Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MAKALAH

GEOGRAFI REGIONAL

Dosen Pengampu :
Dr. Nasruddin, S.Pd., M. Sc.
Ghinia Anastsia Muhtar, S. Si., M. Si.
Efrinda Ayuningtyas, S.Si., M.Sc.
Safa Muzdalifah, S.I.P., M.Hub.Int

Oleh:

FIRMAN MAULANA AKBAR


Kelompok 3
Kelas C

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI GEOGRAFI
BANJARMASIN
2022
1. Deskripsikan dengan jelas kondisi geologi di Kalimantan Selatan ?
Kondisi geologi yang terdapat di Kalimantan Selatan adalah antiklin, sinklin, sesar naik,
sesar mendatar dan sesar turun. Sumbu lipatan umumnya berarah timurlaut – baratdaya dan
umumnya seajar dengan arah sesar normal. Kegiatan tektonik daerah ini diduga telah
berlangsung sejak Zaman Jura, yang menyebabkan bercampurnya batuan ultramafik dan batuan
malihan. Pada Zaman Kapur Awal atau sebelumnya terjadi penerobosan granit dan diorit yang
menerobos batuan ultramafik dan batuan malihan. Pada Kala Paleosen kegiatan tektonik
menyebabkan terangkatnya batuan Mesozoikum, disertai penerobosan batuan andesit porfiri.
Pada Awal Eosen terendapkan Formasi Tanjung dalam lingkungan paralas (Sikumbang
dan Heryanto, 1994).Pada saat bersamaan kompleks meratus telah ada, namun hanya berupa
daerah yang sedikit lebih tinggi di bagian cekungan dan diendapkan berupa lapisan sedimen yang
lebih tipis dari daerah sekitarnya (Hamilton, 1979).Pada kala Oligosen terjadi genang laut yang
membentuk Formasi Berai.Kemudian pada Kala Miosen terjadi susut laut yang membentuk
Formasi Warukin (Sikumbang dan Heryanto, 1994). Struktur geologi regional dan sebaran
batuan pada daerah Banjarmasin dapat dilihat pada Peta Geologi Regional Lembar Banjarmasin
Gerakan tektonik yang terakhir terjadi pada Kala Miosen yang menyebabkan batuan yang tua
terangkat membentuk Tinggian Meratus dan melipat kuat batuan Tersier dan Pra-Tersier.Sejalan
dengan itu terjadilah pensesaran naik dan geser yang diikuti sesar turun dan pembentukan
Formasi Dahor pada Kala Pliosen. (Sikumbang dan Heryanto, 1994) Di Kalimantan Selatan
terdapat dua cekungan besar, yaitu Cekungan Barito dan Cekungan Asam-asam.Dua cekungan
ini dibatasi oleh Pegunungan Meratus yang melintang dari utara ke baratdaya.

2. Bandingkan dan deskripsikanlah antara potensi bencana geologi yang terjadi di KalSel
dan pulau lainnya ?
Jika menilik bentuk permukaan tanah Kalimantan selatan maka bencana geologi yang paling
dominan adalah Tanah Longsor
Tanah Longsor biasanya terjadi saat musim hujan, curah hujan yang tinggi dan intensitas yang
lama bisa menjadi pemicu terjadinya tanah longsor. Secara umum longosr dapat dibedakan
menjadi beberapa tipe berdasarkan tipe pergerakannya, yaitu: Longsoran Translasi, Longsoran
Rotasi, Pergerakan Blok, Runtuhan Batu, Rayapan Tanah, Aliran Material Rombakan.
Penyebab
• Longsor akibat gerakan tanah biasanya terjadi di daerah yang berlereng tidak stabil dan
dipicu oleh curah dan intensitas hujan.
• Adanya perusakan lahan, penggundulan hutan serta tidak adanya pelindung tanah secara
memadai.
• adanya lapisan impermeable (batuan keras kedap air, lapisan lempung) di bawah lapisan
tanah sehingga air tanah akan mengendap/mengalir di atas lapisan lapisan tersebut, pada
titik jenuhnya air tersebut akan membuburkan lapisan tanah di diatas lapisan tersebut
sehingga tanah akan bergerak sesuai dengan arah kemiringan lapisan impermeable tersebut
baik seketika maupun rayapan.

