0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
48 tayangan12 halaman
Makalah ini membahas kondisi geomorfologi di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Terdapat dua bentang alam utama yaitu bentang alam vulkanik Dataran Tinggi Dieng dan bentang alam fluvial Sungai Serayu. Dataran Tinggi Dieng merupakan kompleks vulkanik yang terbentuk dari letusan gunung api raksasa 3,6 juta tahun lalu.
Makalah ini membahas kondisi geomorfologi di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Terdapat dua bentang alam utama yaitu bentang alam vulkanik Dataran Tinggi Dieng dan bentang alam fluvial Sungai Serayu. Dataran Tinggi Dieng merupakan kompleks vulkanik yang terbentuk dari letusan gunung api raksasa 3,6 juta tahun lalu.
Makalah ini membahas kondisi geomorfologi di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Terdapat dua bentang alam utama yaitu bentang alam vulkanik Dataran Tinggi Dieng dan bentang alam fluvial Sungai Serayu. Dataran Tinggi Dieng merupakan kompleks vulkanik yang terbentuk dari letusan gunung api raksasa 3,6 juta tahun lalu.
Studi Kasus Bentang Alam Vulkanik Dataran Tinggi Dieng
dan Bentang Alam Fluvial Sungai Serayu
Disusun oleh :
Muhammad Rofid Azzuhdi
NIM : 21110120130054
Dosen Pengampu :
Najib, ST., M.Eng. Ph.D
DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Jl. Prof Sudarto SH, Tembalang, Semarang Telp. (024) 76480785, 76480788 E-mail: geodesi@undip.ac.id
2021 BAB I Gambaran Umum Kabupaten Banjarnegara
I.1 Kondisi Geografis Kabupaten Banjarnegara
Kabupaten Banjarnegara adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Tengah yang secara astronomis terletak di antara 70 12’ - 70 31’ lintang selatan dan 1090 29’ - 1090 45’50” bujur timur. Luas wilayah Kabupaten Banjarnegara adalah 106.970,997 ha atau 3,10% dari luas seluruh wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Banjarnegara terdiri dari 20 kecamatan, 266 desa dan 12 kelurahan. Batas wilayah administrasi Kabupaten Banjarnegara adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : Kab. Pekalongan dan Kab. Batang Sebelah Timur : Kab. Wonosobo Sebelah Selatan : Kab. Kebumen Sebelah Barat : Kab. Purbalingga dan Kab. Banyumas Kabupaten Banjarnegara mempunyai ketinggian yang bervariasi, meskipun kebanyakan berada pada ketinggian lebih dari 100 mdpl karena letaknya berada pada jalur pegunungan yang membujur dari barat sampai timur; yang sebagian besar berada pada ketinggian 100–500 mdpl (37,04%); 500– 1.000 mdpl (28,74%); dan >1.000 mdpl (24,4%); sedangkan wilayah dengan ketinggian kurang dari 100 mdpl hanya seluas 9,82%. Berdasarkan bentuk tata alamnya secara umum wilayah Kabupaten Banjarnegara dibagi menjadi 3 bagian : a. Bagian Utara merupakan daerah pegunungan dengan relief bergelombang dan curam, bagian ini meliputi kecamatan, yaitu: Kalibening, Pandanarum, Wanayasa, Karangkobar, Pagentan, Pejawaran, Batur, Madukara dan Banjarmangu. b. Bagian Tengah merupakan daerah yang relatif datar, merupakan lembah sungai Serayu yang subur, bagian wilayah ini meliputi kecamatan: Banjarnegara (sebagian), Madukara, Bawang, Purwanegara, Mandiraja, Purwareja Klampok, sebagian Kecamatan Susukan, Rakit, Wanadadi dan Banjarmangu. c. Bagian Selatan merupakan daerah pegunungan yang berelief curam, bagian ini meliputi kecamatan: Sigaluh, sebagian Kecamatan Banjarnegara, Pagedongan, Bawang, Mandiraja dan sebagian Kecamatan Susukan. BAB II Bentang Alam Kabupaten Banjarnegara
