Anda di halaman 1dari 9

BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1. FISIOGRAFI REGIONAL PULAU JAWA

(Gambar 1. Sketsa fisiografi Pulau Jawa bagian tengah (Bemmelen,1943 vide


Bemmelen, 1970, dengan modifikasi))
Pulau Jawa secara fisiografi dan struktural, dibagi atas empat bagian utama
(Bemmelen, 1970) yaitu: Sebelah barat Cirebon (Jawa Barat) Jawa Tengah
(antara Cirebon dan Semarang) Jawa Timur (antara Semarang dan Surabaya)
Cabang sebelah timur Pulau Jawa, meliputi Selat Madura dan Pulau Madura Jawa
Tengah merupakan bagian yang sempit di antara bagian yang lain dari Pulau Jawa,
lebarnya pada arah utara-selatan sekitar 100 120 km. Daerah Jawa Tengah tersebut
terbentuk oleh dua pegunungan yaitu Pegunungan Serayu Utara yang berbatasan
dengan jalur Pegunungan Bogor di sebelah barat dan Pegunungan Kendeng di
sebelah timur serta Pegunungan Serayu Selatan yang merupakan terusan dari Depresi
Bandung di Jawa Barat. Pegunungan Serayu Utara memiliki luas 30-50 km, pada
bagian barat dibatasi oleh Gunung Slamet dan di bagian timur ditutupi oleh endapan
gunung api muda dari Gunung Rogojembangan, Gunung Prahu dan Gunung Ungaran.

Gunung Ungaran merupakan gunung api kuarter yang menjadi bagian paling timur
dari Pegunungan Serayu Utara. Daerah Gunung Ungaran ini di sebelah utara
berbatasan dengan dataran aluvial Jawa bagian utara, di bagian selatan merupakan
jalur gunung api Kuarter (Sindoro, Sumbing, Telomoyo, Merbabu), sedangkan pada
bagian timur berbatasan dengan Pegunungan Kendeng Bagian utara Pulau Jawa ini
merupakan geosinklin yang memanjang dari barat ke timur (Bemmelen, 1970).
2.2. TATANAN TEKTONIK PULAU JAWA
Perkembangan tektonik pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola struktur
geologi dari waktu ke waktu. Struktur geologi yang ada di pulau Jawa memiliki polapola yang teratur. Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah
penurunan basin, pensesaran, perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress
regime yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Secara umum, ada tiga arah pola
umum struktur yaitu arah Timur Laut Barat Daya (NE-SW) yang disebut pola
Meratus, arah Utara Selatan (N-S) atau pola Sunda dan arah Timur Barat (E-W).
Perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang berarah Timur Laut Barat Daya
(NE-SW) menjadi relatif Timur Barat (E-W) sejak kala Oligosen sampai sekarang
telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di Pulau Jawa yang sangat rumit
disamping mengundang pertanyaan bagaimanakah mekanisme perubahan tersebut.
Kerumitan tersebut dapat terlihat pada unsur struktur Pulau Jawa dan daerah
sekitarnya.

(Gambar 2. Tatanan tektonik pulau Jawa, Sujanto dan Sumantri (1977).


Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan pola
yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur sampai
Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui Karang
Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali oleh
aktivitas tektonik yang lebih muda. Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data
seismik menunjukkan Pola Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang
berpola Meratus pada Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir.
Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh pola
yang telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994). Data seismic menunjukkan bahwa
pola sesar naik dengan arah barat-timur masih aktif hingga sekarang.
2.3. GEOMORFOLOGI KARANGSAMBUNG
Daerah Karang Sambung, berjarak 20 kilometer dari Kota Kebumen, dengan
koordinat 073000- 074500 LS dan 1091500- 1093000 BT. Di Karang
Sambung dapat ditemui bermacam-macam batuan beku, sedimen, dan metamorf

sebagai hasil dari proses subduksi antara lempeng samudra Hindia-Australia dengan
lempeng benua Eurasia.

(Gambar 3. Geomorfologi yang dapat dilihat dari Citra Satelit)