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, secara
geografis terletak pada 8º 30'–7º 20' Lintang Selatan, dan 109º 40'–111º 0' Bujur Timur.
Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi,
yaitu satuan fisiografi Gunungapi Merapi, satuan fisiografi Pegunungan Sewu atau Pegunungan
Seribu, satuan fisiografi Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fisiografi Dataran Rendah.
Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga
dataran fluvial gunung api termasuk juga bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota
Yogyakarta dan sebagian Bantul. Daerah kerucut, dan lereng gunung api merupakan daerah hutan
lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini terletak di Sleman
bagian utara. Gunung Merapi yang merupakan gunungapi aktif dengan karakteristik khusus,
mempunyai daya tarik sebagai objek penelitian, pendidikan, dan pariwisata.
Satuan Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, yang terletak di wilayah Gunungkidul,
merupakan kawasan perbukitan batu gamping dan bentang alam karst yang tandus, dan
kekurangan air permukaan, dengan bagian tengah merupakan cekungan Wonosari yang telah
mengalami pengangkatan secara tektonik sehingga terbentuk menjadi Plato Wonosari (dataran
tinggi Wonosari). Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses solusional (pelarutan), dengan
bahan induk batu gamping, dan mempunyai karakteristik lapisan tanah dangkal, dan vegetasi
penutup sangat jarang.
Satuan Pegunungan Kulon Progo, yang terletak di Kulon Progo bagian utara, merupakan
bentang lahan struktural denudasional dengan topografi berbukit, kemiringan lereng curam, dan
potensi air tanah kecil.
Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses pengendapan sungai)
yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang di bagian selatan DIY, mulai dari Kulon Progo
sampai Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Satuan ini merupakan daerah yang
subur. Termasuk dalam satuan ini adalah bentang lahan marin dan eolin yang belum
didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang terbentang dari Kulon Progo sampai Bantul.
Khusus bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis Bantul, yang terkenal dengan gumuk
pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian bentang alam pantai.

Dengan penampakan fisiologis seperti berikut provinsi DIY mempunyai bencana alam yang
sering terjadi yaitu
1. Bahaya alam Gunung Merapi, mengancam wilayah Kabupaten Sleman bagian utara, dan
wilayah-wilayah sekitar sungai yang berhulu di puncak Merapi. Peristiwa erupsi gunung Merapi
pada tahun 2010 adalah waktu yang menentukan dan bersifat traumatis sehingga proses difusi
innovasi dalam mitigasi bencana. Setelah erupsi tahun 2010 kesiapsiagaan bencana mengalami
perubahan antara lain dengan adanya kordinasi yang lebih terorganisir, prioritas pengungsian yang
lebih jelas tahapannya serta inisiatif warga yang lebih cepat tanggap. Hal ini sesuai dengan uraian
Maloney dan Coppola bahwa suatu saat ketika masyarakat memperoleh informasi secara memadai
tentang peringatan dini, maka mereka akan menerima dan memroses informasi yang akan
membantu mereka mengambil tindakan yang tepat untuk mengurangi resiko dalam menghadapi
bencana
2. Bahaya gerakan tanah/batuan, dan erosi, berpotensi terjadi pada lereng Pegunungan Kulon
Progo yang mengancam di wilayah Kulon Progo bagian utara, dan barat, serta pada lereng
Pengunungan Selatan (Baturagung) yang mengancam wilayah Kabupaten Gunungkidul bagian
utara, dan bagian timur wilayah Kabupaten Bantul.
Gempa bumi adalah getaran asli dari dalam bumi, bersumber di dalam bumi yang kemudian
merambat ke permukaan bumi akibat rekahan bumi pecah dan bergeser dengan keras. Penyebab
gempa bumi dapat berupa dinamika bumi (tektonik), aktivitas gunungapi, akibat meteor jatuh,
longsoran (di bawah muka air laut), ledakan bom nuklir di bawah permukaan. Gempa bumi
tektonik merupakan gempa bumi yang paling umum terjadi merupakan getaran yang dihasilkan
dari peristiwa pematahan batuan akibat benturan dua lempeng secara perlahan-lahan itu yang
akumulasi energi benturan tersebut melampaui kekuatan batuan, maka batuan di bawah permukaan
Daftar pustaka

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. https://bnpb.go.id/definisi-bencana


(Diakses pada 19 Juni 2021, 23.42 WIB)
Awaludin, 2020. Kandungan Mineral Ekonomis Pada Lumpur Sidoarjo : Potensi &
Peluang Pemanfaatannya. Badan Geologi. Bandung.

Soehaimi, A. 2008. Seismotektonik /dan Potensi Kegempaan Wilayah Jawa. Jurnal Geologi
Indonesia, Vol. 3 No. 4: 227-240.
Pramumijoyo, S. 2015. Tektonika Untuk Kepentingan Umat Manusia. Program Studi Teknik
Geologi. Fakultas Teknik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Pratomo, I. (2006). Klasifikasi gunung api aktif Indonesia, studi kasus dari beberapa letusan
gunung api dalam sejarah. Indonesian Journal on Geoscience, 1(4), 209-227.

Wardyaningrum, D. (2014). Perubahan Komunikasi Masyarakat Dalam Inovasi Mitigasi Bencana di


Wilayah Rawan Bencana Gunung Merapi. Jurnal Aspikom, 2(3), 179-197.

Anda mungkin juga menyukai