), Feneman (1890), Sakseeva dan
Duudkinski (1962).
Dari referensi di situs resmi Badan Geologi Kementerian ESDM dan Forum
Geosaintis Muda Indonesia (FGMI) menyebutkan, pembentukan Pegunungan
Dieng berdasarkan umur relatif, sisa morfologi, tingkat erosi, hubungan stratigrafi
dan tingkat pelapukan dibagi menjadi tiga periode yakni :
1. Fase awal terjadi letusan besar dari Gunung Dieng yang menimbulkan
Depresi Batur sebagai kaldera raksasa Dataran Tinggi Dieng. Sisa morfologi
yang paling terlihat adalah dengan adanya morfologi Gunung Prau sebagai
salah satu pagar dari kaldera tersebut.
2. Periode kedua merupakan aktivitas vulkanik yang berkembang di dalam
kaldera. Diantaranya adalah Gunung Bisma, kawah tertua yang terpotong
membuka ke arah barat. Kemudian Gunung Nagasari yang merupakan
gunung api komposit dan berkembang dari utara ke selatan, dan sebagainya.
3. Periode ketiga adalah fase aktivitas gunung api yang menghasilkan lava
andesit biotit, jatuhan piroklastik, dan aktivitas hidrotermal. Pada periode
ini terbentuk titik-titik erupsi di kaldera Dieng yang menghasilkan lava
dome dan lava flow biotit andesit seperti Kawah Sikidang, Kawah Sileri,
Pakuwaja, Sikunang, dan lainnya.
II.2.4 Kenampakan Bentuk Lahan Vulkanik Dataran Tinggi Dieng
Diantara bentuk lahan vulkanik yang ada di Dataran Tinggi Dieng adalah :
1. Kawah
Kawah merupakan cekungan pada puncak atau bagian lereng gunungapi
yang merupakan tempat keluarnya magma ke permukaan. Neck akan
menghubungkan kawah dengan dapur magma yang terdapat di dalam bumi.
Banyak kawah yang ditemukan di Dataran Tinggi Dieng seperti Kawah
Sikidang, Kawah Sileri, Kawah Candradimuka, dan Kawah Sinila.

Gambar 2. Kawah Sikidang


2. Kaldera
Kaldera terbentuk dari kawah yang runtuh akibat erupsi yang kuat. Pada saat
erupsi, material di dalam kawah tersebut tersembur keluar sehingga bagian
dalam kawah menjadi kosong. Kekosongan material dalam kawah ini
mengakibatkan dinding kawah menjadi labil. Akibat goncangan dan gaya
berat maka dinding kawah akan runtuh sehingga terbentuk kaldera.
Kaldera terdiri dari dataran kaldera dan punggungan dinding kaldera.
Dataran Tinggi Dieng merupakan kaldera besar yang terbentuk akibat
letusan vulkan raksasa yang kini tinggal menyisakan dinding-dinding
tepinya.

Gambar 3. Kaldera yang menjadi tempat tinggal penduduk


3. Danau vulkanik
Danau vulkanik yaitu depresi vulkanik yang terisi oleh air sehingga
membentuk danau. Depresi vulkanik adalah morfologi bagian vulkan yang
secara umum berupa cekungan. Di Dataran Tinggi Dieng banyak ditemukan
danau vulkanik yang oleh masyarakat sekitar lebih dikenal dengan sebutan
telaga seperti Telaga Merdada, Telaga Warna, Telaga Pengilon, Telaga
Dringo, Telaga Cebong, dan Telaga Sewiwi.

Gambar 4. Telaga Warna dan Telaga Pengilon


4. Perbukitan dan pegunungan sisa gunung api (volcanic skeleton)
Letusan vulkan raksasa yang membentuk Dataran Tinggi Dieng kini
menyisakan perbukitan dan pegunungan sisa gunung api yang sekaligus
merupakan dinding kaldera. Diantaranya dalah Gunung Perahu, Gunung
Nagasari, Gunung Bismo, Gunung Pangonan, Gunung Pakuwojo, Bukit
Sipandu, Bukit Seroja, dan Bukit Kunir.