II.1 Bentang Alam
Bentang alam adalah bagian dari ruang di permukaan bumi yang tersusun oleh sistem-sistem kompleks, yang terbentuk melalui aktifitas bebatuan, udara, air, tumbuhan, hewan, dan manusia, serta melalui fisignominya membentuk suatu entitas yang dapat dikenali. Menurut Verstappen bentang alam dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu : 1. Bentang alam vulkanik 2. Bentang alam struktural 3. Bentang alam fluvial 4. Bentang alam marine 5. Bentang alam karst 6. Bentang alam glasial/aeolen 7. Bentang alam denudasional II.2 Bentang Alam Vulkanik di Kabupaten Banjarrnegara II.2.1 Morfologi Bentang Alam Vulkanik Bentang alam vulkanik adalah bentang alam yang pembentukannya dikontrol oleh proses vulkanisme. Vulkanisme adalah segala peristiwa yang berhubungan dengan magma yang keluar menuju permukaan bumi melalui rekahan dalam kerak bumi. Proses vulkanisme tersebut menghasilkan morfologi bentang alam yang berupa gunung api. Faktor yang memengaruhi proses vulkanisme adalah sifat magma (komposisi, kekentalan), tekanan (berhubungan dengan jumlah kandungan gas), kedalaman dapur magma dan faktor eksternal yang berupa iklim dan suhu. Berdasarkan proses terjadinya, vulkanisme diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu : 1. Vulkanisme Letusan Dikontrol oleh magma yang bersifat asam yang kaya akan gas, bersifat kental dan ledakan kuat. Vulkanisme ini biasanya menghasilkan material piroklastik dan membentuk gunungapi yang tinggi dan terjal. 2. Vulkanisme Lelehan Dikontrol oleh magma yang bersifat basa, sedikit mengandung gas, magma encer dan ledakan lemah. Vulkanisme ini biasanya menghasilkan gunungapi yang rendah dan berbentuk perisai seperti yang ada di Dataran Tinggi Dieng. 3. Vulkanisme Campuran Dipengaruhi oleh magma intermediet yang agak kental. Vulkanisme ini menghasilkan gunungapi strato. Gambar 1. Klasifikasi bentang alam vulkanik II.2.2 Studi Kasus Bentang Alam Vulkanik Dataran Tinggi Dieng Bentang alam vulkanik yang terdapat di Kabupaten Banjarnegara adalah kawasan Dataran Tinggi Dieng (Dieng Volcano Complex). Kawasan ini merupakan dataran tinggi hasil pembentukan proses vulkanik yang didalamnya masih terdapat aktivitas vulkanisme hingga sekarang. II.2.3 Proses Pembentukan Bentang Alam Vulkanik Dataran Tinggi Dieng Ahli vulkanologi mencatat bahwa Dataran Tinggi Dieng terbentuk sejak 3,6 juta tahun yang lalu sampai sekitar 2.500 tahun silam. Beberapa ahli mengemukakan pendapat bahwa Plato Dieng merupakan kaldera besar dari vulkan raksasa tua yang meletus dan tinggal menyisakan dinding-dinding tepinya (berupa Gunung Perahu, Gunung Nagasari, Gunung Bismo, Gunung Sidele, Gunung Seroja dan Gunung Kunir). Kemudian didasar kaldera tumbuh formasi vulkan-vulkan muda seperti Gunung Pangonan, Gunung Pakuwojo, Gunung Sipandu. Pendapat ini dikemukakan dan didukung oleh Junghun (1845), Feneman (1890), Sakseeva dan Duudkinski (1962). Dari referensi di situs resmi Badan Geologi Kementerian ESDM dan Forum Geosaintis Muda Indonesia (FGMI) menyebutkan, pembentukan Pegunungan Dieng berdasarkan umur relatif, sisa morfologi, tingkat erosi, hubungan stratigrafi dan tingkat pelapukan dibagi menjadi tiga periode yakni : 1. Fase awal terjadi letusan besar dari Gunung Dieng yang menimbulkan Depresi Batur sebagai kaldera raksasa Dataran Tinggi Dieng. Sisa morfologi yang paling terlihat adalah dengan adanya morfologi Gunung Prau sebagai salah satu pagar dari kaldera tersebut. 2. Periode kedua merupakan aktivitas vulkanik yang berkembang di dalam kaldera. Diantaranya adalah Gunung Bisma, kawah tertua yang terpotong membuka ke arah barat. Kemudian Gunung Nagasari yang merupakan gunung api komposit dan berkembang dari utara ke selatan, dan sebagainya. 3. Periode ketiga adalah fase aktivitas gunung api yang menghasilkan lava andesit biotit, jatuhan piroklastik, dan aktivitas hidrotermal. Pada periode ini terbentuk titik-titik erupsi di kaldera Dieng yang menghasilkan lava dome dan lava flow biotit andesit seperti Kawah Sikidang, Kawah Sileri, Pakuwaja, Sikunang, dan lainnya. II.2.4 Kenampakan Bentuk Lahan Vulkanik Dataran Tinggi Dieng Diantara bentuk lahan vulkanik yang ada di Dataran Tinggi Dieng adalah : 1. Kawah Kawah merupakan cekungan pada puncak atau bagian lereng gunungapi yang merupakan tempat keluarnya magma ke permukaan. Neck akan menghubungkan kawah dengan dapur magma yang terdapat di dalam bumi. Banyak kawah yang ditemukan di Dataran Tinggi Dieng seperti Kawah Sikidang, Kawah Sileri, Kawah Candradimuka, dan Kawah Sinila.
Gambar 2. Kawah Sikidang
2. Kaldera Kaldera terbentuk dari kawah yang runtuh akibat erupsi yang kuat. Pada saat erupsi, material di dalam kawah tersebut tersembur keluar sehingga bagian dalam kawah menjadi kosong. Kekosongan material dalam kawah ini mengakibatkan dinding kawah menjadi labil. Akibat goncangan dan gaya berat maka dinding kawah akan runtuh sehingga terbentuk kaldera. Kaldera terdiri dari dataran kaldera dan punggungan dinding kaldera. Dataran Tinggi Dieng merupakan kaldera besar yang terbentuk akibat letusan vulkan raksasa yang kini tinggal menyisakan dinding-dinding tepinya.
Gambar 3. Kaldera yang menjadi tempat tinggal penduduk
3. Danau vulkanik Danau vulkanik yaitu depresi vulkanik yang terisi oleh air sehingga membentuk danau. Depresi vulkanik adalah morfologi bagian vulkan yang secara umum berupa cekungan. Di Dataran Tinggi Dieng banyak ditemukan danau vulkanik yang oleh masyarakat sekitar lebih dikenal dengan sebutan telaga seperti Telaga Merdada, Telaga Warna, Telaga Pengilon, Telaga Dringo, Telaga Cebong, dan Telaga Sewiwi.
Gambar 4. Telaga Warna dan Telaga Pengilon
4. Perbukitan dan pegunungan sisa gunung api (volcanic skeleton) Letusan vulkan raksasa yang membentuk Dataran Tinggi Dieng kini menyisakan perbukitan dan pegunungan sisa gunung api yang sekaligus merupakan dinding kaldera. Diantaranya dalah Gunung Perahu, Gunung Nagasari, Gunung Bismo, Gunung Pangonan, Gunung Pakuwojo, Bukit Sipandu, Bukit Seroja, dan Bukit Kunir.