Berdasarkan peta fisiografi jawa, Bemmelen (1970). Wilayah Karang Sambung
merupakan bagian dari Pegunungan Serayu Selatan. Wilayah Karang Sambung seluas
30 x 10 km yang merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Serayu Selatan yang
telah mengalami erosi secara intensif, karenanya banyak batuan pra-tersier yang
tersingkap di permukaan. Morfologi di daerah ini

di dominasi oleh perbukitan

structural, dan biasa disebut kompleks melange. Di samping itu, morfologi fluvial
yang kini ada dikenal sebagai Karang Sambung.
Banyak perbukitan di Karang sambung, diantaranya yang cukup familiar, Bukit
Waturanda, Bukit Sipako, Gunung Paras, Gunung Brujul, Bukit Jatibungkus, dan
lainnya. Daerah ini dikenal sebagai kompleks melange karena batuan-batuan disini
bercampur-campur. Melange di interpretasikan dilapangan sebagai bentuk bongkahbongkah asing yang berkumpul. Dan skala melange disini berupa bongkah yang
berkisar antara puluhan hingga ratusan meter, walaupun begitu tetap pada rangkaian
pegunungan yang mengelilinginya, seperti sebuah Amphitheatre. Salah satu
morfologi yang dimaksud Karang Sambung adalah Sungai Luk Ulo. Sungai Luk ulo
termasuk sungai anteseden, yang memotong prinsip-prinsip geologi seperti

strukturnya, dan juga termasuk tingkat kedewasaanya. Tingkat kedewasaan ini


ditunjukan oleh adanya meander dan endapan teras sungai yang tidak jauh dari aliran
utamanya. Selain aliran utama tersebut, Karang Sambung memiliki sungai lainnya,
seperti Kali Muncar, Kali Cacaban, Kali Mandala, Kali Brengkok, Kali welaran, dan
lainnya.
2.4. STRATIGRAFI KARANGSAMBUNG
Berdasarkan stratigrafi regional wilayah karangsambung berada pada zona
Pegunungan Serayu selatan dan termasuk dalam stratigrafi Kebumen (Sukendar
Asikin, 1987). Karangsambung tersusun dari berbagai formasi dan menunjukkan
umur yang berbeda. Terdapat pula satuan mlange yang berumur pra tersier.

(Gambar 4. Stratigrafi Regional Karangsambung)


Batuan Pra Tersier
Merupakan batuan tertua yang tersingkap di Zone Pegunungan Serayu Selatan
mempunyai

umur

Kapur

Tengah

s/d

Paleosen

(Sukendar

Asikin

1974).

Kelompok batuan ini disimpulkan sebagai kompleks melange yang terdiri dari
graywacky,

skiss,lava

basalt

berstruktur

bantal,gabro,

batugamping merah,

rijang,lempung hitam yang bersifat serpihan. Semuanya merupakan campuran yang


bersifat tektonik.

Formasi Karangsambung
Merupakan kumpulan endapan olisthostrom, terjadi akibat pelongsoran karena
gaya berat di bawah permukaan laut, melibatkan endapan sedimen yang belum
mampat,

berlangsung

pada

lereng

parit

di

bawah

pengaruh

endapan

turbidit.Merupakan sedimen pond dan diendapkan di atas bancuh Luk-Ulo, terdiri


dari konglomerat polimik, lempung abu-abu, serpih dan beberapa lensa batugamping
foraminifera besar. Hubungan tidak selaras dengan batuan Pra Tersier.
Formasi Totogan
Harloff (1933) dan Tjia HD (1966) menamakan sebagai Tufa Napalan I,
sedangkan

Suyanto

breksi.Litologinya

&Roskamil

berupa

breksi

(1974)

menyebutnya

dengan

komponen

sebagai

lempung

batulempung,batupasir,

batugamping, napal dan tufa. Mempunyai umur Oligosen - Miosen Awal, dan
berkedudukkan selaras di atas Formasi Karangsambung
Formasi Waturanda
Formasi ini terdiri dari batuan - batuan batupasir vulkanik dan breksi
vulkanik,berumur Miosen Awal - Miosen Tengah, selaras di atas Formasi Totogan.
Formasi ini mempunyai Anggota Tuff, dimana Harloff (1933) menyebutnya sebagai
Eerste Merger Tuff Horizon.
Formasi Panosogan
Formasi ini diendapkan selaras di atas Formasi Waturanda, litologinya terdiri dari
perselingan batupasir, batulempung, tufa, napal dan kalkarenit. Ketebalan formasi ini
1000 meter, mempunyai umur Miosen Awal - Miosen Tengah.
Formasi Halang
Penyebaran formasi ini tersebar di bagian tengah Lembar, membentang dari barat
sampai ke timur, menempati daerah perbukitan. Litologi penyusun terdiri dari
batupasir gampingan, batupasir kerikilan, batupasir tufaan, napal, napal tuffaan,
batulempung, batulempung napalan. Umur Formasi Halang adalah Miosen Tengah
sampai Pliosen Awal (N15 N18).