Gambar 5. Lereng Gunung Perahu


II.2.5 Potensi Bentang Alam Vulkanik Dataran Tinggi Dieng
Bentang alam vulkanik Dataran Tinggi Dieng memiliki banyak potensi yang
dapat dikembangkan, selain itu terdapat dampak baik positif maupun negatifnya
diantaranya adalah :
1. Dampak Positif
a. Potensi sumber daya
Adanya bentang alam vulkanik membuat Dataran Tinggi Dieng kaya
akan sumber daya alam seperti panas bumi atau geothermal yang
dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP)
dan sumber air panas yang dimanfaatkan sebagai energi
hydrothermal. Di kawasan ini juga banyak ditemukan bahan galian
golongan C. Belerang yang melimpah dimanfaatkan sebagai bahan
baku obat-obatan. Selain itu di kawasan Dataran Tinggi Dieng
terdapat persediaan sumber daya air yang melimpah dikarenakan
lokasinya yang tinggi menjadi tempat resapan air yang baik, juga
karena banyak ditemukan danau atau telaga vulkanik yang dapat
menampung air.
b. Lahan pertanian yang subur
Mata pencaharian utama bagi penduduk kawasan Dieng adalah
bertani. Hal ini karena kawasan Dieng dikenal dengan kesuburan
tanahnya sehingga menjadi salah satu sentra penghasil sayuran atau
komoditas dataran tinggi terbaik di Indonesia. Selain itu banyak
komoditi endemik seperti carica, purwaceng, jamur dieng, dan lain-
lain yang juga menjadi penggerak perekonomian penduduk.
c. Tempat wisata
Banyaknya kawah, telaga, bukit, gunung, dan peninggalan candi
purbakala di Dieng dikembangkan oleh pemerintah daerah menjadi
wisata unggulan Kabupaten Banjarnegara yang mengundang ribuan
wisatawan tiap bulannya. Disamping itu juga sedang disiapkan
gagasan kawasan Dataran Tinggi Dieng untuk dijadikan geopark.
2. Dampak Negatif
a. Bahaya primer
Adalah bahaya yang terjadi saat erupsi seperti gempa bumi, gas
beracun, letusan, dan lain sebagainya.
b. Bahaya sekunder
Adalah bahaya yang terjadi setelah erupsi seperti gerakan tanah,
banjir lahar, tanah longsor dan lain sebagainya
Pada tahun 1979 pernah terjadi letusan gas beracun dari Kawah Sinila
yang menewaskan 149 orang. Untuk menanggulangi kejadian serupa terulang
kembali maka dibuatlah pos pemantauan gunung api yang memantau aktivitas
vulkanisme, selain itu juga dipasangi alat pendeteksi gas beracun untuk
mencegah terjadinya kebocoran gas.
II.3 Bentang Alam Fluvial di Kabupaten Banjarnegara
II.3.1 Morfologi Bentang Alam Fluvial
Bentang alam fluvial adalah bentuk-bentuk bentang alam yang terjadi akibat
dari proses fluvial. Sistem fluvial adalah sekumpulan dimana proses air dari
permukaan mengalir membentuk jaringan alur-alur sungai. Pada hakekatnya aliran
sungai terbentuk oleh adanya sumber air, baik air hujan, mencairnya es, ataupun
munculnya mata air, dan adanya relief permukaan bumi. Air hujan setelah jatuh
dipermukaan bumi mengalami evaporasi, merembas kedalam tanah, diserap
tumbuh-tumbuhan dan binatang, transpirasi, dan sisanya mengalir dipermukaan
sebagai surface run off. Run off ini dapat segera setelah hujan atapun muncul
kemudian melalui proses resapan dulu kedalam tanah sebagai air tanah dan muncul
kembali pada mata air.
Bentang alam fluvial terbentuk di permukaan bumi akibat adanya aktifitas
sungai yang menyebabkan terjadinya erosi, pengangkutan (transportasi) dan
pengendapan material (sedimentasi). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan bentang alam fluvial adalah :
1. Kecepatan aliran sungai
2. Gradien atau kemiringan lereng sungai
3. Bentuk alur sungai
4. Discharge atau jumlah air yang mengalir di sungai dalam satu waktu