Gambar 5. Lereng Gunung Perahu
II.2.5 Potensi Bentang Alam Vulkanik Dataran Tinggi Dieng Bentang alam vulkanik Dataran Tinggi Dieng memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan, selain itu terdapat dampak baik positif maupun negatifnya diantaranya adalah : 1. Dampak Positif a. Potensi sumber daya Adanya bentang alam vulkanik membuat Dataran Tinggi Dieng kaya akan sumber daya alam seperti panas bumi atau geothermal yang dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dan sumber air panas yang dimanfaatkan sebagai energi hydrothermal. Di kawasan ini juga banyak ditemukan bahan galian golongan C. Belerang yang melimpah dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan. Selain itu di kawasan Dataran Tinggi Dieng terdapat persediaan sumber daya air yang melimpah dikarenakan lokasinya yang tinggi menjadi tempat resapan air yang baik, juga karena banyak ditemukan danau atau telaga vulkanik yang dapat menampung air. b. Lahan pertanian yang subur Mata pencaharian utama bagi penduduk kawasan Dieng adalah bertani. Hal ini karena kawasan Dieng dikenal dengan kesuburan tanahnya sehingga menjadi salah satu sentra penghasil sayuran atau komoditas dataran tinggi terbaik di Indonesia. Selain itu banyak komoditi endemik seperti carica, purwaceng, jamur dieng, dan lain- lain yang juga menjadi penggerak perekonomian penduduk. c. Tempat wisata Banyaknya kawah, telaga, bukit, gunung, dan peninggalan candi purbakala di Dieng dikembangkan oleh pemerintah daerah menjadi wisata unggulan Kabupaten Banjarnegara yang mengundang ribuan wisatawan tiap bulannya. Disamping itu juga sedang disiapkan gagasan kawasan Dataran Tinggi Dieng untuk dijadikan geopark. 2. Dampak Negatif a. Bahaya primer Adalah bahaya yang terjadi saat erupsi seperti gempa bumi, gas beracun, letusan, dan lain sebagainya. b. Bahaya sekunder Adalah bahaya yang terjadi setelah erupsi seperti gerakan tanah, banjir lahar, tanah longsor dan lain sebagainya Pada tahun 1979 pernah terjadi letusan gas beracun dari Kawah Sinila yang menewaskan 149 orang. Untuk menanggulangi kejadian serupa terulang kembali maka dibuatlah pos pemantauan gunung api yang memantau aktivitas vulkanisme, selain itu juga dipasangi alat pendeteksi gas beracun untuk mencegah terjadinya kebocoran gas. II.3 Bentang Alam Fluvial di Kabupaten Banjarnegara II.3.1 Morfologi Bentang Alam Fluvial Bentang alam fluvial adalah bentuk-bentuk bentang alam yang terjadi akibat dari proses fluvial. Sistem fluvial adalah sekumpulan dimana proses air dari permukaan mengalir membentuk jaringan alur-alur sungai. Pada hakekatnya aliran sungai terbentuk oleh adanya sumber air, baik air hujan, mencairnya es, ataupun munculnya mata air, dan adanya relief permukaan bumi. Air hujan setelah jatuh dipermukaan bumi mengalami evaporasi, merembas kedalam tanah, diserap tumbuh-tumbuhan dan binatang, transpirasi, dan sisanya mengalir dipermukaan sebagai surface run off. Run off ini dapat segera setelah hujan atapun muncul kemudian melalui proses resapan dulu kedalam tanah sebagai air tanah dan muncul kembali pada mata air. Bentang alam fluvial terbentuk di permukaan bumi akibat adanya aktifitas sungai yang menyebabkan terjadinya erosi, pengangkutan (transportasi) dan pengendapan material (sedimentasi). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bentang alam fluvial adalah : 1. Kecepatan aliran sungai 2. Gradien atau kemiringan lereng sungai 3. Bentuk alur sungai 4. Discharge atau jumlah air yang mengalir di sungai dalam satu waktu
Gambar 6. Klasifikasi bentang alam Fluvial
