Anda di halaman 1dari 6

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUADAYAAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI

TUGAS MATA KULIAH GEOLOGI INDONESIA


ANALISIS SEJARAH GEOLOGI PROVINSI DIY

DISUSUN OLEH:
HUDA NUR MADANI
(17/413640/TK/46080)

DOSEN PENGAMPU
SALAHUDDIN HUSEIN, S.T., M.Sc., Ph.D.

YOGYAKARTA
FEBRUARI
2020
Pendahuluan

Daerah istimewa Yogyakarta terdiri dari dua zona yaitu Zona Pegunungan Selatan
pada Gunung Kidul dan Zona Serayu Selatan pada Kulon Progo. Zona Pegunungan Selatan
merupakan rangkaian pegunungan yang berada di sisi selatan Pulau Jawa di bagian
timur dan memanjang relatif berarah timur-tenggara - barat-baratlaut (TTg - BBL).
Terdiri dari serangkaian batuan sedimen vulkanik laut dan ditutup oleh batuan karbonat.
Sedangkan Zona Serayu Selatan tinggian selatan Jawa Tengah dibangun oleh serangkaian
batuan sedimen vulkanik laut yang terlipat kuat. Pertemuan kedua pegunungan tersebut di
Yogyakarta membentuk depresi atau rendahan yang dikenal dengan Cekungan Yogyakarta.

Analisis Sejarah Geologi Daerah Istimewa Yogyakarta

Gambar 1. Diagram 3 dimensi kondisi geologi Yogyakarta (Setiadji et al,2007 dimodifikasi dari
Rahardjo dkk,1995)