Gambar 6. Klasifikasi bentang alam Fluvial


II.3.2 Studi Kasus Bentang Alam Fluvial Sungai Serayu
Sungai Serayu merupakan salah satu sungai terbesar di Pulau Jawa yang
terletak di bagian tengah pulau. Sungai Serayau berasal dari lereng barat laut
Gunung Prahu dan mengalir keluar ke Samudera Hindia. Sungai Serayu melintasi
beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yaitu dari Kabupaten Wonosobo,
Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banyumas dan
bermuara di Kabupaten Cilacap. Daerah tangkapan Sungai Serayu sebesar 4375
km² dan sungai utama memiliki panjang 180 km dengan 11 anak sungainya seperti
Kali Sapi, Kali Pekacangan, Kali Mrawu dan lainnya.
II.3.3 Proses Pembentukan Bentang Alam Fluvial Sungai Serayu
Proses pembentukan bentang alam Sungai Serayu dibagi menjadi tiga
tahapan yaitu :
1. Tahapan muda (youth stage)
Daerah setelah pengangkatan yang cepat dicirikan dengan pengikisan
sungai yang tajam dan dalam, terjal, gradient besar, dan berarus cepat.
Kegiatan erosi sangat kuat, khususnya erosi kebawah, terdapat kaskade,
penampang longitudinal tidak teratur, longsoran banyak terjadi pada tebing-
tebingnya sehingga jarak antara sungai satu dengan lainnya dapat berjauhan.
Makin lama punggungan antara sungai menjadi menyempit dan menjadi
punggungan yang tajam.
2. Tahapan dewasa (mature stage)
Tebing sungai makin melandai. Puncak-puncak tajam dari punggungan
merendah lebih cepat dari pada kikisan dasar sungai sehingga relief menjadi
berkurang. Punggungan menjadi membulat dan penampang melintang
sungai menjadi konkav ke atas. Mengalami pengurangan gradient, sehingga
kecepatan alirannya berkurang. Daya angkut erosi berkurang tetapi cukup
untuk membawa beban (load), terdapat variasi antara erosi dan sedimentasi,
terus memperlebar lembahnya, dan mengembangkan lantai datar.
3. Tahapan tua (old stage)
Lembah dengan penampang terbuka cenderung disebabkan oleh
pengangkatan yang lambat. Dataran banjir dibantaran sungai yang lebar
biasanya mengembangakan pola berkelok (meander), oxbow lakes, alur
teranyam, tanggul alam, undak-undak sungai dan membentuk bentuk lahan
lainnya.
II.3.4 Kenampakan Bentuk Lahan Fluvial Sungai Serayu
Diantara bentuk lahan fluvial yang ada di Sungai Serayu adalah :
1. Dataran banjir
Dataran banjir adalah dataran yang berada pada kiri kanan sungai yang
terbentuk oleh sedimen akibat limpasan banjir sungai tersebut. Umumnya
berupa pasir, lanau, dan lumpur. Dataran banjir merupakan bagian terendah
dari floodplain sehingga akan tergenang pada saat sungai meluap.

Gambar 7. Dataran banjir Sungai Serayu


2. Punggungan tanggul alam
Tanggul alam (natural levees) adalah punggungan di kedua sisi tepi sungai,
sebagai produk sedimentasi saat banjir.

Gambar 8. Tanggul alam Sungai Serayu


3. Dataran teras sungai
Teras fluvial adalah sisa dari dataran banjir sebelumnya yang ada pada saat
sungai mengalir pada elevasi yang lebih tinggi sebelum salurannya menurun
untuk menciptakan dataran banjir baru di ketinggian yang lebih rendah.
Gambar 9. Dataran teras Sungai Serayu
4. Gosong sungai
Gosong sungai (bars) merupakan daerah yang mengalami agradasi akibat
pengendapan sedimen (seperti pasir atau kerikil) yang telah disuplai oleh
aliran air dan berada pada tubuh aliran sungai. Gosong biasanya didapatkan
pada kecepatan aliran sungai yang paling lambat, pada bagian sungai yang
dangkal, sering sejajar dengan garis tebing sungai dan menempati daerah
terjauh dalam tali arus dengan aliran tercepat (thalweg).