II.3.2 Studi Kasus Bentang Alam Fluvial Sungai Serayu Sungai Serayu merupakan salah satu sungai terbesar di Pulau Jawa yang terletak di bagian tengah pulau. Sungai Serayau berasal dari lereng barat laut Gunung Prahu dan mengalir keluar ke Samudera Hindia. Sungai Serayu melintasi beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yaitu dari Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banyumas dan bermuara di Kabupaten Cilacap. Daerah tangkapan Sungai Serayu sebesar 4375 km² dan sungai utama memiliki panjang 180 km dengan 11 anak sungainya seperti Kali Sapi, Kali Pekacangan, Kali Mrawu dan lainnya. II.3.3 Proses Pembentukan Bentang Alam Fluvial Sungai Serayu Proses pembentukan bentang alam Sungai Serayu dibagi menjadi tiga tahapan yaitu : 1. Tahapan muda (youth stage) Daerah setelah pengangkatan yang cepat dicirikan dengan pengikisan sungai yang tajam dan dalam, terjal, gradient besar, dan berarus cepat. Kegiatan erosi sangat kuat, khususnya erosi kebawah, terdapat kaskade, penampang longitudinal tidak teratur, longsoran banyak terjadi pada tebing- tebingnya sehingga jarak antara sungai satu dengan lainnya dapat berjauhan. Makin lama punggungan antara sungai menjadi menyempit dan menjadi punggungan yang tajam. 2. Tahapan dewasa (mature stage) Tebing sungai makin melandai. Puncak-puncak tajam dari punggungan merendah lebih cepat dari pada kikisan dasar sungai sehingga relief menjadi berkurang. Punggungan menjadi membulat dan penampang melintang sungai menjadi konkav ke atas. Mengalami pengurangan gradient, sehingga kecepatan alirannya berkurang. Daya angkut erosi berkurang tetapi cukup untuk membawa beban (load), terdapat variasi antara erosi dan sedimentasi, terus memperlebar lembahnya, dan mengembangkan lantai datar. 3. Tahapan tua (old stage) Lembah dengan penampang terbuka cenderung disebabkan oleh pengangkatan yang lambat. Dataran banjir dibantaran sungai yang lebar biasanya mengembangakan pola berkelok (meander), oxbow lakes, alur teranyam, tanggul alam, undak-undak sungai dan membentuk bentuk lahan lainnya. II.3.4 Kenampakan Bentuk Lahan Fluvial Sungai Serayu Diantara bentuk lahan fluvial yang ada di Sungai Serayu adalah : 1. Dataran banjir Dataran banjir adalah dataran yang berada pada kiri kanan sungai yang terbentuk oleh sedimen akibat limpasan banjir sungai tersebut. Umumnya berupa pasir, lanau, dan lumpur. Dataran banjir merupakan bagian terendah dari floodplain sehingga akan tergenang pada saat sungai meluap.
Gambar 7. Dataran banjir Sungai Serayu
2. Punggungan tanggul alam Tanggul alam (natural levees) adalah punggungan di kedua sisi tepi sungai, sebagai produk sedimentasi saat banjir.
Gambar 8. Tanggul alam Sungai Serayu
3. Dataran teras sungai Teras fluvial adalah sisa dari dataran banjir sebelumnya yang ada pada saat sungai mengalir pada elevasi yang lebih tinggi sebelum salurannya menurun untuk menciptakan dataran banjir baru di ketinggian yang lebih rendah. Gambar 9. Dataran teras Sungai Serayu 4. Gosong sungai Gosong sungai (bars) merupakan daerah yang mengalami agradasi akibat pengendapan sedimen (seperti pasir atau kerikil) yang telah disuplai oleh aliran air dan berada pada tubuh aliran sungai. Gosong biasanya didapatkan pada kecepatan aliran sungai yang paling lambat, pada bagian sungai yang dangkal, sering sejajar dengan garis tebing sungai dan menempati daerah terjauh dalam tali arus dengan aliran tercepat (thalweg).
Gambar 10. Gosong Sungai Serayu
II.3.5 Potensi Bentang Alam Fluvial Sungai Serayu Bentang alam fluvial Sungai Serayu memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan, selain itu terdapat dampak baik positif maupun negatifnya diantaranya adalah : 1. Dampak Positif a. Sumber air dan irigasi Sungai Serayu adalah sumber kehidupan bagi masyarakat Kabupaten Banjarnegara. Airnya yang melimpah dimanfaatkan sebagai sumber dan cadangan air, selain itu juga dibangun saluran- saluran irigasi ke lahan persawahan dan pertanian penduduk sehingga terhindar dari kekeringan saat musim kemarau. Selain itu airnya juga dimanfaatkan sebagai penggerak sentra produksi perikanan di