Sejarah geologi zona Pegunungan Selatan Jawa Timur dimulai pada Kala Eosen Tengah
sampai dengan Eosen Akhir. Mula-mula terendapkan Formasi Wungkal-Gamping, terdiri dari
perselingan antara batupasir dan batulanau. Kemudian terjadi pengangkatan yang
menyebabkan erosi pada kisaran umur Oligosen Awal – Tengah.
Sedimentasi pada umur Oligosen Akhir – Miosen Awal, yaitu formasi Kebo-Butak.
Litologi penyusun formasi ini di bagian bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau,
batulempung, serpih, tuf dan aglomerat. Bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan
batulempung dengan sisipan tipis tuf asam. Lingkungan pengendapannya adalah laut terbuka
yang dipengaruhi oleh arus turbid, pada akhir pembantukan formasi ini dipengaruhi oleh
adanya aktivitas gunungapi.
Pada Kala Miosen Awal (N6 – N7) terjadi peningkatan aktivitas gunungapi. Endapan
piroklastik menyusun satuan tuf Semilir. Endapan hasil erupsi gunungapi tersebut terendapkan
pada lingkungan laut dangkal. Aktivitas gunungapi memuncak pada Kala Miosen Awal (N7).
Pada kala ini terjadi letusan besar yang bersifat destruktif, membentuk sistem kaldera. Letusan
tersebut menghasilkan material gunungapi berupa pumis yang membentuk satuan breksi pumis
Semilir. Kemudian terdapat fase konstruktif dengan adanya aliran lava yang menyusun bagian
bawah dari satuan breksi andesit Nglanggran.
Pada Kala Miosen Awal bagian atas hingga Miosen Tengah bagian bawah (N7 – N9)
tersebut juga terendapkan breksi andesit epiklastik yang menyusun satuan breksi andesit
Nglanggran. Bagian bawahnya tersusun oleh breksi basal piroklastik. Satuan ini terendapkan
pada lingkungan darat.
Kemudian pada Kala Miosen Tengah, terendapkan satuan batupasir karbonatan
Sambipitu yang didominasi oleh batupasir karbonatan yang bergradasi secara normal menjadi
batulempung karbonatan. Material ini terendapkan pada lingkungan laut dangkal dengan
mekanisme pengendapan arus turbid.
Pada kala Miosen Tengah (N9-N10) cekungan mengalami pengangkatan kepermukaan,
sehingga mengalami erosi dan terendapkan secara tidak selaras satuan batugamping klastik.
Dijumpainya batugamping yang korelasi hasil analisis foraminifera kecil, batugamping ini
masuk dalam satuan batugamping Oyo. Hal ini menandai bahwa cekungan sedimen pada waktu
itu semakin tenang yang menendakan aktifitas vulkanisme menurun.
Formasi wonosari tebentuk berikutnya dengan umur Miosen Tengah hingga Pliosen.
Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah
selatan dengan litologi didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis
dan batugamping terumbu..
Akhir pembentukan formasi Wonosari bersamaan dengan terbentuknya formasi Kepek, batuan
penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis. umur Formasi Kepek adalah Miosen
Akhir hingga Pliosen. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik).
Sejarah geologi Zona Serayu Selatan diawali dengan sedimentasi Awal Kenozoikum,
endapan ini berstruktur angular unconformity dengan basement. sedimen pada sistem ini terdiri
atas konglomerat fluvial. Di atasnya terdapat sekuen trangresif dari batubara, konglomerat,
lempung, dan pasir kuarsa dari Formasi Nanggulan yang berumur Eosen Tengah.
Di atas Formasi Nanggulan diendapkan Formasi Andesit Tua (Bemmelen, 1949). batuan
penyusun berupa breksi andesit, lapili tuff, tuff, breksi lapisi , Aglomerat, dan aliran lava
serta batu pasir vulkanik yang tersingkap di daerah kulon progo. Formasi ini
diendapkan secara tidak selaras dengan formasi nanggulan dengan ketebalan 660 m.
Diperkirakan formasi ini formasi ini berumur oligosen – miosen.
Selanjutnya terdapat Formasi Jonggrangan yang mempunyai batuan penyusun terdiri
dari tufa, napal, breksi, batu lempung dengan sisipan lignit didalamnya, sedangkan pada
bagian atasnya terdiri dari batu gamping kelabu bioherm diselingi dengan napal dan batu
gamping berlapis. Letak formasi ini tidak selaras dengan formasi andesit tua.
Diperkirakan formasi ini formasi ini berumur oligosen – miosen.
Pada miosen bawah sampai pleistosen terdapat Formasi Sentolo yang mempunyai
batuan penyusun berupa tufa, napal, breksi, batu lempung dengan sisipan lignit didalamnya,
sedangkan pada bagian atasnya terdiri dari batu gamping kelabu bioherm diselingi dengan
napal dan batu gamping berlapis.
Terdapat banyak argumentasi yang menyebutkan bahwa dataran Yogyakarta
terbentuk akibat pengangkatan Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulon Progo pada Kala
Pleistosen Awal. Argumentasi tersebut pertama kali dikemukakan oleh van Bemmelen
(1949). Proses tektonisme tersebut hingga kini diyakini sebagai batas umur Kuarter di
wilayah ini. Menurut Raharjo (2000), setelah pengangkatan Pegunungan Selatan, terjadi
genangan air (danau) di sepanjang kaki pegunungan hingga Gantiwarno dan Baturetno. Hal
itu berkaitan dengan tertutupnya aliran air permukaan di sepanjang kaki pegunungan
sehingga terkumpul dalam cekungan yang lebih rendah. Lingkungan lakustrin (genangan air)
yang berkembang di daerah dataran Yogyakarta hingga kaki Pegunungan Kulon Progo dan
Pegunungan Selatan berlangsung setidaknya sejak lebih dari 16.590 juta tahun lalu (Arwin &
Iregar, 2006). Gunung Merapi yang muncul di sebelah utara, kemudian mengisi Cekungan
Yogyakarta dengan endapan vulkaniknya dimana sebagian besar dibawa oleh sungai-sungai yang
berhulu di lereng gunung api tersebut. Menurut Hendrayana (1993) dalam Husein S & Srijono
(2010).
Kolom Stratigrafi Daerah Istimewa Yogyakarta

a. Kolom Stratigrafi Daerah Kulon Progo

b. Kolom Stratigrafi Daerah Gunung Kidul


DAFTAR PUSTAKA

Bramastya, K. 2 0 1 4. Geologi Regonal Kulon Progo. Diakses dari


https://www.academia.edu/9244035/Geologi_Regional_Kulon_Progo pada 13/02/20

Husein, S. (2016). Peta Geomorfologi Daerah Istimewa Yogyakarta Peta Geomorfologi


Daerah Istimewa Yogyakarta. 2(September).
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.10627.50726

Husein, S., Titisari, A. D., Freski, Y. R., Utama, P. P. 2016. Panduan Ekskursi Geologi
Regional 2016. Yogyakarta: Departemen Teknik Geologi FT UGM.

Mulyaningsih, S., dkk. 2006. Perkembangan Geologi pada Kuarter Awal sampai Masa
Sejarahdi Dataran Yogyakarta.

Van Bemmelen, R.W.(1949). The Geology of Indonesia vol IA.General geology. Martinus
Nyhoff.The Hague

Anda mungkin juga menyukai