Gambar 10. Gosong Sungai Serayu


II.3.5 Potensi Bentang Alam Fluvial Sungai Serayu
Bentang alam fluvial Sungai Serayu memiliki banyak potensi yang dapat
dikembangkan, selain itu terdapat dampak baik positif maupun negatifnya
diantaranya adalah :
1. Dampak Positif
a. Sumber air dan irigasi
Sungai Serayu adalah sumber kehidupan bagi masyarakat
Kabupaten Banjarnegara. Airnya yang melimpah dimanfaatkan
sebagai sumber dan cadangan air, selain itu juga dibangun saluran-
saluran irigasi ke lahan persawahan dan pertanian penduduk
sehingga terhindar dari kekeringan saat musim kemarau. Selain itu
airnya juga dimanfaatkan sebagai penggerak sentra produksi
perikanan di Kabupaten Banjarnegara.
b. Pembangkit listrik
Sungai Serayu mempunyai debit air yang cukup besar. Di bagian
hulu sungai ini memiliki debit 656 m³/s. Dengan bertambahnya air
yang masuk dari anak-anak sungainya, di bagian hilir debit ini
meningkat menjadi sebesar 2.866 m³/s dan 2.797 m³/s. Debit air
yang besar dimanfaatkan sebagai penggerak turbin generator di
pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Panglima Besar Sudirman atau
yang dikenal juga dengan sebutan Waduk Mrican. Bendungan atau
waduk dengan luas genangan ±1.250 ha ini dapat menghasilkan
listrik berkapasitas 184,5 MW.
c. Pariwisata
Selain sebagai sumber kehidupan, Sungai Serayu juga
dikembangkan sebagai pariwisata yang diharapkan mampu menarik
kunjungan wisatawan. Di Sungai Serayu juga diselenggarakan event
tahunan yakni Festival Serayu dengan ribuan pengunjung. Arusnya
yang deras dimanfaatkan sebagai tempat olahraga arung jeram dan
rafting. Beberapa tempat wisata di sekitar Sungai Serayu seperti
Serayu Park, Jujugan Serayu, dan Pikas Rafting & Outbound.
d. Pertambangan
Sungai Serayu dimanfaatkan sebagai sumber galian tambang seperti
pasir dan batu alam. Beberapa depo pasir melakukan aktivitas
pertambangannya di aliran Sungai Serayu.
2. Dampak Negatif
a. Erosi
Kabupaten Banjarnegara terletak didaerah pegunungan yang
memiliki curah hujan tinggi sehingga erosi yang dsebabkan aliran
Sungai Serayu menjadi salah satu dampak negatif yang mengancam
daerah sekitar aliran sungai. Berkurangnya hutan resapan yang
digantikan lahan pertanian di daerah hulu memperparah kondisi ini.
b. Ancaman banjir
Setiap musim penghujan banyak sekali material yang tererosi
kemudian terbawa arus Sungai Serayu dan tersedimentasikan di
daerah hilir. Hal ini membuat pendangkalan aliran sungai yang mana
dapat menyebabkan banjir dan mengancam daerah-daerah hilir yang
terletak di dataran rendah.
Untuk menanggulangi dampak negatif diatas pemerintah melalui BBWS
Serayu-Opak melakukan pemantauan dan pengelolaan daerah aliran Sungai
Serayu. Selain itu bekerjasama dengan pemerintahan daerah membuat program-
program pelestarian daerah aliran sungai seperti melakukan reboisasi di daerah
hulu, membuat tanggul-tanggul di bantaran sungai untuk mencegah banjir, serta
pengerukan sedimentasi sungai, dan lain sebagainya.
Daftar Pustaka

Awaludin, R. Analisis Kerawanan Bencana Gas Beracun di Kompleks Gunung Api


Dieng.
Bandono, B. B. (2006). Klasifikasi Bentuk Muka Bumi (Landform) untuk Pemetaan
Geomorfologi pada Skala 1:25.000 dan Aplikasinya untuk Penataan Ruang. Jurnal Geoaplika,
71-78.
BBWS Serayu Opak. (2019). RPSDA Serayu-Bogowonto.
Darmawan, L. (2020, April 25). Menyibak Evolusi Geologi Dataran Tinggi Dieng.
Retrieved from Mongabay : https://www.mongabay.co.id/2020/04/25/menyibak-evolusi-
geologi-dataran-tinggi-dieng/
Husein, S. (2017). Praktikum Geomorfologi Bentang Alam Fluvial.
I. Hadi S, A. M. (2014, September 20). Potensi sumberdaya air kawasan Dataran
Tinggi Dieng bagi pemanfaatan air irigasi. Retrieved from Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia: http://lipi.go.id/publikasi/potensi-sumberdaya-air-kawasan-dataran-tinggi-dieng-
bagi-pemanfaatan-air-irigasi/632
Rahmad, R. (2017). Bentuklahan Asal Proses Vulkanik.
Sartohadi, J. (2004). Geomorfologi Tanah DAS Serayu Jawa Tengah. Majalah
Geografi Indonesia, 135-150.
Setyowati, D. L. (2009). Fenomena Dataran Tinggi Dieng. Yogyakarta: Grafindo
Litera Media.
Supriyatna, U. (2017). Landforms of Fluvial Processes.
Thornbury, W. (1969). Principles of Geomorphology.
Utami, R. B., Sasmito, B., & Bashit, N. (2019). Analisis Rekomendasi Daerah PLTP
(Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Jurnal
Geodesi Undip, 8(1), 408-417.
Waryono, T. (2009). Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu Provinsi Jawa
Tengah Berdasarkan Kondisi Fisik, Sosial Serta Ekonomi. Departemen Geografi - UI.

Anda mungkin juga menyukai