Kabupaten Banjarnegara. b. Pembangkit listrik Sungai Serayu mempunyai debit air yang cukup besar. Di bagian hulu sungai ini memiliki debit 656 m³/s. Dengan bertambahnya air yang masuk dari anak-anak sungainya, di bagian hilir debit ini meningkat menjadi sebesar 2.866 m³/s dan 2.797 m³/s. Debit air yang besar dimanfaatkan sebagai penggerak turbin generator di pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Panglima Besar Sudirman atau yang dikenal juga dengan sebutan Waduk Mrican. Bendungan atau waduk dengan luas genangan ±1.250 ha ini dapat menghasilkan listrik berkapasitas 184,5 MW. c. Pariwisata Selain sebagai sumber kehidupan, Sungai Serayu juga dikembangkan sebagai pariwisata yang diharapkan mampu menarik kunjungan wisatawan. Di Sungai Serayu juga diselenggarakan event tahunan yakni Festival Serayu dengan ribuan pengunjung. Arusnya yang deras dimanfaatkan sebagai tempat olahraga arung jeram dan rafting. Beberapa tempat wisata di sekitar Sungai Serayu seperti Serayu Park, Jujugan Serayu, dan Pikas Rafting & Outbound. d. Pertambangan Sungai Serayu dimanfaatkan sebagai sumber galian tambang seperti pasir dan batu alam. Beberapa depo pasir melakukan aktivitas pertambangannya di aliran Sungai Serayu. 2. Dampak Negatif a. Erosi Kabupaten Banjarnegara terletak didaerah pegunungan yang memiliki curah hujan tinggi sehingga erosi yang dsebabkan aliran Sungai Serayu menjadi salah satu dampak negatif yang mengancam daerah sekitar aliran sungai. Berkurangnya hutan resapan yang digantikan lahan pertanian di daerah hulu memperparah kondisi ini. b. Ancaman banjir Setiap musim penghujan banyak sekali material yang tererosi kemudian terbawa arus Sungai Serayu dan tersedimentasikan di daerah hilir. Hal ini membuat pendangkalan aliran sungai yang mana dapat menyebabkan banjir dan mengancam daerah-daerah hilir yang terletak di dataran rendah. Untuk menanggulangi dampak negatif diatas pemerintah melalui BBWS Serayu-Opak melakukan pemantauan dan pengelolaan daerah aliran Sungai Serayu. Selain itu bekerjasama dengan pemerintahan daerah membuat program- program pelestarian daerah aliran sungai seperti melakukan reboisasi di daerah hulu, membuat tanggul-tanggul di bantaran sungai untuk mencegah banjir, serta pengerukan sedimentasi sungai, dan lain sebagainya. Daftar Pustaka
Awaludin, R. Analisis Kerawanan Bencana Gas Beracun di Kompleks Gunung Api
Dieng. Bandono, B. B. (2006). Klasifikasi Bentuk Muka Bumi (Landform) untuk Pemetaan Geomorfologi pada Skala 1:25.000 dan Aplikasinya untuk Penataan Ruang. Jurnal Geoaplika, 71-78. BBWS Serayu Opak. (2019). RPSDA Serayu-Bogowonto. Darmawan, L. (2020, April 25). Menyibak Evolusi Geologi Dataran Tinggi Dieng. Retrieved from Mongabay : https://www.mongabay.co.id/2020/04/25/menyibak-evolusi- geologi-dataran-tinggi-dieng/ Husein, S. (2017). Praktikum Geomorfologi Bentang Alam Fluvial. I. Hadi S, A. M. (2014, September 20). Potensi sumberdaya air kawasan Dataran Tinggi Dieng bagi pemanfaatan air irigasi. Retrieved from Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: http://lipi.go.id/publikasi/potensi-sumberdaya-air-kawasan-dataran-tinggi-dieng- bagi-pemanfaatan-air-irigasi/632 Rahmad, R. (2017). Bentuklahan Asal Proses Vulkanik. Sartohadi, J. (2004). Geomorfologi Tanah DAS Serayu Jawa Tengah. Majalah Geografi Indonesia, 135-150. Setyowati, D. L. (2009). Fenomena Dataran Tinggi Dieng. Yogyakarta: Grafindo Litera Media. Supriyatna, U. (2017). Landforms of Fluvial Processes. Thornbury, W. (1969). Principles of Geomorphology. Utami, R. B., Sasmito, B., & Bashit, N. (2019). Analisis Rekomendasi Daerah PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Jurnal Geodesi Undip, 8(1), 408-417. Waryono, T. (2009). Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Kondisi Fisik, Sosial Serta Ekonomi. Departemen Geografi - UI.