Formasi Peniron
Peneliti terdahulu menamakan sebagai Horizon Breksi III. Formasi Peniron
menindih selaras di atas Formasi Halang dan merupakan sedimen turbidit termuda
yang diendapkan di Zone Pegunungan Serayu Selatan. Litologinya terdiri dari breksi
aneka bahan (polimik) dengan komponen andesit, batulempung, batupasir dengan
masa dasar batupasir sisipan tufa, batupasir, napal dan batulempung.
Batuan Vulkanik Muda
Mempunyai hubungan yang tidak selaras dengan semua batuan yang lebih tua di
bawahnya. Litologi terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufan, dengan
komponen andesit dan batupasir. Komponen tersebut merupakan aliran lahar pada
lingkungan darat. Berdasarkan pada ukuran komponen yang membesar ke utara, hal
ini menunjukkan arah sumber di utara yaitu Gunung Sumbing berumur Plistosen.
2.4. STRUKTUR GEOLOGI KARANGSAMBUNG
Aktivitas

tektonik

yang

terjadi

di

Pulau

Jawa

mengakibatkan

berkembangnya struktur geologi yang bervariasi. Pola struktur yang terbentuk


merupakan cerminan dari pola tegasan suatu gaya dominan dari proses tektonik
dengan variasi arah tertentu. Secara umum pola tegasan yang terbentuk berupa kekar,
sesar, dan lipatan dengan skala yang bervariasi dari skala regional sampai skala yang
terkecil.
Secara regional, tegasan utama berarah utara-selatan, sehinggga pembentukan
lipatan yang mempunyai sumbu hampir tegak lurus dengan tegasan utama
mengakibatkan pembentukan sesar-sesar naik. Dan sesar-sesar naik tersebut dipotong
oleh sesar mendatar yang berarah hampir utara-selatan.
Pembentukan dan perkembangan rangkaian Pegunungan Serayu Selatan
dipengaruhi dan ditentukan oleh sifat-sifat gerak dan pertemuan lempeng HindiaAustralia yang bergerak ke utara dengan lempeng Eurasia (Sukendar Asikin, 1974 ).
Pertemuan kedua lempeng yang bersifat konvergen tersebut membentuk sistem

busur kepulauan yang disebut Sunda Arc System (Sukendar Asikin, dkk., dalam
PIT IAGI XVI, 1987).
Berdasarkan hasil penafsiran foto citra ERTS (Untung dan Sato, 1978) dan
anomali gaya berat (Untung dan Wiriosudarmo, 1975), menunjukkan adanya sesarsesar dan kelurusan-kelurusan dari pola struktur yang umumnya berarah BaratdayaTimurlaut, Baratlaut-Tenggara, dengan sumbu lipatan yang pada umumnya berarah
Barat-Timur pada daerah Jawa Tengah, (Gambar 2.3). Menurut Sukendar Asikin
(1974), secara umum struktur Pegunungan Serayu Selatan terdiri dari lipatan-lipatan
dengan sumbu berarah Barat-Timur, disertai sesar naik, sesar normal, dan sesar
mendatar. Pada umumnya struktur tersebut dijumpai pada batuan yang berumur
Kapur hingga Pliosen.

Gambar 2.3 Pola Struktur Regional Jawa Tengah dan Jawa Timur berdasarkan
Kelurusan dari Citra ERTS (Untung dan Sato, 1978)
Karena daerah penelitian termasuk ke dalam jalur Pegununungan Serayu
Selatan (van Bemmelen, 1949), maka pembentukan struktur geologi yang nampak
pada daerah penelitian sekarang, disebabkan oleh aktifnya kembali sesar-sesar tua
pada dasar cekungan (sesar basement/ dip seated fault) sebagai akibat tektonik pada

kala Plio-Plistosen, sehingga membentuk struktur-struktur geologi yang ada seperti


yang dijumpai sekarang.
Perkembangan tektonik dan cekungan pengendapan diduga berhubungan erat
dengan tumbukan antara lempeng benua Asia Tenggara dengan lempeng Hindia
Australia, sejak Kapur Akhir atau Tersier Awal. Pada Kapur Awal atau Kapur
Tengah, sebelum terjadi tumbukan, didasar samudra telah terendapkan batuan Ofiolit
( Basal, Gabro, batuan Ultramafik) dan sedimen pelagos (batu gamping merah dan
rijang radiolaria). Pada tektonik Kapur Akhir terjadi tumbukan antara lempeng Hindia
Australia yang bergerak kearah utara dengan lempeng Benua Asia tenggara, disusul
penekukan dan penyesaran kebawah dari lempeng samudera, sehingga terbentuk
palung. Batuan kerak samudera terseret kedalam palung, yang didalamnya juga
terendapkan

sedimen

Flysch,

yang

bahannya

bersumber

dari

daratan

diutara.Percampuran batuan secara tektonik berlangsung sampai Paleosen dan


menghasilkan Komplek Luk Ulo (Asikin, 1975). Proses tektonik berlangsung terus
hingga terbentuk geologi sekarang (Asikin drr, 1992).

Anda mungkin juga menyukai